3. Untuk mengetahui pengaruh dukungan sosial dengan dimensi yang terdiri dari attachment, social integration, reassurance of worth, reliable alliance,
2.2 Strategi Coping
2.2.1 Definisi Strategi Coping
Lazarus dan Folkman (1984) mendefinisikan strategi coping sebagai usaha mengubah kognitif dan perilaku secara terus-menerus untuk mengelola tuntutan eksternal dan/atau internal yang dinilai membebani atau melebihi sumber daya individu tersebut. Sarafino dan Smith (2011) mendefinisikan strategi coping sebagai proses dimana individu mencoba mengelola perbedaan antara tuntutan dan sumber daya yang mereka nilai sebagai situasi yang stressful. Kata mengelola dalam definisi ini menunjukkan bahwa usaha coping yang dilakukan bervariasi, tidak harus langsung menuju kepada pemecahan masalah.
Nieve (2014) menjelaskan strategi coping adalah kewaspadaan, perhatian, dan pemantauan seseorang yang mengacu pada upaya kognitif untuk menganalisis atau mengubah pemikiran seseorang tentang masalah. Strategi coping dapat digambarkan sebagai upaya kognitif dan perilaku yang digunakan individu untuk mengelola tuntutan spesifik atau stressor yang melebihi sumber daya tersedia Dressler (1991). Menurut Bahramizade dan Besharat, 2010 (dalam Nieve, 2014) strategi coping adalah upaya seseorang yang tekun dalam menyelesaikan dan mengelola stressor.
Dapat disimpulkan bahwa strategi coping adalah upaya mengelola tuntutan eksternal atau internal yang membebani atau melebihi sumber daya yang dimiliki.
Penelitian ini menggunakan definisi coping dari Lazarus dan Folkman (1984) karena secara lebih spesifik menjelaskan adanya proses pada kognitif dan perilaku, juga adanya batasan dalam definisinya mengenai strategi coping berfokus pada tuntutan yang dinilai membebani atau melebihi sumber daya seseorang. Segala bentuk tingkah laku maupun pemikiran yang tidak membutuhkan usaha lebih tidak dapat digolongkan sebagai coping.
2.2.2 Dimensi Strategi Coping
Carver et.al (1989) mengembangkan multidimensional coping inventory untuk menilai berbagai cara individu dalam merespons stres yang dibagi atas tiga dimensi yang diadaptasi dari Lazarus dan Folkman (1984) , yaitu problem focused coping, emotion focused coping dan maladaptive coping yang terbagi atas tiga belas subdimensi.
Problem focused coping, merupakan upaya untuk memecahkan masalah atau usaha untuk melakukan tindakan langsung pada sumber stres dengan tujuan untuk menyelesaikan masalah atau mengurangi sumber stres. Hal ini dilakukan jika individu merasa bahwa sesuatu yang konstruktif dapat dilakukan terhadap situasi tersebut, atau individu tersebut yakin bahwa sumber daya yang dimilikinya dapat mengubah situasi. Coping ini terdiri atas lima subdimensi, yaitu:
a. Active coping, pengambilan langkah aktif yang ditujukan untuk mengurangi atau menghilangkan stressor ataupun memperbaiki dampak stres.
b. Planning, yakni memikirkan bagaimana cara menghadapi stressor yang ada.
Aktivitas ini meliputi pencetusan strategi tindakan yang akan digunakan dan bagaimana cara yang terbaik dalam menghadapi masalah.
c. Suppresion of competing activities, yakni mengurangi aktivitas lain, sehingga dapat lebih fokus dan dalam menghadapi masalah atau tantangan yang dihadapi.
d. Restraint coping atau pengendalian, merupakan bentuk coping menunggu adanya kesempatan yang tepat untuk bertindak, menahan diri, dan bertindak dengan pemikiran yang matang.
e. Seeking of instrumental social support merupakan bagian dari penyelesaian masalah yang bersifat instrumental seperti mencari saran, bantuan serta informasi yang dapat membantunya menyelesaikan masalah.
Emotion focused coping, merupakan usaha untuk mengurangi atau mengelola tekanan emosional yang diasosiasikan dengan situasi, bertujuan untuk mengurangi atau mengatur emosi negatif yang ditimbulkan oleh situasi yang menekan. Emotion focused coping cenderung ada ketika individu tidak dapat mengubah situasi yang menekan dan hanya dapat menerima situasi tersebut karena sumber daya yang dimilikinya tidak sekuat untuk menghadapi tuntutan situasi. Coping ini terdiri atas lima subdimensi, yaitu:
a. Seeking social support for emotional reasons, merupakan coping dengan mencari dukungan sosial seperti dukungan moral, simpati dimengerti atau sikap orang lain yang memahami masalahnya.
b. Positive reinterpretation and growth, merupakan usaha mengatasi emosi negatif yang dialaminya dengan cara mencoba untuk mencari sisi positif atau hikmah dari pengalamannya.
c. Denial, yakni menolak untuk percaya bahwa stressor yang dihadapi benar-benar ada atau bertindak seolah-olah stressor tidak nyata.
d. Acceptance merupakan kebalikan dari denial, dimana seseorang dapat menerima dapat menerima kenyataan dari situasi yang penuh stress.
e. Turning religion merupakan coping merupakan pengembalian masalah pada agama guna meminta pertolongan pada Tuhan. McCrae and Costa (dalam Carver et.al, 1989) menjelaskan bahwa coping ini cukup penting untuk banyak orang. Ini dikarenakan agama dianggap mampu menyediakan dukungan sosial.
Maladaptive coping adalah pengurangan usaha untuk mengatasi masalah dan pengalihan pada suatu kegiatan. coping ini berpotensi mengahambat pengunaan active coping. Coping ini bisa menjadi tidak berfungsi apabila digunakan dengan waktu yang lama. Coping ini terdiri atas tiga subdimensi, yaitu:
a. Focussing on and venting of emotions, merupakan coping yang cenderung fokus pada stress atau kesusahan yang dialami untuk memberi ruang perasaan itu. Fokus pada stress dapat mengalihkan individu untuk melakukan active coping.
b. Behavioral disengagement, yaitu pengurangan usaha dari individu untuk mengatasi sumber stres, bahkan sampai menyerah dalam mencapai tujuan karena dihambat oleh sumber stress. Coping ini direfleksikan pada perilaku helplessness (ketidak berdayaan).
c. Mental disengagement, merupakan variasi dari behavioural disengagement.
Coping ini menggunakan aktifitas alternatif untuk mengatasi stres. Contohnya, seperti melamun, dengan tidur dan menononton televisi.
2.2.3 Pengukuran Strategi Coping
Pengukuran coping dapat menggunakan alat ukur yang bernama ways of coping questionare (WoCQ). Skala ini dikembangkan oleh Lazarus dan Folkman (1986).
WoCQ terdiri atas 66 item yang mengukur delapan subdimensi, yaitu confrontive coping, distancing, self-controlling, s`eeking social support, accepting responsibility, escape-avoidance, planful problem-solving dan positive reappraisal dengan bentuk respon menggunakan skala likert.
Selain WoCQ yang dibuat oleh Lazarus dan Folkman, Carver et.al (1989) juga mengembangkan alat ukur coping yang di adaptasi dari Lazarus dan Folkman yang disebut dengan COPE inventory. COPE inventory pertama kali dipakai oleh Carver et.al pada tahun 1989. Alat ukur ini terdiri atas 52 item yang mengukur 3 dimensi, yaitu problem-focused coping, emotion-focused coping dan maladaptive coping dengan 13 subdimensi active coping, planning, suppression of competing activities, restraint coping, positive reinterpretation & growth, seeking of emotional social support, positive reinterpretation, acceptance, denial, turning to religion, focus on and venting of emotions, behavioral disengagement dan mental disengagement dengan bentuk respon menggunakan skala likert. Seiring dengan waktu COPE inventory mengalami perkembangan.
Dikarenakan COPE inventory berjumlah 60 item, tentu dalam pengerjaannya membutuhkan waktu yang lama. Berangkat dari persoalan ini
Carver (1997) membuat alat ukur COPE yang lebih ringkas atau disebut dengan Brief COPE. Brief COPE sedikit berbeda dengan COPE inventory, karena pada Brief COPE satu subdimensi diukur dengan dua item dimana pada COPE inventory satu subdimensi diukur menggunakan empat item. Selain itu ada tiga subdimensi yang dirubah namanya yaitu positive reinterpretation and growth menjadi positive reframing, focus on and venting of emotions menjadi venting dan mental disengagement menjadi self distraction. Restraint dan suppression of competing activities dihilangkan karena pada penelitian sebelumnya tidak berpengaruh signifikan (Carver, 1997). Sehingga pada saat ini Brief COPE mengukur tiga dimensi, yaitu problem-focused coping, emotion-focused coping dan maladaptive coping. Dengan 14 subdimensi self-distraction, active coping, denial, substance use, use of emotional support, use of instrumental support, behavioral disengagement, venting, positive reframing, planning, humor, acceptance, religion dan self-blame dengan jumlah item 28.
Pada penelitian ini penulis menggunakan alat ukur Brief COPE yang diadaptasi dari instrument bakunya yang berbahasa Inggris kemudian diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia. Selain itu alat ukur ini lebih baru dibandingkan COPE inventory dan jumlah item yang lebih ringkas sehingga tidak menghabiskan banyak waktu dalam pengerjaannya.