• Tidak ada hasil yang ditemukan

6.1 Identifikasi Karakteristik Petani Tambak, Unit Usaha Terkait dan Tenaga Kerja Lokal di Desa Langensari Tenaga Kerja Lokal di Desa Langensari

6.1.1 Karekteristik Sosial Ekonomi Petani Tambak

6.1.1.3 Status Pekerjaan Petani Tambak

Status usaha responden adalah petani tambak menjadi kegiatan budidaya polikultur ini sebagai mata pencaharian mereka, artinya kegiatan usaha budidaya polikultur ini menjadi pencaharian utama mereka. Status pekerjaan petani tambak memperlihatkan besarnya waktu atau perhatian mereka terhadap budidaya polikultur (ikan bandeng dan udang windu). Jika petani tambak menjadikan budidaya polikultur sebagai pekerjaan utama, maka seluruh waktu dicurahkan untuk melakukan budidaya, sedangkan yang menjadikan usaha budidaya ini sebagai pekerjaan sampingan, maka waktu yang diberikan pun akan terbagi. Fokus atau tidak dalam menjalankan usaha budidaya polikultur berpengaruh pada proses budidaya, sehingga berimplikasi terhadap hasil produksi ikan bandeng dan udang windu serta pendapatan yang diterima oleh petani tambak.

Pemerintah Desa Langensari menyatakan bahwa, sebagian besar dari warganya menjalani usaha budidaya polikultur dan bertani. Budidaya polikultur dan bertani merupakan tradisi yang telah lama berlaku secara turun temurun, sehingga sebagian besar dari petani selalu melanjutkan tersebut sebagai mata pencaharian utama, seperti yang dilakukan orang tua mereka terdahulu.

49 6.1.1.4 Lama Usaha Petani Tambak

Salah satu faktor penentu keberhasilan usaha budidaya polikultur ini adalah pengalaman atau lamanya usaha. Pengalaman yang lebih akan membantu petani tambak melakukan budidaya polikultur ini dengan lebih baik. Dari hasil analisis kuesioner yang diperoleh 36,36% petani tambak telah menjalani usaha budidaya polikultur dengan lama usaha berkisar antara 20-24 tahun. Sebanyak 18,18% petani tambak telah menjalani budidaya polikultur selama 5-9 tahun, 9,09% petani telah menjalankan usaha budidaya ini antara 10-14 tahun, 25-29 tahun, 30-34 tahun, dan 40-44 tahun. Sebanyak 4,55% petani tambak telah menjalani budidaya polikultur selama 15-19 tahun dan 35-39 tahun. Usaha budidaya polikultur ini sebagian besar petani telah memliki pengalaman dalam hal melakukan usaha tambak polikultur ini.

Sebaran karakteristik berdasarkan lama usaha budidaya yang telah dijalankan disajikan pada Gambar 10.

Sumber : Data Primer, Diolah (2012)

Gambar 10. Karakteristik Petani Tambak Berdasarkan Lama Usaha Budidaya Tambak Polikultur

18,18 9,09 4,55 36,36 9,09 9,09 4,55 9,09 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00

5‐9 tahun10‐14 tahun15‐19 tahun20‐24 tahun25‐29 tahun30‐34 tahun35‐39 tahun40‐44 tahun Persen (%) 40,00  35,00  30,00  25,00  20,00  15,00  10,00  5,00  0,00 

50 6.1.1.5 Karakteristik Usaha Budidaya

a. Jumlah Kepemilikan Tambak

Berdasarkan informasi yang didapat, jumlah tambak yang status kepemilikannya adalah tanah milik yang dimiliki Desa Langensari saat ini adalah sekitar 71 petak tambak dengan rata-rata luas petak tambaknya adalah satu hektar. Jumlah petak tambak yang dimiliki petani sebagian besar berasal dari warisan keluarga maupun dibeli, namun jumlah kepemilikan relative tetap. Berdasarkan data yang brhasil didapat dari responden, kepemilikan petak tambak berkisar antara 2-10 petak tambak. Sebaran jumlah kepemilikan tambak dapat dilihat pada Gambar 11.

Sumber : Data Primer, Diolah (2012)

Gambar 11. Sebaran Jumlah Kepemilikan Tambak Desa Langensari b. Status Kepemilikan Tambak

Dari sebaran responden penelitian didapatkan data status kepemilikan tambak, 22 responden merupakan pemilik sekaligus penggarap tambak. Sistem budidaya ikan bandeng yang masih tradisional, memungkinkan bagi petani untuk menggarap lahan tambaknya sendiri, tanpa perlu tenaga kerja khusus untuk proses

90,91  9,09  10.00  20.00  30.00  40.00  50.00  60.00  70.00  80.00  90.00  100.00  2‐6 petak tambak 7‐11 petak tambak Persen (%)  100,00  90,00  80,00  70,00  60,00  50,00  40,00  30,00  20,00  10,00  0,00 

51 perawatan tambak. Kepemilikan lahan ini berpengaruh terhadap biaya yang dikeluarkan untuk lahan tambak dalam jangka panjang. Petani yang memiliki lahan sendiri akan lebih baik dalam melakukan kegiatan budidaya dan memperoleh pendapatan yang lebih besar karena tidak mengeluarkan biaya untuk lahan.

c. Teknologi Budidaya

Dari hasil wawancara kepada 22 petani tambak, semua responden mengatakan sistem tambak yang digunakan adalah sistem tambak tradisional. Namun berdasarkan literatur dengan tetap memperhatikan kondisi daerah penelitian, sistem budidaya yang digunakan di Desa Langensari adalah perpaduan sistem budidaya tradisional sistem budidaya semi intensif dimana dari sisi padat penebaran tambak di Desa Langensari memiliki padat penebaran sekitar 2000 nener/hektar yang dikategorikan budidaya tradisional, sedangkan sistem semi intensif memiliki cirri bentuk tambak yang lebih teratur dengan maksud agar lebih mudah dalam pengelolaan airnya. Bentuk petakan umumnya segi empat persegi panjang dengan luas 1ha sampai 3 ha per petakan. Tiap petakan mempunyai pintu pemasukan (inlet) dan pintu pengeluaran air (outlet) yang terpusat untuk penggantian air, kemudian pakan masih dari pakan alami (klekap) yang pertumbuhannya didorong dengan pemupukan.

Dilihat dari dasar pengklasifikasian jenis sistem budidaya yaitu berdasarkan padat penebaran benih ikan bandeng, penggunaan tambak dan bentuk tambak maka sistem budidaya polikultur yang digunakan di Desa Langensari adalah sistem budidaya tambak tradisional. Penggunaan pupuk pada beberapa

52 tambak dan bentuk tambak yang termasuk pada ciri sistem semi intensif adalah salah satu usaha petani agar usaha budidaya polikultur menjadi lebih baik.

d. Proses Budidaya

Tambak akan berfungsi optimal jika syarat lingkungan biologi telah terpenuhi. Salah satu cara agar tambak dapat memenuhi syarat lingkungan biologi adalah dengan pengelolaan tambak. Pengelolaan tambak meliputi pengelolaan lahan dan pemberia unsur tambahan serta pengaturan pengairan. Penolahan tanah dilakukan setelah proses panen selesai. Pengolahan tanah bertujuan untuk menghilangkan lumpur, bahan organik yang merugikan serta menutup lubang-lubang yang bias menjadi jalan masuk hewan pengganggu (kepiting, kadal), untuk itu yang dilakukan adalah pengeringan tambak dan pembalikan lahan.

Pemupukan dilakukan setelah proses pengeringan tambak selesai. Pupuk yang digunakan oleh petani tambak di Desa Langensari adalah pupuk urea dengan dosis 100kg/ha, dari hasil wawancara responden tujuan pemupukan adalah untuk menjaga suhu air agar tidak terlalu panas. Selain penggunaan pupuk untuk mempercepat pertumbuhan petani tambak menggunakan obat perangsang makan (raja bandeng dan linek) dengan dosis yang berbeda sekitar 10kg/ha untuk raja bandeng dan 4kg/ha untuk linek, namun penggunaan obat initergantung dari petani tambak itu sendiri, sehingga tidak ada ketetapan khusus untuk menggunakannya.

Penanaman pohon mangrove dilakukan oleh sebagian besar petani tambak. Hasil dari wawancara responden menyatakan bahwa fungsi mangrove yang dirasakan oleh petani yaitu dapat meningkatkan produksi hasil panen dan mengurangi biaya produksi, sebab daun mangrove yang berguguran tersebut akan

53 menjadi pupuk alami bagi tambak dan secara langsung menjadi makanan untuk ikan bandeng dan udang windu.

Banyaknya penebaran benih ikan bandeng dan udang windu sangat disesuaikan dengan modal yang dimiliki oleh petani tambak yang ingin diinvestasikan dalam kegiatan budidaya ini. Penebaran benih dilakukan setelah proses pengolahan tanah selesai dilakukan. Jumlah bibit yang ditebar oleh petani tambak Desa Langensari sebanyak 2000 ekor/ha bibit bandeng dan 20000 ekor/ha bibit udang windu.

Proses pemanenan untuk ikan bandeng dan udang windu dilakukan tiga kali dalam satu tahun, dengan rata-rata hasil panen 193kg/ha/musim untuk ikan bandeng dan 88kg/ha/musim untuk udang windu. Proses pemanenan biasanya dilakukan saat pagi hari.

Proses pemanenan untuk usaha budidaya polikultur membutuhkan tenaga bantuan yang cukup banyak, rata-rata petani tambak membutuhkan tenaga bantuan sekitar 9-10 orang. Tenaga kerja untuk membantu proses pemanenan disediakan oleh tempat penyewaan alat panen dengan upah yang beragam tergantung hasil panen yang didapat, biasanya upah untuk satu kelompok tenaga sewa panen sebesar 10% dari keuntungan hasil panen. Hasil panen yang didapat dibawa ke koperasi untuk dijual melalui sistem lelang, para tengkulak berkumpul di koperasi untuk mengikuti pelelangan ikan tersebut.

Dokumen terkait