• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. SOLIDARITAS SISWA KELAS VI SDK SANTA MARIA

A. Solidaritas kepada Kaum Miskin

3. Solidaritas dengan kaum miskin

a. Yesus sebagai dasar solidaritas dengan kaum miskin

Gambaran keadaan orang miskin memberikan alasan mengapa orang miskin perlu diperhatikan. Secara khusus Yesus sendiri memberikan perhatianNya kepada orang miskin. Sebagai orang yang tertindas yang tidak dapat membela diri, sebagai orang yang putus asa dan patah harapan, satu-satunya pertolongan mereka adalah Tuhan. ”...Mereka yang tidak bisa mengharapkan apa-apa dari dunia ini, paling condong mengharapkan segalanya dari Allah” (Nico Dister, 1987:83). Dengan keadaan mereka ini Allah menjanjikan Kerajaan Allah kepada mereka yang miskin untuk mengalami pembebasan (Luk 6:20-21b). Sebagai Raja Allah bertindak untuk menegakkan keadilan. Dia adalah Raja terutama bagi-orang-orang miskin, pelindung orang-orang yang tertindas dan pemberi harapan orang-orang yang tersisih (Mzm 72: 1-4;12-14).

Solidaritas menjadi suatu ajaran cinta kasih yang langsung dilakukan Yesus sendiri dalam karya-Nya di dunia agar orang mengalami keselamatan. Yesus menjadi senasib dengan orang berdosa untuk membebaskan manusia dari belenggu dosa, membangkitkan orang dari kematian (Yoh 4:49), menyembuhkan orang sakit (Mat 8:1-4, Luk 5:12-16), dan mengampuni orang berdosa (Yoh 8:11). Matius 25: 31-46 menjadi dasar mengapa orang miskin penting agar diperhatikan. Yesus sendiri mengindentifikasikan dirinya sebagai orang miskin yang menderita:

Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan. Ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian, ketika Aku

sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku” (Mat 25:35-36).

Yesus mengajarkan bahwa orang-orang yang hina adalah saudara-Nya; ”...sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah satu seorang dari saudaraKu yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku” (Mat 25:40). Dengan demikian Yesus mengajarkan bahwa bentuk cinta kepada Tuhan ialah dengan mencintai orang yang menderita atau orang miskin. Dalam diri orang menderita Tuhan hadir.

Ajaran Yesus tentang pelayanan kepada orang miskin sungguh disemangati oleh Vinsensius. Bagi Vinsensius orang miskin adalah raja dan penguasa, karena Tuhan berada dalam kaum miskin. Bagi Vinsensius kaum miskin adalah tuan dan majikan. Bukan berlebihan menyebut mereka demikian karena Tuhan berada di dalam mereka (St.Vinsensius). Mereka menghadirkan pribadi Tuhan kita yang mengatakan “Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar, atau sebagai orang asing, atau telanjang atau sakit, atau dalam penjara dan kami tidak melayani Engkau?” Kehadiran Tuhan dalam diri orang miskin sungguh meyakinkan Vinsensius, dan bagi Vinsensius kebenaran ini tidak pernah salah seperti yang diungkapkan:

Apa yang kita lihat itu tidak begitu pasti, karena pancaindera kita dapat keliru, tapi kebenaran Allah tidak pernah menipu. Pergilah menengok kaum miskin yang dibelenggu dengan rantai, dan anda akan melihat Tuhan. Layanilah anak-anak, maka akan menemukan Tuhan. Pergilah ke gubug-gubug miskin, maka anda akan menemukan Tuhan.” (St. Vinsensius)

b. Solidaritas Gereja kepada kaum miskin

Gereja merupakan umat Allah. Gereja sebagai umat Allah merupakan persekutuan yang berjalan dalam sejarah menuju Kerajaan Allah (Putranto, 1987:103). Dalam peziarahannya sebagai umat Allah Gereja terus merefleksikan kehadirannya dalam menanggapi kehidupan manusia yang terus berlangsung. Kehidupan masyarakat dunia ditandai dengan kemiskinan. Refleksi tersebut terus diserukan melalui berbagai cara dan melalui ajaran sosial Gereja.

Ajaran sosial Gereja yang dimulai dengan Rerum Novarum hingga Centesimus Annus mengajak seluruh umat Allah untuk melihat keadaan orang miskin dan aplikasi ajaran Sosial Gereja. Kieser (1991:82) menjelaskankan “Seluruh ajaran sosial Gereja adalah pandangan yang tepat mengenai manusia dan martabatnya yang khas; pada manusia Allah mengukir citra dan gambar-Nya dan kepadanya Ia berikan martabat yang tiada tandinganya, yang berulang kali ditegaskan oleh ensiklik dengan begitu jelas.” Centesimus Annus artikel 1 menegaskan: ”Sebelum segala hak yang diperoleh orang karena usaha dan tindakannya, manusia memiliki hak-hak yang tidak merupakan balas jasa melainkan bersumber pada martabatnya yang hakiki sebagai pribadi.” Solidaritas kepada kaum miskin terkandung dalam isi dan orientasi ensiklik-ensiklik sosial seperti dipaparkan oleh Kieser (1991:83) “Permasalahan sosial yang dari jaman ke jaman menantang tanggungjawab (khususnya penderitaan manusia), hormat kepada manusia sebagai pribadi (yang terwujud dalam hormat terhadap hak-hak azasi manusia dan manusiawi) dan demi pengabdian terhadap kehendak Allah.” Perwujudan solidaritas yang diserukan dalam ajaran sosial Gereja mau menegaskan bahwa manusia tidak hidup sendirian, melainkan saling tergantung,

sehingga masing-masing mempunyai tanggungjawab etis untuk mengusahakan solidaritas dan bonum commune/kepentingan umum. Para Uskup Indonesia menengaskan, “Harus diberikan perhatian khusus kepada orang-orang kecil” (Surat gembala KWI, 1991:131-132).

Gereja dalam menanggapi kemiskinan selalu meyerukan agar dalam kegiatan-kegiatannya Gereja selalu memberikan bantuan berdasarkan Kristus Pendirinya yang siap sedia menolong mereka yang serba kekurangan (CA, art.49). Nilai-nilai Solidaritas sungguh dibutuhkan dalam mengatasi berbagai masalah sosial baik nasional maupun internasional. Gereja dan bahkan seluruh dunia dipanggil untuk menunjukkan solidaritas dengan orang-orang miskin di dunia. Bagi Gereja amanat sosial Injil (Mat 25:40) dipandang sebagai dasar yang nyata dan motivasi untuk bertindak dalam membaktikan diri kepada mereka yang serba miskin dan tersingkirkan (CA, art. 57).

Bentuk konkrit solidaritas dalam Gereja tampak dalam kiprahnya dalam perjuangannya untuk mengentaskan kemiskinan yang telah dilakukan sejak berdirinya Gereja, dengan memperhatikan mereka yang berkekurangan (Kis 4:32-35). Gereja dari waktu ke waktu berusaha menanggapi keprihatinan sosial dengan cara yang khas sesuai dengan jamannya. Gereja dengan berbagai cara mengusahakan agar perubahan demi perubahan dirasakan oleh orang miskin.

Solidaritas merupakan nilai warisan dari Kristus sendiri dalam menegakkan Kerajaan-Nya di dunia, maka sebagai anggota Gereja, hal ini adalah suatu keharusan untuk tetap berpihak pada orang miskin.