1 Peningkatan status keberlanjutan diperlukan dalam rangka pengembangan wilayah menuju kawasan agropolitan sapi potong. Peningkatan status keberlanjutan dilakukan melalui perbaikan secara menyeluruh terhadap semua atribut yang sensitif terutama atribut yang menjadi faktor kunci/penentu yang memiliki pengaruh kuat dan tingkat ketergantungan antar faktor yang rendah. 2 Penerapan sistem pertanian terpadu (crop livestock system) diperlukan dalam
rangka mendukung pengembangan wilayah agropolitan sapi potong.
3 Pembentukan lembaga khusus yang berbasis masyarakat diperlukan untuk menangani pengembangan kawasan agropolitan. Hal ini dimaksudkan agar pengelolaan kawasan agropolitan dapat lebih terarah dan keberlanjutan.
4 Peran aktif masyarakat, pemerintah daerah dan pemerintah pusat sangat dibutuhkan dalam rangka mewujudkan kawasan agropolitan berkelanjutan berbasis peternakan sapi potong terpadu di Kabupaten Bondowoso.
5 Penelitian secara mendalam yang berkaitan dengan pengembangan kawasan agropolitan di wilayah Kabupaten Bondowoso sangat diperlukan agar pengembangan wilayah menjadi kawasan agropolitan sapi potong dapat dilakukan dengan sistematis dan optimal.
DAFTAR PUSTAKA
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Kabupaten Bondowoso Dalam Angka 2011. Bondowoso (ID): Badan Pusat Statistika Kabupaten Bondowoso.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Kabupaten Bondowoso Dalam Angka 2012. Bondowoso (ID): Badan Pusat Statistika Kabupaten Bondowoso.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Kecamatan Botolinggo Dalam Angka 2012. Bondowoso (ID): Badan Pusat Statistika Kabupaten Bondowoso.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Kecamatan Cermee Dalam Angka 2012. Bondowoso (ID): Badan Pusat Statistika Kabupaten Bondowoso.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Kecamatan Maesan Dalam Angka 2012. Bondowoso (ID): Badan Pusat Statistika Kabupaten Bondowoso.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Kecamatan Tapen Dalam Angka 2012. Bondowoso (ID): Badan Pusat Statistika Kabupaten Bondowoso.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Kecamatan Wringin Dalam Angka 2012. Bondowoso (ID): Badan Pusat Statistika Kabupaten Bondowoso.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Bondowoso Tahun 2011. Bondowoso (ID): Badan Pusat Statistika Kabupaten Bondowoso.
Beller W. 1990. How to sustain a small island. Di dalam Beller, W., P. d’Ayala dan P. Hein, editor: Sustainable Development and Environmental Management of Small Island. Man and the Biosphere Series. Paris (FR): Vol. 5 UNESCO and The Parthenon Publishing Group.
Bourgeois R and Jesus F. 2004. Participatory Prospective Analysis, Exploring and Anticipating Challenges with Stakeholder. Center for Alleviation of Poverty through Secondary Crops Development in Asia and The Pasific and French Agricultural Research Center for Internasional Development. Monograph (46): 1-29
Byl, R. 2002. Strategic Planing Using Scenario. Paper to be presented at IAME 2002 Confrence. Panama (PN).
[Deptan] Departemen Pertanian. 2001. Program Pembangunan Pertanian 2001 – 2004. Jakarta (ID): Departemen Pertanian Republik Indonesia.
[Deptan] Departemen Pertanian. 2002. Pedoman Umum Pengembangan Kawasan Agropolitan dan Pedoman Program Rintisan Pengembangan Kawasan Agropolitan. Jakarta (ID): Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian.
[Deptan] Departemen Pertanian. 2004. Penerapan Konsep Kawasan Agropolitan. Jakarta (ID): Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia (SDM) Pertanian. Diwyanto K, Prawiradiputra BR, Lubis D. 2002. Integrasi tanaman ternak dalam
pengembangan agribisnis yang berdaya saing, berkelanjutan dan berkerakyatan. Wartazoa 12(1):1-8.
Diwyanto K, Handiwirawan E. 2004. Peran litbang dalam mendukung usaha agribisnis pola integrasi tanaman-ternak. Di dalam: Prosiding Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman Ternak. Denpasar (ID), Bali 20-22 Juli 2004.
Djajalogawa SS, Pambudy R. 2003. Peduli Peternak Rakyat. Jakarta (ID): Yayasan Agrindo Mandiri.
Fauzi A., dan Anna S. 2005. Pemodelan Sumber Daya Perikanan dan Lautan untuk Analisis Kebijakan. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.
Fisheries. 1999. Rapfish Software for Excel. Fisheries Centre Research Reports. Friedmann J, Douglass M. 1976. Pengembangan Agropolitan: Menuju Siasat
Baru Perencanaan Regional di Asia. Jakarta (ID): (Terjemahan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia).
Hadi PU, Ilham N. 2002. Peluang pengembangan usaha pembibitan ternak sapi potong di Indonesia dalam rangka swasembada daging 2005. Monograph Series No. 22. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian.
Hardjowigeno S. 1992. Ilmu Tanah. Ed ke-3. Jakarta (ID): PT. Mediyatama Sarana Perkasa.
Hartisari H. 2002. Panduan Lokakarya Analisis Prospektif. Fakultas Pertanian, Jurusan Teknik Industri. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
Ilham N, Hastuti S, Karyasa IK. 2002. Pendugaan parameter dan elastisitas penawaran dan permintaan beberapa jenis daging di Indonesia. Jurnal Agro Ekonomi 2:15-24.
Karim A. 2002. Peran perbankan dalam pengembangan agribisnis. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana IPB.
Kavanagh P. 2001. Rapid Appraisal of Fisheries (Rapfish) Project. Rapfish Software Description (for Microsoft Excel). Vancouver (CA): University of British Columbia, Fishries Centre.
Kay R, Alder J. 1999. Coastal Planning and Management. New York (US): Routledge.
Malhotra NK. 2006. Riset Pemasaran: Pendekatan Terapan. Jakarta (ID): PT Indeks Gramedia.
Manwan I. 1989. Farming system research in Indonesia: its evolution and future outlock. Di dalam: Prosedures for Farming System Research.
Mersyah R. 2005. Desain sistem budidaya sapi potong berkelanjutan untuk mendukung pelaksanaan otonomi daerah di Kabupaten Bengkulu Selatan. [disertasi]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Munasinghe M. 1993. Environmental Economic and Sustainable Development.
Washington D.C (US): The International Bank for Reconstructioan and Development /The World Bank.
Musofie A. 2004. Kajian system pertanian organik dalam integrasi usahatani tanaman padi-sapi potong. Di dalam: Prosiding Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman Ternak. Denpasar, Bali (ID) 20-22 Juli 2004. hlm 116- 125.
Pambudy R. 1999. Perilaku komunikasi, perilaku wirausaha peternak, dan penyuluhan dalam sistem agribisnis peternakan ayam. [disertasi]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Pambudy R, Sipayung T, Priatna WB, Burhanuddin, Kriswantriyono A, Satria A. 2001. Bisnis dan Kewirausahaan dalam Sistem Agribisnis. Bogor (ID): Pustaka Wirausaha Muda.
Pemerintah Republik Indonesia. 2007. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Jakarta (ID): Sekretariat Negara.
Pitcher TJ. 1999. Rapfish: A Rapid Appraisal Technique for Fisheries and Its Application to The Code of Conduct for Responsible Fisheries. Rome (IT): FAO UN.
Pradhan PK. 2003. Manual for Urban Rural Lingkage and Rural Development Analysis. Nepal (NP): New Hira Books Enerprises.
Rumanjomi HB. 2011. Pengembangan Model Kebijakan Kawasan Agropolitan Berbasiskan Agribisnis Peternakan Berkelanjutan di Kabupaten Jayapura. [disertasi]. Bogor (ID): Sekolah Pasca Sarjana IPB.
Rustiadi E, Saifulhakim S, Panuju DR. 2003. Perencanaan pengembangan wilayah, konsep dasar dan teori. Bogor (ID): Program Pascasarjana IPB.
Rustiadi E, Hadi S, Muttaqien WA. 2006. Kawasan agropolitan konsep pembangunan desa-kota berimbang. Bogor (ID): Crestpent Press, IPB. Santosa U. 2001. Prospek Agribisnis Penggemukan Pedet. Jakartra (ID):
Penebar Swadaya.
Saragih B. 2000. Agribisnis Berbasis Peternakan. Bogor (ID): USESE Foundation dan Pusat Studi Pembangunan IPB.
Saragih B, Sipayung T. 2002. Biological utilization in developmentalism and environmentalism. Paper Presented at the International Seminar on Natural Resources Accounting Environmental Economic Held in Yogyakarta, Indonesia, April 29.
Situmorang P, Gede IP. 2003. Peningkatan efisiensi reproduksi melalui perkawinan alam dan pemanfaatan inseminasi buatan (IB) untuk mendukung program pemuliaan. Makalah disampaikan pada Lokakarya Nasional Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi. Bogor, 9-10 September 2003.
Soehadji. 1995. Peluang Usaha Sapi Potong dan Kemitraan Usaha. Jakarta (ID): Dirjen Peternakan. Depertemen Pertanian.
Sugeng YB. 1998. Budidaya Sapi Potong. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Suwandi. 2005. Agropolitan Merentas Jalan Meniti Harapan. Jakarta (ID): Duta
Karya Swasta.
Suyitman. 2010. Model Pengembangan kawasan agropolitan berkelanjutan berbasiskan peternakan sapi potong di Kabupaten Situbondo. [disertasi]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana IPB.
Tawaf R., Sulaeman dan Udiantono TS. 1994. Strategi Pengembangan Industri Peternakan Sapi Potong Berskala Kecil dan Menengah. Proceding Agroindustri Sapi Potong Prospek Pengembangan pada PJPT II. PPA- CIDES-UQ. Jakarta (ID)
Thamrin. 2008. Model pengembangan kawasan agropolitan secara berkelanjutan di wilayah perbatasan Kalimantan Barat: studi kasus wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang-Sarawak. [disertasi]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana IPB.
Thohari ES. 2003. Sumber-sumber pembiayaan untuk agribisnis. Makalah Disampaikan pada Lokakarya Nasional Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi. Bogor, 9–10 September.
Walpole R.E. 1995. Pengantar Statistika. Edisi ke-3. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.
Lampiran 1 Nilai skor dimensi keberlanjutan wilayah berbasiskan peternakan sapi potong di Kabupaten Bondowoso
Dimensi dan
Atribut Skor Baik Buruk Keterangan
Dimensi Ekologi
Pemanfaatan limbah ternak sapi potong untuk pupuk organik.
1 3 0
(0) tidak dimanfaatkan; (1) sebagian kecil
dimanfaatkan; (2) sebagian besar dimanfaatkan; (3) seluruhnya dimanfaatkan
Pemanfaatan limbah
pertanian untuk
pakan ternak.
2 3 0
limbah pertanian: jerami padi, jerami jagung, jerami kacang tanah, dan pucuk tebu. (0) tidak dimanfaatkan; (1) sebagian kecil
dimanfaatkan; (2) sebagian besar dimanfaatkan; (3) seluruhnya dimanfaatkan.
Sistem pemeliharaan
ternak sapi potong. 0 3 0
Sistem pemeliharaan ternak ekstensif adalah ternak dipelihara dalam kandang dan hanya diberi pakan rumput saja. (0) > 50% tradisional; (1) 25 - 50 %; (2) 10 - < 25 %; (3) < 10 % tradisional.
Lahan (kesuburan
tanah). 2 2 0
Kesuburan tanah berdasarkan sifat kimia tanah (Staf Pusat Penelitian Tanah 1983)
(0) tanah tidak subur: %N < 0.20% dan pH <6.5; (1) tanah kesuburan sedang: %N: 0.21- 0.50% dan pH: 6.6-7.0; (2) tanah subur: %N: >0.51% dan pH: 7.1- 7.5.
Kapasitas tampung padang
penggembalaan alam
1 2 0
1 Unit Ternak (UT) adalah seekor sapi berumur >2 tahun dengan berat 300-350 kg yang berada di lahan penggembalaan seluas 1 hektar.
(0) melebihi kapasitas (<2 UT); (1) sedang (>1-2 UT); (2) rendah (>1 UT ).
Kegiatan perladangan berpindah
1 3 0 (0) tidak pernah; (1) jarang terjadi; (3) sering.
Ketersediaan pakan
ternak sapi potong. 3 3 0
Mengacu pada Dinas Peternakan:(0) sangat kritis (tidak tersedia); (1) kritis (kekurangan); (2) rawan (cukup tersedia); (3) aman (tersedia dan berlebih). Ketersediaan IPAL
agroindustri hasil ternak sapi potong.
0 3 0 (0) tidak ada; (1) ada tetapi sederhana (2) ada dan kondisinya baik; (3) ada kondisinya sangat baik
Kebersihan kandang 0 1 0 (0) kotor; (1) bersih
Ketersediaan rumah potong hewan (RPH).
0 2 0 Mengacu pada Dirjen Peternakan: (0) tipe C; (1) tipe B; (2) type A.
Ketersediaan instalasi pengelolaan limbah RPH.
0 3 0
(0) tidak ada; (1) ada tetapi sederhana; (2) ada dan kondisinya baik; (3) ada kondisinya sangat baik.
Jenis pakan ternak. 1 2 0
(0) seadanya/hijauan alami; (1) hijauan + limbah pertanian/agroindustri; (2) hijauan + limbah pertanian/agroindustri + konsentrat.
Ketersediaan lahan untuk pakan ternak Hijauan Makanan Ternak (HMT) unggul.
2 3 0 (0) tidak ada; (1) ada tetapi sedikit; (2) ada dan cukup; (3) Ada dan cukup luas.
Kuantitas limbah
ternak sapi potong yang tersisa dikandang per hari. Jarak lokasi usaha peternakan dengan permukiman penduduk.
0 2 0 (0) di lokasi permukiman; (1) dekat: 50 – 100 m dari permukiman; (2) jauh: >100 m dari permukiman. Kejadian kekeringan. 2 2 0 (0) sering; (1) kadang-kadang; (2) tidak pernah
terjadi. Frekuensi kejadian
banjir. 2 2 0
(0) sering; (1) kadang-kadang; 2) tidak pernah terjadi.
Curah hujan. 2 2 0 (0) rendah; (1) sedang; (2) tinggi.
Kondisi prasarana
jalan usahatani. 1 2 0
(0) jalan tanah, (1) jalan pasir dan batu, (2) jalan aspal/hotmix.
Kondisi prasarana
jalan desa. 2 2 0
(0) jalan tanah, (1) jalan pasir dan batu, (2) jalan aspal/hotmix. Dimensi Ekonomi Keuntungan (profit) dalam budidaya peternakan sapi potong. 4 4 0
mengacu pada analisis usaha: Revenue Cost Ratio (R/C): (0) rugi besar (R/C<0,75); (1) rugi sedikit (R/C:0,75-1,0) ; (2) kembali modal (R/C:1,0); (3) keuntungan marginal (R/C:1,0-1,25) ; (4) sangat menguntungkan (R/C:>1,25). Kontribusi terhadap PDRB. 2 2 0 (0) rendah: < 10 %; (1) sedang: 10 -20 %; (2) tinggi: >20 %. Kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) untuk bidang pertanian.
2 2 0 (0) rendah: < 30 %; (1) sedang: 30 -50 %; (2) tinggi: >50 %. Rataan penghasilan peternak terhadap upah minimum kabupaten. 0 2 0
Upah minimum Kabupaten Bondowoso tahun 2012 adalah Rp. 946.000.
(0) di bawah; (1) sama; (2) lebih tinggi dari upah minimum kabupaten (UMK).
Transfer keuntungan usaha ternak sapi potong.
2 2 0
(0) lebih banyak di penduduk luar daerah; (1) seimbang antara lokal dan luar daerah; (2) terutama berada di penduduk lokal.
Pasar produk agroindustri peternakan.
0 2 0 (0) pasar lokal; (1) pasar nasional; (2) pasar internasional.
Ketersediaan pasar
ternak. 1 2 0
(0) tidak ada; (1) ada pada desa tertentu; (2) tersedia pada setiap desa.
Tempat peternak
menjual ternaknya. 1 2 0
(0) lewat perantara; (1) pasar ternak; (2) pengusaha industri pemotongan ternak sapi potong.
Ketersediaan industri
pakan. 0 2 0
(0) tidak ada; (1) ada pada desa tertentu; (2) tersedia pada setiap desa.
Perubahan nilai APBD bidang peternakan (5 tahun terakhir).
2 2 0 (0) berkurang; (1) tetap; (2) bertambah.
Subsidi usaha ternak
sapi potong. 3 4 0
(0) keharusan mutlak; (1) sangat tergantung; (2) besar; (3) sedikit; (4) tidak ada.
Persentase penduduk
miskin. 0 2 0
Penduduk miskin adalah penduduk yang
berpenghasilan di bawah UMK. (0) tinggi (>60%); (1) sedang (30-60%); (2) rendah (>30%).
Rata-rata harga jual ternak sapi potong tahun 2012.
Jumlah tenaga kerja
pertanian. 2 3 0
Tenaga kerja pertanian adalah orang yang bekerja di bidang pertanian tanaman pangan, perkebunan, dan peternakan. (0) sedikit (<10%); (1) sedang(10-50%); (2) tinggi (50-80%); (3) sangat tinggi (>80%). Jumlah komoditas
unggulan. 1 2 0
Komoditas unggulan adalah memiliki prospek pasar, menguntungkan secara ekonomi, potensinya besar, komoditas dominan, dan digemari masyarakat (0) hanya satu; (1) lebih dari satu; (2) banyak.
Kelayakan usaha
agroindustri. 1 1 0 (0) tidak layak; (1) layak.
Tingkat ketergantungan konsumen.
1 2 0 (0) rendah; (1) sedang; (2) tinggi.
Dimensi Sosial Budaya
Pekerjaan dilakukan secara individual atau kelompok.
1 2 0 (0) pekerjaan secara individual; (1) kerjasama satu
keluarga; (2) kerjasama kelompok. Jumlah rumah tangga
peternakan. 1 2 0
(0) < 1/3; (1) 1/3 - 2/3; (2) > 2/3 dari total jumlah rumah tangga pada kawasan tersebut
Pertumbuhan rumah tangga peternakan per tahun (2005- 2010) 1 3 0 (0) <10 %; (1) 10-20%; (2) 20-30%; (3) >30 %. Tingkat penyerapan renaga kerja agroindustri peternakan.
1 2 0 (0) tidak ada; (1) sedikit; 2) banyak.
Frekuensi konflik yang berkaitan dengan usaha ternak sapi potong.
1 2 0 (0) banyak; (1) sedikit; (2) tidak ada.
Partisipasi keluarga dalam usaha agribisnis peternakan.
1 3 0 (0) tidak ada; (1) 1 - 2 anggota keluarga; (2) 3-4 anggota keluarga; (3) > 4 anggota keluarga. Peran masyarakat
dalam usaha peternakan.
2 2 0 (0) tidak ada; (1) sedikit; (2) banyak.
Frekuensi penyuluhan dan pelatihan.
3 3 0
(0) tidak pernah ada; (1) sekali dalam setahun; (2) dua kali dalam setahun; (3) minimal tiga kali dalam setahun.
Tingkat penyerapan tenaga kerja pertanian.
2 2 0 (0) rendah; (1) sedang; (2) tinggi.
Alternatif usaha selain usaha agribisnis peternakan.
1 2 0 (0) banyak; (1) sedikit; (2) tidak ada.
Jumlah penduduk yang bekerja di bidang agroindustri peternakan.
1 2 0 (0) tidak ada; (1) sedikit; (2) banyak.
Alokasi waktu untuk usaha ternak sapi potong.
1 2 0 (0) hanya hobi; (1) paruh waktu; (2) penuh waktu.
Jumlah desa dengan
sektor peternakan.
Dimensi Teknologi dan Infrastruktur
Penyebaran tempat
Poskeswan. 2 3 0
(0) tidak dilakukan; (1) terpusat; (2) agak terpusat; (3) tersebar.
Penyebaran pos pelayanan inseminasi buatan (IB).
2 3 0 (0) tidak dilakukan; (1) terpusat; (2) agak terpusat; (3) tersebar.
Penggunaan vitamin dan probiotik untuk ternak.
1 2 0 (0) tidak pernah; (1) kadang-kadang; (2) rutin.
Teknologi pakan. 1 2 0 (0) tradisional; (1) sederhana; (2) modern.
Teknologi
pengolahan limbah agroindustri ternak sapi potong .
1 2 0 (0) tidak ada; (1) sederhana; (2) modern.
Teknologi pengolahan hasil produk ternak sapi potong.
1 2 0 (0) tidak ada; (1) sederhana; (2) modern.
Teknologi informasi
dan transportasi. 1 2 0 (0) minim; (1) cukup; (2) baik.
Ketersediaan sarana dan prasarana agribisnis.
0 2 0 (0) minim; (1) cukup; (2) lengkap.
Ketersediaan infrastruktur/ sarana dan prasarana umum.
1 2 0 (0) minim; (1) cukup; (2) lengkap.
Tingkat penguasaan teknologi budidaya ternak sapi potong.
1 2 0 (0) rendah; (1) sedang; (2) tinggi.
Ketersediaan teknologi informasi peternakan.
1 2 0 (0) tidak tersedia; (1) tersedia tetapi tidak optimal; (2) tersedia optimal.
Standarisasi mutu
produk peternakan. 0 2 0
(0) belum diterapkan,; (1) diterapkan pada produk tertentu; (2) diterapkan untuk semua produk.
Dimensi Hukum dan Kelembagaan
Koperasi Ternak
Sapi Potong 1 2 0
(0) belum ada; (1) ada tapi tidak berjalan optimal; (2) ada dan berjalan optimal.
Badan pengelola
kawasan agropolitan. 0 2 0
(0) tidak ada; (1) ada tetapi tidak berjalan; (2) ada dan berjalan.
Lembaga penyuluhan
pertanian/BPP. 2 2 0
(0) tidak ada; (1) ada tetapi kurang berjalan; (2) ada dan berjalan.
Lembaga keuangan
mikro (bank/kredit). 2 2 0
(0) tidak ada; (1) ada tetapi kurang berjalan; (2) ada dan berjalan.
Ketersediaan aturan kearifan lokal usaha ternak sapi potong.
2 2 0 (0) tidak ada; (1) ada tetapi kurang berjalan; (2) ada dan berjalan.
Kelompok tani
ternak. 2 2 0
(0) tidak ada; (1) ada tetapi kurang berjalan; (2) ada dan berjalan.
Kesesuaian
kebijakan pusat dan daerah.
2 2 0 (0) tidak sinkron; (1) kurang sesuai; (2) sesuai. Perjanjian kerjasama
dengan daerah lain soal peternakan.
0 2 0 (0) belum ada; (1) ada tapi kurang berjalan optimal; (2) ada dan berjalan optimal.
Rap-AGROSAPOT Ecology Ordination 41.61 DOWN UP BAD GOOD -60 -40 -20 0 20 40 60 0 20 40 60 80 100 120
Beef Cattle Breeding Sustainability
O th er D is ti ng is hi ng Fe at ur es Real Breeder References Anchors
Rap-AGROSAPOT Economic Ordination
57.73 DOWN UP BAD GOOD -60 -40 -20 0 20 40 60 0 20 40 60 80 100 120
Beef Cattle Breeder Sustainability
O th er D is ti ng is hi ng Fe at ur es Real Breeder References Anchors
Lampiran 2 Nilai indek lima dimensi keberlanjutan wilayah berbasiskan peternakan sapi potong di Kabupaten Bondowoso
A Dimensi Ekologi
B Dimensi Ekonomi
Sumber: Data Primer (diolah)
Rap-AGROSAPOT Culture Ordination 58.05 DOWN UP BAD GOOD -60 -40 -20 0 20 40 60 0 20 40 60 80 100 120
Beef Cattle Breeder Sustainability
O th er D is ti ng is hi ng Fe at ur es Real Breeder References Anchors
Rap-AGROSAPOT Technology Ordination
47.05 DOWN UP BAD GOOD -60 -40 -20 0 20 40 60 0 20 40 60 80 100 120
Beef Cattle Breeder Sustainability
O th er D is ti n g is h in g Fe a tu re s Real Breeder References Anchors C Dimensi Sosial Budaya
D Dimensi Infrastruktur Teknologi Sumber: Data Primer (diolah)
Ketersediaan IPAL RPH Ketersedian RPH Kuantitas Limbah Peternakan Ketersediaan IPAL agroindustri hasil ternak Kebersihan kandang Daya dukung pakan Ketersedian lahan untuk pakan Jarak lokasi usaha
peternakan dengan pemukiman
Jenis pakan ternak
Sistem pemeliharaan ternak sapi potong
Ketersediaan industri pakan Ketersediaan pasar produk peternakan sapi potong Perubahan nilai APBD (5 tahun terakhir) Koperasi ternak sapi potong Ketersediaan sarana dan prasarana agribisnis peternakan sapi potong Peran masyarakat dalam usaha peternakan Frekuensi penyuluhan dan pelatihan Partisipasi keluarga dalam
usaha peternakan Lembaga
Keuangan mikro Badan pengelola kawasan agropolitan Ketersediaan Lembaga sosial Lembaga penyuluhan
pertanian Kelayakan finansial Sinkronisasi kebijakan pusat dan daerah
-
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
-
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
P e ngar uh KetergantunganGambaran Tingkat Kepentingan Faktor-Faktor
yang Berpengaruh
Rap-AGROSAPOT Institutional Ordination
75.46 DOWN UP BAD GOOD -60 -40 -20 0 20 40 60 0 20 40 60 80 100 120
Beef Cattle Breeder Sus tainability
O th er D is ti ng is hi ng Fe at ur es Real Breeder References Anchors E Dimensi Hukum dan Kelembagaan
Lampiran 3 Hasil analisis tingkat kepentingan atribut-atribut yang berpengaruh pada sistem yang dikaji
Sumber: Data Primer (diolah)
Lampiran 4 Peta lokasi penelitian di Kabupaten Bondowoso
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Situbondo, Jawa Timur pada tanggal 04 April 1991 sebagai putra sulung dari dua bersaudara pasangan Dr. Ir. Suyitman, M.Sc. dan Dra. Retno Palupi. Pada tahun 1998 penulis memulai pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri 15 Ulu Gadut, Padang dan lulus pada tahun 2003. Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menegah Pertama Negeri 8 Padang dan lulus pada tahun 2006. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Korpri Dharma Wanita (KORNITA) Institut Pertanian Bogor dan lulus pada tahun 2009. Pada tahun yang sama, penulis masuk sebagai salah satu mahasiswa Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis berhasil menyelesaikan pendidikan sarjana pada tahun 2013.
Selama masa kuliah, penulis aktif dalam berbagai kegiatan organisasi kemahasiswaan intra kampus. Tercatat penulis pernah menjadi anggota Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) Kabinet Sinergi sebagai bendahara Departemen Pengembangan Sumberdaya Mahasiswa (PSDM) tahun 2011. Penulis juga tercatat sebagai anggota Himpunan Profesi (HIMPRO) Resource and Environmental Economics Student Association
(RESSA) Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan tahun 2010 sampai sekarang. Selain itu, penulis aktif sebagai panitia kegiatan kemahasiswaan dan peserta pada berbagai kegiatan seminar terkait keilmuan penulis.