• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.5 Sound Absorption

Ketika gelombang bunyi yang dihasilkan oleh suatu sumber bunyi mengenai kayu, sebagian energi akustik tersebut akan dipantulkan dan sebagian lagi akan memasuki massa kayu. Kayu akan bergetar sehingga bunyi asli akan meningkat atau diserap sebagian dan seluruhnya (Tsoumis 1991). Besarnya penyerapan bunyi pada material penyerap dinyatakan dengan koefisien serapan (α). Koefisien serapan dinyatakan dalam bilangan antara 0 dan 1. Nilai koefisien serapan 0 menandakan tidak ada energi bunyi yang diserap dan nilai koefisien serapan 1 menandakan serapan yang sempurna (Mediastika 2009).

Pada uji absorbsi suara bahan pembentuk kayu laminasi, terlihat bahwa dalam rentang frekuensi rendah (200 Hz-500 Hz) terjadi fluktuasi nilai α. Pada

rentang frekuensi tersebut, terjadi hamburan yang disebabkan oleh permukaan yang tidak rata. Bahan yang memiliki permukaan yang tidak rata menyerap suara lebih baik dibandingkan bahan yang permukaannya di-finishing. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mediastika (2009) yang menyatakan bahwa ketika gelombang bunyi membentur bidang pembatas yang padat dan keras namun permukaannya tidak halus, maka akan terjadi difusi. Puncak nilai α dalam rentang frekuensi rendah terjadi pada frekuensi 315 Hz-400 Hz.

Nilai α tertinggi pada rentang frekuensi 315 Hz-400 Hz terdapat pada core styrofoam 1 cm (0,803) dan terendah pada core balsa 2 cm (0,372). Hal ini dapat disebabkan core styrofoam memiliki rongga yang lebih banyak dibandingkan dengan pori pada kayu balsa, sehingga kemampuan core styrofoam dalam menyerap suara menjadi semakin baik. Pada frekuensi rendah, kelompok

styrofoam memiliki nilai α tertinggi dibandingkan bahan pembentuk kayu laminasi lainnya, dimana nilai α berkisar antara 0,680-0,803. Hal ini dikarenakan pori pada styrofoam lebih besar dibanding bahan lainnya, sehingga mampu menyerap gelombang bunyi pada frekuensi rendah. Mediastika (2009) menyatakan bahwa benda berpori besar mampu menangkap gelombang bunyi yang besar atau panjang (dalam hal ini frekuensi rendah).

Pada frekuensi sedang (500 Hz-2000 Hz), nilai α meningkat seiring dengan bertambahnya frekuensi, walaupun ada beberapa bahan yang mengalami fluktuasi dalam rentang frekuensi ini. Bahan-bahan yang mengalami fluktuasi tersebut terlihat nyata pada core styrofoam, core balsa, dan core MDF dengan tebal 4 cm. Core dengan tebal 1 dan 2 cm, pada frekuensi 500 Hz-1500 Hz memiliki nilai α yang cukup rendah (mendekati 0,2 ke bawah), begitu pula pada pada plywood dan akasia. Hal ini diduga pada bahan dengan tebal yang tipis, gelombang yang datang menjadi ditransmisikan sehingga penyerapannya sangat kecil.

Kemampuan penyerapan suara dapat diperbaiki dengan cara menambah ketebalan dari bahan atau menempatkan bahan pada jarak tertentu dari konstruksi ruang sehingga tercipta rongga udara (Mediastika, 2009 dan Han, 2003). Khuriati (2006) menambahkan bahwa selain memberikan rongga udara antara peredam dan dinding, perbaikan penyerapan pada frekuensi rendah dapat dilakukan dengan

melapisi peredam suara dengan logam yang sangat tipis contohnya aluminium foil. Mengacu pada pernyataan di atas, pada frekuensi 500 Hz-1500 Hz, core yang memiliki ketebalan 4 cm baik pada styrofoam, balsa, dan MDF memiliki kecenderungan menyerap yang lebih baik. Pada frekuensi 500 Hz-2000 Hz, semakin tebal bahan yang digunakan, nilai αyang dihasilkan juga semakin bagus, yang menandakan semakin baik pula penyerapannya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Doelle (1972) dalam Khuriati (2006) dimana efisiensi akustik bahan peredam berpori membaik pada jangkauan frekuensi rendah dengan bertambahnya ketebalan. Han (2003) menyatakan bahwa dengan menambah ketebalan, akan menambah pula kemampuannya dalam menyerap suara karena flow resistance

yang terjadi juga semakin besar.

Pada frekuensi 500 Hz-2000 Hz, kurva koefisien absorbsi bergeser ke kiri dengan bertambahnya ketebalan bahan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Doelle (1972) dalam Khuriati (2006) yang melakukan penelitian mengenai penyerapan bunyi pada selimut fibreglass berkerapatan 52 kg/m3. Hasil penelitian Doelle (1972) memiliki karakteristik pergeseran kurva penyerapan bunyi ke arah frekuensi yang lebih rendah seiring bertambahnya ketebalan.Pada frekuensi 2000 Hz-3150 Hz, banyak dijumpai nilai α tertinggi pada setiap bahan pembentuk kayu laminasi. Hal ini disebabkan karena pada frekuensi tinggi, gelombang yang dihasilkan adalah gelombang bunyi yang pendek dan kecil, sehingga mampu terserap sempurna oleh bahan-bahan yang memiliki pori kecil (Mediastika 2009). Di atas frekuensi 3150 Hz, terjadi penurunan nilai α secara signifikan pada core

balsa dan MDF, sedangkan pada bahan lain ada yang mengalami penurunan tetapi tidak signifikan. Hal ini diduga kemampuan efektif pada core balsa dan MDF hanya sampai batas frekuensi 3150 Hz. Walaupun mengalami penurunan, namun nilai α yang dihasilkan masih di atas 0,2 sehingga menurut Mediastika (2009), bahan pembentuk kayu laminasi tersebut masih dapat disebut sebagai bahan

absorber.

Mediastika (2009) menyatakan bahwa serat kayu pada frekuensi 250 Hz memiliki nilai α 0,10, pada frekuensi 500 Hz memiliki nilai α 0,40, dan pada frekuensi 1000 Hz memiliki nilai α0,60. Bila melihat nilai αyang dihasilkan oleh

sedangkan untuk frekuensi lainnya tidak sesuai. Nilai α core MDF pada frekuensi 250 Hz berkisar antara 0,153-0,184, pada frekuensi 500 Hz berkisar antara 0,178- 0,212 dan pada frekuensi 1000 Hz berkisar antara 0,191-0, 526. Perbedaan nilai α pada penelitian ini dengan pernyataan Mediastika (2009) dapat disebabkan oleh perbedaan bahan yang digunakan, dimana Mediastika tidak mencantumkan jenis serat kayu yang digunakan, kerapatan dalam pembuatan serat kayu, serta ketebalan serat kayunya.

Selain serat kayu, Mediastika (2009) juga menyatakan bahwa nilai papan kayu pada frekuensi 250 Hz memiliki nilai α 0,15, pada frekuensi 500 Hz memiliki nilai α 0,10, dan pada frekuensi 1000 Hz memiliki nilai α 0,10. Kayu balsa dan akasia pada frekuensi tersebut juga memiliki nilai α yang mendekati hasil penelitian Mediastika. Pada frekuensi 250 Hz kayu balsa memiliki nilai α yang berkisar antara 0,106-0,150 dan kayu akasia memiliki nilai α 0,137. Pada frekuensi 500 Hz, kayu balsa memiliki nilai α yang berkisar antara 0,134-0,186 dan kayu akasia memiliki nilai α 0,170. Pada frekuensi 1000 Hz, kayu balsa memiliki nilai α yang berkisar antara 0,145-0,515 dan kayu akasia memiliki nilai

α0,161. Perbedaan nilai αdalam penelitian ini dengan hasil penelitian Mediastika terletak pada bahan yang digunakan, dimana Mediastika tidak mencantumkan jenis kayu yang digunakan, kerapatan dan ketebalannya.

Pada bagian face dan back, nilai α akasia secara keseluruhan lebih tinggi dibandingkan nilai α pada plywood. Nilai kerapatan dari plywood dan akasia tidak berbeda jauh, sehingga kemampuan penyerapan suaranya dipengaruhi oleh besarnya pori dan tebal bahan. Besarnya pori pada kedua bahan ini tidak diketahui, sehingga parameter yang digunakan adalah tebal bahan. Dengan asumsi kedua bahan memiliki besar pori yang sama namun tebal berbeda, dimana tebal kayu akasia lebih tinggi (1,6 cm) dibandingkan plywood (0,4 cm) maka hambatan aliran (flow resistance) yang dimiliki kayu akasia lebih tinggi, sehingga nilai koefisien absorbsinya lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Han (2003) dimana ketebalan yang tinggi akan meningkatkan flow resistance sehingga meningkatkan pula kemampuannya dalam menyerap suara.

Core styrofoam memiliki kerapatan yang lebih rendah serta rongga yang lebih banyak dibandingkan pada core balsa dan MDF, sehingga secara

keseluruhan nilai α yang dihasilkan lebih tinggi. Himawanto (2007) menyatakan bahwa kerapatan rendah memiliki porositas lebih tinggi sehingga memiliki serapan bunyi yang lebih tinggi. Pada bahan pembentuk kayu laminasi, kelompok

styrofoam memiliki nilai koefisien absorbsi tertinggi disebabkan oleh nilai kerapatannya yang rendah, nilai MOE rendah, kadar air tinggi dan strukturnya yang memiliki banyak rongga. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tsoumis (1991) bahwa kerapatan rendah, kadar air tinggi, dan MOE rendah menyebabkan nilai koefisien absorbsi suara tinggi. Perhitungan nilai koefisien absorbsi suara dapat dilihat pada Lampiran 19 dan 20, sedangkan koefisien absorbsi suara rata-rata bahan pembentuk kayu laminasi dapat dilihat pada Gambar 25 A sampai D.

0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000 Koefisien Absorbsi Suara Frekuensi (Hz) Plywood Akasia 0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000 Koefisien Absorbsi Suara Frekuensi (Hz)

Styrofoam 1 cm Styrofoam 2 cm Styrofoam 4 cm

Gambar 25 Kurva koefisien absorbsi suara rata-rata (A) plywood dan akasia (face dan back); (B) core styrofoam; (C) core balsa; (D) core MDF.

Setelah bahan pembentuk kayu laminasi tersebut dijadikan kayu laminasi, nilai α yang dihasilkan berbeda. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rusmawati (2007), dimana bahan akan mengalami perubahan koefisien absorbsi suara apabila bahan tersebut diberi perlakuan yang berbeda. Pada kurva koefisien absorbsi suara kayu laminasi, terlihat bahwa pada frekuensi rendah (200 Hz-500 Hz) juga terjadi fluktuasi nilai α, namun nilai α yang dihasilkan tidak sebesar nilai α pada bahan pembentuknya. Nilai α tertinggi dalam rentang frekuensi ini terdapat pada frekuensi 400 Hz. Nilai α yang dihasilkan bahan pembentuk kayu laminasi pada frekuensi 400 Hz tidak terlalu tinggi (berkisar antara 0,248-0,526), sehingga ketika dijadikan kayu laminasi, kemampuannya dalam menyerap suara juga

0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000 Koefisien Absorbsi Suara Frekuensi (Hz)

Balsa 1 cm Balsa 2 cm Balsa 4 cm

C 0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000 Koefisien Absorbsi Suara Frekuensi (Hz) MDF 1 cm MDF 2 cm MDF 4 cm D

kurang lebih sama (nilai α pada kayu laminasi pada frekuensi 400 Hz berkisar antara 0,269-0,408).

Pada frekuensi sedang (500 Hz-2000 Hz), terjadi fluktuasi nilai α dimana kayu laminasi yang memiliki core dengan tebal 1 dan 2 cm baik styrofoam, balsa

dan MDF memiliki kecenderungan yang sama yaitu membentuk parabola, namun pada core berketebalan 4 cm (kecuali pada styrofoam) cenderung mengalami penurunan nilai α seiring bertambahnya frekuensi. Pada frekuensi 500 Hz-2000 Hz, kurva absorbsi suara bergeser ke kiri seiring dengan bertambahnya ketebalan bahan, kecuali pada kayu laminasi dengan core balsa dan MDF 4 cm. Hal ini menunjukkan bahwa setiap bahan memiliki karakteristik yang berbeda-beda, sehingga kemampuan absorbsi suara yang dihasilkan juga berbeda.

Pada frekuensi 2000-3150 Hz, terjadi fluktuasi nilai α dan diakhiri dengan nilai α tinggi pada frekuensi 3000-3150 Hz. Hal ini dipengaruhi oleh kemampuan bahan pembentuk kayu laminasi yang pada frekuensi tersebut memiliki nilai α yang tinggi. Walaupun mengalami fluktuasi, terlihat bahwa pada frekuensi tersebut semakin tebal kayu laminasi semakin tinggi nilai α yang dihasilkan. Hal ini menandakan semakin baik pula penyerapannya. Di atas frekuensi 3150 Hz, terjadi penurunan nilai α seiring dengan bertambahnya frekuensi. Hal ini menandakan kayu laminasi tersebut mempunyai batas penyerapan efektif pada frekuensi 3150 Hz, sebagaimana yang terjadi pada bahan pembentuknya yang juga memiliki batasan penyerapan efektif pada frekuensi 3150 Hz (kecuali pada

styrofoam). Walaupun mengalami penurunan kemampuan penyerapan suara, nilai

α yang dihasilkan masih di atas 0,2, sehingga menurut Mediastika (2009), kayu laminasi yang dihasilkan masih dapat dikatakan sebagai bahan absorber.

Nilai α pada bahan pembentuk kayu laminasi dengan core styrofoam

masih mampu menyerap suara di atas frekuensi 3150 Hz, sementara pada kayu laminasinya mengalami penurunan nilai α seperti kayu laminasi yang lain namun nilainya tidak serendah pada kayu laminasi balsa dan MDF. Pada dasarnya ketiga bahan pembentuk kayu laminasi styrofoam (plywood, styrofoam dan akasia) saling bekerjasama dan terjadi pula reduksi kemampuan penyerapan suara dari

Kayu laminasi dengan core styrofoam memiliki kemampuan menyerap suara yang paling baik dibandingkan kayu laminasi lainnya, hal ini dibuktikan dengan nilai α yang dihasilkannya lebih tinggi dibandingkan kayu laminasi balsa dan MDF. Himawanto (2007) menyatakan bahwa nilai MOE rendah menyebabkan bahan memiliki kerapatan yang rendah sehingga koefisien penyerapannya lebih tinggi. Tsoumis (1991) menambahkan bahwa selain kerapatan dan MOE yang rendah, kadar air yang tinggi pada bahan juga akan meningkatkan kemampuan absorbsinya. Hal ini yang menjadikan kayu laminasi

styrofoam lebih efektif menyerap suara dibandingkan kayu laminasi lainnya karena memiliki nilai MOE dan kerapatan yang rendah serta kadar air yang tinggi. Penyerapan terbaik terdapat pada styrofoam dan kayu laminasi dengan core styrofoam. Hal ini didukung dengan penelitian Han (2003) yang menyatakan bahwa banyaknya saluran udara dalam foam dengan panjang yang berbeda-beda dan areanya yang memiliki sekat-sekat saling tegak lurus, menyebabkan keseluruhan sistem dari foam tersebut berfungsi sebagai resonator.

Kayu laminasi cukup efektif apabila digunakan sebagai dinding sekat pada studio musik. Telinga manusia sangat sensitif pada frekuensi 1000 Hz-5000 Hz, seperti bunyi yang muncul dari peluit atau lengkingan (Mediastika 2009). Suara yang dihasilkan alat musik dalam sebuah studio tidak akan melebihi frekuensi tersebut. Studio musik membutuhkan bahan yang mampu menyerap suara baik pada frekuensi rendah-sedang. Kayu laminasi yang dihasilkan efektif menyerap suara yang baik pada frekuensi 500 Hz-3150 Hz (rendah-sedang). Nilai koefisien absorbsi suara rata-rata kayu laminasi dapat dilihat pada Gambar 26 A sampai C.

Gambar 26 Kurva koefisien absorbsi suara rata-rata kayu laminasi (A) core styrofoam; (B) core balsa; (C) core MDF.

0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000 Koefisien Absorbsi Suara Frekuensi (Hz)

Core Styrofoam 1 cm Core Styrofoam 2 cm

Core Styrofoam 4 cm A 0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000 Koefisien Absorbsi Suara Frekuensi (Hz)

Core Balsa 1 cm Core Balsa 2 cm Core Balsa 4 cm

B 0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000 Koefisien Absorbsi Suara Frekuensi (Hz)

Core MDF 1 cm Core MDF 2 cm Core MDF 4 cm

BAB V

Dokumen terkait