• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Kebijakan Pengarusutamaan Gender di Kabupaten Batu Bara Chapter III IV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Implementasi Kebijakan Pengarusutamaan Gender di Kabupaten Batu Bara Chapter III IV"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGARUSUTAMAAN GENDER PADA BIDANG TENAGA KERJA, KESEHATAN DAN PENDIDIKAN DI

KABUPATEN BATU BARA

Bab tiga berisi penjelasan mengenai hasil data yang diperoleh di lapangan

dan memperlihatkan hasil analisis dari data yang diperoleh dengan menggunakan

teori gender, kebijakan publik dan implementasi kebijakan publik. Untuk

memperoleh informasi yang dibutuhkan maka telah dilakukan wawancara dengan

Kepala Dinas, Kepala Badan, ataupun mereka yang mewakili dan mumpuni dalam

memberikan data yang berkaitan dengan kebijakan pengarusutamaan gender di

Kabupaten Batu Bara, diantaranya, Bapak H. Sailan Nasution selaku Pelaksana

Tugas Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Batu Bara, Bapak Drs. Darwis, M.Si.

selaku Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Batu Bara, Bapak Parlindungan

Gultom selaku Kepala Tata Usaha Dinas Kesehatan Kabupaten Batu Bara, Ibu

Darmawati, S.Pd. selaku Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan Kabupaten

Batu Bara yang menjabat sejak tahun 2012, Bapak Rubi Siboro selaku Kepala

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Batu Bara, dan Bapak Amat

Mukhtas selaku Ketua Komisi C DPRD Kabupaten Batu Bara.

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah pada penelitian ini,

(2)

Kebijakan Pengarusutamaan Gender Pada Bidang Tenaga Kerja, Pendidikan, dan

Kesehatan, dan Pengaruh Implementasi Kebijakan Pengarusutamaan Gender

Terhadap Perempuan Pada Bidang Tenaga Kerja, Pendidikan Dan Kesehatan di

Kabupaten Batu Bara. Sehingga secara umum bab tiga berisi mengenai upaya

pemerintah daerah Kabupaten Batu Bara dalam melaksanakan kebijakan

pengarusutamaan gender pada bidang tenaga kerja, pendidikan dan kesehatan.

Selain itu berisi mengenai hasil dan capaian daripada pengimplementasian

kebijakan pengarusutamaan gender sehingga mampu dirasakan bagi perempuan di

Kabupaten Batu Bara.

3.1. Pelaksanaan Kebijakan Pengarusutamaan Gender Pada Bidang Tenaga Kerja, Pendidikan Dan Kesehatan

Pelaksanaan kebijakan Pengarusutamaan Gender (PUG) akan dijelaskan

dalam penelitian ini dengan tujuan agar dapat mengetahui proses dalam

merancang program-program responsif gender, sehingga nantinya dapat diketahui

apakah Dinas Tenaga Kerja, Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan Kabupaten

Batu Bara benar-benar melaksanakan/menerapkan kebijakan pengarusutamaan

gender sesuai Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000. Adapun upaya-upaya apa

saja yang dilakukan dinas tersebut sebagai bentuk telah diterapkannya kebijakan

(3)

Pelaksanaan mengenai kebijakan pengarusutamaan gender tertuang dalam

Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019 di Buku II yang berisi:

“Pengarusutamaan gender sebagai strategi mengintegrasikan perspektif gender dalam pembangunan. Pengintegrasian perspektif gender dimulai dari proses perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, serta pemantauan dan evaluasi seluruh kebijakan, program dan kegiatan pembangunan. Pengarusutamaan gender ditujukan untuk mewujudkan kesetaraan gender dalam pembangunan, yaitu pembangunan yang lebih adil dan merata bagi seluruh penduduk Indonesia baik laki-laki maupun perempuan. Kesetaraan gender dapat dicapai dengan mengurangi kesenjangan antara penduduk laki-laki dan perempuan dalam mengakses dan mengontrol sumber daya, berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dan proses pembangunan, serta mendapatkan manfaat dari kebijakan dan program pembangunan.”33

Melalui pembangunan yang mengintegrasikan perspektif gender tentunya

dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia, baik laki-laki maupun

perempuan. Dengan memberikan akses yang memadai, adil dan setara,

menjadikan laki-laki dan perempuan ikut berpartisipasi dalam pembangunan dan

memanfaatkan hasil-hasil pembangunan tersebut, serta turut mempunyai andil

dalam proses pengendalian/kontrol pembangunan.

Selain itu sesuai dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 132

tahun 2003 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender

Dalam Pembangunan di Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 67

Tahun 2011 Tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di

Daerah, juga menginstruksikan kepada semua unit pemerintah di bawah

(4)

koordinasi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah untuk mengintegrasikan

pengarusutamaan gender ke dalam perencanaan dan penganggaran responsif

gender (PPRG). Berdasarkan ketentuan tersebut, maka setiap daerah baik di

tingkat provinsi maupun kabupaten/kota perlu memiliki peraturan daerah atau

program-program yang responsive gender.34

Untuk mengawali pelaksanaan PPRG di daerah, pada tahun 2013 telah

dibentuk Sekretariat Bersama Nasional PPRG Daerah di bawah koordinasi

Kementerian Dalam Negeri serta telah disahkan Permendagri No. 67 Tahun 2011

tentang Perubahan Atas Permendagri No. 15 Tahun 2008 tentang Pedoman

Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di Daerah dan Permendagri No. 27

Tahun 2014 Tentang Pedoman Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Rencana

Kerja Pembangunan Daerah Tahun 2015. Di samping itu, telah disusun pedoman

pelaksanaan PPRG di berbagai bidang pembangunan di pusat dan daerah, seperti

bidang kesehatan, pendidikan, pekerjaan umum, perdagangan, perindustrian, ilmu

pengetahun dan teknologi, kelautan dan perikanan, dan infrastruktur.35 Bahkan

pemerintah daerah Provinsi Sumatera Utara juga mengeluarkan Surat Keputusan

Gubernur Sumatera Utara No. 188.44/778/KPTS/2013 tentang Pembentukan

Sekretariat Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender, yang mana

      

34Penyusunan Rencana Aksi Daerah Pengarusutamaan Gender Kabupaten Kendal.

http://bappeda.kendalkab.go.id/component/content/article/29-pemsosbud/83-penyusunan-rencana-aksi-daerah-pengarusutamaan-gender-kabupaten-kendal.pdf. Diakses pada tanggal 21 April 2015, pukul 10.23 WIB.

(5)

sekretariat ini bertugas meneliti kepastian pelaksanaan Pengarusutamaan Gender

dalam Rencana Kerja Anggaran SKPD dan menetapkan program utama untuk

dimasukkan pada awal penerapan PPRG. Sekretariat ini akan melakukan pelatihan

analisis gender dan menyusun lembar Anggaran Responsif Gender sampai ke

tingkat pemerintah daerah/kabupaten.36

PPRG merupakan langkah strategis untuk mencapai tujuan dari

pengarusutamaan gender. Melalui PPRG, pencapaian kesetaraan dan keadilan

gender akan semakin dekat untuk diwujudkan. Terdapat beberapa alat yang

digunakan dalam menyusun PPRG, yaitu teknik analisis gender Harvard,

Mozard, Strength- Weak- Oppotunities- Threat (SWOT), Gender Analisis

Pathway (GAP) dan Problem Based Approach (PROBA). Dari kelima alat ini,

yang diamanatkan oleh Permendagri No. 67 Tahun 2011 adalah GAP. GAP

adalah alat analisis yang bersifat evaluatif. Alat ini digunakan pada kegiatan yang

telah tercantum dalam Rencana Kerja Anggaran (RKA) atau Dokumen

Pelaksanaan Angaran (DPA).37 Pemerintah Daerah Kabupaten Batu Bara sendiri

belum pernah melakukan uji coba GAP ini, sehingga penggunaan PPRG sebagai

bagian dari strategi PUG belum dapat dikatakan berhasil dalam mengurai isu

gender yang ada di Kabupaten Batu Bara, terutama pada bidang tenaga kerja,

pendidikan dan kesehatan. Seperti yang dikutip dari wawancara dengan Ibu

Darmawati:

      

  Sumatera Utara Sukses Dapatkan Penghargaan di Bidang Gender. http://satker-mccbappenas.blogspot.co.id/2014/05/sumatera-utara-sukses-dapatkan.html. Diakses pada tanggal 07 september 2016, pukul 17:36.

(6)

“Untuk GAP, Kita sebenarnya belum sampai tahap itu, instruksi dari Kita memang ada, tapi baru akan dimulai beberapa bulan kedepan, dan itu juga masih tahap pelatihan. Pelatihannya untuk setiap bagian program, lalu akan Kita panggil BPP yang di Medan yaitu Ibu Maryamah selaku Biro Pemberdayaan Perempuan di Medan, beliau akan diundang untuk melakukan pelatihan kepada Kami, seperti mengenai GAP ini atau Anggaran Responsif Gender ini, dan pelatihan lain seputar PUG. Mungkin setelah dilakukannya pelatihan itu, barulah Kami bisa menghimbau untuk membuat GAP-nya. Sekarang ini untuk pengarusutamaan gender di Kita masih memasuk-masukkan programnya saja dan tidak semua kegiatan bisa dimasukkan pengarusutamaan gender itu. Program kesetaraan gender juga masih tahap peningkatan disini.”38

Pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 67 Tahun 2011 tentang

Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender Di Daerah, terdapat Pasal

4 Permendagri yang mengamanatkan; (1) Pemerintah daerah berkewajiban

menyusun kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan responsif gender yang

dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah atau RPJMD,

Rencana Strategis SKPD, dan Rencana Kerja SKPD. (2) Penyusunan kebijakan,

program, dan kegiatan pembangunan responsif gender sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dilakukan melalui analisis gender. Maka dari itu Kabupaten Batu

Bara berkewajiban menyusun kebijakan program, dan kegiatan pembangunan

responsif gender, yang mana dalam hal ini dituangkan dalam Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Daerah atau RPJMD. Berikut data beserta

anggaran seputar gender dalam RPJMD Kabupaten Batu Bara Tahun 2014 –

2019:

      

(7)

Tabel 3.1 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Batu Bara Tahun 2014 - 2019

No. Program Prioritas Pembangunan

Target Capaian Setiap Tahun Kondisi Akhir

(8)

Sumber: Bappeda Kabupaten Batu Bara

Adapun SKPD penanggung jawab atas program ini adalah Badan

Pemberdayaan Perempuan, Anak dan Keluarga Berencana (BP2KB). Pada Tabel

3.1. diatas menunjukkan bahwa program-program pembangunan yang ditangani

oleh BP2KB adalah program tentang anak, keluarga berencana, dan gender yang

tentunya juga sangat melekat bagi perempuan. Anggaran responsif gender untuk

bidang tenaga kerja dan pendidikan tidak lah ada, tetapi anggaran untuk bidang

kesehatan cukup banyak, seperti Program Keluarga Berencana dengan anggran

Rp. 2.447.995.044,- Program Kesehatan Reproduksi Remaja dengan anggaran Rp.

584.340.004,- Program Pelayanan Kontrasepsi dengan anggaran Rp.

1.246.592.004,- Program pembinaan peran serta masyarakat dalam pelayanan

KB/KR yang mandiri dengan anggaran Rp. 428.578.334,- Program

pengembangan model operasional BKB-Posyandu-PADU dengan anggaran Rp. 13.

(9)

973.900.004,- Dan Program Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Keluarga

Berencana dengan anggaran Rp. 7.149.245.634,-

Program prioritas pembangunan mengenai kesetaraan gender yang

tertuang dalam RPJMD Kabupaten Batu Bara masih dalam tahap peningkatan

atau penguatan program, dalam pelaksanaannya juga memakan anggaran yang

tidak sedikit. Seperti pada program Keserasian Kebijakan Peningkatan Kualitas

Anak dan Perempuan dengan anggaran Rp. 701.208.004,- dan target capaian 98%,

program Penguatan Kelembagaan Pengarusutamaan Gender dan Anak dengan

anggaran sebanyak Rp. 592.131.204,- di akhir periode RPJMD dengan target

97%. Selain itu ada juga program Peningkatan Kualitas Hidup dan Perlindungan

Perempuan dengan anggaran sebanyak Rp. 311.648.004,- dan target capaian 96%,

dan program Peningkatan Peran Serta dan Kesetaraan Jender dalam Pembangunan

dengan angaran sebanyak Rp. 1.714.064.004,- dan target capaian 99%.

Program-program tersebut adalah program yang mendukung kebijakan

pengarusutamaan gender, meskipun Badan Pemberdayaan Perempuan dan Anak

hanya memiliki program ini namun upaya lebih untuk menggiatkan kebijakan

pengarusutamaan gender tetap dilakukan.

Berdasarkan wawancara dengan Ibu Darmawati, alur pembuatan dan

pengajuan program pengarusutamaan gender oleh Badan Pemberdayaan

Perempuan pertama kali adalah dengan membuat program-programnya terlebih

(10)

badan dan kepala masing-masing bagian program. Setelah membahas dan

menetapkan program, maka akan diusulkan ke Bappeda. Oleh Bappeda, program

yang diusulkan akan ditinjau kembali. Biasanya program-program mengenai

pengarusutamaan gender banyak yang gugur ditahap ini, tetapi jika ada program

yang memenuhi syarat dan benar-benar penting maka Bappeda akan

mengajukannya ke DPRD. Dikatakan pula oleh Ibu Darmawanti, setiap program

memiliki jangka waktu, apabila pada periode pertama program itu berhasil maka

dapat diajukan lagi. Untuk masa sekarang, Badan Pemberdayaan Perempuan

memang sedang gencar-gencarnya membuat program pengarusutamaan gender,

namun program Kota Layak Anak adalah program yang tengah menjadi isu

hangat di Kabupaten Batu Bara.

Dalam menyusun program ataupun kebijakan, adapun pihak-pihak yang

terlibat adalah seperti pada kutipan wawancara berikut:

“Ada kepala badan, kepala bidang, sama bagian program. Masyarakat umum hanya dilibatkan ketika reses dan musrembang, Kita meminta masukan dan pendapat mereka baru Kita tuangkan keprogram Kita. Tapi selama ini belum ada sepertinya usulan yang datang itu tentang PUG”

Ibu Darmawati menambahkan:

(11)

terpakai tidak besar. Lagipula dana untuk PUG ini dari pemerintah pas-pasan.”39

Seputar anggaran pengarusutamaan gender, dalam membahas anggaran

Komisi C DPRD Kabupaten Batu Bara mengikuti mekanisme kelengkapan yang

disebut dengan badan anggaran yang dibentuk pada sidang paripurna. Banggar

akan membahas permasalahan dengan badan anggaran eksekutif dan badan

anggaran legislatif. Banggar eksekutif terdiri dari Satuan Kelengakapan Kerja

Daerah atau SKPD, sedangkan badan anggaran legislatif adalah DPRD. Dalam hal

ini SKPD lah yang memilki anggaran menyangkut masalah gender, seperti

BP2KB. Dimana usulan-usulan program dari BP2KB kepada DPRD akan dibahas

secara bersama-sama. Ketua Komisi C DPRD Kabupaten Batu Bara mengatakan:

“Jadi Kita memberikan itukan dukungan atau tidak, kembali lagi kalau Saya sih berapa anggaran untuk BP2KB itu menjadi pertanyaan, seberapa penting anggaran itu dikeluarkan untuk perempuan. Kalau memang penting ya Kita setujui, atau mungkin masalah-masalah perempuan itu muncul atau sumbernya dari Kita. kalau Kita ini adalah masalah yang muncul ditengah-tengah masyarakat masalah gender, masalah pemberdayaan perempuan misalkan, untuk petani, nelayan, bagaimana ibu-ibu punya usaha yang bisa diberdayakan untuk tingkatkan ekonomi, ya ini berkaitan dengan bidang kesejahteraan sosial, koperasi, pelaku ekonomi kecil. Maka Kita sangat mendukung apabila pihak eksekutif memiliki program-program PP untuk meningkatkan perekonomian keluarga. Jadi itukan berkaitan juga dengan tenaga kerja, berkaitan juga nantinya dengan kesehatan, dan pendidikan. Karena perempuan itu ada di lini ini.”40

      

 Data berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Darmawati selaku Kepala Badan Pemberdayan Perempuan Kabupaten Batu Bara pada tanggal 1 Maret 2016, pukul 14.00 – 15.30 WIB, bertempat di Kantor Dinas Pemberdayaan Perempuan, Anak, dan Keluarga Berencana Kabupaten Batu Bara. 

(12)

Dalam membahas seputar anggaran terlebih anggaran seputar gender, ialah

tergantung dari SKPD mana yang mengajukan program tersebut untuk dibahas.

Disinilah eksekutif dan legislatif akan bermitra untuk membahasnya. Untuk

pemberdayaan perempuan di Kabupaten Batu Bara masih berbentuk Kepala

Badan, Bapak Ali Mumthaz selaku Ketua Komisi C mengatakan sejauh ini

anggaran yang ada di BP2KB terpakai untuk sosialisasi dan menghadiri

pertemuan seputar gender dan anak di kota atau daerah lain. Disamping DPRD

prokatif terhadap program-program yang diajukan Badan Pemberdayaan

Perempuan, DPRD juga menunggu program yang datang dari eksekutif lain bila

mana dari pihak eksekutif memiliki program untuk peningkatan potensi

pemberdayaan perempuan. Namun sejauh ini belum ada dan apabila ada maka

DPRD akan melindungi dan membantu.

Dari hasil wawancara dengan Ibu Darmawati, adapun program yang bisa

diakses oleh laki-laki dan perempuan di Kabupaten Batu Bara diantaranya

program KB, program Human Trafficking, program KDRT, dan UMKM atau unit

koperasi. Selain itu, Ibu Darmawati juga menambahkan ada program-program

yang baru dilaksanakan tahun ini diantaranya program tentang ibu-ibu lanjut usia

dimana Badan Pemberdayaan Perempuan dan Anak memberi bantuan kepada

mereka berupa pelatihan agar lebih mandiri dan dapat menghasilkan uang.

Terdapat juga Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan Dan

(13)

atau terjadi KDRT atau Human Trafficking akan ada bantuan hukum bagi mereka,

untuk kasus tertentu juga diberikan terapi bagi yang mengalami trauma psikis.

Terkait upaya, adapun harapan Ibu Darmawati selaku Kepala Badan

Pemberdayaan Perempuan dan Anak mengenai kebijakan pengarusutamaan

gender ini, yaitu:

“Harapan Kita supaya perempuan dan laki-laki di Kabupaten Batu Bara memiliki hak yang sama. Karena dengan banyaknya faktor-faktor kesenjangan di Batu Bara ini tentu membuat kebijakan atau program PUG sangat dibutuhkan. Khususnya untuk perempuan, karena adik sendiri lebih meneliti kepada perempuan, Saya berharap dinas-dinas terkait yang adik teliti itu lebih banyak lagi membuka peluang bagi wanita. Selain itu Saya selaku Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan ya tentunya ingin program PUG bertambah, dan jika sudah ada berjalan dengan baik. Anggarannya juga mendukung. Karena untuk Kabupaten Kita ini masih belum terbuka wawasannya tentang kesetaraan gender, makanya terkesan lambat kegiatan-kegiatannya. Kegiatan juga masih sosialisasi, seperti perlindungan anak, human trafficking, para lansia, dan payung hukum bagi anak dan korban

KDRT. Karena sudah banyak juga kejadian, cuman karena perempuan di Batu Bara ini masih tabu, jadi tidak melapor, bahkan mereka malu karena menganggap aib. Dan mohon maaf sekali untuk anggaran Saya tidak bisa menyebutkan, namanya Saya juga ada atasan ya. Gimanalah, anggaran ini sensitif. Kebetulan minggu ini Kami di BPP akan ke Bali, tujuannya untuk melihat kegiatan Kota Layak Anak yang diharapkan dapat diimplementasikan disini, dan hal ini masih dibahas.”41

Selanjutnya dalam RPJMD Kabupaten Batu Bara 2014 - 2019 untuk

Program Penguatan Pembangunan Dinas Tenaga Kerja, Dinas Kesehatan dan

Dinas Pendidikan tidak ada menyebutkan program khusus mengenai

pengarusutamaan gender. Oleh karenanya pelaksanaan kebijakan

      

(14)

pengarusutamaan gender pada dinas tenaga kerja, dinas pendidikan dan dinas

kesehatan hanya memasukkan atau menerapkan kebijakan pengarusutamaan

gender secara implisit. Berdasarkan hasil wawancara dengan pelaksana tugas

dinas tenaga kerja, kepala dinas pendidikan dan kepala tata usaha dinas kesehatan,

secara tidak sengaja mereka menjawab dengan jawaban yang sama bahwa

kebijakan pengarusutamaan gender itu tidak pun dibuat secara khusus, tetapi

sudah dibahas dan diterapkan sejak lama. Pernyataan ini diperkuat oleh Bapak

Sailan selaku Pelaksana Tugas Dinas Tenaga Kerja:

“…kalau Disnaker berbarengan dengan instansi terkait sudah sejak dulu membahas dan melaksanakan PUG ini, bahkan Kami yang berbuat terlebih dahulu kalau masalah gender ini. Meskipun belum ada kebijakan secara tertulis yang khusus membahas masalah gender di tenaga kerja, tapi kan dari dulu sudah ada upaya dari Disnaker agar perempuan dan laki-laki mendapatkan pekerjaan yang adil. Saya kira seperti itu.”42

Bapak Darwis selaku Kepala Dinas Pendidikan menambahkan:

“Pelaksanaannya berjalan secara natural saja. Tanpa harus Kita utamakan gender itu, memang tidak utama, dan bahkan berlebih. Dalam pendidikan bisa Saya katakan sangat berlebih perempuannya, di kantor ini saja lebih banyak pegawai perempuan yang bekerja.”43

Bapak Parlindungan Gultom selaku Kepala Tata Usaha Dinas Kesehatan juga

menambahkan:

      

 Data berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak H. Sailan Nasution selaku Plt. Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Batu Bara pada tanggal 8 Maret 2016, pukul 10.00 – 12.00 WIB, bertempat di Kantor Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Batu Bara. 

(15)

“…harus butuh dana untuk kegiatan secara resmi, kecuali ada kegiatan tidak resmi, seperti secara individu Kita ngomgong-ngomong sama masyarakat, Kita sampaikan secara langsung kegiatan-kegiatan yang ada pengarusutamaan gendernya, seperti pembagian kelambu untuk ibu hamil dan menyusui, program KB untuk para bapak, dan lain-lain. Kalau untuk melaksanakan program atau kegiatan ini kan tidak ada program khusus dari dinas kesehatan tentang gender itu, jadi ya diterapkan secara implisit saja.”44

Meskipun belum ada program pengarusutamaan gender yang dibentuk

oleh dinas tersebut, tetapi bukan berarti kegiatan-kegiatan responsif gender yang

selama ini disosialisasikan oleh BP2KB tidak dibahas. Penerapan kebijakan

pengarusutamaan gender untuk bidang tenaga kerja, pendidikan dan kesehatan di

Kabupaten Batu Bara dianggap masih membutuhkan kajian yang lebih dalam,

sebab dari unsur sumber daya manusia baik implementatornya maupun

masyarakatnya belum mumpuni dalam menyerap informasi yang menjadikan

gender sebagai pokok pembahasan dan menjadikan perempuan sebagai unsur

pembangunan.45 Oleh karenanya Dinas Tenaga Kerja, Dinas Pendidikan dan

Dinas Kesehatan melakukan beberapa kegiatan sebagai upaya untuk membangun

dan menyetarakan perempuan di Kabupaten Batu Bara.

3.1.1. Pelaksanaan Kebijakan Pengarusutamaan Gender di Dinas Tenaga Kerja

      

 Data berdsarkan hasil wawancara dengan Bapak Parlindungan Gultom selaku Kepala Tata Usaha Dinas Kesehatan Kaupaten Batu Bara pada tanngal 4 April 2016, pukul 09.00-10.30 WIB, bertempat di Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Batu Bara.

(16)

Pelaksanaan kebijakan pengarusutamaan gender pada bidang tenaga kerja

di Kabupaten Batu Bara sebelumnya didasari oleh isu-isu kesenjangan gender

yang terjadi di pasar kerja, diantaranya, kurangnya pendidikan dan pelatihan soal

kerja, kurangnya modal sosial, adanya beban tanggung jawab keluarga, terjadinya

diskriminasi yang dialami perempuan maupun laki-laki dalam memperoleh status

pekerjaan, dan merupakan pemicu adanya pengangguran. Sebelumnya juga telah

dipaparkan pada Bab I mengenai kondisi tenaga kerja perempuan di Kabupaten

Batu Bara, dimana perempuan yang bekerja di Kabupaten Batu Bara hanya

sebanyak 1,603 jiwa, tidak sebanding dengan pekerja laki-laki yang mencapai

11,385 jiwa.

Dalam hal ini Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Batu Bara mempunyai

program pembangunan ketenagakerjaan untuk menanggulangi pengangguran. Ada

empat bidang yang dikerjakan oleh Disnaker Kabupaten Batu Bara, yaitu 1).

Bidang Pengawasan Ketenagakerjaan, adalah bidang untuk mengawasi peraturan

perundang-undangan agar berjalan sesuai dengan hubungan kerja. Yang dimaksud

dengan hubungan kerja ialah ada pemberi kerja, ada pekerja dan ada kompensasi

atau gaji. Dalam mengawasi peraturan perundang-undangan ini, terdapat pegawai

pengawas yang memiliki legitimasi mengawasi atau sebagai polisi proses

perundang-undangan tenaga kerja. 2). Bidang Hubungan Industrial, adalah bidang

mengenai perselisihan. Apabila terjadi perselisihan di perusahaan, akan

diselesaikan berdasarkan peraturan perundang-undangan dan ada mediator. 3).

(17)

pengangguran. Berdasarkan data jumlah pengangguran yang ada, Disnaker

memberi informasi lowongan pekerjaan dengan tujuan sebagai pengendali

pengangguran., dimana setiap orang yang merasa menganggur bisa mendatangi

kantor Disnaker. Mereka mengisi data yang nantinya apabila ada lowongan

pekerjaan akan panggil, sesuai dengan ketrampilan pencari kerja dengan

perusahaan yang membuka lowongan pekerjaan. Dengan data tersebut, Disnaker

terbantu untuk bisa mengetahui jumlah pengangguran sebenarnya di Batu Bara.

Dan 4). Bidang Pelatihan, dimana pelatihan ini bertujuan meningkatkan kualitas

ketrampilan pencari kerja. Dalam bidang ini, Disnaker mempunyai Balai Latihan

Kerja yang mengatur beberapa kejuruan seperti ketrampilan dalam las, menjahit,

salon, memprosessing hasil-hasil pertanian, dan lain-lain. Dengan demikian

diharapkan outputnya para penganggur bisa mandiri dan bisa diserap oleh

perusahaan.

Terkait penanggulangan pengangguran di Kabupaten Bara Bara, Bapak

Sailan Nasution juga menambahkan :

(18)

teknologi tepat sama, apa bahan baku Kita disini, ini Kita kelola menjadi batako, paving block. Bisa Kita latih mereka dan ketika mereka sudah pandai, mereka bisa bekerja disitu.”46

Tidak terkecuali pengangguran pada perempuan, Bapak Sailan

mengatakan bahwa tidak ada pembedaan dalam menanggulangi masalah

pengangguran ini. Sebab sudah ada undang-undang ketenagakerjaan yang menjadi

pedoman Disnaker dan sebagai norma terhadap tenaga kerja, khususnya pekerja

perempuan. Undang-undang Ketenagakerjaan adalah produk daripada peraturan

internasional sebagai langkah untuk mengawasi, melindungi, menindaklanjuti

pegawai atau pekerja yang dirancang oleh PBB dan ILO. Bagi pekerja perempuan,

mereka harus terlindungi, dihargai kodratnya yang tentunya tidak sama seperti

pekerja laki-laki, hak-hak istimewa pekerja perempuan diberikan seperti cuti

hamil, cuti haid, dan apabila tidak diberikan perusahaan maka hal ini bisa

ditindak. Sebagai perlindungan fisik, pekerja perempuan juga harus merasa aman

seperti aman dari rumah ke tempat ia bekerja, dan jika mereka bekerja shift

malam, harus diberikan vitamin atau supplement tambahan.

Dengan adanya hubungan kerja antara pemberi kerja dan pekerja/buruh,

tentunya ada upah, atau gaji yang dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan

yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesempatan atau

peraturan perundangan-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh.

Pengupahan yang diterapkan Disnaker Kabupaten Batu Bara mengacu pada Upah

      

(19)

Minimum Kabupaten. Pada Disnaker, terdapat dewan pengupahan, dimana dewan

pengupahan ini setiap akhir tahun bersidang menentukan UPK. Jadi bukan

Disnaker yang menentukan upah tiap pekerja/buruh, baik pekerja perempuan

ataupun pekerja laki-laki.

Dewan Pengupahan terdiri unsur Apindo (pengusaha), unsur serikat

pekerja, dan unsur pemerintah. Lalu mereka bersidang untuk menetapkan suatu

angka Upah Minimum Kabupaten. Menurut Bapak Sailan, contoh prosedurnya

misalkan 1 juta rupiah sebagai hasil rekomendasinya, nanti rekomendasinya ini

akan dikirim ke Bupati dan ditanda tangani, tapi Gubernur lah yang menetapkan.

Apabila telah ditetapkan, baru Disnaker menyebarkan bahwa untuk upah tahun ini

adalah 1 juta rupiah. Perusahaan-perusahaan wajib melakukan sidang penentuan

upah, apabila mereka tidak ikut sidang maka akan dievaluasi oleh Disnaker.

Apabila ada pengaduan dari pekerja, baik dalam hal gaji tidak setimpal, bekerja

tidak sesuai dengan jam kerja, dan masalah pekerjaan lain maka pekerja/buruh

dapat menyampaikan hal itu pada Disnaker untuk ditindaklanjuti.47

Terkait kebijakan pengarusutamaan gender pada bidang tenaga kerja ini,

meskipun penerapannya belum maksimal, namun nilai dan norma dalam

menghargai pekerja perempuan dan memperjuangkan hak-hak perempuan

maupun anak agar memperoleh kesempatan yang sama dengan laki-laki terus

digiatkan. Bapak Sailan mengatakan bahwa dalam dunia kerja bukan gender yang

menentukan, tapi bagaimana pendidikan mereka dan dalam perjalanannya sejauh

      

(20)

mana mereka pernah terserap, dan bertahan di dunia kerja. Namun Disnaker dan

perusahaan-perusahaan yang ada di Kabupaten Batu Bara tetap mendukung

adanya kebijakan pengarusutamaan gender ini, seperti yang dikatakan Bapak

Sailan Nasution:

“Perusahaan-perusahaan lah yang mendukung, dari Dinas Pemberdayaan Perempuan juga mendukung. Kita juga menggunakan Dinas Pemberdayaan Perempuan sebagai narasumber. Kalau ada kegiatan PUG Kita diingatkan. Mereka ada sosialisasi ke masyarakat ya Kita juga diajak. Gender itu kan bisa dipertukarkan. Bias gender seperti stereotype, marginalisasi. Makanya gender jadi erat juga memang dengan tenaga kerja, cuman Kami perannya ya disitu norma perempuan dan anak, itu kaitannya dengan tenaga kerja. Kalau Kita sosialisasi ke perusahaan, Kita pasti bawa norma-norma tadi.”48

Bapak Sailan menyebutkan beberapa payung hukum sebagai bentuk

perlindungan pekerja perempuan yang dipakai Dinas Tenaga Kerja Kabupaten

Batu Bara adalah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan, Undang Dasar 1945 Pasal 27 dan Pasal 33,

Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah, Peraturan Menteri Tenaga

Kerja No. 8. Per-04/Men/1989 tentang Syarat-syarat Kerja Malam dan Tata Cara

Mempekerjakan Pekerja Peremuan pada Malam Hari, dan Keputusan Menteri

Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Kep. 224/Men/2003

Tentang Kewajiban Pengusaha yang Mempekerjakan Pekerja/Buruh Perempuan

antara pukul 23.00 sampai dengan Pukul 07.00. dan mengenai ketentuan tentang

perempuan mempunyai hak yang sama dengan laki-laki dalam bekerja Dinas

      

(21)

Tenaga Kerja Kabupaten Batu Bara merujuk pada Pasal 5 dan 6 UU No. 13

Tahun 2003.

Selanjutnya, upaya lain yang akan dilakukan oleh Disnaker adalah

memberikan pemahaman kepada semua stakeholder yang memperkerjakan

perempuan melalui sosialisasi, baik itu melalui brosur, seminar, diklat, radio,

maupun iklan televisi. Dengan tujuan agar masyarakat atau perempuan dan

perusahaan yang memperkerjakan perempuan memahami kebijakan

pengarusutamaan gender dan turut berperan dalam kebijakan ini. Bapak Sailan

menambahkan bahwa sosialisasi harus tetap dilakukan, sebab orang-orang seiring

waktu akan bertukar, pengusaha bertukar, buruh bertukar, pegawai dinas juga

bertukar, karenanya jangan pernah berhenti dalam member informasi seputar

pengarusutamaan gender ini.

3.1.2. Pelaksanaan Kebijakan Pengarusutamaan Gender di Dinas Pendidikan

Pelaksanaan kebijakan pengarusutamaan gender pada bidang pendidikan

di Kabupaten Batu Bara juga menjadi kajian dalam penelitian ini. Menurut Bapak

Darwis, pendidikan di Kabupaten Batu Bara terpengaruh oleh topografi wilayah

dan budaya daerah. Baik itu di wilayah pesisir ataupun bukan pesisir, pengaruh

pola pikir atau mindset masyarakat masih buruk dalam memandang pentingnya

pendidikan, hal ini dapat dilihat dari tingkat buta huruf dan jenjang pendidikan

(22)

Pendidikan di Kabupaten Batu Bara secara keseluruhan apabila dilihat dari

segi gender bukan merupakan suatu masalah, sebab murid perempuan dan murid

laki-laki sudah hampir seimbang atau 50:50, namun untuk guru lebih didominasi

oleh guru perempuan yaitu sebanyak 70%. Hal ini dipegaruhi oleh mayarakat

terlebih kaum perempuan dalam memandang pendidikan dan memperhatikan

pendidikan daripada kaum laki-laki, terbukti apabila sekolah-sekolah mengundang

orang tua untuk sosialisasi mengenai ujian ataupun Ujian Nasional, hampir 80%

kaum ibu yang menghadiri sosialisasi tersebut. Sehingga dapat dikatakan bahwa

tingkat kualitas pendidikan antara murid perempuan dan murid laki-laki di

Kabupaten Batu Bara sudah hampir setara, bahkan murid perempuan lebih

mendominasi.

Sarana pendidikan di Kabupaten Batu Bara juga mudah dijangkau, bahkan

untuk tingkat Sekolah Dasar tidak ada lagi masalah sebab tidak ada sarana-sarana

yang rusak. Akan tetapi sarana guna meningkatkan mutu pendidikan di Kabupaten

Batu Bara masih rendah. Bapak Darwis mengatakan bahwa rendahnya mutu

pendidikan di Kabupaten Batu Bara adalah karena keterbatasan dana atau

anggaran Dinas Pendidikan, terlebih untuk mendanai guru-guru agar bisa

menguasai alat-alat teknologi masa kini. Terkait sarana dan prasarana pendidikan,

Bapak Darwis menambahkan:

(23)

di Medang Deras juga tidak ada. Jadi sangat sulit terjangkaunya. Karena Saya sudah menawarkan beberapa lembaga pelatihan itu, les tambahan sore contohnya, sering hal itu masih terkedala dengan beberapa hal, pertama pengajarnya, ongkosnya, dan syarat-syarat tertentu.”49

Dalam meningkatkan kualitas pendidikan baik perempuan maupun

laki-laki di Kabupaten Batu Bara, Dinas Pendidikan melakukan upaya seperti

memberikan pelatihan kepada guru-guru agar memiliki kualitas yang baik

dibidang akademis maupun kepribadian, namun terlebih dulu merubah mindset

para guru adalah hal yang paling penting dilakukan. Kemudian Dinas Pendidikan

me-manage sarana-sarana yang sangat vital atau sarana-sarana yang sangat

mendesak dan prioritas untuk dipenuhi kebutuhannya. Adapun upaya-upaya ini

tertuang dalam RPJMD Kabupaten Batu Bara dengan Program Peningkatan Mutu

Pendidik dan Tenaga Kependidikan dengan anggaran Rp. 5.930.542.379,-

Program Peningkatan Kualitas Pendidikan dengan anggaran Rp. 2.544.412.504,-

Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun dengan anggaran

Rp.139.505.811.098,- dan ada juga Program Pendidikan Non Formal dengan

anggaran Rp. 13. 950.581.698,-

Dalam membuat program atau kebijakan, Kepala Dinas Pendidikan

Kabupaten Batu Bara mengatakan selalu berpandangan pada keadilan dan

kesetaraan gender. Akan tetapi mereka lebih mengutamakan kemampuan tanpa

melakukan pembedaan, sebab perempuan dan laki-laki secara gender dalam

      

(24)

bidang pendidikan adalah sama dalam memperoleh ilmu. Pelaksanaan

program-program juga berjalan secara natural. Pencapaian program-program pengarusutamaan

gender dibidang pendidikan juga sudah berlebih. Masyarakat juga sudah dapat

merasakan program-program tersebut, bahkan bagi perempuan.

Terkait implementasi kebijakan pengarusutamaan gender dibidang

pendidikan, Bapak Darwis selaku Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Batu Bara

mengatakan sangat setuju untuk menerapkan kebijakan tersebut, namun beliau

menambahkan:

“…dengan catatan kesetaraan gender itu tidak merubah kodrat perempuan. Boleh menjadi perempuan modern, tapi yang tidak boleh ketika mereka para perempuan sampai tidak mau melahirkan. Soalnya banyak kejadian di negara-negara maju, yang malah menjadi problem di negara itu. Contoh di Jepang, saking majunya para perempuan, negara dipusingkan dengan tingkat kelahiran yang kurang. Intinya Saya setuju kalau perempuan ditingkatkan kemampuannya, wawasannya agar jauh lebih baik.”50

Menurut Bapak Darwis, upaya dalam menerapkan kebijakan

pengarusutamaan gender untuk pendidikan di Kabupaten Batu Bara tidak perlu

dilakukan lagi, karena secara eksplisit perempuan dibidang pendidikan sudah

setara dengan laki-laki dan bahkan berlebih. Upaya selanjutnya hanyalah

mempertahankan keseimbangan tersebut.

3.1.3. Pelaksanaan Kebijakan Pengarusutamaan Gender di Dinas Kesehatan

      

(25)

Pelaksanaan kebijakan pengarusutamaan gender pada bidang kesehatan di

Kabupaten Batu Bara adalah berimbang. Menurut Bapak Parlindungan Gultom,

kondisi ini terjadi karena tidak ada pembedaan dalam hal melayani pasien, baik

itu pasien perempuan ataupun pasien laki-laki. Apabila terjadi hal pembedaan,

hanyalah dari segi kasus keparahan penyakit, penyakit mana yang harus ditangani

terlebih dahulu.

Indikator masyarakat dikatakan sehat adalah mereka mau memeriksakan

dirinya serta menjalankan pola hidup yang sesuai dengan prilaku hidup yang

sehat. Adapun indikator seorang perempuan dikatakan sehat adalah apabila

perempuan menikah muda, maka mereka harus memperhatikan faktor usia, cukup

usia, melakukan vaksinasi pra-nikah, dan memeriksakan kehamilannya. Terkait

kesenjangan gender pada akses ke kesehatan yang dapat dilihat dari jumlah angka

kematian ibu yang meningkat, Bapak Parlindungan Gultom mengatakan:

“Kalau masalah kesehatan ini tidak ada bahas berimbang-berimbang gitu. Cuman prediksinya, angka kumulatif dan angka perhitungan atau prediksinya itu yang bisa dilihat. beberapa tahun kemarin tingkat kematian masih cukup tinggi, tapi disini kejadian itu akibat si ibu lalai memeriksakan dirinya. Lalu prinsip masyarakat itu ibu ditolong di rumahnya, seharusnya di Puskesmas. Karena itu sangat mempengaruhi nyawa ibu, nyawa perempuan. Fasilitas pelayanan kesehatan yang bukan di puskesmas atau rumah sakit, artinya kalau disana dilakukan persalinan, kan alat-alat tidak mendukung dan steril. Tapi kalau di puskesmas, apabila nyawa kritis, msih bisa diselamatkan.”51

      

(26)

Menurut Bapak Parlindungan Gultom, penerapan pengarusutamaan gender

pada bidang kesehatan juga bukanlah suatu isu yang harus dibeda-bedakan

berdasarkan laki-laki dan perempuan. Selama ini Dinas Kesehatan Kabupaten

Batu Bara hanya berpandangan pada Undang-undang Nomor 36 tahun 2009

tentang Kesehatan, dimana mencantumkan tentang Kesehatan Reproduksi pada

bagian keenam Pasal 71 sampai dengan Pasal 77. Bapak Parlindungan Gultom

menjelaskan berdasarkan Pasal 71 Ayat 3 terdapat amanat bahwa kesehatan

reproduksi harus dilaksanakan melalui kegiatan yang promotif, preventif, kuratif

dan rehabilitatif. Setiap orang termasuk remaja berhak memperoleh informasi,

edukasi, dan konseling mengenai kesehatan reproduksi yang benar dan dapat

dipertanggungjawabkan.

Oleh sebab itu Dinas Kesehatan berkewajiban menjamin ketersediaan

sarana informasi dan sarana pelayanan kesehatan reproduksi yang aman, bermutu,

dan terjangkau masyarakat, termasuk keluarga berencana. Setiap pelayanan

kesehatan reproduksi yang bersifat promotif, preventif, kuratif, atau rehabilitatif,

termasuk reproduksi dengan bantuan harus dilakukan secara aman dan sehat

dengan memperhatikan aspek-aspek yang khas, khususnya reproduksi perempuan,

dalam hal ini perempuan memang lebih ditekankan. Karena perempuan lah yang

pada umumnya melakukan aborsi sehingga dilarang kecuali yang memenuhi

syarat tertentu. Dinas Kesehatan berperan dalam melindungi dan mencegah

(27)

jawab serta bertentangan dengan norma agama dan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Masalah kesehatan di Kabupaten Batu Bara hampir 70% dipengaruhi oleh

lingkungan, terlebih Kabupaten Batu Bara merupakan wilayah yang dibagi

menjadi daerah pesisir dan daerah bukan pesisir. Tendensi penyakit akibat

perbedaan wilayah ini, apabila dilihat dari klasifikasi secara umum adalah

malaria, tuberculosis paru, infeksi saluran nafas atas dan diare. Daerah pesisir

merupakan wilayah yang paling banyak terjadi masalah kesehatannya, hal ini

dikarenakan pantai pesisir yang pasang surut. Menurut Bapak Parlindungan

Gultom, setelah dilakukan investigasi langsung ke lapangan, keadaannya daerah

ini tidak cukup baik karena masih ditemukan rumah penduduk yang tidak sehat

dan layak dihuni. Ditemukan pula bahwa angka kesakitan lebih banyak

didominasi oleh laki-laki, hanya saja perempuan lebih peka dan inisiatif untuk

memerikakan diri ke rumah sakit, bidan, ataupun puskesmas.

Mengenai permasalahan tersebut, adapun upaya yang dilakukan Dinas

Kesehatan adalah dengan membuat program-program kesehatan, misalnya pada

kasus Demam berdarah Dengue atau DBD, karena penyakit DBD tahun ini cukup

meningkat dan angka kematian untuk DBD juga cukup tinggi, maka Dinas

Kesehatan melakukan tindakan dengan sosialisasi yang dimulai dari tingkat

kecamatan dengan mengundang kepala desa dan kepala lingkungannya untuk

melakukan bersih lingkungan. Selain itu diusahakan juga pencegahan DBD

(28)

terjadi kasus DBD, kader jematik terlebih dulu memantau apa penyebab DBD itu,

apakah dari lingkungan itu sendiri atau kasus import. Kemudian dilakukan

pengasapan, meskipun pengasapan ini terkesan terpaksa dilakukan sebab dapat

meracuni lingkungan mikroorganisme atau bakteri yang baik bagi lingkungan

namun ikut terbunuh, bahkan bagi individu juga bahaya, dapat menyebabkan

kanker, dan apabila sering diasapkan, nyamuk-nyamuk justru akan kebal.

Dalam RPJMD Kabupaten Batu Bara tahun 2013 – 2018, ada beberapa

program yang membahas mengenai upaya Dinas Kesehatan untuk meningkatkan

kesehatan masyarakat, seperti Program Upaya Kesehatan Masyarakat dengan

anggaran Rp.33.620.000.004,-.

Pada bidang kesehatan, penanganan kasus-kasus penyakit memang tidak

mengaitkan dengan gender. Namun pada kasus malaria, karena Dinas Kesehatan

gencar melakukan pendistribusian kelambu secara rutin, maka Dinas Kesehatan

memasukkan kebijakan pegarusutamaan gender pada program itu, sebab program

tersebut diutamakan bagi keluarga ibu hamil dan menyusui, dan yang memiliki

balita. Pada program ini, masih sedikit tingkat keberhasilannya sebab masyarakat

masih tabu dan sebagian masyarakat lain merasa iri karena hanya ibu hamil dan

menyusui saja yang diberikan kelambu. Oleh karen itu Dinas Kesehatan juga

membagikan kelambu secara massal yang ditujukan untuk umum pada waktu

(29)

Meskipun Dinas Kesehatan belum memilki program khusus untuk

pengarusutamaan gender, namun upaya seperti merencakan program sudah ada.

Terlebih program dari BP2KB juga sangat membantu. Menurut Bapak

Parlindungan Gultom, program-program pengarusutamaan gender untuk bidang

kesehatan hanya dimasuk-kan pada program kesehatan yang lain, karena dengan

cara ini tidak terlalu memakan anggaran. Terkait program pengarusutamaan

gender ini, Bapak Parlindungan Gultom menambahkan:

“Karena kegiatan gender ini tidak ada yang spesifik, PUG-nya jadi dimasuk-masukan ke program yang lain saja. Khusus atau tersendiri itu belum ada. Tapi tidak menutup kemungkinan bisa dibuat. Sepertinya untuk dinas kesehatan belum ada kajian kesitu, belum cukup. Seperti yang Saya bilang diawal tadi kalau Pak Fuad lah yang mengikuti pertemuannya, artinya baru akan dibicarakan. Bisa dibuat untuk tahun-tahun berikutnya. cuman kan kegiatan PUG itu tidak harus langsung masuk, harus ada kajiannya lagi, dimanakah dia paling dibutuhkan, dibidang mana. Setahu Saya baru Pak Fuad lah yang baru kesana datang ke Medan. Kalau Saya sih tahu dari media saja, kalau untuk menghadiri acara-acara lain ada disampaikan tentang PUG itu ya Saya sedikit tahu.”52

Dijelaskan pula untuk tahapan dalam merancang suatu program atau

kegiatan dibidang kesehatan, berikut Bapak Parlindungan Gultom

menjelaskannya:

“Tahapan nya itu menyandang puskesmas, lalu puskesmas menyampaikan ke dinas kesehatan disini. Lalu Kita menyusun rencana kerja dan anggaran. Setelah itu dikumpulkan di dinas kesehatan untuk di rapatkan, baru Kita mengajukan ke Bappeda. Tapi yang tingkat puskesmas itu Kita juga melakukan musrembang tingkat kecamatan, musyawarah pembangunan tingkat kecamatan. Lalu dibahaslah apa-apa saja permintaan dari

      

(30)

masyarakat, apa rencana dari Kita. Sampai Bappeda, baru nanti di paripurnakan di DPRD.”53

Selaku Kepala Tata Usaha Dinas Kesehatan Kabupaten Batu Bara, Bapak

Parlindungan Gultom menyatakan bahwa dalam hal membuat program atau

kebijakan, Dinas Kesehatan Kabupaten Batu Bara tidak selalu berpandangan pada

keadilan dan kesetaraan gender. Hal ini dikarenakan mereka lebih melihat dari

jenis programnya, apabila ada program yang dirasa sulit dilakukan perempuan,

maka program tersebut akan dialihkan untuk laki-laki. Koordinasi kebijakan

pengarusutamaan gender di Dinas Kesehatan juga masih kurang, oleh karenanya

koordinasi lintas sektor sangat dibutuhkan, agar instansi lain dapat diajak bekerja

sama dalam membahas program pengarusutamaan gender. Selama ini, Dinas

Kesehatan baru bekerjasama dengan PKK dan Badan Pemberdayaan Perempuan,

seperti melakukan sosialisasi mengenai imunisasi dan KB yang langsung

dilakukan ke kader Posyandu lalu ke masyarkat. Adapun upaya lain yang tengah

dilakukan Dinas Kesehatan adalah sosialisasi mengenai Pojok Laktasi yang

bekerja sama dengan dinas-dinas yang memperkerjakan perempuan (ibu

menyusui).

Karena program pengarusutamaan gender untuk bidang tenaga kerja,

pendidikan dan kesehatan belum ada, Bapak Ali Mumthaz mengatakan bahwa

      

(31)

memang tidak ada sesuatu yang urgent dalam hal kesetaraan gender di Kabupaten

Batu Bara, meskipun dalam pengaplikasiannya sudah ada di BP2KB. Dalam

pelaksanaan kerja di DPRD, adanya inisiatif bisa diambil berdasarkan temuan di

lapangan. Apabila tidak ada temuan, berarti tidak ada permasalahan gender.

Dalam hal ini, Komisi C belum pernah membahas secara detail termasuk

membahas INPRES Tahun 2000, dikarenakan belum pernah dihadapkan dengan

persoalan tentang persamaan gender yng serius, apabila ada maka BP2KB lah

yang pertama kali menangani. Sehingga hal ini menghambat peneliti untuk

mengetahui bagaimana proses pembuatan program responsif gender dari

masing-masing dinas.

Dalam menanggapi upaya yang tengah dilakukan Dinas Tenaga Kerja,

Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan dalam mengimplementasikan kebijakan

pengarusutamaan gender, DPRD selaku badan yang mempunyai tupoksi sebagai

pembuat peraturan perundang-undangan, pengawasan dan anggaran, hanya

melihat bagaimana pemanfaatan anggarannya saja, selain itu mengawasi

berjalannya suatu program dengan menggunakan anggaran yang sudah ditetapkan.

Adapun pelaksanaan program pengarusutamaan gender menurut DPRD Komisi C

terkait tenaga kerja, apabila terdapat persyaratan seperti diperlukannya sertifikasi

bagi pekerja laki-laki maupun perempuan, maka DPRD meminta Disnaker untuk

membuat balai pelatihan kerja, pada pembuatannya, apa-apa saja yang diperlukan

Disnaker untuk para pekerja itu maka akan dipenuhi anggarannya, dan akan

(32)

Untuk pendidikan, DPRD sangat mewajibkan Dinas Pendidikan untuk

terus melakukan program wajib belajar 9 tahun dan mengoptimalkan pelaksanaan

kurikulum 2013. Sebab DPRD beranggapan setiap warga negara berhak

mendapatkan pendidikan dan negara wajib memfasilitasi sarananya. Sebab

anggaran yang dipakai untuk pendidikan di Kabupaten Batu Bara sebanyak 30%,

untuk itu DPRD sangat memantau penggunaan aggaran tersebut. Untuk bidang

kesehatan, DPRD selalu memantau pelaksanaan program BPJS Kesehatan.

Bagaimana pelayanan rumah sakit ataupun puskesmas bagi pengguna kartu ini

ataupun yang tidak menggunakan. Adapun dari 382.000 penduduk, 51% nya

sudah menggunakan kartu BPJS baik menggunakan uang pribadi atau uang

negara. Dalam memantau program ini, DPRD selalu memanggil direktur rumah

sakit, kepala dinas kesehatan dan juga pihak badan pengelola jaminan sosial

tersebut untuk selalu diingatkan agar memberikan pelayanan yang adil bagi semua

pasien.

3.2. Pengaruh Implementasi Kebijakan Pengarusutamaan Gender Terhadap Perempuan Pada Bidang Tenaga Kerja, Pendidikan Dan Kesehatan

Pengaruh implementasi kebijakan pengarusutamaan gender akan

dijelaskan dalam penelitian ini dengan tujuan agar dapat mengetahui apakah

(33)

pengarusutamaan gender pada bidang tenaga kerja, pendidikan dan kesehatan

memberikan dampak bagi perempuan, dan bagaimana hasil capaian dari

program-program berdasarkan dinas masing-masing, yaitu Dinas Tenaga Kerja, Dinas

Pendidikan dan Dinas Kesehatan.

Seperti yang diketahui bahwa kebijakan ataupun program yang

dikhususkan untuk pengarusutamaan gender di bidang tenaga kerja, pendidikan

dan kesehatan belum lah ada, kecuali program yang ada di Badan Pemberdayaan

Perempuan. Kepala Bappeda Kabupaten Batu Bara mengatakan bahwa

pemerintah daerah belum pernah membentuk peraturan daerah baru yang

dikhususkan untuk gender, berikut kutipan wawancaranya:

“Bappeda belum pernah membentuk perda baru tentang pengarusutamaan gender, hanya mengikuti Inpres yang sudah ada. Program-program sebagai upaya mengimplementasikan sudah ada dibeberapa dinas, seperti Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Penataan Ruang dan Pemukiman, Bappeda, Dinas Kesehatan, Kantor Perizinan, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, Badan Pemberdayaan, Perempuan, Anak dan Keluarga Berencana, dan Kantor Lingkungan Hidup. Karena isu gender di Kabupaten Batu Bara baru saja diangkat, sehingga belum ada tinjauan khusus untuk gender.”54

Dampak yang berarti pengaruh kuat yang mendatangkan akibat, baik

negatif maupun positif dari pelaksanaan kebijakan pengarusutamaan gender ini,

meskipun hanya dilaksanakan hanya secara implisit oleh dinas tenaga kerja, dinas

pendidikan dan juga dinas kesehatan, namun berhasil memberi pengaruh bagi

perempuan di Kabupaten Batu Bara.

      

(34)

3.2.1. Pengaruh Pengarusutamaan Gender pada Dinas Tenaga Kerja

Untuk Dinas Tenaga Kerja, dengan dilaksanakannya program

penanggulangan pengangguran, program balai latihan kerja, adanya perlindungan

yang lebih bagi pekerja perempuan, dan diberikannya cuti khusus bagi

wanita/pekerja perempuan, merupakan akibat dari program pengarusutamaan

gender yang positif untuk perempuan. Berikut kutipan hasil wawancara mengenai

pengaruh implementasi kebijakan pengarusutamaan gender oleh Pelaksana Tugas

Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Batu Bara:

“Ada program tentang penyuluhan kepada perempuan, ada di pengawasan. Pengaruh programnya di Kabupaten Batu Bara bagus, apalagi yang dilakukan sama bidang pengawasan ketenagakerjaan, karena ya bidang pengawasan tadi memang bekerja disitu. Intinya terpangaruh lah kebijakan pengarusutamaan gender itu bagi perempuan. Perempuan jauh lebih terawasi dalam hal pekerjaan.”

Selain itu, dengan adanya upaya Dinas Tenaga Kerja untuk melibatkan

pengarusutamaan gender pada program-programnya, turut berpengaruh pada

partisipasi angkatan kerja perempuan meskipun tidak setinggi angkatan kerja pada

laki-laki. Berikut kutipn wawanacara dengan Bapak Sailan:

“Perannya aktif, bagus. Kalau Kita lihat trendnya perempuan ini

(35)

mau cari kerja. Saya kira untuk saat ini partisipasi dan peran perempuan sendiri itu lumayan tinggi di Kabupaten Batu Bara.” 55

3.2.2. Pengaruh Pengarusutamaan Gender pada Dinas Pendidikan

Untuk bidang pendidikan, pengaruh dari kebijakan pengarusutamaan

gender juga dirasakan oleh perempuan, berikut kutipan wawancara dengan Kepala

Dinas Pendidikan Kabupaten Batu Bara:

Pengaruhnya luar biasa, keadaan sekarang ini 60 – 70 persen guru perempuan mendominasi pendidikan. Karena Saya kira perempuan itu

jauh lebih disiplin dalam mengajar, kemudian lebih semangat dalam berkompetisi. Jika dilakukan survey, sekolah-sekolah di Kabupaten Batu Bara ini ada yang memiliki 20 guru perempuan dan hanya ada 1 guru laki-laki. Sengaja atau tidak sengaja sudah terkondisi seperti itu. Jadi bukan pengarusutamaan lagi, ya memang sudah utama para perempuan di dunia pendidikan. Begitu juga untuk murid, Saya kira perempuan memiliki kompetisi yang kuat dibidang pendidikan, tidak terkcuali pula pada murid laki-laki.”56

Ditambahkan pula:

“…sekarang sudah dirasakan masyarakat, bahkan perempuan sendiri. Mau jadi guru di Batu Bara juga mudah, dengan persyaratan akademiknya. Tapi dengan adanya Peraturan Menteri Pendidikan, bahkan Kami malah sedang membatasi yang ingin jadi guru itu, terlebih guru perempuan.”57

      

 Data berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak H. Sailan Nasution selaku Plt. Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Batu Bara pada tanggal 8 Maret 2016, pukul 10.00 – 12.00 WIB, bertempat di Kantor Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Batu Bara. 

  

(36)

Pencapaian program pengarusutamaan gender dibidang pendidikan sudah

berlebih. Dikatakan bahwa untuk tingkat Sekolah Dasar, diperkirakan sudah

setara atau 50:50. Sedangkan secara keseluruhan, pendidikan di Kabupaten Batu

Bara apabila dilihat dari aspek gender juga sudah utama.

3.2.3. Pengaruh Pengarusutamaan Gender pada Dinas Kesehatan

Adapun dibidang kesehatan, indikator penilaian keberhasilan pelayanan

kesehatan dan program pembangunan kesehatan dapat dilihat dari angka

kematian, salah satunya AKI. Tingginya AKI pada tahun 2014 yang mencapai

153,30‰, terserangnya demam berdarah dan malaria pada ibu hamil dan menyusui, kurangnya penanganan yang professional bagi ibu melahirkan,

menjadikan perempuan sebagai korban terbesar dalam masalah kesehatan ini.

Dengan adanya kebijakan pegarusutamaan gender yang juga secara implisit

diterapkan oleh Dinas Kesehatan, sedikit memberi dampak yang baik bagi

perempuan. Berikut kutipan wawancara dengan Kepala Tata Usaha Dinas

Kesehatan Kabupaten Batu Bara:

Saya pikir cukup besar juga. Cuman tergantung programnya. Misalnya

(37)

Kemudian ditambahkan pula:

“Kalau PUG program secara tertulis belum ada, karena yang ada saat ini seperti dibidang pelayanan kesehatan itu ada seksi rujukan, seksi pelayanan dasar dan seksi mata dan hati. Untuk bidang Pengendalian Masalah Kesehatan, ada seksi kesehatan lingkungan, ada seksi wabah dan bencana dan seksi penyakit menular. Disitulah dimasukkan program-program termasuk PUG secara implisit, kalau secara teknik tidak ada.”

Mengenai pencapaian program pengarusutamaan gender dibidang

kesehatan, cukup mengapresiasi apabila dibandingkan dengan kabupaten lain.

Meskipun ada beberapa kasus yang disampaikan oleh masyarakat melalui media

tentang pelayanan kesehatan di Kabupaten Batu Bara, misal terlambatnya

penanganan kasus DBD, maka akan segera dilakukan aksi penanganan. Secara

keseluruhan program yang ada di Dinas Kesehatan, hasil dan capaian program

tersebut ada yang berhasil dan ada yang belum berhasil. Berikut kutipan

wawancaranya:

“Ada beberapa program itu seperti malaria 100% karena angka penderita penyakit turun drastis. Karena Kita gencar melakukan pendistribusian kelambu. Itulah salah satu program yang Kita masukkan PUG, bagi keluarga ibu hamil dan yang memiliki balita. Jadi itu diutamakan. Jadi ada pendistribusian kelambu rutin dan ada yang massal. Yang rutin ini yang prioritas ibu hamil dan menyusui. Secara umum cukup berhasil di Batu Bara dengan keterbatasan yang ada. Tapi ada juga yang kurang berhasil, seperti masyarakat yang masih tabu, masalah lingkungan dan masalah dana.”58

      

(38)

3.3. Kendala Dalam Implementasi Program Pengarusutamaan Gender Pada Bidang Tenaga Kerja, Pendidikan dan Kesehatan

Kendala dalam implementasi program pengarusutamaan gender dibidang

tenaga kerja, pendidikan dan kesehatan akan dijelaskan dalam penelitian ini

dengan tujuan agar dapat mengetahui faktor atau keadaan apa saja yang

membatasi, menghalangi, atau mencegah pencapaian sasaran dari kebijakan

pengarusutamaan gender di Kabupaten Batu Bara.

Berdasarkan penelitian dengan melakukan wawancara dengan Dinas

Tenaga Kerja, Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, dan Badan Pembedayaan

Perempuan, adapun kendala yang dijumpai dalam melaksanakan kebijakan

pengarusutamaan gender di Kabupaten Batu Bara adalah sebagai berikut:

3.3.1. Kendala pada Dinas Tenaga Kerja

Adapun kendala yang ditemui dalam melaksanakan kebijakan

pengarusutamaan gender di Dinas Tenaga Kerja ialah implementator yang belum

sepenuhnya mengerti mengenai kebijakan pengarusutamaan gender, terlebih

mengenai INPRES No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Sailan Nasution hal ini terjadi

dikarenakan pegawai yang bekerja sangat cepat berganti, namun sosialisasi jarang

dilakukan oleh Badan Pemberdayaan Perempuan. Informasi tentang gender lebih

(39)

mencari tahu sendiri. Keinginan untuk mengetahui juga masih kurang, karena

menganggap aturan main hal-hal ketenagakerjaan sudah ada dalam

Undang-undang Ketenagakerjaan. Kendala lain adalah dana, meskipun tidak ada program

pengarusutamaan gender di bidang tenaga kerja, tapi anggaran atau dana menjadi

hambatan terbesar bagi seluruh program tenaga kerja secara umum yang ada

dalam RPJMD.

Disamping kendala yang terjadi pada Dinas Tenaga Kerja, adapun kendala

yang ditemui dalam menerapkan program yang telah dibuat oleh Dinas Tenaga

Kerja ini adalah pada sumber daya manusia yang belum menguasai informasi baik

itu tentang kesenjangan gender, persamaan gender, bahkan arti dari gender itu

sendiri, dan sosialiasi mengenai hal ini pun masih sedikit. Menyangkut hambatan

yang terjadi pada Dinas Tenaga Kerja, Bapak Sailan mengatakan:

“Sampai saat ini tidak ada kendala yang rumit, mungkin karena rutin dikerjakan atau perusahaan-perusahaan juga sudah sangat memahami. Itulah kerja rutin Kami. Kalau ada pelanggaran pada pekerja perempuan, ya Kita cepat bertindak, Kita kirim pengawas kesana, makanya secara keseluruhan tidak terlalu banyak hambatan yang Kita peroleh. Paling hambatan dari segi personil aja, dan segi dana.”59

3.3.2. Kendala pada Dinas Pendidikan

Anggaran untuk program yang berpandangan pada keadilan dan

kesetaraan gender di Dinas Pendidikan tidak ada, namun secara umum kebutuhan

anggaran pendidikan belum cukup. Program-program yang diajukan Dinas

      

(40)

Pendidikan kepada Bappeda pun sering dipertimbangkan (tidak disetujui), karena

pendidikan di Kabupaten Batu Bara memakai APBD hampir 30%. Berikut

kutipan wawancara dengan Bapak Darwis mengenai program yang tidak disetujui:

“…contohnya Kami mau adanya pelatihan-pelatihan guru. Pemkab belum bisa menyetujui karena mungkin pendidikan membutuhkan dana yang besar. Dana di pendidikan itu memang besar, namun membagi-bagikannya juga besar. Kalau di SKPD lain dana banyak tapi yang dibagikan sedikit, tidak seperti Kami. Sebenarnya pendidikan ini kalau Kita mau bicara keadilan, porsinya harus berdasarkan pembagi.”

Kendala lain yang disebutkan Bapak Darwis ada pada kutipan wawancara

berikut ini:

“…seperti Saya membuat beberapa kebijakan di bidang pendidikan, salah satunya untuk kasus ujian tidak dibantu oleh guru. Problemnya di SLTA tidak boleh lagi ada guru yang ikut bermain dalam ujian yang kemudian berpengaruh pada nilai anak-anak Kita yang anjlok. Nah, akibat dari kebijakan ini ketika ada penerimaan kerja disuatu perusahaan contohnya INALUM kemarin, mereka menerapkan nilainya harus tinggi, hal ini membuat anak-anak Kita tidak mempunyai kesempatan mencari lapangan pekerjaan, padahal kalau kita tes belum tentu mereka tidak bisa. Saya agak kecewa saja dengan kebijakan yang memilih-memilih atau system ujian, karena mereka memilih hanya berdasarkan jumlah NEM, tapi kenapa harus diuji atau dites lagi, ya pakai nilai NEM itu saja. Sekarang kenataannya mereka membatasi jumlah NEM-nya, lah tapi diuji, kan dua kali kerja.”

Dijelaskan pula bahwa kendala tersebut terjadi pada saat Dinas Pendidikan

ingin melakukan kebijakan untuk peningkatan mutu agar murid-murid di

Kabupaten Batu Bara mejadi lebih giat belajar, Bapak Darwis sangat

(41)

pada murid-murid yang ingin melanjutkan sekolah ketahap yang lebih tinggi dan

menjadi pengahalang dalam mencari pekerjaan.

Bapak Darwis juga mengatakan bahwa belum semua instansi mendukung

program yang dibentuk oleh Dinas Pendidikan, sebab untuk merubah dan

meyakinkan program-program tersebut sangatlah sulit, Bapak Darwis

mengatakan:

“Sebab merubah ini memang sulit. Tapi Saya istiqomah untuk terus melanjutkan kebijakan ini. 3 tahun ini anak-anak SLTA tidak dibantu. Dan hal ini belum sampai tingkat Bappeda dan DPRD, karena umumnya dari orang tua siswa.”

3.3.3. Kendala pada Dinas Kesehatan

Kendala yang dialami oleh Dinas Kesehatan, seperti yang dikatakan Bapak

Parlindungan Gultom adalah terletak pada sumber daya manusia. Baik itu yang

bekerja di Dinas Kesehatan, Puskesmas, ataupun Rumah Sakit. Kendala

berikutnya adalah pendanaan yang kurang memadai. Baik itu untuk program

secara umum atau program yang ditumpangi pengarusutamaan gender.

Selanjutnya adalah kendala untuk lintas program, sering ditemukannya kesulitan

oleh Dinas Kesehatan yang tidak sinkron dengan sektor lain, sebab sektor yang

lain belum tentu mau memasukkan program yang Dinas Kesehatan bentuk,

(42)

Karena Dinas Kesehatan merupakan sektor yang sering bekerja sama

dengan BP2KB, tidak jarang pula terjadi kendala bahwa BP2KB dan sektor lain

tidak memberikan dukungan pada mereka. Berikut kutipan wawancara dengan

Bapak Parlindungan Gultom:

“Ada beberapa instansi yang memberi dukungan, cuman butuh waktu untuk mensosialisasikannya dan butuh dana untuk membuat program itu. Artinya tidak gampang lah. Tapi upaya-upaya sudah dilakukan, sudah ada.”

3.3.4. Kendala pada Badan Pemberdayaan Perempuan

Badan Pemberdayaan Perempuan merupakan salah satu bidang yang ada

di BP2KB yang menangani masalah perempuan atau gender dan anak, oleh

karenanya penting untuk mengetahui kendala yang ada di badan pemberdayaan

perempuan ini. Ibu Darmawati selaku Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan

mengatakan tidak ada kendala yang serius terjadi dengan mereka, karena program

pengarusutaman gender sedang gencar-gencarnya di Kabupaten Batu Bara. Hal ini

berdampak pada apabila mereka mengajukan program, pasti akan disetujui, karena

baru tahun ini pemerintah Batu Bara mulai terbuka akan kebijakan

pengarusutamaan gender. Kemungkinan adanya kendala pasti ada, namun untuk

saat ini masih bisa diatasi dengan mudah. Sejauh ini kendala masih pada anggaran

yang kurang, apabila ada program yang kekurangan dana makan BPP akan

(43)

Namun secara keseluruhan, kendala dalam pengimplementasian kebijakan

pengarusutamaan gender pada penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Pembangunan sumber daya manusia masih sangat terkungkung dalam budaya setempat, secara tidak disadari tindakan-tindakan yang lahir masih bias gender.

2. Adanya pengkotakan-pengkotakan peran berdasarkan relasi sosial bahwa perempuan “pekerja domestik”.

3. Lemahnya sosialisasi yang belum banyak menjangkau tingkat kecamatan/desa lain di Kabupaten Batu Bara.

4. Hambatan pada kelembagaan sumber daya manusia yang terbatas (implementator).

5. Belum tuntasnya pemahaman pengarusutamaan gender baik pada eksekutif maupun legislatif.

6. Kebijakan anggaran masih netral (buta) gender.

7. Kurangnya komitmen pimpinan terhadap kebijakan pengarusutamaan gender.

8. Minimnya ketersediaan data terpilah, dalam penelitian ini khususnya untuk kesehatan.

9. Pengarusutamaan gender masih dianggap sebagai pengaruh dari budaya barat.

10.Adanya stereotype bahwa pengarusutamaan gender identik dengan

perempuan.

(44)

Implikasi teoritis merupakan keterlibatan pendapat yang didasarkan pada

penelitian dan penemuan yang didukung oleh data dan argumentasi. Implikasi

teoritis dilakukan dalam penelitian ini dengan tujuan agar peneliti dapat

membahas, mengaitkan atau melibatkan masalah yang ditemukan di lapangan

dengan menggunakan teori kebijakan publik, implementasi kebijakan publik, dan

teori gender.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata implementasi berarti

pelaksanaan dan penerapan. Implementasi kebijakan merupakan kegiatan yang

kompleks, dengan begitu banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan suatu

implementasi kebijakan. Dalam mengkaji implementasi kebijakan ada dua

pertanyaan krusial yang penting sekali untuk dipahami, yaitu;

prakondisi-prakondisi apa yang diperlukan sehingga suatu implementasi kebijakan berhasil?

Dan hambatan hambatan utama apa yang mengakibatkan suatu implementasi

gagal? Seperti yang dikatakan George C. Edwards:

Implementasi kebijakan adalah salah satu tahap kebijakan publik, antara pembentukan kebijakan dan konsekuensi-konsekuensi kebijakan bagi masyarakat yang dipengaruhinya. Jika suatu kebijakan tidak tepat atau tidak dapat mengurangi masalah yang merupakan sasaran dari kebijakan, maka kebijakan itu mungkin akan mengalami kegagalan sekalipun kebijakan itu diimplementasikan dengan sangat baik. Sementara itu, suatu kebijakan yang telah direncanakan dengan sangat baik, mungkin juga akan mengalami kegagalan, jika kebijakan tersebut kurang diimplementasikan dengan baik oleh para pelaksana kebijakan.60

      

(45)

Implementasi dari setiap kebijakan merupakan suatu proses yang dinamis

yang mencakup banyak interaksi dari banyak variabel. Oleh karenanya, tidak ada

variabel tunggal dalam proses implementasi, sehingga perlu dijelaskan keterkaitan

antara satu variabel dengan variabel lain, dan bagaimana variabel-variabel ini

memengaruhi proses implementasi kebijakan. Edward mengemukakan adanya 4

variabel yang mempengaruhi keberhasilan implementasi.  

Variabel pertama adalah komunikasi, mencakup: transmisi, konsistensi

dan kejelasan. Menurut Edward, persyaratan pertama bagi implementasi kebijakan

yang efektif adalah bahwa mereka yang melaksanakan keputusan harus

mengetahui apa yang harus mereka lakukan. Keputusan-keputusan kebijakan dan

perintah-perintah harus diteruskan kepada personil yang tepat disertai dengan

petunjuk-petunjuk yang jelas sehingga pelaksana di lapangan tidak mengalami

kebingungan tentang apa yang harus mereka lakukan. Selain itu, perintah-perintah

pelaksanaan harus konsisten dan jelas. Apabila perintah yang disampaikan tidak

konsisten dan jelas maka akan berakibat pada ketidakefektifan implementasi

kebijakan.

Variabel kedua adalah ketersediaan sumber-sumber, mencakup jumlah staf

yang memadai, memiliki keahlian untuk melaksanakan tugas mereka dan

memiliki wewenang serta fasilitas yang diperlukan untuk menterjemahkan

kebijakan-kebijakan yang telah dirumuskan agar dapat terealisir. Edward

mengatakan bahwa ketersediaan sumber-sumber kebijakan sangat penting bagi

Gambar

Tabel 3.1 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu tugas terpenting dari sub sistem network dalam suatu sistem operasi adalah untuk memproses paket data sesuai dengan protokol yang digunakan. [WEH04], dalam

Hasil analisis data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010, masih banyak anak yang tidak terbiasa sarapan sehat, yaitu sekitar 35000 anak usia sekolah (26.1%) yang

Pada hasil pengujian terlihat bahwa pada source ringtone text editor yang berisi ringtone ericsson dengan grammar e f p g #g dan seterusnya jika dikonversikan mengalami

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji performa ayam kampung yang diberi pakan komersil dan sebagian diganti dengan tepung ampas kelapa.. MATERI

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan waktu penyuntikan hormon FSH tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0,05), namun secara parameter penyuntikan hormon FSH

Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas (action research) sebanyak dua siklus. Penelitian tindakan kelas dilaksanakan

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti bermaksud melakukan sebuah penelitian yang berjudul “Pengembangan Bahan Ajar Interaktif E-Modul Berbasis Flash Untuk

Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Good Corporate Governance dengan komposisi komisaris independen, kepemilikan Institusional, ukuran komite audit , Leverage , dan