• Tidak ada hasil yang ditemukan

C. Pengaruh Pelaksanaan Ujian Nasional Terhadap Motivasi Belajar Pendidikan Agama Islam

11. Strategi Memotivasi Belajar Peserta Didik

Sebelum melanjutkan pembahasan mengenai strategi memotivasi peserta didik belajar, perlu ditekankan sekali lagi bahwa kepribadian murid mempunyai peranan yang penting dalam motivasi atau dengan kata lain dorongan-dorongan dasar dan pengalamannya merupakan faktor-faktor yag berperan dalam situasi-situasi belajar.

Di dalam proses pembelajaran, khususnya peserta didik yang belajar itu tidak di tentukan oleh power dalam dirinya, atau stimulus-stimulus yang datang dari lingkungan, akan tetapi merupakan interaksi veedback dari determinan individu maupun lingkungan. Oleh karena itu kita memerlukan sebuah langkah strategi dalam pembelajaran agar murid tetap termotivasi belajarnya. Di bawah ini penulis coba mengemukakan beberapa prinsip strategi memotivasi dan perlu mendapat perhatian agar tercapai perbaikan-perbaikan dalam motivasi. Adapun dengan strateginya antara lain, yaitu;

Pertama, menjelaskan tujuan pembelajaran kepeserta didik.

Menurut penulis bahwa disetiap awal kegiatan pembelajaran, guru harus menawarkan kepada peserta didik beberapa tujuan yang akan di capai dari berbagai pokok pembahasan di setiap pembelajaran berlangsung, agar timbulnya sebuah motivasi/ minat belajar siswa lebih dalam, walaupun dalam pembelajaran konstruktivistik tujuan para murid itu pasti berbeda-beda tapi setidaknya guru sudah memberikan tujuan apa saja di awal pembelajaran.

Dalam tujuan pembelajaran juga, yang penulis alami dalam mengajar bahwa tujuan pembelajaran tidak hanya sebatas pada aspek kognitif tapi juga apektif dan psikomotorik sesuai dari form pokok bahasan materi, setiap materi

tidaklah dominan satu aspek saja tetapi juga ada aspek yang lain. Misalnya penulis mengajar BTQ (Baca Tulis Al-Qur’an) dengan pokok bahasan membaca dan menulis, tidaklah dominan aspek kognitifnya saja tapi juga ada aspek psikomotorik, yang mana peserta didik perlu melakukan penulisan dan kegiatan yang melibatkan jiwa raganya untuk menyelesaikan masalah, begitu juga dengan aspek afektifnya, perlu ketelitian dalam hal menulis, kerapihan, dan kelancaran dalam membaca Al-Qur’an.

Kedua, hadiah dan pujian. Hadiah dilihat dari segi positif terhadap belajar diharapkan untuk, (1) meningkatkan kemungkinan dan intensitas tindakan perilaku yang mengarah ke objek tersebut (belajar juga disebut positi reinforcement), (2) menghasilkan pendekatan dan prilaku consummatory dan merupakan hasil pengambilan keputusan ekonomi, dan (3) mendorong persaan subjektif dari kesenangan dan hedonia. Hadiah sanga penting untuk kelangsungan hidup individu dan gen dan mendukung proses dasar seperti minum, makan, dan lainnya.35

Ketiga, hukuman. Peranan hukuman dalam proses belajar tidaklah semudah diperkirakan, dan pemberian hukuman terhadap suatu respon dapat menimbulkan akibat-akibat yang tidak terduga dan bermacam-macam. Pemberian hukuman terhadap suatu respon biasanya akan menyebabkan meghilangnya respon itu dengan segera.

Keempat, kompetesi. Beragam strategi untuk menumbuhkan motivasi belajar peserta didik, disamping yang telah dipaparkan diatas, strategi kompetesi juga merupakan taktik untuk memotivasi belajar. Dalam teorinya Mc. Clellend menyebutkan bahwa seorang terobsesi berprestasi tinggi dalam belajarya, maka ia akan berupaya mengatasi rintangan-rintangan berat yang menghambatnya dalam berbagai bentuk upaya dan kerja kerasnya dalam mencapai tujuan yang dicita-citakan, dia menggunakan berbagai keterampilan dan pengalamannya, rajin membaca buku, membeli buku, dan berupaya untuk mencapai kebutuhan berprestasi (need for achievement).

Dari penjelasan di atas mengenai kompetensi, penulis juga melakukan suatu pembelajar PBL yaitu suatu metode berbasis masalah yang mana metode ini

35

Martinis Yamin, Paradigma Baru Pembelajaran. (Jakarta: Gunung Persada Press: Jakarta. 2011) Cet. Ke-1 h. 238.

akan meningkatkan belajar murid karena di akan belajar langsung mengenai kehidupannya langsung. Penulis juga mengajar pelajaran akhlak tidak terpuji, disini murid akan menjelaskan apa saja dan memaparkan bagaimana solusinya. Dari hal ini akan munculnya sebuah kompetensi yang unggul karena siswa belajar langsung dengan sesuai permasalahan dalam kehidupannya.

Kelima, membangkitkan dorongan kepada anak didik untuk belajar.

Menurut penulis dapat di pahami bahwa kemampuan seorang guru untuk menjadikan dirinya sendiri ‘model’ yang mampu membangkitkan rasa ingin tahu dan kesanggupan dalam diri anak didik, merupakan asset pertama dalam memotivasi seorang anak untuk belajar. Dari sinilah guru harus berperan penting dalam memberika dorongan, hal ini selaras dengan moto pendidikan yaitu tertera pada Tut Wuri Handayani.

Keenam, membentuk kebiasaan belajar yang baik. Kebiasaan adalah aspek manusia yang menetap, berlangsung secara otomatis tidak direncanakan. Kebiasaan mungkin merupakan hasil pelaziman yang berlangsung pada waktu yang lama atau sebagai reaksi khas yang diulangi seseorang berkali-kali. Senada dikemukakan the liang gien (1995) bahwa “suatu kebiasaan adalah prilaku seseorang yang dilakukannya secara tetap atau sama dari waktu kewaktu tanpa pemakain banyak pikiran sadar”. Oleh karena sifat dasarnya yang spontan dan otomatis.36

Di dalam hal ini penulis dapat memahami bahwa kebiasaan belajar bukanlah akat ilmiah atau pembawaan kelahiran yang di miliki peserta didik sejak kecil, melainkan perilaku yang dipelajari secara sengaja ataupun tidak sadar dan selalu di ulang-ulang, sehingga pada akhirnya terlaksana secara spontan tanpa memerlukan sebuah pemikiran yang secara sadar ataupun repleks sebagai sebuah tanggapan yang otomastis terhadap sesuatu situasi belajar yang baik.

Adapun dengan kebiasaan belajar yang baik pasti membantu seseorang peserta didik mencapai sukses dalam belajarnya. Disini penulis dapat menemukan adanya 3 problematika yang di hadapi oleh kebanyakan peserta didik adalah

pertama, kesulitan dalam menejemen waktu belajar, kedua, tidak tahunya atau

36 Martinis Yamin, Paradigma Baru Pembelajaran. (Jakarta: Gunung Persada Press: Jakarta. 2011) Cet. Ke-1 h. 245.

tidak mampunya dalam menempuh temperatur buku yang harus di penuhi dalam tugas akademiknya, dan yang ke-tiga adalah kebiasaan membaca lambat.

Menurut Richard, di dalam penunjang lain untuk membangkitkan motivasi belajar yang baik kepada peserta didik adalah sebagai berikut:

1) Guru haru mengetahui bahwa orang dapat belajar dengan baik sekali apabila pelajarannya disusun menurut pola tertentu sehingga peserta didik mengetahui apa yang menjadi sasaran pelajarannya.

2) Orang dapat belajar dengan baik sekali apabila mereka dapat meliahat hubungan antara pelajaran itu dan dirinya sendiri.

3) Orang dapat belajar dengan baik sekali jikalau merasa dapat menguasai isi pelajarannya.

4) Orang dapat belajar lebih baik jikalau melihat manfaatnya dalam kehidupan mereka.37

Dari paparan yang telah diungkapkan oleh Richard, penulis dapat memahami bahwa menjadi seorang motivator, seorang pendidik juga tidak terlepas dari perannya sebagai pengelola kelas. Pendidik harus berpikir dan membuat strategi kegiatan di dalam kelas supaya menarik perhatian dan memberikan rangsangan untuk belajar, yaitu bisa dengan berbgai metode ataupun gaya (style) mengajar seorang pendidik.

Ketujuh, membantu kesulitan belajar anak didik secara individual maupun kelompok. Aktivitas belajar bagi setiap individu, tidak selamanya dapat berlangsung secara wajar. Kadang-kadang lancar, kadang-kadang tidak, kadang-kadang teramat sulit. Dalam hal semangat, terkadang semangatnya tinggi, tetapi juga sulit untuk mengadakan konsentrasi. Kesulitan belajar merupakan kekurangan yang tidak nampak secara lahiriyah.38

Dari ketujuh strategi memotivasi peserta didik, bahwa Ketidak mampuan dalam belajar tidak dapat dikenali dalam wujud fisik. Hal ini berbeda dengan orang yang tidak mengalami masalah kesulitan belajar. Kesulitan belajar ini tidak selalu disebabkan karena faktor kecerdasan yang menonjol belum tentu menjamin keberhasilan belajar. Dengan demikian penulis dapat mengatakan bahwa kesulitan belajar adalah suatu kondisi proses belajar yang ditandai hambatan-hambatan tertentu dalam mencapai hasil belajar.

37

Ibid, h., 247.

38 Ibid.

Adapun dalam hambatan-hambatan tersebut, dari beberapa buku yang penulis baca, disini penulis dapat menjelaskan hasil sintesis penulis bahwa adanya sebuah faktor-faktor penyebab kesulitan belajar dapat digolongkan kedalam dua golongan, yaitu:

a) Faktor intern (faktor dari dalam diri anak itu sendiri) yang meliputi: pertama,

faktor fisiologis adalah faktor fisik dari anak itu sendiri. Misalnya Seorang murid yang sedang sakit mata, tentunya akan mengalami kelemahan secara fisik, terutama pada penglihatannya. Sehingga proses menerima pelajaran, memahami pelajaran pun menjadi tidak sempurna. Kedua, faktor psikologis adalah berbagai hal yang berkenaan dengan berbagai prilaku yang ada dibutuhkan dalam belajar. Misalnya pada murid yang mempunyai berbagai tipe belajar, yang mana guru harus mengenal betul secara dalam tentang muridnya tersebut.

b) Faktor eksternal (faktor dari luar anak) meliputi; pertama, faktor-faktor sosial adalah seperti cara mendidik anak oleh orang tua mereka dirumah, bahkan lingkungan masyarakatnya pun turut serta dalam belajarnya. Anak-anak yang tidak mendapakan perhatian yang cukup tentunya akan berbeda dengan anak-anak yang cukup mendapatkan perhatian. Kedua, faktor-faktor non-sosial yaitu yang dapat menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar adalah terletak pada faktor guru disekolah, kemudian alat-alat pembelajaran, kondisi tempat belajar, serta kurikulum.

BAB III

Dokumen terkait