• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Bank Syariah Dalam Menganalisis Pembiayaan Mikro

Mengamati realita bahwa UMKM khususnya usaha mikro memiliki kontribusi besar dalam pengembangan sektor riil, maka baik bank konvensional maupun bank syariah, masing-masing berusaha untuk menguasai pangsa pasar tersebut. Maka diperlukan langkah dan strategi bank syariah untuk lebih berperan aktif dalam menggiatkan pembiayaan khususnya sektor mikro agar memperoleh keunggulan kompetitif (competitive advantage).18 Sejalan dengan visi pengembangan perbankan syariah yang tercantum dalam blueprint Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia yaitu terwujudnya sistem perbankan syariah yang kompetitif, efisien dan memenuhi prinsip kehati-hatian yang mampu mendukung sektor riil secara nyata melalui kegiatan pembiayaan berbasis bagi hasil (share based financing) dan transaksi riil dalam kerangka keadilan, tolong menolong, dan menuju kebaikan guna mencapai kemaslahatan masyarakat maka poin inti yang tercantum pada blue print tersebut menjelaskan

18

Mudrajad Kuncoro, Strategi Bagaimana Meraih Keunggulan Kompetitif, (Jakarta: Gelora Aksara Pertama, 2005), h. 31.

bahwa pembiayaan pada bank syariah berlandaskan sistem bagi hasil tidak terlepas dari prinsip kehati-hatian.19

Secara konseptual dalam pemberian pembiayaan bank syariah memiliki konsep yang serupa dengan bank konvensional, tetapi jika ditinjau perbedaannya terletak pada penekanan pada aspeknya yang lebih memprioritaskan pada aspek karakter dan aspek syariah.

Bank syariah memposisikan nasabah sebagai mitra sedangkan pada bank konvensional hubungan yang terjalin bersifat kreditur dan debitur. Prinsip keadilan tercermin pada prinsip bagi hasil sehingga nasabah dan pihak bank memberikan kontribusi terhadap usaha yang dijalankan.

Seperti yang telah diuraikan pada sub bab sebelumnya bahwa usaha Mikro, Kecil dan Menengah memiliki nature yang berbeda dimana sektor ini menghadapi kendala dalam masalah permodalan dan prosedur bank yang mewajibkan adanya jaminan, maka hal ini yang dapat menjadi peluang bagi bank syariah dengan menerapkan strategi yang tepat seperti :

1. Kemudahan dan fleksibilitas dalam prosedur pembiayaan dengan mengutamakan aspek karakter.

2. Analisis dengan berdasarkan prinsip syariah sehingga bisnis dan proyek yang dibiayai sesuai dengan koridor syariah.

19

Rizqullah, Pembenahan Manajemen Perbankan Syariah Menyongsong Industri Perbankan 2010, Makalah disampaikan pada seminar Bulanan MES, 21 Februari 2010, h. 4.

3. Adanya sistem pick up service/pendekatan jemput bola yaitu para staf pembiayaan terjun lansung ke tempat usaha untuk mengambil pembayaran angsuran sehingga memudahkan nasabah dan lebih efisien dalam hal waktu dan biaya.

4. Penerapan prinsip kehati-hatian (prudential banking) dalam menganalisis pembiayaan untuk mencegah pembiayaan bermasalah.

5. Sikap indepedensi dan transparansi dalam melakukan analisis sehingga terbebas dari kepentingan pribadi.

6. Mengembangkan produk yang berbasis bagi hasil yang berparadigma kemitraan sangat tepat untuk pemberdayaan UMKM.

7. Pengelolaan bisnis berdasarkan moral dan transaksi sesuai dengan prinsip syariah.

8. Memberi prioritas yang utama untuk melayani sektor UMKM dengan dieksekusi lansung oleh kantor cabang syariah atau melakukan chanelling atau joint pembiayaan dengan BPRS dan BMT melalui linkage program. 9. Pengembangan skema atau model investasi syariah untuk UMKM.

10. Perbankan syariah bekerjasama dengan Kementerian Koperasi, Departemen Perindustrian dan Perdagangan serta BUMN dan departemen terkait dalam memberdayakan UMKM untuk meningkatkan kemampuan manajerial.

11. Kerjasama dengan lembaga-lembaga pendidikan atau lembaga sosial dalam upaya meningkatkan kemampuan manajemen UMKM dalam bentuk pembinaan-pembinaan nasabah.

Oleh karena itu, bank syariah seharusnya menerapkan strategi tersebut secara komprehensif agar tercapai target dan peningkatan pangsa pasar. Selain itu dengan mengimplementasikan strategi tersebut maka perbankan syariah dapat meminimalisir pembiayaan bermasalah.

41 A. Sejarah Singkat Berdirinya BRI Syariah1

Pada awalnya Bank Rakyat Indonesia (BRI) didirikan oleh Raden Aria Wirjaatmadja di Purwokerto, Jawa Tengah dengan nama Hulp-en Spaarbank der Inlandsche Bestuur Ambtenaren atau bank bantuan dan simpanan milik kaum priyayi yang berkebangsaan Indonesia (pribumi). Bank ini berdiri pada tanggal 16 Desember 1895 dan pada tanggal itu pula dijadikan sebagai hari kelahiran BRI.

Berdirinya Bank Rakyat Indonesia berdasarkan Peraturan Pemerintah No.1 Tahun 1946 pasal 1 di dalam peraturan tersebut dinyatakan bahwa BRI adalah bank pemerintah pertama di Republik Indonesia. Karena adanya situasi perang dalam mempertahankan kemerdekaan pada tahun 1948, kegiatan BRI sempat terhenti sementara waktu dan baru mulai aktif kembali setelah perjanjian Renville pada tahun 1949 dengan berubah nama menjadi Bank Rakyat Indonesia Serikat.

Pada waktu itu PERPU No. 41 Tahun 1960 dibentuk Bank Koperasi Tani dan Nelayan (BKTN) yang merupakan peleburan dari BRI, Bank Tani Nelayan dan Nederlanshe Maatschappy (NHM). Kemudian berdasarkan

1

Bank Rakyat Indonesia, “Sejarah”, artikel diakses pada tanggal 30 April 2011 dari http://www.bri.co.id/TentangKami/Sejarah/tabid/61/language/id-ID/Default.aspx

Penetapan Presiden (Penpres) No.9 Tahun 1965, BKTN diintegrasikan ke dalam Bank Indonesia dengan nama Bank Indonesia Urusan Koperasi Tani dan Nelayan. Setelah berjalan selama satu bulan, pemerintah mengeluarkan Penpres No. 17 Tahun 1965 tentang pembentukan bank tunggal dengan nama Bank Negara Indonesia. Dalam peraturan baru tersebut, Bank Indonesia Urusan Koperasi Tani dan Nelayan (eks BKTN) diintegrasikan dengan nama Bank Negara Indonesia Unit 1 Bidang Rural. Sedangkan Nederlansche maatschappy (NHM) menjadi Bank Negara Indonesia Unit II bidang Ekspor dan Impor.

Berdasarkan Undang-Undang No 14 Tahun 1967 tentang Undang- Undang No.13 Tahun 1968 tentang Undang-Undang Bank Sentral yang intinya mengembalikan fungsi Bank Indonesia sebagai bank sentral dan Bank Negara Indonesia Unit II bidang rural dan eksport import, masing-masing dipisahkan menjadi dua bank yaitu Bank Rakyat Indonesia dan Bank Eksport Import Indonesia.

Selanjutnya, berdasarkan Undang-Undang No. 21 Tahun 1968 menetapkan kembali tugas-tugas pokok BRI sebagai Bank Umum, Sejak tanggal 1 Agustus 1992. Berdasarkan Undang-Undang Perbankan No.7 Tahun 1992 dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 21 Tahun 1992 status BRI berubah menjadi PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero).2

2 Bank Rakyat Indonesia, Terbaik di Awal Milenium, (Jakarta: Masyarakat Profesional Madani,2004), h. 17.

Kemudian pada tahun 2001, berdiri BRI Syariah yang merupakan Unit Usaha Syariah dari BRI. Berbeda dengan perbankan pada umumnya, BRI yang juga diikuti BRI Syariah, memiliki segmen tersendiri, yaitu kalangan kecil dan menengah. Dengan sasaran yang sangat segmented ini, tidak mengherankan BRI sangat akrab dengan nasabah di seluruh Indonesia.

Seiring dengan perkembangan dunia perbankan yang semakin kompetitif dan pesat, maka dalam rangka pengembangan BRI Syariah melakukan spin off.

Berawal dari akusisi Bank Jasa Artha oleh Bank Rakyat Indonesia pada tanggal 19 Desember 2007 dan kemudian diikuti dengan perolehan izin dari Bank Indonesia untuk mengubah kegiatan usaha Bank Jasa Artha dari bank umum konvensional menjadi bank umum yang menjalankan kegiatan usaha berdasrkan prinsip syariah pada tanggal 16 Oktober 2008, maka lahirlah Bank umum syariah yang diberi nama PT Bank Syariah BRI (yang kemudian disebut dengan nama BRI Syariah 17 November 2008).3

Nama BRI Syariah menggambarkan secara lansung hubungan Bank dengan PT Bank Rakyat Indonesia yang akan melayani kebutuhan perbankan masyarakat dengan menggunakan prinsip-prinsip syariah.

Pada tanggal 1 Desember 2008, telah ditandatangani akta pemisahan unit usaha syariah. Penandatanganan akta pemisahan telah dilakukan oleh Bp.

3

BRI Syariah, “Sejarah”, artikel diakses pada 1 Mei 2011 dari

Sofyan Basir selaku Direktur Utama Bank Rakyat Indonesia dan Bp. Ventje Rahardjo selaku Direktur Utama BRI Syariah, sebagaimana akta pemisahan No. 27 tanggal 19 Desember 2008 dibuat di hadapan notaris Fathiah Helmi, SH. di Jakarta. Peleburan unit usaha syariah Bank Rakyat Indonesia ini berlaku efektif pada tanggal 1 Januari 2009. Setelah peleburan, total aset BRI Syariah mencapai Rp 1.466.664.279.74.

Sebagai bagian dari keluarga besar Bank Rakyat Indonesia. BRI Syariah mendapat dukungan penuh dari Bank Rakyat Indonesia sebagai pemegang saham sebagaimana tercermin dari penambahan modal disetor yang dilakukan sebanyak dua kali di tahun 2008, sehingga saat ini BRI Syariah menjadi salah satu bank dengan struktur permodalan yang kuat. BRI Syariah siap memberikan warna lain bagi masyarakat menengah bawah yang menjadi sasaran utama.

BRI Syariah Cipulir, misalnya adalah salah satu kantor cabang pembantu berdiri pada September 2008 berada di bawah kantor cabang induk BSD City yang didirikan pada September 2008. KCP ini berlokasi di Jl. Cileduk Raya No. 25 Petukangan Selatan, Pesanggrahan, Jakarta Selatan menempati jalan protokol dan letak yang strategis yang berjarak ± 4 km dari pusat grosir Cipulir Center dan ± 2 km dari sentra tekstil Cipadu.

Keberadaan BRI KCP Cipulir ini diharapkan memberikan pelayanan dan menjangkau masyarakat dalam transaksi perbankan.