• Tidak ada hasil yang ditemukan

 struktural dan fungsional; sejauh ini belum ada jaringan antara lembaga penggerak dengan LSM setempat, padahal dengan ini dapat menjadi media penyampaian informasi tentang gender ke masyarakat. Hasil analisis dengan menggunakan teori implementasi kebijakan publik dapat disimpulkan bahwa keberhasilan implementasi kebijakan pengarusutamaan gender di Kabupaten Batu Bara belum sepenuhnya diraih, namun tidak cukup bukti pula untuk menyatakan bahwa kebijakan pengarusutamaan gender itu sepenuhnya tidak berhasil, karena Kabupaten Batu Bara dihadapkan dengan permasalahan dan kendala. Selain itu, karena belum ada nya program yang responsif gender pada tiap SKPD terkecuali Badan Pemberdayaan Perempuan, maka dibentuklah upaya-upaya lain yang terkesan sebagai pengganti penerapan kebijakan pengarusutamaan gender ini.

Apabila dikaitkan dengan teori kebijakan publik, maka kebijakan pengarusutamaan gender ini memberikan dampak yang baik bagi perempuan di Kabupaten Batu Bara karena kebijakan ini memiliki tujuan dan tindakan yang bersifat positif, dan telah melalui setiap kategorinya mulai dari tuntutan, keputusan, pernyataan, hasil, dan dampaknya bagi masyarakat. Kebijakan publik yang dalam penelitian ini adalah kebijakan pengarusutamaan gender, bukan berarti tidak tepat atau tidak dapat mengurangi masalah gender di Kabupaten Batu Bara. Kegagalan bukan terletak pada kebijakan pengarusutamaan gender nya sebagai suatu kebijakan publik, namun pada pengimplementasiannya yang kurang baik dilakukan oleh para pengimplementator kebijakan tersebut.

Pengarusutamaan gender yang diimplementaskan di Kabupaten Batu Bara memiliki tujuan yaitu untuk meningkatkan kesadaran atau pemahaman para pengambil keputusan tentang pentingnya keadilan dan kesetaraan gender, dimilikinya komitmen para pengambil keputusan, adanya pengintegrasian permasalahan, aspirasi dan kebutuhan laki-laki dan perempuan di berbagai sektor pembangunan dalam mewujudkan kualitas pembangunan daerah yang berkeadilan gender, serta meningkatkan peran kelembagaan pengarusutamaan gender untuk mempercepat pelaksanaan perencanaan dan penganggaran responsif gender.

Penggunaan teori nurture pada penelitian ini berkaitan dengan kondisi perempuan di Kabupaten Batu Bara yang mengalami pembedaan dengan laki-laki pada bidang tenaga kerja, pendidikan dan kesehatan, dimana perempuan memiliki

peran dan tugas yang berbeda dengan laki-laki. Dalam perjalanannya, ditemukan masalah yang tepat apabila dianalisis dengan menggunan teori nature, dimana terjadi pembedaan laki-laki dan perempuan karena kodrat atau jenis kelamin, dimana ketidak-adilan gender terjadi pada perempuan yang pada penelitian ini ditemukan pada pada bidang pendidikan karena perempuan sebagai kodrat tidak wajib sekolah. Namun seiring dilakukannya sosialisasi tentang gender, maka keadaan ini sudah membaik, bahkan perempuan melampaui laki-laki di bidang pendidikan.

Sehingga pada akhirnya penggunaan teori gender dengan aliran teori nature dan teori nurture dapat digunakan untuk membahas permasalahan gender di Kabupaten Batu Bara.

BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Adapun kesimpulan atau ikhtisar dari uraian mengenai Implementasi Kebijakan Pengarusutamaan Gender di Kabupaten Batu Bara, sebagai pendapat terakhir, peneliti menyimpulkan sebagai berikut:

Diterbitkannya Inpres Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender merupakan langkah tepat yang harus dilakukan pemerintah daerah kabupaten Batu Bara, sebab pemerintah daerah kabupaten Batu Bara harus melakukan atau mengimplementasikan pengarusutamaan gender ini dalam segi perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dari seluruh kebijakan dan program pembangunan.

Dalam pengimplementasiannya, kebijakan pengarusutamaan gender di kabupaten Batu Bara memiliki tingkat keberhasilan dan kesulitan masing-masing. Pada Dinas Tenaga Kerja, pelaksanaan pegarusutamaan gender menghasilkan upaya penanggulangan pengangguran bagi laki-laki dan perempuan, terdapat toleransi terhadap pekerja perempuan yang tertuang dalam bentuk cuti khusus perempuan (cuti hamil, cuti haid, dsb), adanya perlindungan ekstra bagi pekerja perempuan, dan selalu merujuk pada payung hukum atau undang-undang

mengenai pekerja perempuan. Pengaruh implementasi pengarusutamaan gender secara implisit menjadikan partisispasi pekerja perempuan meningkat dan perempuan jauh lebih terlindungi.

Pada Dinas Pendidikan, pelaksanaan pengarusutamaan gender menghasilkan upaya peningkatan mutu pendidikan bagi laki-laki maupun perempuan, disebabkan murid perempuan jauh lebih banyak jumlahnya daripada murid laki-laki maka upaya yang dilakukan hanyalah menjaga agar gender di pendidikan tetap seimbang, selanjutnya mengupayakan program les tambahan sore agar murid dapat memperoleh ilmu secara non-formal. Pengaruh pengarusutamaan gender untuk pendidikan sudah dirasakan meskipun hanya dilaksanakan secara implisit. Selain itu penyelenggaraan pendidikan di Kabupaten Batu Bara dilakukan secara demokratis tanpa membeda-bedakan gender.

Pada Dinas Kesehatan, pelaksanaan pengarusutamaan gender menghasilkan upaya dalam memberantas nyamuk penyebab malaria dan DBD dengan melakukan pemberian kelambu bagi ibu hamil dan yang memiliki anak kecil, serta untuk umum. Pelaksanaan pengarusutamaan gender pada kesehatan tidak melihat pembedaan laki-laki dan perempuan, namun Dinas Kesehatan berpandangan pada Undang-undang Nomor 36 tentang Kesehatan dimana pada pasal tertentu menyebutkan perlindungan bagi reproduksi perempuan. Pengaruh pengarusutamaan gender untuk kesehatan terlihat pada hasil sosialisasi tentang imunisasi yang dikhususkan untuk para Ayah, sebab selama ini Ayah-lah yang

banyak melarang anak-anaknya untuk diimunisasi, dan berdampak pula pada para Ibu.

Kebijakan publik yang dalam penelitian ini adalah kebijakan Pengarusutamaan Gender, dalam pengimplementasiannya memang terdapat kendala terlebih dari segi anggaran, baik itu kendala anggaran di Dinas Tenaga Kerja, Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan. Selain itu kendala juga terjadi karena para implementator belum menganggap penting isu pengarusutamaan gender, sehingga perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan bentuk evaluasi dari seluruh kebijakan dan program pembangunan gender tidak tercapai.

Hasil daripada pengimplementasian kebijakan pengarusutamaan gender di Kabupaten Batu Bara memang belum sepenuhnya diraih, terlebih penerapan kebijakan pengarusutamaan gender hanya secara implisit. Namun bukan berarti kebijakan pengarusutamaan gender itu yang tidak tepat untuk mengurangi masalah gender di Kabupaten Batu Bara. Kegagalan bukan terletak pada kebijakan pengarusutamaan gender nya, namun pada pengimplementasiannya yang kurang baik dilakukan oleh para pelaku birokrasi atau pelaksana kebijakan tersebut.

4.2. Saran

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, terdapat kekurangan dalam mengimplementasikan kebijakan pengarusutamaan gender di Kabupaten Batu Bara, adanya kendala-kendala yang pada beberapa bidang tentunya menjadi penghambat bagi pembangunan perempuan itu sendiri. Terkait hal ini, sebaiknya pemerintah harus segera memberi perhatian lebih pada kebijakan pengarusutamaan gender dan diwujudkan dengan terbentuknya peraturan daerah pengarusutamaan gender untuk Kabupaten Batu Bara. Tidak terlihatnya masalah gender di Kabupaten Batu Bara bukan berarti pemerintah daerah juga tidak bertindak apapun sebab Inpres Nomor 9 Tahun 2000 mewajibkan untuk mengimplementasikan Pengarusutamaan Gender bahkan sampai tingat desa sekalipun.

Oleh karenanya disarankan adanya program yang responsif gender atau peraturan daerah tentang gender, agar apabila terjadi masalah gender maka bisa menangani masalah gender tersebut. Disamping itu disarankan agar sosialisasi tentang gender lebih gencar dilakukan Badan Pemberdayaan Perempuan Kabupaten Batu Bara, yang nantinya dapat mengembangkan pengetahuan tentang gender pada masyarakat di Kabupaten Batu Bara. Dengan pengetahuan tentang gender, kejadian seperti kekerasan terhadap rumah tangga dan pelecehan seksual yang sering terjadi sekarang ini bahkan kekerasan pada anak, dapat ditanggulangi lebih dini.

Dokumen terkait