• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kabupaten Boven Digoel, 1997-2008; Kabupaten Merauke, 2001-2009: Kekerasan Seksual Berulang Kali di Perbatasan

53Stop Sudah!

Setelah menikah pada tahun 2000, ada istri yang berharap hidupnya baik, tetapi kenyataannya lain.

Suami saya memaksa saya untuk melakukan hubungan seks dengan seorang duda hanya untuk dapatkan minuman... Saya [juga] harus melayani suami bersama dengan seorang wanita lain, dan suami memaksa agar kita saling merangsang untuk lakukan hubungan seks. Juga waktu itu, sambil nonton CD porno... Setelah itu, saya dipukul, diseret di jalan, dan semua pakaian terbuka. [Saya] melapor ke polisi, tetapi belum

ada penyelesaian... Jangan sampai ada permainan antara laki-laki jahat ini dengan penegak hukum; suami hanya ditahan satu malam saja, lalu dibebaskan.77

Ada seorang perempuan (Tah) yang kawin di Mimika pada tahun 2001 dengan suaminya yang masuk minta (meminang) dia setelah suaminya ini bercerai dengan istri pertama beberapa tahun sebelumnya. Walaupun Tah berupaya agar pernikahan resmi dilakukan, sampai sekarang belum juga dilaksanakan . Suaminya tersebut membesarkan tiga anak dari perkawinan sebelumnya, sedangkan (Tah) juga memiliki empat anak dari perkawinan sebelumnya. Setelah (Tah) dilamar, suaminya mulai bekerja di PT Freeport. Saat suaminya pulang dari kerja ia selalu mengajak anak-anaknya menonton video sampai larut malam. Suatu kali, ada kaset video yang ditinggalkan dalam mesin CD player Ketika diputar oleh Tah, kecurigaannya selama ini benar– isinya adalah video porno

Setelah nonton film porno, bapak melakukan atau mempraktekkan apa yang bapak sudah nonton tadi kepada saya. Saya diancam juga –kalau tidak melayani, Bapak akan

cari perempuan lain di luar rumah. Kalau saya tidak mau, juga diancam [di]bunuh.78

Seorang mama mengalami kekerasan seksual oleh suaminya dari tahun 2004 sampai dengan sekarang. Pemerkosaan dan kekerasan seksual ini diketahui oleh anak-anak dan tetangga yang tidak dapat melakukan apa-apa. Ini biasanya terjadi pada saat si suami mabuk. Mama ini juga mengalami penganiayaan dengan batu, linggis, dan parang. Ia pernah dirawat di rumah sakit, tapi tidak bisa terlepas dari penyiksaan yang terus-menerus ini.79

Seorang perempuan muda diperkosa oleh seorang laki-laki pada tahun 2005, kemudian dikawinkan secara adat menjadi istrinya yang ketiga. Pada tahun 2006, si suami dan dua istrinya yang lain memberikan perempuan ini obat mandul, sambil suaminya menjelaskan obat itu untuk menjaga keamanan. Sekarang korban tidak bisa hamil.

Dia sering paksa saya untuk “melayaninya” kapan dan di mana saja: di jalan, kali, kebun atau rumah, menurut keinginannya... Biasanya, dia pukul saya sambil berkata, “Saya kawin kamu bukan untuk dapat anak, tapi untuk lampiaskan saya punya birahi saja.”…

[Pernah] di kebun, ia berlaku amat kasar sehingga saya terpaksa melayaninya. Namun, kali ini ia ingin praktek film yang selama ini ia nonton di kota. Dia suruh saya telanjang bulat, lalu paksa saya... Dia cekik leher saya sehingga saya turuti saja kemauannya... Saya menderita sakit pada kemaluan selama satu minggu. Tiga hari kemudian, dia paksa saya lagi untuk melakukan hal yang sama di honai, tapi saya tidak mau. Akhirnya, dia pukul saya malam-malam dan kunci saya dalam honai dari luar. Selama tiga hari saya tidak makan–minum, dan buang air dalam honai. Hari keempat...berhasil pulang pada orang tua saya... Saya adukan pada orang tua agar cerai dan telah melapor ke polisi,

77 Narasi KJP15 78 Narasi MIM33 79 Kasus KJP13

namun hingga kini masalah belum tuntas diurus... Kadang saya ke keluarga bermalam,

[suami] pergi ambil saya pulang hanya untuk melampiaskan hawa nafsunya.80

Seorang perempuan telah nikah adat di Wamena; salah satu anaknya dibesarkan oleh orang tuanya. Pada Juni tahun 2009 ibu ini ingin membuat acara syukuran di rumah orang tuanya untuk anaknya yang berulang tahun, sedangkan suaminya mau membuat acara disco pada malam hari di rumahnya. Suami dan istri mulai bertengkar.

Dia, sambil pukul saya di jalan, ...tarik tangan saya masuk dalam rumahnya dan menuju kamar tidur. Dia kunci pintu, lalu tendang saya di pinggul dan uluh hati... [Dia] pegang

obeng...tikam saya, dan untung kena di tangan hingga luka robek. Setelah itu, [suami]

suruh saya buka pakaian semua: baju, celana, suruh saya telanjang...dan dia perkosa saya. Setelah saya diperkosa, dia suruh saya cuci darah (membersihkan tubuh) di luar [rumah] dengan telanjang tanpa sehelai kain pun yang melekat di badan [saya]. Untung tidak ada orang malam itu di rumah... Setelah cuci darah (membersihkan tubuh), dia tarik saya masuk lagi dan suruh tidur... Saya masih berdarah, sakit sekali, [sehingga]

saya tidak tidur [dan] jam 05.00 [dinihari] saya kabur dari rumah ke orang tua saya. Untung saat itu [suami] tidur nyenyak sehingga saya bisa kabur.81

2.3. Polisi Tidak Melindungi Perempuan Korban KDRT

Suatu hal penting lagi mengenai KDRT yang ditemukan Tim Dokumentasi berkaitan dengan pelaporan dan penanganan kasus. Hanya sebagian kasus yang terdokumentasi dilaporkan kepada pihak lain, seperti ke gereja, atasan si suami (baik di perusahaan ataupun militer), LSM yang mendampingi korban, dan tokoh adat atau pemerintah. Di antara kasus yang dilaporkan, kebanyakan kepada polisi, tetapi tidak ditangani atau diselesaikan secara baik. Paling sedikit, ada 20 kasus KDRT yang dicatat oleh Tim Dokumentasi di mana pelaporan ke polisi tidak menghasilkan apa-apa sebagaimana tercermin dalam beberapa contoh di bawah.

Salah satu bukti bahwa polisi enggan mengurus kasus KDRT adalah adanya ”surat pernyataan” yang dibuat di kantor polisi di mana pelaku membuat perjanjian secara tertulis untuk tidak lagi bertindak keras. Surat tersebut tidak membawa nilai hukum atau perubahan yang berarti. Misalnya saja, sejak lama ada seorang istri (Su) yang dipukul oleh suami yang juga sering berselingkuh. Pada November 2008, (Su) melaporkan suaminya ke polisi mengenai pemukulan, “tapi tidak diproses lebih lanjut.” Yang dibuat hanya sebuah pernyataan bahwa kalau ada masalah lagi dan istri tidak dikasih gaji dari suaminya, maka istri bisa memperkarakan suaminya lagi.82 Perempuan lain mengatakan, suaminya pernah membuat surat pernyataan

(yang masih di kantor POM) bahwa ia tidak akan berselingkuh lagi, tetapi tetap saja melakukan perselingkuhan.83 Keseganan atau keterlambatan polisi untuk bertindak kalau kasus KDRT

dilaporkan kepada mereka membuat istri merasa polisi lebih berpihak pada suaminya. Pada tahun 2006, kasus lain lagi dilaporkan ke Polda Papua di Jayapura, namun dicabut ketika suaminya, seorang perwira polisi, membuat sebuah surat pernyataan dimana ia berjanji tidak melakukan kekerasan lagi.84 Beberapa bulan kemudian, pelaku melakukan kekerasan

lagi, tetapi tidak dilaporkan oleh korban sampai tahun 2009, pada saat mendapat ancaman pembunuhan.

80 Narasi WAM16 81 Narasi WAM14 82 Dari narasi SOR21.

83 Narasi BIA30, catatan lapangan.

55