• Tidak ada hasil yang ditemukan

Status Pembangunan Gender

Bab IV Pembahasan

4.5 Status Pembangunan Gender

Pada pengukuran IPM tahun 2011 juga dilakukan penghitungan IPM terpilah gender atau yang biasa

disebut dengan Indeks Pembangunan Gender (IPG). IPG yang dikemukakan pada tahun ini diharapkan dapat digunakan sebagai gambaran awal mengingat bahwa penghitungan IPG merupakan perhitungan yang komplek. Secara umum capaian pembangunan lebih baik untuk laki-laki dibanding perempuan. Untuk nilai IPG di tingkat kabupaten adalah sebesar 65,22 lebih rendah dibandingkan dengan nilai IPM sebesar 73,74. Hal ini mengindikasikan masih adanya ketimpangan dalam pembangunan gender dimana laki-laki ”lebih maju” dibanding perempuan. Dari hasil penghitungan IPG menunjukkan bahwa capaian pada dimensi panjang umur, pendidikan dan kesejahteraan lebih tinggi pada penduduk laki-laki. Fenomena ini memang jamak terjadi utamanya pada negara sedang berkembang dan negara-negara yang secara tradisional isu gender masih kental.

Keterangan

Perempuan Laki-laki Angka Indeks Angka Indeks

Harapan Hidup 70,94 72,41 71,64 81,89

Melek Huruf 92,47 92,47 93,37 93,37

Rata-rata Lama Sekolah 7,36 49,10 7,44 49,58

PPP 213.741,61 78,82 215.830,51 80,27

Indeks Pembangunan Gender di Kabupaten JombangTahun 2011

IPG 65,22 Sumber : hasil perhitungan

Pengarusutamaan gender menjadi isu penting dalam kaitannya dengan pemberdayaan peran kaum wanita. Dalam Instruksi Presiden no 9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dengan jelas diinstruksikan agar berbagai kebijakan pembangunan haruslah berperspektif gender.

BAB 5

PEMBANGUNAN BIDANG

KESEHATAN

Bab ini membahas aspek kesehatan terkait dengan permasalahan dan isu strategis untuk Kabupaten Jombang, khususnya dalam konteks kontribusi kesehatan terhadap capaian pembangunan manusia yang diukur dengan indeks pembangunan manusia (IPM). Meskipun IPM untuk kesehatan hanya diukur dari Angka Harapan Hidup, karena indikator kesehatan lain lebih sulit untuk diperoleh datanya, namun perlu membahas indikator status kesehatan lainnya dalam rangka meningkatkan Angka Harapan Hidup.

5.1. Status Kesehatan di Kabupaten Jombang

Kesehatan merupakan faktor penting pembangunan manusia dan menjadi dasar bagi pembangunan bidang lainnya. Manusia yang sehat merupakan prasyarat untuk mewujudkan people centered development. Penanganan masalah kesehatan tidak dapat dilakukan

yang ada baik menyangkut pendanaan dan sumberdaya yang tersedia. Dengan kondisi seperti itu, maka prioritas program dan kegiatan perlu dilakukan. Selain itu, penanganan masalah kesehatan bukan hanya tanggung jawab dari sektor kesehatan saja, namun merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat. Upaya peningkatan kesehatan bukan semata membangun fasilitas kesehatan, namun perlu diiringi dengan kualitas pelayanan kesehatan yang baik.

Kecamatan Rumah Sakit Puskesmas Puskesmas Pembantu Pemerintah Swasta 010. Bandar Kd. Mulyo - - 1 2 020. P e r a k - - 1 2 030. G u d o - - 2 3 040. D i w e k - 1 2 4 050. N g o r o - - 2 4 060. Mojowarno - 1 2 4 070. Bareng - - 1 3 080. Wonosalam - - 1 4 090. Mojoagung - 1 2 4 100. Sumobito - - 2 4 110. Jogoroto - 1 2 2 120. Peterongan - - 2 4 130. Jombang 1 5 4 8 140. Megaluh - - 1 3 150. Tembelang - - 2 4 160. Kesamben - - 2 2 170. K u d u - - 1 2 171. Ngusikan - - 1 3 180. P l o s o - - 1 3 190. K a b u h - - 1 3 200. Plandaan - - 1 5 Jumlah 1 9 34 73 2009 1 9 34 73 2008 1 8 34 72 2006 1 8 34 72 2005 1 5 34 72 2004 1 6 34 73

Jumlah Rumah Sakit, Puskesmas dan Puskesmas Pembantu Kab. Jombang Tahun 2010

Kualitas kesehatan yang baik tidak hanya ditunjang oleh ketersediaan pendanaan yang memadai, namun juga oleh ketersediaan sumberdaya tenaga kesehatan yang berkualitas.

Indikator yang sering digunakan untuk mencerminkan status kesehatan adalah mortalitas, status gizi dan morbiditas. Namun sampai saat ini data untuk mengukur status kesehatan tersebut sulit diperoleh, karena sifat kejadian insidentil dan tersebar di masyarakat, sistem registrasi belum berjalan dengan baik, dan kesadaran masyarakat akan pentingnya pelaporan setiap kejadian tersebut juga masih rendah. Oleh karena itu, indikator yang digunakan untuk mencerminkan status kesehatan dalam pencapaian Indeks Pembangunan Manusia adalah Angka Harapan Hidup. Angka ini mencerminkan rata-rata tahun hidup yang masih akan dijalani oleh seseorang sejak lahir. Angka harapan hidup tinggi akan dicapai jika penduduk mempunyai status kesehatan yang baik.

No Kecamatan AHH 2010 2011 1 Jombang 72,38 72,42 2 Gudo 72,28 72,32 3 Peterongan 71,47 71,53 4 Jogoroto 70,88 70,92 5 Sumobito 67,87 67,94 6 Perak 68,01 68,05 7 Kesamben 70,10 70,17 8 Mojowarno 69,03 69,10 9 Diwek 67,62 67,66 10 Ngoro 70,46 70,49 11 Plandaan 70,43 70,47

12 Bandar Kedung Mulyo 70,47 70,57

13 Mojoagung 71,31 71,35 14 Tembelang 66,94 66,97 15 Bareng 66,08 66,13 16 Kudu 69,60 69,67 17 Ngusikan 67,07 67,08 18 Ploso 69,39 69,42 19 Megaluh 65,70 65,78 20 Wonosalam 62,19 62,21 21 Kabuh 65,27 65,35 KABUPATEN 71,18 71,29

Perkembangan Angka Harapan Hidup Kabupaten Jombang

Secara umum, status kesehatan dengan indikator Angka Harapan Hidup di Kabupaten Jombang pada tahun 2011 meningkat dibandingkan tahun 2010. Dalam hal Angka Harapan Hidup, Kecamatan Jombang mempunyai nilai tertinggi yaitu 72,42 tahun dan kecamatan Kabuh terendah dengan 65,35 tahun. Variasi angka harapan hidup di tingkat kecamatan di Kabupaten Jombang tertinggi dan terendah memiliki rentang sebesar 7,07 tahun.

Kondisi seperti ini mengindikasikan bahwa status kesehatan penduduk antar kecamatan masih relatif tidak merata. Hal ini bisa ditimbulkan oleh banyak hal termasuk tersedianya sarana dan prasarana kesehatan, tenaga kesehatan termasuk kesadaran penduduk akan hidup sehat.

Kenaikan Angka Harapan Hidup di tingkat kabupaten antara lain terkait dengan faktor Angka Kematian Bayi. Pada tahun 2010 tercatat kematian bayi adalah 10,3 per 1000 kelahiran hidup. Artinya di kabupaten Jombang diantara 1000 kelahiran ada 10 bayi yang meninggal sebelum usia tepat 1 tahun. Menurunnya Angka kematian bayi ini memberi gambaran adanya peningkatan dalam kualitas hidup dan layanan

kesehatan masyarakat. Angka Kematian Bayi kabupaten Jombang ini lebih rendah dibanding Angka Kematian Bayi Propinsi Jawa Timur sebesar 28,2 per 1000 kelahiran hidup dan dibawah angka nasional sebesar 25,7 per 1000 kelahiran hidup. Dalam upaya pencapaian MDGs, Angka Kematian Bayi kabupaten Jombang telah berada dibawah toleransi yang ditetapkan yaitu 19 per 1000 kelahiran hidup.

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten Jombang Tahun 2010

Selain permasalahan kematian bayi, isu kesehatan reproduksi juga diukur melalui Angka Kematian Ibu. Kematian ibu adalah kematian perempuan pada saat

Perkembangan Angka Kematian Bayi Kabupaten Jombang tahun 2005-2010

Gambar 5.1. 10,0 10,0 12,9 11,4 10,4 10,3 8,0 9,0 10,0 11,0 12,0 13,0 14,0 2005 2006 2007 2008 2009 2010

hamil atau kematian dalam kurun waktu 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lamanya kehamilan tanpa memandang lamanya kehamilan atau tempat persalinan, yakni kematian yang disebabkan karena kehamilannya atau pengelolaannya tetapi bukan karena sebab-sebab lain seperti kecelakaan, terjatuh dan lain-lain (Budi, Utomo, 1985)

Pada tahun 2010 jumlah kematian ibu yang tercatat sebesar 17 kasus, terdiri dari 2 kematian ibu hamil, 1 kematian ibu bersalin dan 14 kamtian nifas dari 21.426 kelahiran hidup. Penyebab kematian tersebut adalah terbanyak karena penyakit penyerta sebanyak 9 orang. Adapun menurut tempat meninggalnya adalah 9 orang di RSU, 4 orang meninggal di RS swasta, 1 orang di perjalanan, 1 orang di RSU Dr. Soetomo Surabaya, 1 orang di rumah klen dan 1 orang di Rumah Bersalin.

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten Jombang Tahun 2010

Jumlah kematian ibu paling tinggi belum tentu menunjukkan kejadian kematian ibu paling tinggi dibanding kabupaten lain. Bisa terjadi angka yang tinggi semata-mata hanya karena cakupan pelaporan sudah lebih baik dari kabupaten lain. Sebaliknya, angka kematian ibu rendah belum tentu kejadiannya lebih rendah dibanding kabupaten lain, tetapi bisa jadi

Perkembangan Jumlah Kematian Ibu Kabupaten Jombang tahun 2006-2010

Gambar 5.2. 14 18 16 14 17 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 2006 2007 2008 2009 2010

karena cakupan pelaporan masih rendah. Seperti halnya kecamatan Kabuh, Angka Harapan Hidupnya paling rendah, tetapi tidak terdapat pelaporan jumlah kematian ibu. Oleh karena itu memperhatikan indikator kesehatan lainnya, seperti cakupan pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan profesional serta status gizi bisa memberikan gambaran yang lebih lengkap. Perlu upaya yang terintegrasi untuk menurunkan Angka Kematian Ibu, melalui peningkatan taraf pengetahuan perempuan mengenai kesehatan dan kesehatan reproduksi. Serta upaya peningkatan status sosial ekonomi, peningkatan peran ibu dalam keluarga, serta peningkatan ketersediaan pelayanan kesehatan reproduksi dan keluarga berencana (KB).

Masalah kesehatan ibu perlu mendapat perhatian yang tidak kalah penting. Kematian seorang ibu sangatlah berpengaruh terhadap kesehatan dan kehidupan anak-anak yang ditinggalkannya. Jika seorang ibu meninggal, maka anak-anak yang ditinggalkannya mempunyai kemungkinan tiga hingga sepuluh kali lebih besar untuk meninggal dalam waktu dua tahun, bila dibandingkan dengan mereka yang masih mempunyai kedua orangtua. Di samping itu, anak-anak yang

ditinggalkan ibunya seringkali tidak mendapatkan pemeliharaan kesehatan serta pendidikan yang memadai seiring pertumbuhannya. Kematian seorang ibu mempunyai dampak yang lebih luas sampai di luar lingkungan keluarganya: seorang ibu adalah pekerja produktif yang hilang, yang memelihara dan membimbing generasi penerus, merawat para lanjut usia dan menyumbangkan stabilitas di masyarakat (Barbara, 1997 dalam Wirokartono, Sukarno, 2008).

Kematian ibu berpengaruh terhadap kesejahteraan keluarga dan masyarakat. Ketika seorang ibu meninggal, permasalahan tidak berhenti disitu, karena satu atau lebih anak menjadi piatu, dengan implikasi sosial dan ekonomi yang bermakna. Penghasilan keluargapun berkurang atau hilang sama sekali. Saat ini jumlah perempuan yang bekerja semakin banyak sehingga kontribusi mereka terhadap kesejahteraan keluargapun mengalami peningkatan. Penelitian menunjukkan bahwa perempuan cenderung membelanjakan penghasilan mereka untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga dengan cara membeli makanan tambahan, perawatan kesehatan, peralatan sekolah, dan pakaian untuk anak-anaknya (World Health Day 7 April 1998, Safe Motherhood Asa

Vital Social and Economic Investment).

Faktor lain yang juga penting untuk meningkatkan status kesehatan ibu dan bayi atau balita adalah status gizi. Ibu, bayi atau balita yang mengalami gizi kurang atau buruk dapat berdampak pada kematian. Gizi buruk merupakan suatu keadaan kurang gizi tingkat berat yang dapat disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dari makanan sehari-hari, dan terjadi dalam waktu yang cukup lama. Status gizi kurang dan gizi buruk pada tingkat kecamatan cukup beragam. Dari 21 Kecamatan terdapat tiga kecamatan rawan gizi yaitu Kabuh, Kesamben dan Sumobito.

Faktor lain yang juga mempengaruhi rendahnya status gizi di Kabupaten Jombang dan perlu mendapat perhatian dalam rangka peningkatannya adalah tingkat kesadaran dan pengetahuan masyarakat mengenai kesehatan dan gizi termasuk cara pemberian makanan bergizi. Cara pemberian makan dan pola asuh anak balita yang baik, serta perilaku hidup sehat perlu disosialisasilan sebagai bagian dari upaya menyeluruh untuk meningkatkan status gizi. Upaya penanggulangan gizi kurang dilakukan di rumah tangga, sementara gizi buruk dirujuk ke pusat

pemulihan gizi. Sebagai contoh di kecamatan Mojoagung dan Tembelang terdapat Therapeutic Feeding Center (TFC) Tempat tersebut berfungsi sebagai tempat perawatan dan pengobatan anak gizi buruk di suatu tempat/ ruangan khusus, dimana ibunya ikut serta merawat anak secara intensif. Anak gizi buruk ditangani dengan memberikan intervensi secara integratif berdasarkan panduan tata laksana gizi buruk. Pelaksanaan kegiatan meliputi pelayanan medis, keperawatan, konseling gizi, stimulasi pertumbuhan, pencatatan dan pelaporan, serta monitoring dan evaluasi. Jumlah gizi buruh tahun 2010 tercatat 38 balita dan semuanya telah mendapatkan perawatan. Jumlah ini menurun dibandingan tahun 2009 yang terdapat 70 balita gizi buruk. Balita gizi buruk ditemukan di 24 wilayah kerja puskesmas dengan 1-2 balita per puskesmas.

Status gizi buruk terutama diindikasikan oleh permasalahan institusi, pemberdayaan masyarakat, intervensi yang tidak tepat dan tidak cost effective, penanganan gizi masih tidak terintegrasi lintas sektor,dan surveilans gizi lemah. Banyak bayi yang tidak mendapatkan imunisasi, drop out rate, dan ketepatan waktu imunisasi rendah. Pelayanan gizi

belum difokuskan pada kelompok sasaran yang paling tepat (ibu hamil dan anak 0-2 tahun). Sayangnya, gizi sering tidak menjadi prioritas bagi pemerintah karena tingkat permintaan pelayanan gizi dari masyarakat rendah. Hal ini dipicu oleh ketidakpahaman disebabkan masyarakat dan sebagian besar terjadi pada penduduk miskin yang tidak mampu bersuara. Selain itu, adanya keterlambatan dalam mengenali manfaat ekonomis dari gizi, perannya dalam MDGs, dan pilihan intervensi yang mempunyai nilai cost effective. Serta, ada banyak organisasi atau stakeholder yang menangani bidang gizi, sehingga tanggung jawabnya "ada di mana-mana" dan "tidak di mana-mana". Mengakibatkan bidang gizi menjadi tanggung jawab parsial setiap lembaga berdampak pada penganggaran yang berdasarkan sektoral dan tidak adanya leading sektor (The World Bank: Nutrition as Central to Development).

Upaya kesehatan lain yang berhubungan dengan perbaikan status kesehatan masyarakat adalah program imunisasi balita, yang merupakan fokus utama untuk menurunkan angka kematian bayi dan balita. Hal ini karena imunisasi adalah suatu prosedur rutin untuk memberi perlindungan menyeluruh terhadap penyakit-penyakit yang berbahaya, dan

sering terjadi pada tahun-tahun awal kehidupan seorang anak. Cakupan pelayanan imunisasi bayi di kabupaten Jombang tahun 2010 adalah: HBO sebesar 91,22%, BCG sebesar 100,87%, DPT 1-HB sebesar 100,51%, DPT 3-HB sebesar 99,4%, Polio 4 sebesar 99%, campak sebesar 97,3%. Sedangkan desa/kelurahan yang telah mencapai UCI pada tahun 2010 sebanyak 95 desa/kelurahan (63,7%) dari 306 desa/kelurahan yang ada. Bila dibandingkan tahun 2009 jumlah desa UCI mengalami kenaikan 47 desa/kelurahan. Namun demikian angka ini masih dibawah angka target nasional yaitu 85 persen. Terdapat 6 puskesmas dengan pencapaian UCI sebesar 100 persen yaitu Pusekesmas Mojoagung, Cukir, Tembelang, Pulo Lor, Japanan dan Mayangan.

Dokumen terkait