• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara social comparison tubuh dan kecenderungan ketidakpuasan tubuh pada anak perempuan usia 8 – 11 tahun.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan antara social comparison tubuh dan kecenderungan ketidakpuasan tubuh pada anak perempuan usia 8 – 11 tahun."

Copied!
159
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA SOCIAL COMPARISON TUBUH DAN KECENDERUNGAN KETIDAKPUASAN TUBUH PADA ANAK

PEREMPUAN USIA 8 – 11 TAHUN Indah Nova Susanti

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara social comparison tubuh dan kecenderungan ketidakpuasan tubuh pada anak perempuan usia 8-11 tahun. Subjek penelitian ini adalah 127 orang anak perempuan usia 8-11 tahun. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah adanya hubungan positif antara social comparison tubuh dan kecenderungan ketidakpuasan tubuh pada anak perempuan usia 8-11 tahun. Peneliti menggunakan teknik pengambilan sampel purposive sampling dalam penelitian ini. Data penelitian diperoleh dengan menggunakan dua skala dalam model skala Likert, yaitu Skala Social Comparison dan Skala Ketidakpuasan Tubuh. Reliabilitas Skala Social Comparison adalah 0.865 dari 80 item dan reliabilitas Skala Ketidakpuasan Tubuh adalah 0.873 dari 50 item. Reliabilitas kedua skala diperoleh dengan menggunakan teknik Alpha – Cronbach dari program SPSS for mac versi 21.0. Uji Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji normalitas dan uji linearitas. Hasil Uji Asumsi menunjukkan bahwa data memiliki distribusi normal dan memiliki hubungan linear antara social comparison dan kecenderungan ketidakpuasan tubuh. Data dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan korelasi Pearson product Moment dengan program SPSS for mac versi 21.0 dan diperoleh nilai koefisien korelasi 0.296 dengan nilai signifikansi sebesar 0.000 (p < 0.01). Hasil ini berarti ada hubungan yang positif dan signifikan antara social comparison tubuh dan kecenderungan ketidakpuasan tubuh.

(2)

THE CORRELATION BETWEEN BODY SOCIAL COMPARISON AND TEDENCY OF BODY DISSATISFACTION IN GIRLS AGE 8-11 YEARS

OLD

Indah Nova Susanti ABSTRACT

This research aimed to find out the correlation between social comparison and tendency of body dissatisfaction in children age 8-11 years old. The subjects in this research consisted of 127 girls who has 8- 11 years old. The hypothesis in this research there was a positive correlation between body social comparison and tendency of body dissatisfaction in girls age 8-11 years old. In this research, researcher used purposive sampling technique. The data in this research were obtained by using two Likerts scales, Social Comparison Scale and Body Disstisfaction Scale. Reliability of the scale were obtained by using Alpha-Cronbach technique of SPSS program for mac versi 21.0. The assumption tests that used in this research were normality and linearity test. The results showed that the data had a normal distribution and had a linear relationship between social comparison and tendency of body dissatisfaction. The data in this research were analyzed by using the Pearson Product Moment technique of SPSS program for mac versi 21.0 and were obtained coefficient correlation was 0,296 with significance level 0.000 (p < 0.01). It meant that there was a positive and significant correlation between body social comparison and tendency of body dissatisfaction.

(3)

i

HUBUNGAN ANTARASOCIAL COMPARISONTUBUH DAN KECENDERUNGAN KETIDAKPUASAN TUBUH PADA ANAK

PEREMPUAN USIA 8 – 11 TAHUN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Psikologi Program Studi Psikologi

Oleh :

Indah Nova Susanti

109114140

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(4)
(5)
(6)

iv

Namaste..

(7)
(8)

vi

HUBUNGAN ANTARASOCIAL COMPARISONTUBUH DAN KECENDERUNGAN KETIDAKPUASAN TUBUH PADA ANAK

PEREMPUAN USIA 8 – 11 TAHUN

Indah Nova Susanti ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antarasocial comparisontubuh dan kecenderungan ketidakpuasan tubuh pada anak perempuan usia 8-11 tahun. Subjek penelitian ini adalah 127 orang anak perempuan usia 8-11 tahun. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah adanya hubungan positif antara social comparison tubuh dan kecenderungan ketidakpuasan tubuh pada anak perempuan usia 8-11 tahun. Peneliti menggunakan teknik pengambilan sampelpurposive sampling dalam penelitian ini. Data penelitian diperoleh dengan menggunakan dua skala dalam model skala Likert, yaitu Skala Social Comparison dan Skala Ketidakpuasan Tubuh. Reliabilitas Skala Social Comparison adalah 0.865 dari 80 item dan reliabilitas Skala Ketidakpuasan Tubuh adalah 0.873 dari 50 item. Reliabilitas kedua skala diperoleh dengan menggunakan teknikAlpha – Cronbachdari program SPSSfor macversi 21.0. Uji Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji normalitas dan uji linearitas. Hasil Uji Asumsi menunjukkan bahwa data memiliki distribusi normal dan memiliki hubungan linear antara social comparison dan kecenderungan ketidakpuasan tubuh. Data dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan korelasiPearson product Momentdengan program SPSSfor macversi 21.0 dan diperoleh nilai koefisien korelasi 0.296 dengan nilai signifikansi sebesar 0.000 (p < 0.01). Hasil ini berarti ada hubungan yang positif dan signifikan antarasocial comparison tubuh dan kecenderungan ketidakpuasan tubuh.

(9)

vii

THE CORRELATION BETWEEN BODY SOCIAL COMPARISON AND TEDENCY OF BODY DISSATISFACTION IN GIRLS AGE 8-11 YEARS

OLD

Indah Nova Susanti ABSTRACT

This research aimed to find out the correlation between social comparison and tendency of body dissatisfaction in children age 8-11 years old. The subjects in this research consisted of 127 girls who has 8- 11 years old. The hypothesis in this research there was a positive correlation between body social comparison and tendency of body dissatisfaction in girls age 8-11 years old. In this research, researcher used purposive sampling technique. The data in this research were obtained by using two Likerts scales, Social Comparison Scale and Body Disstisfaction Scale. Reliability of the scale were obtained by using Alpha-Cronbach technique of SPSS program for mac versi 21.0. The assumption tests that used in this research were normality and linearity test. The results showed that the data had a normal distribution and had a linear relationship between social comparison and tendency of body dissatisfaction. The data in this research were analyzed by using the Pearson Product Moment technique of SPSS program for mac versi 21.0 and were obtained coefficient correlation was 0,296 with significance level 0.000 (p < 0.01). It meant that there was a positive and significant correlation between body social comparison and tendency of body dissatisfaction.

(10)
(11)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas berkat

dan limpahan berkat dan rahmat yang diberikan sehingga penulis dapat

menyelesaikan dengan baik skripsi yang berjudul : “Hubungan Antara Social

Comparison tubuh dan Kecenderungan Ketidakpuasan Tubuh Pada Anak

Perempuan Usia 8 – 11 Tahun” dalam rangka memenuhi salah satu syarat

kelulusan di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini melalui proses yang begitu panjang

dan tidak terlepas dari berbagai kendala. Meskipiun demikian, kekuatan doa,

dukungan dan bantuan dari orang-orang sekitar, sehingga segala hambatan

menjadi mudah dan bisa terlewati dengan baik. Oleh karena itu, pada

kesempatan yang baik ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih

yang sebesar-sebarnya kepada :

1. Allah SWT yang selalu melindungi diriku dari berbagai kesengsaraan dan

kesulitan didunia. Senantiasa meridhoi dan meberkati langkahku dan

segala keputusanku.

2. Almamaterku, Fakultas psikologi Universitas Sanata Dharma. Terima

kasih telah mengijinkan aku untuk mendapatkan pelajaran dari berbagai

sudut kehidupan.

3. Yogyakarta yang memberikan kenangan dan pelajaran yang berharga.

4. Bapak Dr. T. Priyo Widyanto, M.Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi

(12)

x

motivasi dan dukungan selama penulis menempuh pendidikan di Fakultas

Psikologi.

5. Ibu Ratri Sunar Astuti, M.Si., selaku Ketua Program Studi Fakultas

Psikologi Universitas Sanata Dharma dan Dosen Pembimbing Skripsi.

Terimakasih karena mau meluangkan banyak waktu untu dengan sabar

membimbing dan memberikan arahan serta masukan kepada penulis

sehingga, penulis bisa menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

6. Ibu Dra. L. Pratidarmanastiti, MS dan ibu Sylvia Carolina MYM., M.Si

selaku dosen penguji, terimakasih atas ilmu dan masukan yang saya

terima, tidak hanya saat ujian berlangsung tetapi selama saya menimba

ilmu di fakultas Psikologi. Ilmu dan pengalaman yang ibu berikan tidak

akan pernah saya lupakan.

7. Ibu Monica Eviandaru M, M. App. Psych,. Yang telah memotivasi saya

dan memberikan inspirasi bagi saya untuk memperjuangkan hak-hak

perempuan, memperjuangkan anti diskriminasi dan membuat saya

semangat untuk mempelajari psikologi sosial dan mengaplikasikannya

dalam kehidupan saya. Ibuk adalah inspirasi buat saya.

8. Kedua orang tuaku, Mama dan Papa. Kalian adalah orang tua terbaik dan

angerah Tuhan yang paling indah. Semoga saya selalu bisa

membahagiakan mama dan papa. Indah sayang Mama dan Papa.

9. Indra, adikku yang aku sayang. Terimakasih selalu memberikan semangat

(13)
(14)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………..………..i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING………....ii

HALAMAN PENGESAHAN………iii

HALAMAN PERSEMBAHAN……….iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………...v

ABSTRAK………..vi

ABSTRACT………...vii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH……….viii

KATA PENGANTAR………....ix

DAFTAR ISI………...xii

DAFTAR TABEL……….…...xv

DAFTAR LAMPIRAN……….xvi

DAFTAR GAMBAR………...xvii

BAB I PENDAHULUAN………1

A. Latar Belakang Masalah………...1

B. Rumusan Masalah………..10

C. Tujuan Penelitian………..…….10

D. Manfaat Penelitian………...10

1. Manfaat Teoritis………...10

2. Manfaat Praktis………11

(15)

xiii

A. Tahapan Perkembangan Anak………...12

B. Ketidakpuasan Tubuh………20

1. Citra Tubuh………...20

2. Ketidakpuasan Bentuk Tubuh………..23

2.1 Ketidakpuasan tubuh pada anak perempuan………..25

3. Aspek-Aspek Ketidakpuasan Bentuk Tubuh………...29

4. Dampak Ketidakpuasan Tubuh………30

5. Faktor-Faktor Pembentuk Ketidakpuasan tubuh anak perempuan…..32

C. Social Comparison ………37

1. Social Comparison pada anak usia 8- 11 tahun………...38

2. Aspek-aspek dari Social Comparison………..43

3. Dampak Social Comparison………...47

D. Dinamika Hubungan antara Social Comparison Tubuh dan Kecenderungan Ketidakpuasan Tubuh Anak perempuan Usia 8- 11 tahun……….49

E. Hipotesis Penelitian………55

F. Kerangka Berfikir………...56

BAB III METODOLOGI PENELITIAN………...…...57

A. Jenis Penelitian………...57

B. Identifikasi Variable Penelitian………..57

C. Definisi Operasional………..57

1. Social Comparison Tubuh………...57

2. Ketidakpuasan Tubuh………..58

(16)

xiv

E. Metode dan Alat Pengumpulan Data……….59

1. Skala Social Comparison……….59

2. Skala Ketidakpuasan tubuh………..62

F. Pengujian Validitas dan Reliabilitas………..64

1. Validitas………...64

2. Seleksi Item………..64

3. Reliabilitas………...68

G. Metode Analisis Data……….69

1. Uji Asumsi………..69

a. Uji Normalitas………69

b. Uji Linearitas……….70

2. Uji Hipotesis………70

3. Analisis Tambahan : Uji Anova………..71

H. Pelaksanaan Uji Coba………71

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………...73

A. Pelaksanaan Penelitian………...73

B. Deskripsi Subjek Penelitian………...73

C. Deskripsi Data Penelitian………...74

D. Hasil Penelitian………..76

1. Uji Asumsi………...76

a. Uji Normalitas………76

b. Uji Linearitas……….77

(17)

xv

E. Analisis Tambahan……….79

1. Uji One-Way Anova (Ketidakpuasan Tubuh dan Kategori IMT) ..…79

2. Uji One-Way Anova (Ketidakpuasan Tubuh dan Usia)………..83

F. PEMBAHASAN………85

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN……….96

A. Kesimpulan………96

B. Saran………...96

1. Peneliti Selanjutnya………..96

2. Bagi anak-anak……….97

3. Orang Tua………98

DAFTAR PUSTAKA………99

(18)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Pemberian Skor Skala Social Comparison………..60

Tabel 2 Blue Print dan Distribusi Item Skala Social Comparison Sebelum Uji Coba………..61

Tabel 3 Pemberian Skor Skala Ketidakpuasan Tubuh……….63

Tabel 4 Blue Print dan Distribusi Item Skala Ketidakpuasan tubuh sebelum Uji Coba………..63

Tabel 5 Blue Print dan Distribusi Item Skala Social Comparison Setelah Uji Coba………..65

Tabel 6 Blue Print dan Distribusi Skala Social Comparison (Setelah diacak Sesuai Skala)………...66

Tabel 7 Blue Print dan Distribusi Item Skala Ketidakpuasan Tubuh Setelah Uji Coba. ………....67

Tabel 8 Blue Print dan Distribusi Item Skala Ketidakpuasan Tubuh (Setelah diacak sesuai skala)……….………....68

Tabel 9 Deskripsi Subjek Penelitian………74

Tabel 10 Deskripsi Data Penelitian………75

Tabel 11 Hasil Uji Normalitas………...76

Tabel 12 Hasil Uji Linearitas……….77

Tabel 13 Hasil Uji Hipotesis………..78

Tabel 14 Tabel Kategorisasi IMT………..80

(19)

xvii

Tabel 16 Hasil Uji One-way ANOVA………...81

Tabel 17 Hasil Pengkategorian Usia………..83

(20)

xviii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Diagram Hasil Uji Anova One-way kategori Ketidakpuasan

Tubuh dan IMT………82

Gambar 2 Diagram Hasil uji Anova One-way kategori Ketidakpuasan

(21)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Skala Social Comparison dan Ketidakpuasan Tubuh…………..108

Lampiran 2 Hasil Seleksi item Skala Social comparison dan Ketidakpuasan Tubuh………...119

Lampiran 3 Reliabilitas Social Comparison dan Ketidakpuasan Tubuh…….123

Lampiran 4 Uji Deskripitif Mean Empirik………..125

Lampiran 5 Uji Normalitas………..126

Lampiran 6 Uji Linearitas………127

Lampiran 7 Uji Hipotesis………128

(22)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Plato mengatakan bahwa“ we are bound to our bodies like an oyster is to its

shell”. Artinya setiap makhluk hidup memiliki keterikatan terhadap tubuhnya,

tidak terpisah dan tidak dapat dilepaskan, sehingga pengalaman yang terjadi pada

kehidupan sangat dipengaruhi oleh peran tubuh didalamnya (Cash, 2004).

Melalui tubuhlah individu akan mengidentifikasi dan menilai individu lain, dan

melalui tubuhnya pula lah seseorang akan membentuk konsep dan gambaran

tentang dirinya. Jika seseorang terlalu menilai negatif keadaan tubuhnya, maka

dapat mengakibatkan ketidakpuasan tubuh yang berakibat kepada gangguan

psikologis yang merugikan (Neumark, Paxton, Hanan, Haines dan M Story,

dalam Wade dan Tiggemann, 2013).

Ketidakpuasan pada bentuk tubuh merupakan keterpakuan pikiran yang

disebabkan oleh penilaian yang negatif terhadap tampilan fisik dan adanya

perasaan malu dengan keadaan fisik ketika berada di lingkungan sosial (Rosen &

Reiter dalam Desi (2012). Orang yang mengalami ketidakpuasan tubuh akan

menghabiskan waktu untuk memikirkan penampilan dan tubuh mereka yang

tidak sesuai dengan berat dan bentuk yang di inginkan (Brehm dalam Evahani,

2012).

Ketidakpuasan tubuh merupakan salah satu gangguan dari citra tubuh yang

(23)

cara seseorang mempersepsikan tubuhnya dengan konsep ideal yang dimiliki

pada pola kehidupan setempat dan berhubungan dengan cara orang lain menilai

tubuhnya (Thompson, 1996). Citra tubuh juga hadir dari evaluasi diri seseorang

terhadap respon yang didapat seseorang terhadap lingkungan. Jika terdapat

ketidaksesuaian antara persepsi tubuh terhadap konsep tubuh ideal dilingkungan

sekitar akan mengakibatkan ketidakpuasan tubuh. Ketidakpuasan tubuh

merupakan pikiran dan perasaan yang negatif oleh seseorang terhadap tubuhnya.

Seseorang akan merasakan ketidaknyamanan pada tubuhnya (Grogan, 1999), hal

ini dikarenakan seseorang akan membangun gambaran negatif tentang tubuhnya

secara terus menerus (Maggie, Christopher, dan Jody, 2010).

Ketidakpuasan tubuh merupakan hal yang normatif terjadi pada manusia,

namun dari beberapa penelitian mengungkap bahwa ketidakpuasan tubuh juga

terjadi pada perempuan berusia anak-anak. Penelitian yang dilakukan Phares,

Steinberg, dan Thompson (2004) terhadap 141 anak perempuan dan laki-laki usia

8-11 tahun mengungkap bahwa anak perempuan lebih peduli pada berat badan

dan perilaku diet, dari pada anak laki-laki.Penelitian yang dilakukan oleh Turby

dan Paxton (2008) menemukan bahwa hampir separuh anak perempuan dan tiga

orang anak laki-laki berusia dari 7 hingga 11 tahun ingin memiliki tubuh yang

kurus, 52% anak perempuan mengakui bahwa citra tubuh ideal bagi dirinya

adalah kurus, dan 9% anak laki-laki menjawab menginginkan ukuran tubuh yang

besar.

Penelitian longitudinal oleh Krahnstoever, Markey, Brich (2008) menemukan

(24)

ketidakpuasan pada usia 5 sampai 9 tahun. Pada usia 5 sampai 7 tahun anak

perempuan mengkhawatirkan berat badan dengan tinggi badan. Penelitian ini

juga menemukan korelasi positif antara perubahan fisik dengan kekhawatiran

berat badan dan ketidakpuasan tubuh dengan berat badan yang terjadi pada usia 7

sampai 9 tahun. Kemudian, pada usia 9 tahun anak perempuan memiliki

kecenderungan untuk berdiet dengan sikap makan yang lebih maladaptif. Schur,

Sanders, & Steiner (2000) menemukan anak perempuan usia 8-13 tahun mulai

khawatir dengan berat tubuh mereka, dan anak perempuan usia 9 tahun sudah

menunjukkan ketidakpuasan pada tubuhnya (Tiggemann & Pennington dalam

Grogan, 1999).

Perilaku diet pada anak dapat dilihat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh

McVey, Tweed dan Blackmore (2004) yang dilakukan di Kanada menemukan

bahwa perilaku diet tidak sehat sudah ditemukan pada anak perempuan usia 10

tahun dan memiliki kemungkinan mengalami gangguan makan ketika remaja.

Perilaku diet pada anak-anak mungkin lazim jika alasan diet dikarenakan anak

mengalami obesitas, akan tetapi menjadi tidak lazim ketika itu karena kurangnya

kepercayaan diri dan obsesi seperti seseorang. Peneliti pernah menjumpai

seorang anak perempuan berusia 13 tahun meminum pil diet, dan hal ini

didukung oleh orang tua dengan alasan anak mulai merasakan ketidakpercayaan

diri. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dijabarkan diatas, disimpulkan

bahwa ketidakpuasan tubuh pada anak perempuan dapat terjadi pada rentang usia

5 tahun sampai dengan 13 tahun. Pada usia tersebut, anak mulai memasuki masa

(25)

(Santrock, 2003). Hasil penelitian yang telah dijabarkan penulis menunjukan

bahwa, kasus ketidakpuasan tubuh tidak hanya terjadi pada anak-anak diluar

negeri, tetapi anak di Indonesia juga memiliki kecenderungan untuk mengalami

ketidakpuasan tubuh.

Dari hasil penelitian yang telah dijabarkan, banyak kasus ketidakpuasan

tubuh pada anak terjadi pada usia pertengahan dan akhir anak-anak. Pada usia ini

anak mengalami perubahan yang cukup signifikan terhadap bentuk tubuhnya, ia

menjadi perduli terhadap kemampuan fisik dan membangun kemampuan kognitif

yang baru (Santrock, 2011). Pada usia ini pula, anak mulai membentuk identitas

diri, berdasarkan evaluasi yang dipengaruhi oleh aspek sosial dan pendapat

kelompok (Harter, Ruble dalam Santrock 2002). Erikson (dalam Papalia, 2006)

mengatakan bahwa pada usia ini anak memasuki tahap industry vs inferiority,

dimana anak terdorong untuk bisa mempelajari nilai keterampilan yang berlaku

di lingkungan sosialnya demi mendapatkan sebuah harga diri. Untuk itu anak

akan membutuhkan kepercayaan diri yang tinggi dalam menjalankan tugasnya.

Kepercayaan diri yang tinggi tidak akan diperoleh jika anak tidak mampu

menerima keadaan dirinya, sehingga hal ini akan berakibat pada rasa rendah diri

pada anak

Pada usia 8- 10 tahun, anak juga memiliki keinginan kuat untuk diterima

sebagai anggota kelompok, sehingga kebanyakan anak akan merasa bahwa untuk

dapat diterima, mereka harus menyesuaikan diri dengan pola kelompok. Smolak

(dalam, Cash 2011) mengatakan pengaruh teman sebaya berupa komentar terkait

(26)

anak sekolah dasar. Jika anak mengalami ketidakpuasan tubuh pada usia ini akan

berdampak kepada kehidupan anak, sebab pembentukan kepribadian individu

berkaitan dengan apa yang telah dilaluinya ketika masih kecil. Ketidakpuasan

tubuh yang dirasakan dari kecil, tentunya akan mengganggu proses

perkembangan diri anak kedepannya. Freud (dalam Gunarsa, 1983) mengatakan

bahwa usia pada tahun-tahun pertama kehidupan anak harus berlangsung dengan

baik, agar tidak mengalami kesulitan yang berkaitan dengan emosi ketika

dewasa. Erikson dan Freud menekankan bahwa pentingnya memperoleh

dasar-dasar yang baik pada masa permulaan kehidupan anak, agar ketika dewasa tidak

mengalami gangguan kepribadian dan emosi yang berarti (Gunarsa, 1983).

Merujuk kepada tugas perkembangan anak usia akhir anak-anak, jika anak

mengalami ketidakmampuan dan rasa rendah diri dalam menjalankan tugas-tugas

perkembangan sosialnya maka, memungkinkan anak mengalami ketidakpuasan

tubuh.

Ketidakpuasan tubuh akan berakibat pada gangguan psikologis seseorang,

sebab menurut Hurlock (1980) citra tubuh tidak hanya berkaitan dengan aspek

penampilan fisik dan daya tarik maupun kecantikan saja, tetapi berkaitan pula

dengan gambaran mental, pikiran, perasaan dan sikap terhadap tubuh. Jika sejak

kecil anak sudah mengalami ketidakpuasan tubuh, maka dapat memungkinkan

anak akan menjadi, depresi (Noles, et. al., 1985 dalam Meggie, et. al,. 2010),

harga diri yang rendah (Mckinkey & Hyde , 1996), turunnya kualitas hidup

(Cash dan Fleming, 2002) dan gangguan makan ketika remaja (Rodin, 1985).

(27)

merasa tidak percaya diri, memiliki konsep diri yang kurang baik (Asri dan

Setiasih, 2004). Bahkan untuk resiko jangka panjang, menurut American

Association of University Women, ketidakpuasan terhadap citra tubuh ini

berhubungan dengan risiko bunuh diri pada remaja perempuan (Dittrich dalam

Mukhlis, 2013).

Salah satu faktor pembentuk ketidakpuasan tubuh, adalah media massa.

Morisson dan Hopkins dalam Maggie (2010) mengatakan bahwa media

merupakan faktor kunci dalam pembentukan gambaran ketidakpuasan bentuk

tubuh, karena media mengkonsepkan sebuah tampilan yang sempurna. Penelitian

Hofschire dan Greenberg (2002) menjelaskan bahwa identifikasi anak terhadap

karakter di televisi berkorelasi secara positif terhadap ketidakpuasan tubuh, yang

mana nantinya internalisasi konsep ideal itu akan mempengaruhi konstruksi

masyarakat tentang standar ideal kelompok terkait fisik yang ideal yang

mempengaruhi ketidakpuasan tubuh seseorang (Matz , Foster , Faith & Wadden,

2002). Menurut Grogan (2008) masyarakat menetapkan standar bentuk tubuh

ideal bagi masing-masing jenis kelamin, karena adanya kepercayaan dan stigma

tentang bentuk tubuh ideal (langsing) yang mencerminkan mencerminkan

kebahagiaan, kesuksesan, awet muda dan penerimaan sosial yang baik.

Konsep ideal yang diciptakan masyarakat membuat banyak orang berusaha

memenuhinya, untuk memenuhi tuntutan dan mendapat penerimaan di

masyarakat, banyak orang melakukan evaluasi diri melalui perbandingan sosial

baik kepada individu lain maupun kepada public figure dimedia. Festinger

(28)

mempengaruhi dan perilaku saling bersaing dalam interaksi sosial yang

ditimbulkan oleh adanya kebutuhan untuk menilai diri sendiri (self evaluation).

Pada anak, social comparison dilakukan karena adanya keinginan anak untuk

mendapatkan pengakuan yang sama dengan teman-temannya yang diidolakan

anak-anak yang lain, kemungkinan tipe perbandingan yang digunakan

kemungkinan bisa saja upward comparison bisa saja downward comparison.

Hal ini tergantung tujuan dan motivasi anak.

Social comparison, yang dilakukan anak terkait kemampuan akademik,

kemampuan sosial, kemampuan fisik dan penampilan fisik (Smolak dalam Cash,

2011). Smolak (dalam Cash, 2011) mengatakan social comparison terhadap

penampilan fisik dan kemampuan fisik, merupakan dasar dari pembentukan citra

tubuh, jika kemampuan fisik dan penampilan fisik tidak sesuai dengan standar

ideal kelompok maka anak akan mulai merasakan kekhawatiran yang besar anak

terhadap tubuhnya.

Penelitian Blowers dkk (2003) terhadap 150 anak perempuan usia 10-13

tahun, menjelaskan hal tersebut, ia menemukan bahwa terdapat hubungan antara

tekanan sosial, berupa komentar negatif, ekspresi ketidaksukaan pada tubuh yang

gemuk dan tekanan terhadap tubuh langsing yang akan membentuk perilaku

social comparison dan konsep anak tentang tubuh ideal. Orang tua dan media

juga mempengaruhi perkembangan anak terkait kekhawatiran terhadap berat

badan dan kontrol terhadap berat badan yang dilakukan anak usia menjelang

remaja dan anak remaja, sehingga anak cenderung untuk membandingkan tubuh

(29)

untuk terlihat seperti model realistis yang dibicarakan lingkungan sekitarnya.

Proses ini kemungkinan berkaitan dengan proses kognitif anak yang berada pada

tahap operasional kongkrit, anak akan mulai memahami sebuah pesan dari

lingkungan sekitar, lalu membentuk konsep umum tentang pesan tersebut dalam

hal ini tubuh langsing, lalu anak akan memandang diri mereka berdasarkan

standar sosial yang berlaku yang dipelajarinya melalui perbandingan sosial.

Dampak dari adanya perbandingan sosial menurut Festinger (dalam

Ginintasasih, 2012) adalah anak akan merasa tidak mampu dan gagal jika tidak

mampu memenuhi tuntutan kelompok demi diterimanya diri anak didalam

kelompok, sehingga mengakibatkan munculnya pola memaksa dalam memenuhi

tuntutan kelompok tersebut. Keterpaksaan ini akan berakibat pada

kecenderungan perilaku yang tidak sehat, seperti misalnya kasus ketidakapuasan

tubuh pada anak yang akan menimbulkan perilaku mengurangi makan dan diet

yang ekstrim demi terpenuhinya tuntutan kelompok terhadap standar tubuh ideal.

Penelitian tentang ketidakpuasan tubuh pada anak-anak yang dijabarkan oleh

penulis, merupakan penelitian yang dilakukan di luar negeri dengan latar

belakang budaya yang berbeda. Dari sinilah muncul ketertarikan peneliti untuk

melakukan penelitian tentang hubungan social comparison dan kecenderungan

ketidakpuasan tubuh pada anak perempuan usia 8- 11 tahun di Indonesia.

Penelitian tentang pengaruh social comparison terhadap ketidakpuasan tubuh

sudah banyak dilakukan di Indonesia akan tetapi terfokus pada usia remaja dan

dewasa. Penelitian yang dilakukan oleh Na’imah dan Rahardjo (2008) tentang

(30)

Lalu, ada penelitian oleh Sunatrio dkk (2012) tentang social comparison pada

dewasa awal. Dari situ muncul ketertarikan peneliti untuk mengembangkan

penelitian ini pada anak-anak dan dampaknya pada kecenderungan

ketidakpuasan tubuh. Hasil penelitian dan fakta lapangan yang ditemukan dan

telah dijabarkan penulis, menunjukkan mulai banyaknya kasus ketidakpuasan

dan citra tubuh negatif yang dialami oleh anak-anak, membuat peneliti merasa

penting untuk melakukan penelitian ini terhadap anak-anak usia 8 hingga 11

tahun.

Pertimbangan lain adalah karena masa anak-anak adalah masa yang penting

dalam pembentukan kepribadian, dimana masa ini juga menentukan menjadi apa

anak kedepannya, apalagi usia 8 hingga 11 tahun merupakan usia transisi anak

menuju remaja. Peneliti juga beranggapan, terlalu dini mengkonsumsi obat diet

pada anak-anak, akan mengganggu kesehatan anak baik jangka panjang maupun

jangka pendek. Padahal Santrock (2011) mengatakan bahwa usia menjelang

remaja adalah usia dimana anak harus menjaga kesehatan tubuhnya, agar dapat

ikut bergerak aktif memenuhi tugas perkembangannya.

Penelitian ini bisa dilakukan di Indonesia, karena Indonesia termasuk dalam

kategori negara industri baru. Penelitian epidemologi yang dikutip dalam (Mond,

2013) menunjukkan bahwa hampir semua perempuan dinegara industri tidak

cukup puas dengan tubuhnya. Indonesia juga merupakan negara yang multi etnis,

dan memiliki keragaman budaya. Saat ini Indonesia juga sedang mengalami

pertumbuhan ekonomi, akibatnya masyarakat memiliki sosial ekonomi status

(31)

Indonesia, karena penelitian Robinson, Chang, Haydel dan Killen (2000)

mengungakap bahwa faktor etnis, budaya dan SES (social ekonomi status) pada

perempuan mempengaruhi ketidakpuasan tubuh. Penelitian ini akan mengungkap

social comparison dan kecenderungan ketidakpuasan tubuh pada anak

perempuan usia 8- 11 tahun.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan deskripsi masalah yang telah dijabarkan diatas, pertanyaan

dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara social comparison

tubuh dan kecenderungan ketidakpuasan tubuh pada anak perempuan usia

8-11 tahun?.

C. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh social comparison

tubuh dan kecenderungan ketidakpuasan tubuh pada anak perempuan usia

8-11 tahun.

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat Teoritis

Diharapkan dari hasil penelitian dapat membantu mengembangkan

penelitian tentang ketidakpuasan tubuh anak dan perempuan, terutama

dalam ruang lingkup Indonesia, dimana penelitian terkait body image

anak-anak masih sedikit sekali. Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini

diharapkan dapat menambah wawasan tentang social comparison dan

(32)

tahun. Khususnya pada anak-anak menjelang remaja serta dapat dijadikan

refrensi dalam melakukan penelitian berikutnya.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada

anak-anak yang mengalami ketidakpuasan tubuh tentang kepuasan tubuhnya,

sehingga mampu memandang dan menerima tubuhnya dengan

pemahaman yang baik. Penelitian ini diharapkan dapat mengurangi

konsekuensi negatif terkait ketidakpuasan pada tubuh, yang dapat

diantisipasi sedini mungkin. Penelitian ini diharapkan juga dapat

memberikan wawasan kepada pembaca mengenai pentingnya memahami

(33)

12 BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Tahap Perkembangan Anak

Usia 8 hingga 11 tahun adalah usia yang dapat digolongkan memasuki

tahap preadolescence atau usia menjelang remaja. Pada usia ini,

perkembangan sosial anak disibukkan dengan aktifitas bermain dan

bersekolah, sehingga disebut dengan anak usia sekolah dasar. Sekolah adalah

tempat pembentukan pengalaman, diantaranya adalah pembentukan

pengetahuan, keterampilan, kemampuan sosial, mengembangkan tubuh dan

otak anak, serta mempersiapkan kehidupan remaja (Papalia, 2006). Pada usia

ini waktu anak banyak dihabiskan bersama teman-teman bermain dan

lingkungan sosial dibandingkan dengan keluarga, hal ini dapat dilihat

berdasarkan waktu interaksi anak dengan teman sebaya pada usia ini mencapai

40 % dibandingkan usia ketika masa awal anak-anak (Barker dan Weight,

dalam Santrock, 2002).

Hurlock (1978) menjelaskan bahwa karakteristik utama perkembangan

anak pada usia sekolah dasar adalah berkelompok sehingga penerimaan dan

penghargaan dari teman bermain menjadi hal penting bagi anak pada usia ini.

Anak cenderung mencari kepopuleran di lingkungan bermainnya, sehingga

anak-anak sering memikirkan bagaimana cara menyesuaikan diri agar

mendapatkan teman yang banyak dan mendapatkan penghargaan tertinggi dari

(34)

yang banyak adalah anak-anak yang cenderung disukai oleh komunitasnya,

mereka adalah anak yang popular. Anak yang tidak disukai adalah

anak-anak yang ditolak dan diabaikan oleh teman-temannya. Santrock (2005)

menjelaskan anak popular adalah anak yang memiliki kepercayaan diri,

menarik perhatian dan pintar menjalin komunikasi dengan teman-temannya

serta bersifat penolong dan pemberi semangat kepada teman-temannya. Anak

yang tidak popular adalah anak yang ditolak dan anak yang diabaikan dan

sebagian dari mereka memiliki sifat agresif, anak-anak ini akan memiliki

gangguan penyesuaian diri dikemudian hari. Anak kemungkinan akan

mencontoh dan melakukan evaluasi pada dirinya lalu menyesuaikan diri

dengan pola kelompok untuk tidak menjadi anak yang tidak populer anak.

Santrock (2011) menjelaskan pada perubahan dan perkembangan emosi

anak, terjadi peningkatan pemahaman emosi yang kompleks seperti

kebanggaan dan rasa malu. Anak menjadi mampu mendeteksi bahwa lebih

dari satu emosi dapat dialami dalam situasi tertentu dengan

mempertimbangkan keadaan yang mengarah ke reaksi emosional, peningkatan

kemampuan untuk menekan dan menyembunyikan emosi negatif, dan

menggunakan strategi insisiatif diri untuk mengarahkan perasaan (Santrock,

2011). Saat anak-anak yang lebih tua, mereka menggunakan lebih banyak

variasi strategi coping dan strategi kognitif yang beragam (Santrock, 2011).

Pada masa pertengahan dan akhir anak-anak, pemahaman diri anak

berubah secara pesat, menurut Harter, Livesly & Bromley (dalam Santrock,

(35)

aspek sosial dan pendapat kelompok. Pada perkembangan kongitifnya,

pemikiran anak usia sekolah dasar mulai mengarah kepada dirinya sendiri,

sehinggaself esteem pada anak muncul dalam 3 bentuk yaitu fisik, akademis

dan sosial yang diperoleh anak dari adanya proses evaluasi (Santrock, 2011).

Anak-anak cenderung menilai diri dan mendefinisikan diri dari segi

kepribadian dan anak-anak sekolah dasar juga cenderung mendefinisikan

dirinya sendiri berdasarkan karakterisik sosial dan social comparison

(Santrock, 2006). Anak-anak mampu mendefiniskan kemampuan mereka dan

menggambarkan karakteristik fisik mereka, apakah mereka menarik atau tidak

menarik, popular atau tidak dilingkungan sosialnya (Santrock, 2006).

Perkembangan kognitif anak pada usia ini berada pada tahap

perkembangan kognitif Piaget yaitu operasional konkrit yang berada pada

rentang usia 7 hingga 11 tahun (Nurishan dan Agustin, 2011). Tahap

perkembangan kognitif ini terdiri dari operasi-operasi tindakan mental yang

memungkinkan anak melakukan secara mental apa yang telah dilakukan

sebelumnya secara fisik. Tahap operasional konkrit memungkinkan anak

untuk mengkoordinasikan beberapa karakteristik dan bukan berfokus pada

suatu properti tunggal suatu objek dengan kata lain, anak mampu

menggunakan logikanya secara lebih memadai (Santrock, 2006). Pemikiran

logis dan tindakan operatif menggantikan pemikian intuitif asalkan pemikiran

tersebut dapat di aplikasikan menjadi contoh-contoh yang konkrit dan spesifik

(36)

Pada tahap perkembangan kognitif ini, anak lebih memahami konsep

ruang dan sebab akibat. Secara khusus anak dapat memahami 1)

keterhubungan antara kumpulan dan sub kumpulan, 2) seriation, dan 3)

transitivity, yang akan membantu anak berfikir secara logika seperti

kemampuan mengurutkan sebuah dimensi ukuran seperti berat, dari ringan ke

sangat berat, lalu kemampuan memahami hubungan antara dua objek atau tiga

objek. Anak memahami sesuatu dengan penalaran induktif, sehingga anak

akan memahami setiap dimensi dan objek kehidupan melalui observasi, lalu

membuat gambaran kesimpulan secara umum tentang hal tersebut.

Berkaitan dengan pola penyesuaian tersebut, Harter (dalam Papalia, 2006)

mengatakan bahwa pada usia 7-8 tahun anak memasuki tahap ketiga dari

neo-Piagetian yaitu tahap representational systems. Neo-Piagetian merupakan

kolaborasi teori Piaget oleh para ahli perkembangan yang memiliki keyakinan

bahwa dalam berbagai aspek perkembangan kognitif, perkembangan anak

lebih spesifik dari pada pemikiran Piaget (Case, dalam Santrock, 2006). Tahap

repretational systemsmenjelaskan saat menilai diri anak akan lebih memiliki

kesadaran yang tinggi, anak menjadi realistis, seimbang, dan konprehensif,

sebab anak telah menyadari bahwa dirinya lebih unggul dalam hal lain dan

tidak unggul dalam hal lainnya, misalnya menjadi populer lebih penting dari

pada ahli matematika. Saat mendeskripsikan diri anak akan mampu melihat

perbedaan antara real self dan ideal self, dan menilai kemampuannya dalam

mencapai standar sosial dengan melakukan perbandingan sosial dengan

(37)

Pada masa inilah, kemungkinan anak akan memulai membentuk gambaran

baru tentang ideal atau tidak idealnya diri mereka sendiri, dan aspek sikap dan

tampilan fisik. Anak-anak membedakan diri mereka dari orang lain secara

komparatif daripada absolut (Santrock, 2006), misalnya melihat kemampuan

dirinya yang menyamai kemampuan orang lain. Kecenderungan

membanding-bandingkan ini mengakibatkan anak membentuk perbedaan-perbedaan

seseorang dengan orang lain.

Saat memahami diri, anak cenderung menyadari secara sadar terhadap

perspektif orang lain yang mempengaruhi pandangan diri dan orang satu sama

lain, sehingga usia ini anak masuk dalam kategori pengambilan keputusan diri

reflektif menurut pembagian Selman (dalam Santrock, 2006). Pada masa ini,

anak akan menempatkan dirinnya sebagai orang lain, untuk menilai dan

memahami maksud, tujuan, dan tindakan orang lain. Anak menggunakan

perspektif orang lain dalam menyesuaikan dirinya, sehingga anak yang

berkompeten dalam pengambilan perspektif akan lebih mampu memahami

kebutuhan teman-temannya dan lebih mampu berkomunikasi dengan baik

(Santrock, 2006).

Menurut teori perkembangan sosioemosional Erikson (dalam Papalia,

2006) pada usia ini anak memasuki tahap industry vs inferiority, anak

terdorong untuk bisa mempelajari nilai keterampilan yang berlaku di

lingkungan sosialnya demi mendapatkan sebuah harga diri. Untuk itu anak

akan membutuhkan kepercayaan diri yang tinggi dalam menjalankan

(38)

mampu menerima keadaan dirinya, sehingga hal ini akan berakibat pada rasa

rendah diri pada anak.

Perkembangan dan perubahan fisik pada anak akan mengalami perubahan

yang cukup signifikan terhadap bentuk tubuhnya, terkait perubahan itu anak

menjadi peduli terhadap kemampuan fisik, dan membangun kemampuan

kognitif yang baru (Santrock, 2011). Saat memasuki usia tersebut, Santrock

(2011) mengatakan bahwa anak-anak pada usia ini, akan mengalami

pertambahan berat 5 hingga 7 pound dalam setahun kenaikan berat

dikarenakan peningkatan ukuran tulang, kenaikan masa otot dan beberapa

organ lainnya. Santrock (2011) menambahkan bahwa perubahan fisik

biasanya sangat terlihat jelas pada usia ini, perubahan ukuran lingkar kepala,

dan ukuran pinggang menjadi lebih kecil (Hockenberry & Wilson dalam

Santrock, 2011). Pada usia ini, anak laki-laki lebih kuat secara fisik

dibandingkan anak perempuan (Santrock, 2011), hal ini dikarenakan

perkembangan fisik anak laki-laki cenderung pada pertumbuhan otot

sedangkan anak perempuan adalah bertambahnya masa lemak tubuhnya

(McDermott dan Jaffa, 2006).

Memasuki tahapan usia ini, Hurlock (1978) menjelaskan bahwa anak-anak

memiliki minat yang cukup besar terhadap tubuhnya karena anak mulai

bermain dengan lingkungan sosialnya. Hurlock (1978) juga menjelaskan

anak-anak mulai perduli terhadap bentuk tubuh dan bagaimana bentuk tubuh

mereka bisa berbeda dengan tubuh teman sebaya. Usia ini anak mulai

(39)

terlihat lincah. Anak-anakpun berminat mengetahui tentang perubahan fisik

teman dan bagimana organ dalam mampu menciptakan air liur, darah dan

keringat (Hurlock, 1978).

Minat terhadap tubuh, juga berkaitan dengan minat anak terhadap

penampilan. Hurlock (1978) menjelaskan minat terhadap penampilan mulai

muncul ketika anak memasuki usia akhir anak-anak dan menjadi obsesi ketika

memasuki remaja. Anak-anak mulai melihat apakah mereka rapih atau tidak

dalam berpakaian, apakah gigi mereka bersih ketika mereka tersenyum. Minat

terhadap penampilan ini muncul karena beberapa faktor, diantaranya adalah

kritik dan komentar positif atau negatif dari teman sebaya mengenai

penampilan menarik dan tidak menarik, kesadaran sikap lingkungan yang

postif terhadap orang yang berpenampilan menarik, tekanan kelompok untuk

berpenampilan sesuai jenis kelamin, dan kesadaran terhadap fungsi pakaian

sebagai identitas diri.

Bertambahnya usia membuat bertambahnya berat dan ukuran tubuh, untuk

mengimbangi perubahan fisik dan tidak menimbulkan penyakit seperti

obesitas, olahraga adalah cara terbaik pada usia ini (Fahey, Insel dan Roth

dalam Santrock, 2011). Anak yang gemar menonton televisi dan bermain

game akan rentan mengalami obesitas pada usia ini (Wells dkk dalam

Santrock, 2011).

Untuk menghindari obesitas sejak dini pada anak, penelitian Fahey, Insel

dan Roth (dalam Santrock, 2011) menjelaskan orang tua dan sekolah memiliki

(40)

berolahraga secara teratur mempengaruhi dan memberikan dampak positif

pada anak-anaknya (Crawford, dll dan Loprinzi dan Trost dalam Santrock,

2011). Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Davis dkk dalam Santrock

(2011) menemukan bahwa latihan pada anak-anak dapat meningkatkan

perkembangan kognitif anak. Penelitian Hilman, dkk (dalam Santrock, 2011)

menambahkan anak perempuan usia 9 tahun yang aktif berlatih fisik memiliki

kemampuan kognitif yang lebih baik dibandingkan dengan anak perempuan

usia 9 tahun yang tidak berlatih fisik.

Pada usia pertengahan dan akhir masa anak-anak masalah kesehatan yang

sangat sering dialami adalah obesitas, hal ini dikarenakan tubuh anak sedang

mengalami proses perkembangan dan anak dituntut untuk memiliki aktifitas

yang tinggi pula untuk mereduksi terjadinya obesitas. Obesitas dapat terjadi

pada anak laki-laki ataupun anak perempuan. Penelitian yang dilakukan oleh

Sweeting (dalam Santrock, 2011) menemukan bahwa anak perempuan lebih

rentan obesitas dibandingkan anak laki-laki dan perbedaan gender terkait

obesitas ini merata hingga diberbagai negara (Santrock, 2011). Selain itu Griff

dalam (Santrock, 2011) mengatakan bahwa obesitas dapat menyebabkan

masalah psikologis dan kesehatan pada anak-anak yang mengalaminya,

masalah kesehatan terkait dengan diabetes, kolesterol dan tekanan darah

tinggi, sedangkan masalah psikologis terkait masalah harga diri yang rendah

(41)

Berdasarkan uraian teori diatas, disimpulkan bahwa anak usia 8-11 tahun

adalah usia anak memasuki masa transisi menuju remaja. Usia ini didukung

oleh perubahan fisik, kognitif dan lingkup sosial anak.

B. KETIDAKPUASAN TUBUH

1. Citra Tubuh

Pandangan seseorang mengenai penampilan dan aspek tubuhnya

didasarkan oleh persepsi mereka terhadap dirinya sendiri, kepercayaan dan

perasaan ini mengarah pada bagaimana orang lain melihat dia. Inilah yang

disebut dengan citra tubuh (body image). Thompson (2002)

mendefinisikan citra tubuh sebagai gambaran internal seseorang terhadap

penampilan luar, dan persepsi seseorang terhadap tubuhnya. Body Image

atau citra tubuh diartikan sebagai sikap yang dimiliki seseorang terhadap

tubuhnya yang dapat berupa penilaian postif dan penilaian negatif (Cash

dan Pruzinsky, 2002). Sikap individu tersebut mencakup persepsi dan

perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi penampilan dan potensi tubuh saat

ini dan masa lalu yang berkesinambungan yang telah dimodifikasi oleh

pengalaman terbaru saat ini pada setiap individu (Stuart dan Sudeen,

dalam Keliat, 1992). Dengan demikian, menurut Waldman dkk (2013)

citra tubuh terdiri dari dua komponen yaitu persepsi (sensorik persepsi)

dan sikap (kognitif dan faktor-faktor afektif).

Pada prosesnya citra tubuh merupakan cara seseorang mempersepsikan

(42)

setempat dan berhubungan dengan cara orang lain menilai tubuhnya

(Hurlock dalam Melliana, 2006). Akan tetapi, perspesi seseorang terhadap

tubuh juga dipengaruhi oleh sikap, keyakinan dan pikiran serta kesediaan

mereka untuk melihat apakah diri mereka tergambar secara normal atau

telah terdistorsi saat mengestimasi ukuran tubuh (Thompson, 2002). Oleh

sebab itu, citra tubuh juga tergantung pada pandangan unik individu dan

kepribadiannya, karena kepribadian seseorang bisa memusatkan perhatian

pada tubuh dengan cara mendistorsi realitas. Kepribadian juga dapat

menciptakan bias penilaian tentang ukuran bentuk tubuh dan memiliki

konsekuensi kepada harga diri (Thompson, 2002).

Sikap terhadap tubuh bisa saja positif dan negatif, tergantung

bagaimana individu tersebut menghayatinya. Citra tubuh yang positif akan

menimbulkan kepuasan tubuh yang tinggi, sedangkan individu yang

memiliki citra tubuh negatif akan memiliki kepuasan tubuh yang rendah

(Cash dan Femming dalam Cash dan Pruzinsky, 2002). Gangguan citra

tubuh merupakan pemikiran dan perasaan negatif seseorang mengenai

tubuhnya. Gangguan citra tubuh biasanya juga dikenal dengan istilahbody

image disturbance. Ada dua jenis gangguan citra tubuh yaitu persepsi dan

sikap (Pallan, Hiam, Duda, Adab, 2011). Gangguan persepsi biasanya

melibatkan ketidakmampuan untuk menilai ukuran tubuh seseorang secara

akurat, sedangkan sikap merupakan ketidakpuasan tubuh berupa persepsi

afektif atau sikap seseorang terhadap tubuh (Garner & Garfinkel dalam

(43)

mengatakan bahwa gangguan citra tubuh merupakan dua aspek yang

terpisah yang dapat bekerja independen atau bersama-sama, sehingga

dapat saling mempengaruhi. Walaupun tidak ada definisi yang dapat

diterima dan secara universal mengenai citra tubuh, tetapi Hsu dan

Sobkiewicz (dalam Massidda, 2010) mengatakan bahwa perbedaan antara

gangguan persepsi dan gangguan ketidakpuasan tubuh dijelaskan sebagai

berikut : 1) Dimensi perseptual mempresentasikan mental dari bentuk dan

ukuran tubuh misalnya seseorang mempersepsikan dirinya memiliki tubuh

yang gendut padahal BMI menunjukkan individu tersebut memiliki berat

ideal, sedangkan 2) Dimensi kognitif dan Emosional (ketidakpuasan

tubuh) mempresentasikan sikap, keyakinan, harapan dan perasaan

terhadap tubuh, misalnya seseorang merasa tidak menyukai tubuh atau

bagian tubuhnya karena tidak sesuai dengan standar yang berlaku

dimasyarakat.

Berdasarkan penjabaran teori diatas, disimpulkan bahwa citra tubuh

merupakan suatu sikap individu terhadap tubuhnya, baik secara positif

maupun secara negatif, adapun sikap individu tersebut berkaitan dengan

persepsi dan perasaan individu terhadap ukuran, bentuk, fungsi dan

potensi tubuhnya yang berkaitan juga terhadap pengalaman-pengalaman

individu. Konsep positif dan negatif terhadap tubuh sangat bergantung

pada sikap, keyakinan, pikiran, kepribadian serta kesediaan individu

melihat dirinya secara normal yang menciptakan citra tubuh positif atau

(44)

bisa saja terjadi pada gangguan persepsinya mengenai ukuran dan bentuk

tubuh, gangguan citra tubuh juga dapat berupa ketidakpuasan terhadap

bentuk dan ukuran tubuh yang mengakibatkan perasaan kecewa terhadap

bentuk dan ukuran tubuh yang tidak sesuai dengan standar ideal

masyarakat.

2. Ketidakpuasaan Bentuk Tubuh

Rosen & Reiter (dalam Bestina, 2012), mengatakan ketidakpuasan

pada bentuk tubuh adalah keterpakuan pikiran karena ada penilaian yang

negatif terhadap tampilan fisik dan adanya perasaan malu dengan keadaan

fisik ketika berada di lingkungan sosial.

Grogan (1999) mendefinisikan ketidakpuasan tubuh sebagai

pikiran dan perasaan yang negatif oleh seseorang terhadap tubuhnya.

Ketidakpuasan tubuh berawal dari seseorang yang merasakan

ketidaknyamanan pada tubuhnya, lalu membangun gambaran negatif

tentang tubuhnya secara terus menerus (Maggie, Christopher, dan Jody,

2010).

Ketidakpuasan bentuk tubuh disebabkan adanya kesenjangan

antara bentuk tubuh ideal yang didasarkan budaya atau bentuk tubuh

aktual dengan tubuh yang dimiliki (Asri dan Setasih 2004).

Menurut Ogden dalam Adlard (2006) ketidakpuasan tubuh adalah

perbedaan antara penilaian individu mengenai ukuran tubuh ideal dan

(45)

menginternalisasi bentuk tubuh deal dalam suatu budaya kemudian

melakukan perbandingan dengan bentuk tubuh sebenarnya.

Sunartio dkk (2012) menjelaskan bahwa ketidakpuasan tubuh

merupakan distorsi persepsi terhadap bentuk tubuh sendiri, meyakini

bahwa orang lain lebih menarik merasa ukuran tubuh dan bentuk tubuh

adalah penyebab kegagalan personal, merasa malu, cemas terhadap tubuh,

serta merasa tidak nyaman dan aneh dengan tubuh yang dimiliki.

Ketidakpuasan tubuh berkaitan erat dengan kerapuhan dan juga

kepercayaan diri yang buruk, depresi, kecemasan sosial (Thompson 1996).

Mond (2013) juga menambahkan rendahnya kualitas hidup berasosiasi

dengan ketidakpuasan tubuh. Menurut Rodin dkk dalam Thompson

(1996), kehawatiran mengenai berat tubuh dan ketidakpuasan terhadap

tubuh telah menjadi hal yang begitu umum dan normatif di masyarakat

atau disebut dengannormative content.

J.C Rosen (dalam Thompson, Heinberg, Altabe & Tantleff-Duff ,

2000) menemukan 19 kategori dari pengalaman kritikal dengan contoh

yang menurutnya dapat memprediksi gejala dari ketidakpuasan bentuk

tubuh jika individu mengalami sebagian besar dari 19 kategori ini. Adapun

kategori-kategori tersebut adalah self esteem, social comparison, media,

diperhatikan secara seksual oleh orang lain, keterlibatan dalam aktifitas

fisik, penerimaan atau penolakan dari orang lian, ukuran dan berat tubuh,

pakaian, umpan balik verbal mengenai penamilan, penampilan fisik orang

(46)

atau operasi, penyiksaan atau penyerangan dan hambatan arasitektur

(Thompson, Heinberg, Altabe & Tantleff-Duff, 1999).

Pengukuran ketidakpuasan bentuk tubuh juga dapat dilakukan

melalui beberapa konsep yang terdapat dalam definisi ketidakpuasan

bentuk tubuh menurut (Ogden dalam Adlard dalam Gannis, 2010), yaitu:

Ketidakpuasan bentuk tubuh merupakan gangguan penilaian ukuran tubuh,

yaitu persepsi bahwa tubuhnya lebih besar dari ukuran sebenarnya.

Ketidakpuasan bentuk tubuh muncul ketika individu menginternalisasikan

bentuk tubuh ideal dalam suatu budaya, kemudian melakukan

perbandingan dengan bentuk tubuh mereka sebenarnya. Dimana hasilnya

adalah sebuah respon negatif terhadap tubuh, yaitu perasaan dan pemikiran

negatif terhadap tubuh.

Sehingga, berdasarkan beberapa pendapat para ahli yang telah

dijabarkan diatas, dapat disimpulkan bahwa ketidakpuasan tubuh adalah

suatu pikiran dan perasaan negatif yang dialami seseorang terhadap

tubuhnya karena adanya kesenjangan bentuk tubuh ideal berdasarkan

budaya dengan bentuk tubuh yang dimiliki.

2.1 Ketidakpuasan tubuh pada anak perempuan

Kasus ketidakpuasan tubuh pada anak-anak bukan menjadi hal yang

baru di Negara barat, hal ini ditunjukkan dengan banyaknya hasil

penelitian yang mengungkap kasus ketidakpuasan tubuh pada

anak-anak usia menjelang remaja. Wood (dalam Ann Gallini, 2007)

(47)

dari anak laki-laki sekitar usia 8 hingga 10 tahun mengalami

ketidakpuasan tubuh. Ketidakpuasan tubuh, mungkin merupakan hal

yang tidak lazim di usia anak-anak, tetapi meskipun begitu evaluasi

negatif dan afektif yang negatif terhadap tubuh dapat dikategorikan

sebagai ketidakpuasan tubuh (Cash dan Thompson dalam Ann Gallini,

2007).

Cash dan Smolak (2011) mengatakan untuk menggambarkan

ketidakpuasan tubuh pada anak, hal yang perlu dibahas adalah

kaitannya dengan citra tubuh anak-anak. Pertama yang harus

diperhatikan adalah perkembangan dan perubahan mental anak-anak.

Isu ketidakpuasan tubuh pada anak usia menjelang remaja, wajar jika

dikaitkan dengan perkembangan pada anak. Ricciardelli & McCabe

(dalam, Holmqvist dkk 2014) mengatakan bahwa isu body image

menjadi semakin jelas ketika anak berada dalam transisi menuju

remaja. McDermott dan Jaffa (2006) mengatakan dengan adanya

perubahan fisik anak pada usia ini, sehingga memungkinkan banyak

terjadi kasus obesitas pada usia ini, ketidakpuasan tubuh umumnya

terjadi pada anak-anak yang mengalami obseitas. Selain itu, perubahan

fisik juga berkaitan dengan pubertas, juga mendukung adanya isu

ketidakpuasan tubuh pada anak. Pubertas dapat mempengaruhi citra

tubuh anak perempuan dan anak laki-laki, pubertas pada anak

perempuan membuat tubuh mereka jauh dari kata ideal karena

(48)

kecenderungan citra tubuh negatif pada anak perempuan. Pubertas pada

anak laki-laki cenderung mengarah kepada pembentukan masa otot,

sehingga citra tubuh yang terbentuk cenderung postif (Smolak, dalam

Holmqvist dkk, 2014). Peningkatan kapasitas kognitif dan timbulnya

kepentingan romatis juga memperkuat fungsi penampilan fisik dan

mempengaruhi isu ketidakpuasan tubuh pada anak usia menjelang

remaja (Holmqvist dkk, 2014). McDermott dan Jaffa (2006)

menambahkan, terdapat isu etnis yang mendukung ketidakpuasan tubuh

pada anak, pada beberapa penelitian anak Amerika dan Eropa serta Asia

lebih mengkhawatirkan tubuhnya dibandingkan anak-anak Afrika.

Citra tubuh pada anak tidak hanya soal tubuh dan ukuran tubuh, tapi

juga berkaitan degan warna kulit (lopez dalam Holmqvist dkk, 2014),

bentuk rambut (LaFlesh dalam Holmqvist dkk, 2014). Aspek ini

tentunya ditentukan oleh bentuk budaya setempat (lopez dalam

Holmqvist dkk, 2014). Grogan (2008) mengatakan bahwa anak

perempuan dan laki-laki menjadi kritis mengenai tubuhnya ketika masa

menjelang remaja. Anak perempuan cenderung sering membicarakan

tentang tubuh ideal seperti perempuan dewasa, yang mengakibatkan

munculnya keinginan untuk menjadi langsing. Chernin (dalam Grogan,

2008) melaporkan bahwa anak perempuan menjelang remaja, sudah

mengekspresikan ketidakpuasan tubuhnya dan memiliki kekhawatiran

berlebihan pada berat tubuh. Mulai adanya kekhawatiran yang

(49)

mengungkap bahwa ada perasaan tertekan dari lingkungan sosial anak

untuk menjadi langsing pada usia ini. Penelitian ini juga menemukan

bahwa anak usia 8 tahun setuju ingin menjadi langsing, sekarang atau

ketika mereka besar. Mereka mengatakan memiliki kehawatian untuk

menjadi gendut.

Penelitian yang dilakukan oleh Collins (dalam Pine, 2001)

menemukan anak perempuan usia 6 atau 7 tahun sudah terpengaruh

bias terhadap standar tubuh langsing, hal ini dikarenakan anak belajar

sebelum memasuki puber tentang dimensi aturan gender feminine.

Mendukung temuan Collins, penelitian Pine (2001) mengungkap bahwa

anak laki-laki dan perempuan usia 5 hingga 11 tahun memiliki persepsi

yang berbeda terhadap standar ideal, anak perempuan menunjukkan

kesukaan pada figure gambar perempuan yang langsing, tetapi pada

anak laki-laki ini tidak berpengaruh. Penelitian ini juga mengungkap

bahwa pada usia tersebut anak sudah mampu memikirkan tentang sifat

feminim yang digambarkan dengan memiliki tubuh yang kurus dan

langsing.

Beberapa hasil penelitian itu, menjelaskan bahwa fokus tubuh anak

ditentukan oleh adanya kekuatan untuk mengutamakan penampilan dan

bentuk fisik sebagai suatu hal yang penting dalam penilaian dan

penerimaan anak di lingkungan. Perasaan ini disebut dengan

objektifikasi diri. Penelitian yang dilakukan oleh (Helena dan Aditomo,

(50)

dengan objektifikasi diri pada perempuan. Objektifikasi diri perempuan

dimedia masa berkaitan dengan ketidakpuasan tubuh yang dialami oleh

perempuan. Teori objektifikasi menjelaskan tentang tubuh perempuan

yang dinilai berdasarkan bagaimana penampilannya bukan berdasar

kepada siapa mereka. Objektifikasi ini, akan membuat perempuan lebih

mementingkan penampilannya dibandingkan kemampuannya sebagai

manusia (Helena dan Aditmo, 2007).

3. Aspek- Aspek Ketidakpuasan Bentuk Tubuh

Untuk mengukur ketidakpuasan tubuh pada anak pra remaja, Hill

(dalam cash, 2012) ,mengatakan aspek-aspek pengukuran yang digunakan

bagi remaja dan dewasa relevan jika digunakan terhadap anak-anak.

Terdapat beberapa aspek ketidakpuasan tubuh diantaranya adalah menurut

Rosen, Orosan dan Reiter (1995):

a. Penilaian negatif terhadap bentuk tubuh, yaitu selalu menilai

negatif tubuh, baik secara keseluruhan atau hanya bagian tubuh

tertentu.

b. Perasaan malu terhadap bentuk tubuh ketika berada di lingkungan

sosial, mereka yang mengalami ketidakpuasan tubuh akan merasa

malu berada dalam lingkungan sosial. Hal ini disebabkan individu

merasa orang lain selalu memperhatikan tampilannya.

c. Body checking, individu yang mengalami ketidakpusan tubuh

(51)

menimbang berat dan bercermin lebih tinggi dari pada mereka

yang tidak mengalami ketidakpuasan tubuh

d. Kamuflase tubuh, hampir semua yang mengalami ketidakpuasan

tubuh sering menyamarkan bentuk tubuhnya dari keadaan

sebenarnya, hal ini dilakukan untuk menyenangkan hati, seperti

menggunakan pakaian yang lebih besar dari ukuran tubuhnya.

e. Menghindari aktifitas sosial dan kontak fisik dengan orang lain,

individu yang mengalami ketidakpusan tubuh malas untuk

mengikuti kegiatan social yang berhubungan dengan orang lain.

Berdasarkan aspek-aspek yang telah disebutkan diatas, aspek-aspek

dari ketidakpuasan tubuh adalah penilaian negatif terhadap bentuk tubuh,

perasaan malu terhadap bentuk tubuh ketika berada di lingkungan sosial,

Body checking, kamuflase tubuh, menghindari aktifitas social dan kontak

fisik dengan orang lain.

4. Dampak Dari Ketidakpusan Tubuh

Ketidakpuasan pada tubuh, memiliki konsekuensi negatif untuk

kualitas hidup seseorang, karena dapat menganggu fungsi dari kesehatan

mental dan psikososial. Ketidakpuasan tubuh berkaitan dengan

bagaimana seseorang merasakan dirinya sendiri dan bagaimana seseorang

menilai dirinya sendiri. Dampak dari ketidakpuasan tubuh berdasarkan

beberapa hasil penelitian dapat dijabarkan sebagai berikut :

(52)

Ketidakpuasan pada bentuk tubuh dapat menyebabkan seseorang

merasa tidak percaya diri, memiliki konsep diri yang kurang baik dan

harga diri yang rendah (Asri dan Setiasih (2004); Harlock (2006)

dalam Gannis 2010). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mond dkk

(2013) mengungkap bahwa tingkat yang lebih tinggi dari

ketidakpuasan tubuh berelasi positif dengan rendahnya kualitas hidup,

rendahnya kualitas hidup ini akan mempengaruhi fungsi kesehatan

yang mengakibatkan individu memiliki banyak beban penyakit. Selain

itu, ketidakpuasan tubuh pada anak akan berdampak kepada

terhambatnya tugas psikososial anak, sehingga akan mengembangkan

gangguan depresi pada saat remaja (Killen dkk, Mendelson dkk, Stice

dkk dalam, Pinhero dan Giugliani 2006).

b. Gangguan makan

Individu yang mengalami ketidakpuasan tubuh akan selalu merasa

bahwa memiliki kelebihan berat tubuh, sehingga individu tersebut

akan berusaha untuk mengurangi berat tubuhnya dengan cara apapun

(Rolland dkk dalam Krahnstoever dkk, 2008). Krahnstoever dkk

(2008) menambahkan banyak individu yang mengalami ketidakpuasan

tubuh akan mengalami gangguan makan dan juga melakukan diet yang

tidak sehat seperti berpuasa, binge eating, dan purging (Goodrick,

Poston & Foreyt dalam Krahnstoever dkk, 2008). Perilaku diet pada

anak dapat dilihat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Hospital

(53)

bahwa 30% anak perempuan di Toronto melakukan diet pada usia 10

hingga 14 tahun. Penelitian McVey, Tweed dan Blackmore (2004)

yang dilakukan di Kanada, juga mengungkap hal yang serupa, mereka

menemukan bahwa perilaku diet tidak sehat sudah ditemukan pada

anak perempuan usia 10 tahun dan memiliki kemungkinan mengalami

gangguan makan ketika remaja.

Berdasarkan uraian tentang akibat yang ditimbulkan oleh

ketidakpuasan tubuh, dapat disimpulkan bahwa ketidakpuasan tubuh

dapat menganggu fungsi kehidupan seseorang, seperti depresi, harga diri

rendah, kesehatan mental dan gangguan makan.

5. Faktor-faktor pembentuk ketidakpuasan tubuh pada anak

perempuan adalah :

a) Faktor sosiokultural (peran budaya)

Teori sosiokultural mengenai ketidakpuasan tubuh, berkaitan

dengan hal-hal yang dianggap ideal yang mempengaruhi individu.

Thompson (1996) mengatakan bahwa dampak terkuat dari

berkembangnya ketidakpuasan citra tubuh dimasyarakat barat adalah

faktor sosiokultural. Menurut Thompson (1996) masyarakat

mengihlami suatu pernyataan terkait keindahan adalah sebuah

kebaikan, dimana sinonim dari keindahan adalah kecantikan. Hal ini

terbukti bahwa masyarakat lebih menghargai menjadi kurus dan

(54)

Ketidakpuasan tubuh juga dipengaruhi faktor sosial masyarakat

atau di konstruksikan oleh masyarakat. Matz , Foster , Faith &

Wadden, (2002) mengatakan bahwa kesadaran dan internalisasi dari

standar kelompok berkontribusi terhadap ketidakpuasan tubuh.

Grogan (2010) menjelaskan masyarakat menetapkan standar bentuk

tubuh ideal bagi masing-masing jenis kelamin, karena terdapat stigma

terkait bentuk tubuh ideal, yang selalu mencerminkan kebahagiaan,

kesuksesan, awet muda dan penerimaan sosial yang baik

b) Media Masa

Faktor media masa memiliki peranan yang penting dalam

mengkomunikasikan standar berat tubuh kurus pada wanita

(Thompson, 1996). Morisson dan Hopkins dalam Maggie (2010)

mengatakan bahwa media merupakan faktor kunci dalam

pembentukan gambaran ketidakpuasan bentuk tubuh, karena media

mengkonsepkan sebuah tampilan yang sempurna. Penelitian

Hofschire dan Greenberg (2002) menjelaskan bahwa identifikasi anak

terhadap karakter di televisi berkorelasi secara positif terhadap

ketidakpuasan tubuh. Biasanya anak perempuan mengidentifikasi

dengan model perempuan dan anak laki-laki mengidentifikasi bentuk

tubuhnya dengan atlet.

Untuk mendukung penjelasan terkait media yang berkorelasi

dengan ketidakpuasan tubuh, Lakof dan Scherr dalam Kusumah

(55)

karena model dalam media ini dilihat sebagai perwakilan realistis dari

orang yang sebenarnya, bukan sebagai gambar yang sudah

dimanipulasi dan dikembangkan secara hati-hati dan artifisial. hampir

semua perempuan gagal untuk bisa melihat bahwa model dan

perawatan rambut untuk sesi pemotretan juga melalu proses editing

secara ketat, dan wanita selalu melihat tersebut sebagai suatu

perbandingan yang realistis dan pantas untuk dijadikan perbandingan

(Thompson, 1996). Perubahan dan perkembangan mental ini

didukung oleh media yang sering anak gunakan, selain televisi media

lainnya adalah mainannya. Salah satu contohnya Barbie, anak

perempuan lebih perduli dengan penampilan dibandingkan anak

laki-laki karena mainan mereka, sehingga mereka memiliki keinginan

untuk menyamai. Selain itu, anak perempuan memiliki banyak

panutan seperti ibu, kakak, mainan, dan karakter idola di televisi.

Selain itu Thompson (1996) menambahkan bahwa media

memiliki peran yang besar dalam mengkomunikasikan harapan dari

masyarakat. Teori Self Discrepancy menjelaskan bahwa individu

memiliki kecenderungan untuk membandingkan persepsi mengenai

penampilan mereka sendiri dengan bayangan ideal atau juga orang

lain yang dianggap memiliki penampilan ideal (Thompson, 1996).

Diskrepansi antara persepsi mengenai diri dan diri yang dianggap

ideal dan bisa menghasilkan sebuah ketidakpuasan dikarenakan

(56)

seseorag dan persepsi ideal, maka semakin besar ketidakpuasan yang

dialami (Thompson, 1996). Seiring berkembangnya zaman, media

sosial anak mulai memberikan dampaknya kepada citra tubuh anak,

seperti penggunaan facebook, Satu studi dari anak perempuan remaja

menemukan bahwa pengguna Facebook yang secara signifikan lebih

mungkin dibandingkan pengguna non-Facebook memiliki konsep

tubuh ideal yang langsing dan untuk terlibat dalam pengawasan tubuh

(Tiggemann & Slater, dalam Paid dan Schryver, 2015)

c) Gender

Tingkat ketidakpuasan tubuh, yang diindikasi oleh tingkat

perilaku diet dan laporan subyektif mengenai kehawatiran terhadap

penampilan, juga dihasilkan oleh adanya perbedaan jenis kelamin.

Penelitian yang dilakukan oleh Brennan, Lalonde dan Bain (2010)

terhadap 98 laki-laki dan 98 perempuan usia 17-40 tahun,

mengungkap bahwa kekhawatiran berat tubuh dan ketidakpuasan

tubuh lebih banyak terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki,

tetapi juga memiliki kecenderungan terjadi pada anak laki-laki.

Penelitian yang dilakukan Phares, Steinberg, dan Thompson (2004)

terhadap 141 anak perempuan dan laki-laki usia 8-11 tahun

mengungkap bahwa anak perempuan lebih peduli pada berat tubuh

dan perilaku diet, dari pada anak laki-laki. Kasus ketidakpusaan tubuh

pada perempuan banyak terjadi dikarenakan faktor tekanan sosial

(57)

Rodriguez dan Goni, 2010), sehingga ketidakpuasan tubuh cenderung

berkembang sesuai dengan siklus hidup perempuan. (Montepare JM,

1996).

Atwater dan Duffy (1999) mengatakan bahwa laki-laki dan

perempuan memiliki konsep ideal yang berbeda terkait tubuhnya,

sehingga terdapat diskrepansi pada masing-masing jenis kelamin.

Perempuan memiliki anggapan bahwa laki-laki menginginkan

perempuan yang memiliki tubuh yang kurus dan ukuran payudara

yang besar, walaupun sebenarnya tidak demikian (Atwater dan Duffy,

1999).

d) Teman sebaya

Bagi anak-anak dan remaja, teman merupakan agen sosial yang

penting. Melalui percakapan, bermaian, dan social comparison serta

peilaku imitasi menjadi hal penting dalam pembentukan identitas

(Holmqvist dkk, 2014). Standar tentang penampilan, bentuk tubuh

dan standar kecantikan ditularkan melalui perakapan, komentar

tentang penampilan yang menarik, dan social comparison (Holmqvist

dkk, 2014).

e) Massa Tubuh

Massa tubuh merupakan karakteristik biologis yang paling

berhubungan dengan ketidakpuasan tubuh. Beberapa penelitian

(58)

menyatakan tingginya ketidakpuasan tubuh (Jones, 2004). Hasil

penelitian yang dilakukan oleh Calzo, Sonneville, Haines, Blood,

Field dan Austin (2012) pada subjek penelitian anak usia 9-18 tahun

menemukan bahwa anak perempuan yang memiliki BMI diatas 50%

memiliki ketidakpuasan tubuh yang lebih besar dari pada anak

perempuan yang memiliki BMI dibawah 50%. Individu yang

memiliki kelebihan berat tubuh sering mengalamai pengalaman yang

negatif pada interaksi sosialnya, seperti komentar yang menyakitkan

atau ejekan yang sengaja diarahkan kepada invididu tersebut dan juga

penghindaran sosial (Thompson, Heinberg, Altabe dan Stacey, 1999).

C. Social Comparison

Social comparison adalah hakekat dan perilaku sosial (Locke, 2014).

Social comparisonadalah kecenderungan umum individu untuk menggunakan

orang lain sebagai sumber untuk evaluasi diri (Festinger dalam Patrick dkk,

2004). Festinger (1954) mengatakan bahwa social comparison adalah sebuah

proses evaluasi, yang mencangkup pencarian informasi dan melakukan

penilaian tentang dirinya terhadap orang lain, untuk mengetahui standar dari

luar diri mereka yang digunakan untuk menilai kemampuan dan pendapat

mereka (White, Langer, Yariv dan Welch, 2006). Festinger (dalam Chardon,

2012) menjelaskan yang dievaluasi dalam social comparison adalah aribut.

Atribut-atribut yang dibandingkan dapat berupa atribut fisik (misalnya bentuk

Gambar

Tabel 18 Hasil Uji One-Way ANOVA…………………………………………..84
Gambar 2 Diagram Hasil uji Anova One-way kategori Ketidakpuasan
Tabel 1. Pemberian Skor Skala Social Comparison
Table 2. Blue Print dan Dsistribusi Item Skala Social Comparison
+7

Referensi

Dokumen terkait

Beberapa studi telah menunjukkan adanya kaitan indeks massa tubuh (IMT) seorang anak perempuan dengan usia pertama kali mendapat menstruasi (menarke). Penelitian ini bertujuan

Hipotesis yang diajukan adalah ada hubungan positif antara depresi dengan kecenderungan perilaku merokok pada remaja. Subjek penelitian adalah siswa kelas 2 SMK Kristen I

Ada hubungan positif antara citra tubuh ( body image) dengan konsep diri yang dimiliki oleh perempuan dewasa awal. Semakinpositif konsep

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara kesadaran kesetaraan gender dengan kecenderungan perempuan dewasa awal mengalami kekerasan dalam

Berdasarkan hasil penelitian ditarik kesimpulan bahwa hipotesis yang diajukan peneliti yaitu terdapat hubungan positif antara harga diri dengan kecenderungan

Hasil dari penelitian ini adalah ada hubungan positif antara ketidakpuasan terhadap bentuk tubuh dengan kecenderungan perilaku diet pada remaja putri (r = 0.456 dan p &lt;

Berdasarkan penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif yang sangat signifikan antara intensi menonton tayangan anak dengan kecenderungan agresif pada anak

Hipotesis yang diajukan dari penelitian ini yaitu adanya hubungan positif antara kecenderungan anorexia nervosa dengan kecenderungan body dysmorphic disorder dengan asumsi apabila