• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISIS

4. Struktur Cerpen Rico de Coro

Cerpen “Rico de Coro” mempunyai alur maju (progresif), yaitu jenis alur yang runtut dalam peristiwa-peristiwanya, bersifat kronologis. Dimulai dari tahap awal, tengah dan akhir.

Tahap awal adalah tahapan pengarang mulai melukisakan keadaan awal yang terdapat dalam cerpen “Rico de Coro”, tampak pada kutipan berikut.

Aku lahir di dalam meja kayu antik yang penuh ukiran. Meja bulat berlapis kaca itulah tempat persinggahan ibuku yang terakhir. Untung Ibu sempat melekatkan telurku di antara lekuk ukiran

commit to user

sebelum wafat disemprot Baygon. Kalau tidak, aku tak akan mengalami kisah ajaib ini. (Dee, 2009:108)

Aku jatuh cinta. Dan itu merupakan masalah besar bagiku, dan bagi bangsaku. Gadis yang kucintai adalah seorang manusia remaja berparas manis dengan nama yang manis pula: Sarah. (Dee, 2009:108).

Tampak dalam kutipan tersebut tahap awal cerita yang menunjukkan terdapatnya kerancuan dalam pendeskripsian tokoh dalam cerpen ini, bersifat karikatural dan cenderung kebinatangan akan tetapi di sini tokoh

„aku‟ mempunyai perasaan sama seperti yang dirasakan oleh manusia yaitu

dapat merasakan jatuh cinta. Awal cerita yang cenderung mendeskripsikan keanehan yang terjadi dan menarik untuk melanjutkan penelitian ini.

Peristiwa-peristiwa dalam cerpen ini mulai bergerak. Peristiwa

tersebut ditandai dengan kejadian penamaan kepada tokoh „aku‟ yang

dideskripsikan binatang itu. “Tante Haryanto yang numpang lewat juga ikut-

ikutan. „kalau corone jenenge opo?‟. “Sarah yang sedari tadi diam tiba-tiba

bersuara, „Coro-nya... Rico! Lucu, kan? Rico de Coro!‟ ujarnya dengan mimik menggemaskan. (Dee, 2009:112)

Peristiwa di atas menggambarkan tokoh „aku‟ yang diketahui

bernama Rico. Tokoh „Rico‟ begitu bahagia saat mempunyai nama itu, karena nama itu khusus diberikan Sarah untuk Rico. Tokoh „Rico‟ semakin

terpesona dan segera ingin memiliki Sarah tetapi apa daya Rico hanyalah seekor kecoak jelata. Peristiwa demi peristiwa diungkapkan menjadi tanda bergeraknya cerita menuju permasalahan yang memicu konflik.

Tahap tengah, mendeskripsikan peristiwa yang menceritakan keadaan yang menunjukkan konflik mulai memuncak. Pada tahap ini mulai terjadi peristiwa demi peristiwa di kerajaan kecoak, mulai dari terbunuhnya

commit to user

seekor kecoak albino perempuan bernama Lala Pita sampai perburuan keluarga Haryanto yang tanpa ampun. Tampak dalam kutipan berikut.

Petruk seperti tak sanggup bercerita, tapi dia berusaha menguatkan

diri. „David... anak itu... anak itu menangkap Pita. Dia tidak

membunuhnya sekaligus... tapi, dia menjeratnya dengan sebuah sisir, dan kemudian... me... menyimpulkan kedua sungutnya... (Dee, 2009:113)

Kengerian semakin melanda Kerajaan.

Jam siang yang sudah diberlakukan ternyata tidak berdampak seampuh yang kami kira. Perburuan terhadap warga oleh oknum- oknum keluarga Haryanto berjalan tanpa ampun, tak kenal siang atau malam. (Dee, 2009:115)

Kerajaan kami sudah berubah total. Malapetaka sudah mencapai puncaknya. Populasi warga sudah menyusut hampir sepertiga. Jalanan semakin sepi dan rumah-rumah terlihat lenggang. Tak ada lagi pesta pora tengah malam, tak ada arisan ibu-ibu gosip, atau kawanan kecoak kecil yang bermain bebas. (Dee, 2009:119)

Tahap tengah ini juga ditandai dengan peristiwa kehadiran makhluk aneh karena makhluk itu adalah hasil perpaduan kumbang, belalang, dan kecoak. Makhluk ini pulalah yang akan membantu kerajaan kecoak membalas dendam atas perbuatan para manusia yaitu keluarga Oom Haryanto. Peristiwa tersebut tampak dalam kutipan berikut.

Semua warga sudah mengetahui tentang kehadiran seekor makhluk aneh yang kini ditempatkan di bilik istana. (Dee, 2009:122)

Tuan Absurdo adalah kelinci percobaan yang dibuang dari laboratorium karena dianggap gagal, dan malah menjadi spesies yang membahayakan. (Dee, 2009:124)

Tuan Absurdo diboyong oleh Natalia yang sok tahu di dalam sebuah plastik kresek. Kemudian dengan sembrono terjatuh di muka dapur. Sapu Bi Ipah pun menyeretnya ke dekat tempat sampah. (Dee, 2009:125)

Klimaks dari cerpen ini ditandai dengan peristiwa penyerangan kerajaan kecoak kepada keluarga Oom Haryanto. Tuan Absurdo-lah atau yang disebut sebagai makhluk asing itu yang akan menyerang keluarga Oom Haryanto. Hal tersebut tampak dalam kutipan berikut.

commit to user

Hari yang dinanti-nantikan seluruh warga kerajaan telah tiba. Subuh- subuh, dengan bantuan kawanan semut yang bersahabat, diboyonglah Tuan Absurdo ke dalam laci meja belajar David yang memang selalu dibiarkan setengah terbuka. (Dee, 2009:127)

Tahap klimaks tersebut menunjukkan pemberontakan dari kerajaan kecoak yang akan menyerang keluarga Oom Haryanto. Kerajaan kecoak menginginkan kebebasan dan kemerdekaan karena mereka sebenarnya sama sekali tidak pernah mengganggu keluarga Oom Haryanto. Namun di sisi lain tampak dari kawanan mereka yaitu Rico yang malah jatuh cinta kepada Sarah salah satu anak dari Oom Haryanto. Dari sini pula klimaks mulai terjadi karena kenyataannya Rico tidak membantu keluarganya dan teman- temannya mengatur strategi untuk menyerang keluarga Oom Haryanto, yang ada Rico bersembunyi di balik tirai kamar Sarah dan memandangnya dari kejauhan. Hal ini tampak dari kutipan berikut.

Sementara yang lain sibuk mempersiapkan diri untuk menyaksikan peristiwa monumental itu, aku memilih pergi ke kamar Sarah. bersembunyi di balik tirai seperti biasa. Karena sesungguhnya hari ini adalah hari yang sangat istimewa. (Dee, 2009:128)

Peristiwa di atas itu pula yang menyebabkan klimaks mulai bergerak.

Tokoh „Rico‟ tidak sengaja menampakkan dirinya di balik tirai. Seketika itu

pula semua kaget karena penampakan tokoh „Rico‟. Tampak dari kutipan

berikut.

Nyaris aku lepas kendali dan menampakkan diri. Selintas bayanganku tertangkap di cermin itu. Bayangan Rico de Coro. Pangeran serangga yang hitam, kecil, jelek, dan bau. Mana mungkin aku bisa seputih dan sebersih gaun yang dikenakannya, atau cukup tampan untuk menjadikan kami pasangan yang serasi... (Dee, 2009:129)

Kulihat Sarah terperanjat. Begitu pula aku yang kaget sendiri mendengar bunyi sayap bergetar menggesek tirai. Ternyata sayapku mulai dewasa, tak lama lagi aku akan bisa terbang seperti Ayah. (Dee, 2009:129).

commit to user

Peristiwa di atas menunjukkan tokoh „Rico‟ menyadari bahwa

dirinya sedang terlihat oleh tokoh „Sarah‟, maka dari itu membuat tokoh

„Sarah‟ menjadi terperanjat melihat sosok „Rico‟. Dari situ pula klimaks semakin bergerak sampai nantinya tokoh „Rico‟ yang menjadi sasaran dari Tuan Asurdo bukan keluarga Oom Haryanto. “Entah kesakitan apa yang

dikandung racun Tuan Absurdo, yang jelas tak kurasakan nyeri sama sekali walau tubuhku sudah remuk. Dan karena sebagian racun itu sudah keluar dari tubuhku yang rusak, perlahan aku merasakan kaki-kakiku lagi menggerakkannya untuk sekali lagi mendekat pada Sarah menatap wajah malaikatnya.” (Dee, 2009:132)

Tahap akhir adalah bagian cerita yang mendeskripsikan tahap

pemecahan dari masalah yang dihadapi tokoh. “... Dan terakhir kalinya, hatiku menjerit dan berdoa, pada leluhur, dewa-dewi serangga, dan siapa pun di sana izinkan aku menemui puteri impianku. Sekali saja.” (Dee, 2009:132)

Tokoh „Rico‟ berakhir dengan mati karena serangan dari Tuan

Absurdo yang sebenarnya Tuan Absurdo ingin menembakkan cairan racun

lewat tubuhnya kepada Sarah. Sampai akhirnya tokoh „Rico‟ mati dengan

perasaan lega karena tokoh „Sarah‟ masih dapat selamat karena cairan racun

dari Tuan Absurdo. “Aku merasakan diriku mengawang-awang. Tidak tahu

apa bentuknya. Aku bisa lagi berbicara, tidak kepada diriku sekalipun. Tinggallah aku sebagai sebentuk kesadaran, sebuah permohonan, yang kini melayang-layang dalam dimensi nonmateri. Tidak ada waktu. Tidak ada ruang. Tidak ada wujud. Tidak ada pangeran serangga yang hitam, kecil,

commit to user

jelek, dan bau.” (Dee, 2009:133). Hal ini menjadi puncak dari tahap penyelesaian masalah yang dihadapi tokoh „Rico‟ juga dari kerajaan kecoak

dan keluarga Oom Haryanto. Perasaan lega juga dihadapi tokoh „Rico‟ karena sempat hadir dalam mimpi tokoh „Sarah‟ yang menjadi seorang

pangeran yang bernama Rico de Coro. “Tadi malam aku mimpi jadi puteri,

senyum Sarah mengembang, tersipu-sipu. „Aku bertemu dengan pangeran. Namanya Rico de Coro, lalu kami jalan-jalan, berdansa, dia cium pipiku dan

bilang selamat ulang tahun.‟” (Dee, 2009:133).

Alur maju (progresif) dalam cerpen “Rico de Coro” ini memaparkan masalah kehidupan yang disampaikan pengarang dengan jelas. Konsep moral manusia yang ditunjukkan dengan perilaku, pemikiran dan perasaan yang seharusnya diterapkan dalam bermasyarakat terdapat dalam cerpen yang didukung alur tersebut. Peristiwa-peristiwa dalam cerpen “Rico de Coro” yang bersifat kausalitas (hubungan sebab akibat) dan kronologis, runtut waktu kejadiannya menjadi pedoman pengarang dalam menulis cerpen dengan tujuan mempermudah pemahaman makna yang terkandung oleh pembaca.

b. Penokohan

Dalam cerpen “Rico de Coro” ini mempunyai dua belas tokoh, tetapi tidak semua tokoh ini muncul karakter penokohan yang kuat. Tokoh utama dalam cerpen ini adalah Rico de Coro, sedangkan tokoh tambahannya Tante dan Oom Haryanto, Sarah, David, Natalia, Bi Ipah, Hunter, Lala Pita, Tuan Absurdo, Petruk dan Vinolia atau mami Vin.

commit to user

1. Tokoh „Rico‟

Tokoh „Rico‟ merupakan tokoh utama dalam cerpen “Rico de Coro” ini, mempunyai karakter sederhana. Tokoh ini mempunyai porsi

kemunculan paling banyak di dalam cerpen ini. Lewat tokoh „Rico‟ ini

mewakili kaum bawah yang dipinggirkan dan berbicara banyak mengenai konsep manusia serta perilaku manusia.

Aspek fisik yang tampak pada tokoh „Rico‟ ini diperlihatkan

secara dramatik ciri-ciri fisiknya dan dilukiskan karakter yang dibawa secara surealis yang membawa misi kehidupan ini. Tokoh „Rico‟ adalah seekor kecoak berkelamin laki-laki dan mempunyai hati nurani dan perasaan seperti manusia juga pikiran dan otak. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut.

Aku lahir di dalam meja kayu antik yang penuh ukiran. Meja bulat berlapis kaca itulah tempat persinggahan ibuku yang terakhir. Untung Ibu sempat melekatkan telurku di antara lekuk ukiran sebelum wafat di semprot Baygon... (Dee, 2009: 108) Aku jatuh cinta. Dan itu merupakan masalah besar bagiku, dan bagi bangsaku... (Dee, 2009:108)

Aspek psikologis yang menonjol dari tokoh ini adalah mahkluk yang rendah diri bahkan cenderung pengalah, bermoral serta berbudaya, tampak seperti kutipan berikut. “... Selintas bayanganku tertangkap di cermin itu. Bayangan Rico de Coro. Pangeran serangga yang hitam, kecil, jelek, dan bau. Mana mungkin aku bisa seputih dan sebersih gaun yang dikenakannya, atau cukup tampan untuk menjadikan kami pasangan yang serasi. Aku hanya mahkluk bersungut yang tinggal di bagian terkotor di rumahnya, dengan kepala penuh impian konyol yang

commit to user

merasa dirinya adalah mahkluk dengan semua anugerah dari Nya, tetapi selalu dikatakan dan dihina oleh mahkluk yang lainnya.

2. Tokoh tambahan

Tokoh „Sarah‟, dari aspek psikologisnya adalah seorang gadis

manja yang masih polos dan lugu. Tokoh „Sarah‟ inilah yang sering

disebut-sebut tokoh „Rico‟ yang tidak pernah mengganggu bangsa Rico. Hal ini tampak dari kutipan berikut.

... Sarah sendiri tidak pernah berani berurusan dengan kami. Setiap kali mendekati kerajaan yang terletak di dapur, dia selalu minta ditemani. (Dee, 2009:109)

... Setiap kali dilihatnya aku bertengger di lemari piring, Sarah hanya tertegun kemudian berlari keluar. Dia tak ingin menyakitiku. (Dee, 2009:109)

Aspek fisiknya adalah seorang gadis remaja yang mempunyai rambut sebahu, sedikit ikal, kulitnya cerah dan wangi. Tampak dalam

kutipan berikut. “Rambutnya sebahu, sedikit ikal, kulitnya cerah dan wangi...” (Dee, 2009:108)

Tokoh „Tante Haryanto dan Oom Haryanto‟, dilihat dari cerita mereka berdua adalah sosok orang tua yang baik bagi anak-anaknya, tetapi dilihat dari aspek psikologisnya Tante Haryanto adalah seorang ibu rumah tangga yang pintar dalam mengurus keuangan keluarga.

Tampak dari kutipan berikut. “Bayangkan, berapa duit yang harus

keluar kalau kita kasih mereka kelabang setiap hari? Satu kelabang saja sudah gopek! Kodok juga mahal. Ikan kecil mereka nggak doyan. Terus, ikannya ada dua! Makan mereka sebulan sudah sama dengan

commit to user

Adapun, tokoh „Oom Haryanto‟ adalah seorang kepala rumah tangga yang bertanggung jawab selain kepada anak dan istrinya juga bertanggung jawab kepada peliharaannya yaitu ikan arowana. Tampak dari kutipan berikut. “... Aku sayang sekali sama ikan-ikan itu. Kau kan tahu, mereka sudah kupelihara dari kecil. Mereka tidak boleh kelaparan,

apa pun caranya! Biarlah sementara dikasih makan kecoak saja.” (Dee,

2009:116)

Tokoh „David dan Natalia‟, adalah kakak dari tokoh „Sarah‟. Dilihat dari aspek psikologisnya mereka adalah seorang kakak yang

baik dan selalu melindungi adiknya tokoh „Sarah‟. namun mereka yang

paling sering mengganggu bangsa Rico. Hal ini tampak dari kutipan

berikut. “

... Percobaan apa? Rongrong David tak sabar.

Sekilas Natalia memandang Sarah yang masih tertidur. Nanti saja, ada Sarah. aku takut dia dengar. (Dee, 2009:122)

David terlonjak bangun. „Benar-benar kecoak?‟ tanyanya serius. (Dee, 2009:129)

Natalia langsung menerobos masuk dan bertanya tegang,

„Kecoak‟? Kecoak macam apa? (Dee, 2009:129)

Tokoh „Bi Ipah‟, seorang pembantu rumah tangga di keluarga Haryanto. Tidak banyak yang digambarkan di tokoh „Bi Ipah‟ ini. Hanya saja tokoh ini juga salah satu oknum yang sering memburu bangsa Rico. Itu juga karena suruhan dari keluarga Haryanto. Tampak

dari kutipan berikut. “Memang demikian yang terjadi. Selama ini

oknum-oknum yang sering memburu kami hanyalah Bi Ipah, Tante dan

commit to user

Tokoh „Hunter‟, dilihat dari aspek fisiknya kecoak laki-laki yang gagah dan perpaduan kecoak hutan yang besar dan kuat dengan

kecoak rumahan yang pintar. Tampak dari kutipan berikut. “Ayah

adalah kecoak ningrat yang tiada duanya. Ia perpaduan kecoak hutan yang besar dan kuat dengan kecoak rumahan yang pintar...” (Dee. 2009:109)

Aspek psikologisnya adalah seorang pemimpin di kerajaan kecoak yang pintar dan cerdik dalam memimpin rakyatnya. Dia juga

adalah Ayah dari tokoh „Rico‟. Tampak dari kutipan berikut. “Masa

kecilnya juga dihabiskan di lubang dekat televisi, karena itulah dia pintar, berbudaya, dan punya wawasan luas. Dia mempelajari semuanya dari kotak listrik warna-warni itu.” (Dee, 2009: 110)

Ayah berkeras. „Sampai kapan kita mau diperlakukan seperti

ini? Sampai kapan mental kita tetap bertahan sebagai hewan busuk yang bisa dibasmi begitu saja? Apa kamu tidak ingin melihat sesamamu maju? Kecoak sudah ada di muka Bumi sebelum manusia, dan kita akan terus ada sekalipun semua manusia punah! Jadi, siapa yang lebih kuat?. (Dee, 2009:120)

Tokoh „Lala Pita‟, aspek fisiknya adalah kecoak albino perempuan yang manis, usianya kira-kira sama dengan tokoh „Rico‟.

Tampak dari kutipan berikut. “... Lala Pita adalah kecoak albino yang

manis, usianya kira-kira sebaya denganku. Dan kami tahu benar berapa puluh kecoak jantan yang saling bersaing untuk mengawini Pita.

Sebelum bertemu Sarah aku juga pernah sedikit naksir.” (Dee,

2009:113)

Tokoh „Tuan Absurdo‟, aspek fisiknya kecoak laki-laki dengan warna cokelat kusam, sungutnya pendek dan tebal, sayapnya kecil,

commit to user

bertubuh besar dengan posisi tubuh seperti manusia yang duduk dan

punggungnya melengkung. Tampak dari kutipan berikut. “Mahluk itu

seperti perpaduan kumbang, belalang, dan kecoak. Warnanya cokelat kusam, sungutnya pendek dan tebal, sayapnya kecil hingga nyaris tidak terlihat. Tapi yang membuat jijik adalah posisi manusia duduk! Punggungnya melengkung bagai bula sabit. Kaki-kaki yang menopang posisi duduknya hanya sedikit dan lemah hingga ia bergerak sangat lamban. Bahkan hampir tak bergerak. Sementara kaki-kaki sisanya

menengadah begitu saja sepeti tanpa fungsi.” (Dee, 2009:123)

Tokoh „Petruk‟, aspek psikologisnya kecoak senantiasa

menuruti perintah rajanya. Tokoh „Petruk‟ ini adalah asisten pribadi

sekaligus sekretaris kerajaan yang selalu memberikan berita-berita

terbaru dari keluarga Haryanto. Tampak dari kutipan berikut. “Petruk berdehem sejenak. „Tadi pagi, ada musibah yang menimpa salah seekor warga kita... Lala Pita.‟ Suara Petruk bergetar, menyiratkan duka yang dalam.” (Dee, 2009:113)

Tokoh „Mami Vin‟, tidak banyak yang digambarkan dari tokoh

„Mami Vin‟ ini namun dilihat dari aspek psikologisnya adalah ibu tiri dari tokoh „Rico‟ yang baik dan selalu membela apa yang menjadi keputusan tokoh „Rico‟. Tokoh „Mami Vin‟ lah yang mendukung

perasaan tokoh „Rico kepada tokoh „Sarah. tampak dari kutipan berikut.

“Di bilik istana, Vinolia juga tengah menangisi nasibku. Menangisi semua kenangan dan semua mimpi yang selalu kuceritakan padanya. Mami Vin pasti tak mengira betapa besar padanya. Mami Vin pasti

commit to user

tidak mengira betapa besar cintaku pada Sarah sehingga aku rela

memberikan nyawaku hanya agar gadis itu tidak disakiti...” (Dee,

2009:133)

c. Latar

Cerpen “Rico de Coro” ini menggunakan latar tempat yang paling tampak adalah sebuah rumah keluarga Oom Haryanto, berikut ruang-ruang yang merupakan bagian dari rumah tersebut seperti ruang tamu, kamar, dapur, dan benda-benda yang biasa berada di sebuah rumah. “... Dialah manusia yang paling baik di rumah yang kutumpangi ini. Namun, bagi bangsaku, dia tak lebih dari seorang pembunuh.” (Dee, 2009:108-109).

Pernyataan di atas menyatakan salah satu latar peristiwa dalam cerpen ini, salah satu dari anggota keluarga Oom Haryanto yaitu tokoh

„Sarah‟ tidak pernah membenci keberadaan tokoh „Rico‟ di rumahnya. Pada

tempat lain yang merupakan bagian dari rumah keluarga Oom Haryanto juga menjadi latar dari cerita, yaitu pada dapur, beserta benda-benda di sekitar dapur. Tampak dari kutipan berikut.

Sarah sendiri tidak pernah berani berurusan dengan kami. Setiap kali mendekati kerajaan yang terletak di dapur, dia selalu minta ditemani. (Dee, 2009:109)

Pada suatu malam, terjadi rapat besar di lemari gas LPG. Di sanalah kediaman Ayah, aku, dan ibu tiriku. Tempat itu memang paling nyaman dari semua pelosok dapur. Paling lembab, gelap, dan jarang diusik. (Dee, 2009:112-113)

Pernyataan di atas juga menyatakan salah satu latar peristiwa dalam cerpen ini, terjadi sebuah rapat besar kerajaan kecoak di sebuah lemari gas

commit to user

LPG. Latar tempat lain yang merupakan bagian dari rumah Oom Haryanto adalah kamar Sarah. Hal ini tampak dari kutipan berikut.

Dari balik tirai, aku asyik mengamati Sarah yang tengah tertidur pulas. Kusembunyikan kedua sungut ini rapi-rapi setiap kali mengunjungi kamarnya, karena perjalanan ini berbahaya sekali. (Dee, 2009:121).

Pernyataan tersebut merupakan salah satu latar peristiwa dalam

cerpen ini, kebiasaan dari tokoh „Rico‟ yang sering mengamati tokoh „Sarah‟ dari bilik tirai kamar tokoh „Sarah‟.

Berdasarkan keseluruhan kejadian dalam cerpen ini latar yang digunakan dalam cerpen ini adalah sebuah rumah Oom Haryanto beserta bagian-bagian rumahnya. Tempat kerajaan kecoak berdiri sampai akhir dari

tokoh „Rico‟ yang mati terkena racun. Dalam setiap kejadian memancing munculnya karakter sebenarnya dari para tokoh. Jadi kehadiran latar menjadi begitu penting dalam menjaga keutuhan dan jalinan struktur yang mendukung kajian semiotik.

d. Tema dan amanat

Melalui pembacaan berulang serta kajian terhadap cerpen “Rico de Coro” ini tertangkap tema utamanya adalah mengenai ketulusan cinta. Kisah cinta seekor kecoak kepada anak majikannya yaitu Sarah. Terlihat bahwa kisah cinta kecoak ini tulus dan apa adanya kepada anak majikannya itu begitu pula Sarah. Sarah satu-satunya anggota keluarga yang tidak pernah mengganggu bangsa Rico. Namun perasaan cinta Rico terhalang oleh kerasnya sang Ayah. Ayah Rico tidak pernah menyukai para manusia yang

commit to user

suka menganggu bangsanya itu tetapi Rico masih tetap bersikeras tentang perasaan sukanya terhadap Sarah.

Rico digambarkan mempunyai hati yang tulus kepada Sarah sekalipun dia hanyalah seekor kecoak yang jelek dan pastinya semua orang akan jijik melihatnya. Namun dari sifat Rico ini menggugah bahwa mahluk di mata Tuhan tidak dilihat dari bentuk fisiknya saja melainkan dilihat dari hati dan tindakannya.

Dalam cerita ini juga menggambarkan para kecoak yang ingin sebuah kemerdekaan dari keluarga Haryanto, karena sebenarnya mereka tidak pernah mengganggu kehidupan keluarga Haryanto. Para kecoak menginginkan haknya untuk hidup di dunianya sendiri begitu manusia juga pastinya menginginkan kebebasan dan kemerdekaan.

Maka dari itu amanat yang dapat dipetik dari cerita ini agar saling mencintai dan menyayangi bagi sesama mahluk hidup ciptaan Tuhan, janganlah bersikap egois di dalam kehidupan ini. Karena semua mahluk ciptaanNya pasti akan menginginkan kebahagiaan juga kebebasan dalam hidup.

Analisis struktural dari cerpen “Rico de Coro” sebagai cerpen terakhir dari kumpulan cerpen Filosofi Kopi. Sedemikian kiranya, yang selanjutnya akan diinterpretasikan lebih lanjut dengan menerapkan analisis semiotika diserta dengan makna yang terkandung dari cerpen tersebut.

commit to user

B. Analisis Semiotik Cerpen Filosofi Kopi, Sikat Gigi, Mencari Herman

Dokumen terkait