• Tidak ada hasil yang ditemukan

Solidaritas dalam Kitab Suci Perjanjian Baru

BAB II SOLIDARITAS GEREJA DENGAN KAUM MISKIN

2.1 Solidaritas

2.1.2 Solidaritas dalam Kitab Suci

2.1.2.2 Solidaritas dalam Kitab Suci Perjanjian Baru

Solidaritas dalam Kitab Suci Perjanjian Baru berpangkal pada solidaritas Allah dengan manusia. Solidaritas Allah dengan manusia sungguh nyata pada misteri inkarnasi dan misteri paskah. Dalam misteri inkarnasi, Allah rela menjadi manusia, hidup sebagai manusia, dan merasakan suka duka hidup manusia bahkan hingga pada kenyataan hidup manusia yang paling pahit. Hal ini berpuncak dalam misteri paskah di mana Yesus, Sang Putera rela menderita dan wafat demi manusia. Solidaritas Allah dengan manusia tidak berhenti pada sengsara dan wafat Yesus tetapi terlebih pada kebangkitan. Allah tidak hanya memihak manusia dalam kelemahan tetapi juga mengangkat manusia dari kedosaannya dan menyelamatkannya melalui kebangkitanNya dari mati.12

Kepedulian Allah pada manusia tidak hanya tampak ketika Sang Sabda menjadi manusia dalam diri Yesus Kristus dan ketika Ia menderita, wafat dan bangkit

12 E. A. Weis, “Incarnation”, dalam William J. McDonald (ed.), New Catholic Encyclopedia, Vol II, McGraw-Hill Book Company, New York, 1967, 415.

26

tetapi dalam seluruh hidup dan karya harian Yesus. Sejak kelahiranNya, solidaritas itu sudah tampak bukan hanya dalam arti bahwa Ia lahir sebagai seorang manusia tetapi lebih khusus keberpihakannya pada manusia yang lemah, miskin dan tersingkir.

Bila kita mencoba menelusuri kisah kelahiran Yesus seturut Kitab Suci, di sana kita menemukan berbagai bentuk keberpihakan itu. Hal ini misalnya tampak dalam kisah kelahiran Yesus yang dilukiskan oleh Penginjil Lukas. Di sana ditampilkan Yesus yang lahir dari keluarga miskin, dilahirkan di kandang dan dibaringkan pada palungan (lih. Luk 2:6-7).

Kisah pembaptisan Yesus (Mat 3:13-17) juga menjadi tanda solidaritasNya dengan seluruh umat manusia. Dengan dibaptis, Yesus tampil sebagai seorang manusia konkrit yang sama dengan manusia lainnya yang butuh pembaptisan demi penyuciannya. Walaupun Yesus tidak berdosa tetapi Ia mau bersolider dengan manusia yang berdosa demi ketaatanNya pada Bapa13.

Selain itu, dalam karya dan pewartaanNya, Yesus pun berpihak pada kaum miskin. Di awal karyaNya di kampung halamanNya, Nazaret, seperti yang dituliskan oleh Lukas (Luk 4:16-21), Ia secara tegas memaklumkan ”program” hidupNya. Ia berkata:

18”Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku 19untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang”. 20Kemudian Ia menutup kitab itu, memberikannya kembali kepada pejabat, lalu duduk; dan

13 L. Hartman. 'Into the Name of the Lord Jesus': Baptism in the Early Church, Edinburgh: T&T Clark Ltd. ,1997, 24.

27

mata semua orang dalam rumah ibadat itu tertuju kepada-Nya. 21 Lalu Ia memulai mengajar mereka, kata-Nya: "Pada hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya." (Luk 4:18-21)

Dalam perikop ini Lukas memaparkan suatu wejangan programatis yang membuka pelayanan Yesus. Dengan kutipan ini kita dapat melihat bahwa Kristus tetap berada di pihak kaum miskin, dalam arti yang paling luas yakni mereka yang melarat, yang terinjak, yang tercampak, para penjahat, dan sebagainya. Tetapi orang Nazaret tidak mau menerima Kristus yang demikian itu, karena itu ”Ia pun pergi”, bukan dalam arti bahwa Yesus luput dari kemarahan orang banyak itu, melainkan berjalan lewat dari tengah-tengah mereka. Yesus berangkat untuk memaklumkan kabar baik kepada orang-orang miskin14.

Selain hal tersebut di atas, keberpihakan Yesus pada kaum miskin dapat juga dilihat dalam status sosialnya. Secara sosial Ia tergolong warga masyarakat yang berada pada kelas sosial rendah (anak tukang kayu, berjalan dari satu tempat ke tempat lainnya tanpa tempat tinggal yang tetap) dan memilih murid-muridNya dari kalangan kaum rendah. Dia mendekati orang-orang yang dibuang dan makan bersama para pendosa (Mrk 1-3; Luk 4-7). Sikap Yesus ini menunjukkan solidaritasNya kepada mereka yang lemah, miskin dan terpinggirkan15.

Uraian di atas kiranya dengan jelas menunjukkan keberpihakan Yesus pada mereka yang miskin. Keberpihakan ini tidak hanya tampak dalam kata-kata dan ajaranNya tetapi juga dalam seluruh karya dan hidupNya.

14 Herman Hendriks, Keadilan Sosial dalam Kitab Suci, 95.

15 Ronaldo Munos, “Option for the Poor”, dalam Virginia Fabella dan R.S. Sugirtharaja (eds.), Dictionary of The Third World Theologies, Orbis Books, Maryknoll, New York, 2000, 155.

28

Solidaritas Yesus dengan manusia khususnya dengan mereka yang miskin selanjutnya menjadi salah satu bentuk penghayatan iman Para Rasul dan Gereja Perdana. Sikap dan pilihan hidup Para Rasul sungguh menunjukkan solidaritas dengan kaum miskin, lemah dan tersingkir. Pengajaran mereka menekankan nilai-nilai solidaritas seperti semangat berbagi dengan sesama atau jemaat lainnya. Salah satu contohnya adalah cara hidup jemaat perdana yang digambarkan oleh Lukas dalam Kisah Para Rasul. Mereka saling berbagi satu sama lain dan hidup sehati sejiwa (Kis 2:41-47; 4:32-37). Hal yang sama dilanjutkan dalam perkembangan Gereja selanjutnya. Jemaat yang satu membantu jemaat lainnya di tempat lain, contohnya pengumpulan dana demi membantu orang-orang miskin di Yerusalem (Rm 15:25-27; Gal 2:10, 1Kor 16:1-4; 2Kor 8-9).

Salah satu perhatian Rasul Paulus dalam suratnya yang pertama kepada jemaat di Korintus adalah kesatuan jemaat. Ia menggambarkan Gereja sebagai Tubuh Kristus yang walaupun terdiri dari banyak anggota tetapi tetap satu tubuh (1Kor 12:12-30). Di sana setiap anggota mempunyai fungsi dan tugasnya masing-masing tetapi itu tidak berarti bahwa mereka berdiri sendiri. Mereka bersama-sama membentuk satu kesatuan tubuh dalam Roh. Setiap anggota menjalankan fungsinya sesuai dengan karunia yang diterimanya. Itu semua dilakukan untuk membangun satu tubuh yang sama. Di sana tampak jelas solidaritas dengan anggota yang lain dalam suka dan duka. Hal tersebut kiranya terwakili dalam kutipan berikut:

24 Hal itu tidak dibutuhkan oleh anggota-anggota kita yang elok. Allah telah menyusun tubuh kita begitu rupa, sehingga kepada anggota-anggota yang tidak mulia diberikan penghormatan khusus, 25supaya jangan terjadi perpecahan

29

dalam tubuh, tetapi supaya anggota-anggota yang berbeda itu saling memperhatikan. 26 Karena itu jika satu anggota menderita, semua anggota turut menderita; jika satu anggota dihormati, semua anggota turut bersukacita.

27Kamu semua adalah tubuh Kristus dan kamu masing-masing adalah anggotanya. (1Kor 12:24-27).

Tema solidaritas ini juga dapat ditemukan dalam Surat Pertama Petrus. Di sana umat diundang untuk bersolider dalam penderitaan. Solidaritas ini didasarkan atas kesatuan dalam dan dengan Kristus yang telah lebih dahulu mengalami penderitaan. Penderitaan salah satu anggota jemaat merupakan penderitaan semua anggota jemaat karena mereka semua satu dalam Kristus (1Ptr 2:18-25; 3:13-4:6;

4:12-16; 5:1,8-9). Dalam menanggung penderitaan ini, Kristuslah yang menjadi teladan karena Ia sendiri telah rela menderita bukan bagi diriNya sendiri tetapi bagi orang lain (2: 21). Persekutuan jemaat merupakan kesatuan sebagai satu keluarga Allah (2:4-10 dan 4:12-19). Dalam kesatuan sebagai keluarga Allah inilah solidaritas dibangun16.

Berdasarkan uraian di atas, secara singkat dapat dikatakan bahwa solidaritas dalam Perjanjian Baru adalah solidaritas yang berpangkal pada solidaritas Allah dengan manusia dalam diri Yesus Kristus. DariNya jemaat membangun solidaritas antar mereka demi membangun Keluarga Allah. Solidaritas dalam Perjanjian Baru dapat dimengerti sebagai tindakan mengambil bagian dalam nasib orang lain demi keselamatan.

16 D.N. Freedman, The Anchor Yale Bible Dictionary, V, New York, Doubleday, 1996, 275.

30 2.1.3 Solidaritas Dalam Gereja

Nilai-nilai solidaritas yang diwariskan Yesus tidak berhenti pada Jemaat Perdana. Nilai ini tetap dihidupi oleh Gereja dalam perkembangan selanjutnya.

Berikut ini akan ditampilkan secara singkat beberapa pandangan dan gerakan solidaritas dalam Gereja sejak abad keempat hingga saat ini baik itu pada Gereja Lokal maupun Gereja Universal.

Dokumen terkait