• Tidak ada hasil yang ditemukan

Petani di Gurusinga menerapkan beragam pola tanam di ladang mereka. Pilihan pola tanam masing-masing petani cenderung didasarkan pada pengalaman mereka dalam menanam jenis tanaman tersebut pada waktu tanam yang lampau. Pengalaman itu mengajarkan kepada mereka apa yang harus ditanam pada waktu tanam berikutnya. Berikut ini akan dideskripsikan bagaimana petani Gurusinga menerapkan pilihan strategi pola tanam untuk mendapat keuntungan maksimal di setiap panen.

1. Petani Lahan Tunggal

Petani dengan lahan tunggal mengantisipasi ketidakpastian iklim, serangan hama dan fluktuasi harga pasar dengan menggunakan dua strategi. Pertama, mereka memilih beberapa jenis pola tanam dan ada juga petani yang menyewa ladang lain. Petani dengan modal relatif kecil dan tidak berani berspekulasi untung-untungan cenderung memilih alternatif pertama. Petani dengan modal relatif besar dan bagi mereka yang berani berspekulasi akan memilih alternatif kedua.

Bagi petani yang memilih alternatif pertama cenderung akan memilih pola tanam campur-campur, tumpang tindih. Beberapa petani lainnya ada juga memilih pola tanam tua-muda. Tua-muda kurang diminati kelompok petani dengan modal relatif keciI karena biaya perawatan tanaman tua seperti jeruk relatif mahal menurut mereka. Selain itu tanaman jeruk baru mulai dapat menghasilkan setelah 2 tahun21.

21

Menurut petani di Gurusinga, tanaman jeruk telah mulai berbuah setelah berusia lebih dari satu tahun. Mereka mengatakan buah yang dihasilkan belum memberi keuntungan karena relatif sedikit. Mereka menyebut usia ini dengan penyebutan

sangana erlajar erbuah (sedang belajar berbuah). Masa ini buah jeruk hanya dapat diharapkan untuk dikonsumsi sendiri dan hanya relatif sedikit jumlah yang dapat dijual. Pada periode panen awal ini, menurut petani hasil penjualan jerukpun tidak cukulp untuk membeli pupuk dan pestisida yang digunakan untuk merawat jeruk.

Sri Alem Sembiring: Pengetahuan & Strategi Petani Hortikultura:Kompetensinya dlm Peningkatan Pendapatan Petani , 2002 USU Repository©2006

Penanaman beragam tanaman ini dimaksudkan petani untuk mengantisipasi kerugian akibat kondisi ketidakpastian iklim, serangan hama dan penyakit dan juga fluktuasi harga tanaman yang sangat cepat. Jika tidak diantisipasi dengan pilihan keragaman tanaman, maka jika bernasib baik dapat untung besar. Tetapi juga dapat rugi besar.

Petani yang hanya memiliki satu lahan dan tidak menyewa lahan ini mengatakan bahwa masalah utama yang tidak dapat mereka tangani dari tiga kondisi ketidakpastian di atas adalah tingginya fluktuasi harga pasar. Sebagaimana diungkapkan Pak SG (45 tahun):

"Kalau iklim itu adalah hak Tuhan Yang Kuasa, kami petani tidak bisa campuri sama sekali, begitu juga serangan hama dan penyakit sangat tergantung iklim. Tapi masih bisa kami campuri dengan bantuan perawatan dan pestisida. Tetapi kalau harga, wah... itu kuasanya pemerintah dan Bosslah, kami tidak bisa campuri, kami ini apalah... Jadi Untuk antisipasinya ya.. tanamlah bermacam-macam, kalau tidak tomat mahal..mudah-mudahan wortel, atau buncis atau kentang atau bunga kol (kubis bunga, pen) atau apa sajalah"

Mengenai tingginya fluktuasi harga ini, petani mengatakan bahwa mereka selalu dipusingkan dengan pilihan kapan harus memanen tanaman jika usia panen sudah tiba. Apakah pada pagi hari, siang atau sore. Karena harga dalam satu hari dapat berubah-ubah di pasar induk lokal di Berastagi. Beberapa petani malah mengatakan bahwa kesulitan tidak hanya pada saat memilih waktu panen di ladang dan kapan membawanya ke pasar, tetapi kesulitan juga timbul pada saat memilih detik-detik untuk memutuskan ‘lepas’ barang (jual) atau ‘tahan’ (menunda menjual) dengan harapan harga naik. Kompleksnya pilihan untuk menjual ini juga diungkapkan oleh Ibu NG (50 thn) yang mengelola lahan tunggal:

“Saya pernah pilih panen buncis pagi hari, lalu menjelang siang saya bawa ke pasar Berastagi, sekitar( jam 2 siang ada yang tawar Rp.700 satu kilo. Saya tidak jual dengan harapan sebentar lagi mungkin akan naik, karena saya lihat tidak ada petani yang bawa buncis, eh.. malah turun jadi Rp650,- satu kilo. Tunggu lagi naik sedikit jadi Rp.700,- tunggu lagi naik jadi Rp.850,- tunggu lagi jadi Rp.800,- tunggu lagi Rp.700,- akhirnya sampai jam 5 sore harapan saya tidak terkabul. Harga turun dan akhirnya saya lepas dengan harga Rp.650,- padahal ada sekitar 50 kg panen saya, coba bayangkan kalau saya hanya tanam buncis, kan rugi,,;saya punya harapan dari tanaman wortel yang 4 hari lagi bisa dipanen”.

Sri Alem Sembiring: Pengetahuan & Strategi Petani Hortikultura:Kompetensinya dlm Peningkatan Pendapatan Petani , 2002 USU Repository©2006

Kondisi ketidakpastian ini juga yang menyebabkan petani dengan ladang tunggal ini tidak berani berspekulasi untuk menyewa ladang lain. Karena disamping biaya sewa ladang yang relatif tinggi menurut mereka. Mereka juga ditakutkan dengan kerugian akibat naik-turunnya harga yang begitu cepat untuk sebahagian jenis tanaman muda yang mereka budidayakan.

Bagi petani lahan tunggal yang memilih alternatif kedua, yaitu dengan menyewa lahan lain mempunyai dilemma yang sama dengan petani pemilik lahan lebih dari satu (lahan multi). Karena mereka juga sudah tergolong sudah memiliki lahan lebih dari satu. Sehingga strategi mereka cenderung sama dengan petani lahan multi sebagaimana yang akan diuraikan dibawah ini.

2. Petani Lahan Multi

Petani dengan lahan multi yang dimaksud adalah petani yang memiliki lebih dari satu ladang. Petani ini menanami beberapa ladang secara bersamaan dengan memilih beberapa macam pola tanam. Peluang pilihan keragaman jenis tanaman lebih banyak bagi petani lahan multi dibandingkan dengan petani lahan tunggal. Petani lahan multi cenderung memilih pola tanam rotasi atau sada-sada ataupun ragi-agi untuk salah satu ladang mereka.

Pilihan pola tanam sada-sada dan ragi-agi cenderung membutuhkan modal yang relatif lebih besar karena menanam satu jenis tanaman dalam satu ladang. Dengan demikian, biaya perawatan tanaman menjadi lebih besar. Selain itu, resiko kerugian juga lebih besar karena tidak ada tanaman lain sebagai altematif penutup kerugian di ladang yang sama jika harga tanaman itu tiba-tiba murah mengingat tingginya fluktuasi harga.

Sebagai antisipasi kerugian, petani lahan multi cenderung menanami lahan ladang mereka yang lain dengan pola tanam campur-campur, tumpang-tindih atau tua muda. Mereka mengharapkan tanaman campuran di ladang lain tersebut sebagai ‘back up’ atau pelindung dari kerugian di ladang pertanian dengan pola tanam sada-sada dan ragi-agi. Tetapi, keuntungan besar juga menanti petani apabila pada saat mereka panen harga tanaman tinggi.

Sri Alem Sembiring: Pengetahuan & Strategi Petani Hortikultura:Kompetensinya dlm Peningkatan Pendapatan Petani , 2002 USU Repository©2006

Sehubungan dengan peluang kerugian besar dan untung besar ini, Pak PG (50 th) mengatakan kunci sukses dan pengalaman rugi besar beliau:

“Sebenarnya kami juga tidak sembarangan pilih tanaman, ada kiat-kiatnya kata orang Karo, ada cara bagaimana supaya kita tahu kira-kira 3 atau 4 bulan mendatang apa yang mahal. Tapi tidak selamanya tepat, namanya juga ramalan nakku……kita kan hanya berharap ramalan itu benar. Tapi kalau saya lebih banyak benarnya, pernah juga rugi besar, saya tanam kol (kubis, pen) waktu itu, kalau saya jual lebih banyak ruginya daripada kol itu saya cincang dan biarkan busuk di ladang. Kenapa tidak, ladang saya luas,harus bayar upahan untuk panen, beli keranjang, beli tanli, bayar ongkos angkut, semuanya lebih 300 perak saya hitung. Sedangkan harga hanya ditawar 300 perak, kan lebih rugi dijual, jadi biar saja busuk dan jadi pupuk di ladang,nah.. .itulah "Susahnya kami tukang cangkul, ha. .ha...”

Pak PG (50 th) yang memiliki 4 lokasi ladang berbeda juga menjelaskan bagaimana beliau menutupi kerugiannya dari hasil ladang lainnya yang ditanami dengan tanaman muda lain selain kubis:

“Pada waktu itu, untunglah ladang lain yang saya tanam kentang secara ragi-agi dapat harga (mahal, pen) dan juga tomat dan bunga kol juga harganya bagus, jadi tertutuplah kerugian saya dari ladang kol (kubis, pen) itu, kalau tidak, wah... hutang saya di kios pupuk dan obat (pestisida) tidak terbayar, uang sekolah anak dari mana...nah, itu enaknya kalau tanaman kita banyak, tidak dapat uang dari yang ini… dapat uang pula dari yang lain, gitulah...”

Penjelasan Pak PG ini dan juga beberapa petani lainnya menunjukkan bahwa keragaman pola tanam yang mereka praktikkan adalah cerminan dari keragaman kondisi ketidakpastian yang juga mengiringi kegiatan pertanian para petani di Gurusinga ini.

Dokumen terkait