• Tidak ada hasil yang ditemukan

Simbolisasi dalam Kumpulan Cerpen “Filosofi Kopi” Karya Dee : Sebuah Tinjauan Semiotik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Simbolisasi dalam Kumpulan Cerpen “Filosofi Kopi” Karya Dee : Sebuah Tinjauan Semiotik"

Copied!
131
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

i

SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN

FILOSOFI KOPI

KARYA DEE:

SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan

guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa

Universitas Sebelas Maret

Disusun oleh

ARVITA KUSUMARDANI C 0207018

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

commit to user

ii

SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN

“FILOSOFI KOPI”

KARYA DEE:

SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

Disusun oleh

ARVITA KUSUMARDANI C 0207018

Telah disetujui oleh pembimbing

Pembimbing

Drs. Wiranta, M.S NIP 195806131986011001

Mengetahui

Ketua Jurusan Sastra Indonesia

(3)

commit to user

iii

SIMBOLISASI DALAM KUMPULAN CERPEN

“FILOSOFI KOPI”

KARYA DEE:

SEBUAH TINJAUAN SEMIOTIK

Disusun oleh

ARVITA KUSUMARDANI C 0207018

Telah disetujui oleh Tim Penguji Skripsi

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Pada tanggal... 2011

Jabatan Nama Tanda Tangan

Ketua Drs. Ahmad Taufiq, M. Ag.

NIP 196206101989031001 ………..

Sekretaris Dra. Chattri S. Widyastuti, M.Hum.

NIP 196412311994032005 ………..

Penguji I Drs. Wiranta, M.S.

NIP 195806131986011001 ………...

Penguji II Dra. Murtini, M.S.

NIP 195707141983032001 ………

Dekan

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

(4)

commit to user

iv

PERNYATAAN

Nama : ARVITA KUSUMARDANI NIM : C0207018

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul Simbolisasi dalam

Kumpulan Cerpen “Filosofi Kopi” Karya Dee : Sebuah Tinjauan Semiotik adalah betul-betul karya sendiri, bukan plagiat, dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut.

Surakarta, 02 Desember 2011 Yang membuat pernyataan

(5)

commit to user

v

MOTTO

Dan segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus, sambil mengucap syukur oleh Dia kepada Allah, Bapa kita.

(Kolose 3: 17)

Dalam gerak langkahku, kupercaya Engkau senantiasa menuntun langkahku ke jalan yang terbaik menurut rancangan-Mu.

(Penulis)

Walau tak ada yang sempurna, hidup ini indah begini adanya.

(6)

commit to user

vi

Karya ini kupersembahkan untuk:

(7)

commit to user

vii

KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rencana-Nya yang indah, sehingga penulis memperoleh kekuatan untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul Simbolisasi dalam Kumpulan Cerpen

“Filosofi Kopi” Karya Dee: Sebuah Tinjauan Semiotik.

Penulis berterima kasih atas segala doa, bantuan, dukungan dan dorongan yang telah diberikan baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, dengan segala ketulusan dan kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Drs. Riyadi Santosa, M. Ed., Ph. D., Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret, yang telah berkenan memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

2. Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag., Ketua Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret, yang telah memberikan izin serta kemudahan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

3. Dra. Chattri S. Widyastuti, M.Hum., Sekretaris Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret, yang selalu penuh perhatian dan memberi kemudahan dalam penulisan skripsi ini. 4. Drs. Wiranta, M.S., Dosen Pembimbing skripsi yang senantiasa

memberikan bimbingan serta pengarahan kepada penulis. Terima kasih atas limpahan waktu yang selalu diluangkan untuk penulis.

(8)

commit to user

viii

6. Seluruh dosen pengajar yang telah memberikan bimbingan selama masa perkuliahan berlangsung.

7. Bapak dan Ibuku yang selalu memberikan kasih sayang dan semangat yang tiada pernah usai.

8. Stevanus Wisnu Setya Nugraha, S.Pd., Terima kasih atas doa, bimbingan serta nasihat yang diberikan.

9. Para Nthungrs, Eri (si Bos genk), Vitalia (si bendahara), Panca, Aril dan Nopita. Terimakasih atas segala perhatian, dukungan serta motivasi yang telah kalian berikan.

10.Teman-teman Sastra Indonesia UNS angkatan 2007: Pipit, Pru Ririn, Savitri, Unna Imas, Esti, Ukhti, Putri, Betty, Tri, Alfi, Diana, Unun, Wilda, Nana, Yeni, Harry, Harry (Ustad), Mamed, Fajar, Bebex, Arif (Korti), Arif (Tinggi), Papik Akbar, Anggoro, Ikhsan dan Adit. Terima kasih atas segala doa, semangat, bantuan dan kebersamaannya selama ini. 11.Semua pihak yang telah membantu penulis, yang tidak dapat disebutkan

satu persatu

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat, khususnya pada Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret dan bagi pembaca pada umumnya.

Surakarta, 02 Desember 2011

(9)

commit to user

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

ABSTRAK ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan Masalah ... 6

C. Rumusan Masalah ... 7

D. Tujuan Penelitian ... 7

E. Manfaat Penelitian ... 7

F. Sistematika Penulisan ... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Terdahulu ... 10

B. Landasan Teori ... 12

C. Kerangka Pikir ... 24

(10)

commit to user

x

B. Sumber Data dan Data ... 26

C. Metode Penelitian ... 27

D. Pendekatan ... 27

E. Teknik Pengumpulan Data ... 28

F. Teknik Analisis Data ... 28

BAB IV ANALISIS A. Struktur Cerpen Filosofi Kopi, Sikat Gigi, Mencari Herman dan Rico de Coro ... 30

1. Struktur Cerpen Filosofi Kopi ... 30

a. Alur ... 30

b. Penokohan ... 37

c. Latar ... 41

d. Tema dan amanat ... 43

2. Struktur Cerpen Sikat Gigi ... 44

a. Alur ... 44

b. Penokohan ... 48

c. Latar ... 50

d. Tema dan amanat ... 51

3. Struktur Cerpen Mencari Herman ... 52

a. Alur ... 52

b. Penokohan ... 58

c. Latar ... 60

d. Tema dan amanat ...... 61

(11)

commit to user

xi

a. Alur ... 63

b. Penokohan ... 68

c. Latar ... 74

d. Tema dan amanat ...... 75

B. Analisis Semiotik Cerpen Filosofi Kopi, Sikat Gigi, Mencari Herman dan Rico de Coro ... 77

1. Simbolisasi dalam Cerpen Filosofi Kopi ... 78

a. Ikon ... 78

b. Indeks ... 80

c. Simbol ... 82

2. Simbolisasi dalam Cerpen Sikat Gigi ... 85

a. Ikon ... 85

b. Indeks ... 87

c. Simbol ... 88

3. Simbolisasi dalam Cerpen Mencari Herman ... 91

a. Ikon ... 91

b. Indeks ... 93

c. Simbol ... 96

4. Simbolisasi dalam Cerpen Rico de Coro ... . 97

a. Ikon ... 97

b. Indeks ... 100

c. Simbol ... 102

C. Analisis Makna ... 105

(12)

commit to user

xii

2. Sikat Gigi ... 107

3. Mencari Herman ... 110

4. Rico de Coro ... 112

BAB V PENUTUP A. Simpulan ... 115

B. Saran ... 118

DAFTAR PUSTAKA ... 119

(13)

commit to user

xiii

ABSTRAK

Arvita Kusumardani. C0207018. 2011. Simbolisasi dalam Kumpulan Cerpen

“Filosofi Kopi” Karya Dee: Sebuah Tinjauan Semiotik. Skripsi: Jurusan Sastra Indonesia. Fakultas Sastra dan Seni Rupa. Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Permasalahan dalam penelitian ini yaitu (1) Bagaimana alur, penokohan, latar, tema dan amanat dalam empat cerpen dari delapan belas kumpulan cerpen

Filosofi Kopi? (2) Bagaimana simbolisasi dalam empat cerpen dari delapan belas kumpulan cerpen Filosofi Kopi? (3) Bagaimana makna yang terkandung dalam empat cerpen dari delapan belas kumpulan cerpen Filosofi Kopi?

Tujuan penelitian ini adalah (1) Mendeskripsikan alur, penokohan, latar, tema dan amanat dalam empat cerpen dari delapan belas kumpulan cerpen Filosofi Kopi (2) Mendeskripsikan simbol-simbol dalam empat cerpen dari delapan belas kumpulan cerpen Filosofi Kopi (3) Mendeskripsikan makna yang terkandung dalam empat cerpen dari delapan belas kumpulan cerpen Filosofi Kopi.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Obyek material dari penelitian ini adalah kumpulan cerpen Filosofi Kopi, karya Dee yang mengindikasikan simbol-simbol di dalamnya. Adapun obyek formalnya meliputi simbol-simbol. Simbol yang dimaksudkan adalah bahasa dari pengarang yang dianggap sebagai simbol dalam kumpulan cerpen

Filosofi Kopi. Populasi penelitian ini adalah kumpulan cerpen Filosofi Kopi karya Dee yang terdiri 18 kumpulan cerpen. Sampling dari penelitian ini adalah empat

cerpen dari kumpulan cerpen Filosofi Kopi yaitu “Filosofi Kopi”, “Sikat Gigi”, “Mencari Herman”, dan “Rico de Coro”. Sumber data penelitian ini adalah

kumpulan cerpen Filosofi Kopi. Data dalam penelitian ini adalah pemaknaan berupa kata-kata, kalimat dalam bentuk ungkapan atau gaya bahasa pengarang. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah teknik pustaka. Teknik pengolahan data dalam penelitian ini adalah reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan/verifikasi.

(14)

commit to user

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Karya sastra merupakan karya seni yang mempergunakan bahasa sebagai mediumnya. Karya sastra adalah hasil karya imajinatif manusia yang bermediakan bahasa, bersifat estetik dan merupakan gambaran dari kehidupan. Karya sastra terdiri dari novel, puisi, prosa, cerita pendek atau cerpen, cerita bersambung atau cerbung, dan lain sebagainya. Maka dari itu, peneliti akan mengkaji salah satu genre karya sastra yaitu cerpen.

Karya sastra sebagai simbol merupakan bentuk untuk menandai sesuatu yang lain di luar perwujudan bentuk simbolik itu sendiri. Simbol tidak dapat disikapi secara isolatif, terpisah dari hubungan asosiatifnya dengan simbol lainnya (Aminuddin, 1995:189). Simbol merupakan seluruh kegiatan mental manusia, yang dianggap sebagai satu-satunya media yang didasari oleh sebuah penalaran. Bahasa kemudian hanya dijadikan sebagai salah satu bentuk kegiatan atau sebuah ungkapan simbolis dengan kegiatan simbolis lainnya.

(15)

commit to user

mengerti, tetapi terhadap pesan orang dapat tersentuh secara lemah dan secara intensif (M. Sastrapratedja, 1982: 77)

Bagi Todorov simbol merupakan gejala khusus dari sign = „lambang‟.

Sebagai bagian dari lambang, meskipun tidak semua lambang adalah simbol, simbol itu sendiri dapat disebut sebagai lambang. Dalam artian umum istilah simbol juga sering diartikan sebagai bentuk yang mengemban makna tersirat. Todorov menganggap simbol sebagai gejala khusus dari lambang karena keberadaan simbol terkait dengan lambang interpretasi, penggunaan dan penikmatan, keikutsertaan dan pemasukan ciri, seni dan mitologi, serta gejala lain menyangkut pengkreasian lambang. Lambang merupakan „fakta‟ yang dapat didudukan secara isolatif terlepas dari hubungannya dengan penafsiran pemakainya. Selain itu, lambang mengacu pada gejala yang lebih luas daripada simbol. Simbol hanya mengacu pada simbol verbal (Aminuddin, 1995: 190).

Dalam penelitian ini akan menganalisis kumpulan cerpen Filosofi Kopi

karya Dee yang terdiri dari delapan belas cerpen dan mencetak cetakan ke sepuluh pada tahun 2009. Melalui kumpulan cerpen Filosofi Kopi, penulis akan memfokuskan penelitian yang mengandung simbol-simbol, makna dan pesan tertentu. Kumpulan cerpen yang akan diteliti, (1) “Filosofi Kopi”, (2)

“Sikat Gigi”, (3) “Mencari Herman”, (4) “Rico de Coro”.

(16)

commit to user

simbolisasi yang mengandung makna dan pesan tersendiri bagi pembaca. Hal tersebut juga ditunjukkan Dee dalam karyanya Filosofi Kopi. Semangat karya-karya penulis muda tersebut mampu mencuri perhatian khalayak pembaca Indonesia terutama kalangan kaum muda. Terlepas dari berbagai kontroversi, kehadiran karya-karya penulis perempuan Indonesia tersebut di satu sisi telah turut berperan dalam perkembangan khasanah sastra Indonesia dengan warna yang berbeda dengan masa-masa sebelumnya.

Kumpulan cerpen Filosofi Kopi ini memunculkan beberapa simbol yang mempunyai tujuan sama dengan semua pengarang yaitu mendapatkan kebebasan menyampaikan pesan pada pembaca melalui interpretasi makna dari simbol-simbol yang ada dan menjadi semacam gaya bahasa pengarang. Terdapat beberapa simbol seperti simbolisasi dalam sebuah kopi, sikat gigi, kecoa dan lain sebagainya. Dari berbagai kisah-kisah ini menggambarkan proses transformasi cinta dari sekedar kumpulan emosi menuju sebuah eksistensi. Kumpulan cerpen ini menghadirkan bagaimana perjuangan seorang yang memiliki hobi terhadap kopi dan memaknai kopi dari sudut pandang kehidupan sekaligus pencarian jati diri. Hal ini menarik untuk diamati dan diangkat dalam karya sastra.

(17)

commit to user

dan imajinasi yang tinggi untuk sampai kepadanya. Tidak semua pengarang mampu melakukan hal ini.

Hal lain yang menarik dari kumpulan cerpen FK yaitu cinta yang tidak hanya sebagai proses emosi, tetapi juga proses pencarian jati diri. Simbolisasi kopi mengalami perubahan nilai dari waktu ke waktu. Kopi yang dikondisikan dan dikomoditaskan sesuai dengan selera masyarakat lewat munculnya kafe-kafe sebagai bukti gejala atau fenomena yang sangat menarik untuk diamati.

Pengunjung selalu memenuhi kafe ketika jam istirahat. Setiap kafe memasang harga Rp. 1.500,00 sampai Rp. 25.000,00 per gelas. Bagi kalangan profesional dan eksekutif biasanya lebih memilih kafe kelas menengah ke atas

seperti Dome, Starburk, JC‟s Cafe. Kafe-kafe tersebut di antaranya terdapat di

(18)

commit to user

sosok tokoh Ben dalam cerpen “filosofi kopi”, Ben adalah sosok yang

perfeksionis dan ambisius. Kopi membuatnya menjadi sosok yang menginginkan kesempurnaan hidup melalui „Ben’s Perfecto’ kopi ciptaannya, tetapi di sini juga ditampilkan sosok tokoh Pak Seno yang mengartikan kopi pada dasarnya minuman pahit. Dari sinilah kemudian menjadi sisi menarik dari cerpen “filosofi kopi”.

FK merupakan buku fiksi karya Dee yang sukses setelah serialnya yang berjudul Supernova: Ksatria, Putri dan Bintang Jatuh. FK ditulis dalam kurun waktu sepuluh tahun antara 1995-2005. Dari delapan belas cerpen

dalam FK ini, terdapat dua di antaranya yaitu “Rico de Coro” dan “Sikat Gigi”

yang sudah pernah dipublikasikan. FK juga pernah mendapat penghargaan Top Khatulistiwa Literary Award pada tahun 2005, serta karya terbaik pada tahun 2006 dalam Majalah Tempo.

(19)

commit to user

sastra sebagai suatu sistem tanda-tanda dan menentukan konvensi-konvensi apa yang memungkinkan karya sastra mempunyai arti (1995: 142).

Karya sastra mempunyai kekhasan yang memerlukan analisis unsur intrinsik secara mendalam melalui pendekatan struktural, yang dilanjutkan pemaknaan dari simbol-simbol yang muncul dalam karya sastra. Pendekatan struktural membantu menghubungkan dengan simbol-simbol yang muncul dalam karya sastra guna menemukan pemahaman dan makna totalitas dari karya sastra. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka penelitian ini mengambil judul “Simbolisasi dalam Kumpulan Cerpen Filosofi KopiKarya Dee : Sebuah Tinjauan Semiotik”.

B. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah ini dimaksudkan untuk membatasi masalah sehingga tujuan penelitian ini menjadi lebih jelas dan terarah. Penelitian ini dibatasi

1. Unsur-unsur struktur cerpen “Filosofi Kopi”, “Sikat Gigi”, “Mencari Herman”, dan, “Rico de Coro”, meliputi alur, penokohan, latar, tema dan amanat yang membentuk kepaduan cerpen.

2. Masalah semiotik yang mengkaji simbolisasi dalam cerpen “Filosofi

Kopi”,“Sikat Gigi”, “Mencari Herman”, dan “Rico de Coro”.

3. Masalah semiotik yang mengkaji makna simbolisasi dalam cerpen

“Filosofi Kopi”, “Sikat Gigi”, “Mencari Herman”, dan “Rico de

(20)

commit to user C. Rumusan Masalah

1. Bagaimana alur, penokohan, latar, tema dan amanat dalam empat cerpen dari delapan belas kumpulan cerpen FK?

2. Bagaimana simbolisasi dalam empat cerpen dari delapan belas kumpulan cerpen FK?

3. Bagaimana makna yang terkandung dalam empat cerpen dari delapan belas kumpulan cerpen FK?

D. Tujuan Penelitian

1. Mendeskripsikan alur, penokohan, latar, tema dan amanat dalam empat cerpen dari delapan belas kumpulan cerpen FK.

2. Mendeskripsikan simbol-simbol dalam empat cerpen dari delapan belas kumpulan cerpen FK.

3. Mendeskripsikan makna yang terkandung dalam empat cerpen dari delapan belas kumpulan cerpen FK.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara teoretis maupun praktis. Adapun manfaat yang dimaksudkan sebagai berikut.

1. Manfaat Teoretis

(21)

commit to user

cerpen “Filosofi Kopi”, “Sikat Gigi”, “Mencari Herman”, dan “Rico de

Coro”.

2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis penelitian ini adalah dapat memberi wawasan dan pemahaman terhadap karya sastra, selain itu dapat mengetahui amanat yang terkandung dalam kumpulan cerpen tersebut yaitu sebuah proses tranformasi dari diri seorang juga kisah cinta yang bukan sekedar sebuah proses emosi, tetapi juga proses pencarian jati diri.

F. Sistematika Penelitian

Sistematika penulisan dalam sebuah penelitian berfungsi untuk memberikan gambaran mengenai langkah-langkah suatu penelitian. Adapun sistematika dalam penulisan ini adalah sebagai berikut.

Bab pertama adalah pendahuluan terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian serta sistematika penulisan. Latar belakang masalah menguraikann alasan diadakannya penelitian dan pemilihan kumpulan cerpen Filosofi Kopi

(22)

commit to user

penulisan diperlukan untuk mempermudahkan dalam proses analisis permasalahan sehingga bersifat lebih sistematis.

Bab kedua adalah kajian terdahulu, kajian pustaka dan kerangka pikir. Kajian terdahulu berisi daftar beberapa penelitian yang menggunakan teori semiotika. Kajian pustaka berisi teori-teori-teori yang berkaitan dengan permasalahan yang hendak dibahas dalam penelitian ini, yang terdiri dari beberapa pendekatan yaitu pendekatan semiotik Charles Sander Pierce, pengertian simbol. Kerangka pikir berisi penggambaran mengenai cara pikir yang digunakan oleh peneliti untuk mengkaji permasalahan yang diteliti

Bab ketiga adalah metode penelitian. Dalam bab ini dibahas tentang data, sumber data, teknik pengumpulan data, teknik analisis data.

Bab keempat adalah analisis data berisi simbol-simbol yang ada dalam kumpulan cerpen Filosofi Kopi berdasarkan teori Charles Sander Pierce.

(23)

commit to user

10

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

A. Tinjauan Terdahulu

Penelitian dengan menggunakan objek kumpulan cerpen “Filosofi Kopi” karya Dee, pernah diteliti di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dengan pendekatan yang berbeda. Penelitian tersebut adalah sebagai berikut.

1. Analisis Fakta Cerita dan Tema Cerpen “Filosofi Kopi” Karya Dewi Lestari: Menurut Stanton, oleh Anwari Eka Putra, mahasiswa program Sastra Indonesia, Fakultas Sastra dan Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada pada tahun 2008. Penelitian tersebut membahas mengenai aspek struktural yang menggunakan teori Robert Stanton. Analisis ini membahas unsur alur dalam cerpen tersebut dan hubungannya dengan unsur-unsur pembangun cerita lainnya, yaitu latar dan tokoh serta tema, sebagai cerpen kontemporer yang memiliki struktur alur yang kompleks sarat akan pergeseran nilai.

(24)

commit to user

Pierce (3) hubungan intertekstualitas dalam kumpulan cerpen Mereka Bilang, Saya Monyet! Dengan karya sastra lain.

3. Makna Simbolisasi Batu dalam Kumpulan Cerpen “Hikayat Batu-batu” Karya Taufik Ikram Jamil: Suatu Tinjauan Semiotik, mahasiswa program Sastra Indonesia, Fakultas Sastra dan Ilmu Budaya, Universitas Sebelas Maret pada tahun 2005. Penelitian tersebut membahas mengenai aspek struktur cerita meliputi alur, tokoh, dan latar. Batu dalam cerpen-cerpen yang bersangkutan merupakan simbol. Makna batu dalam cerpen-cerpen tersebut tidak sebatas makna batu secara harafiah tetapi merupakan simbolisasi dari suatu hal yang lebih kompleks.

Untuk membedakan dengan penelitian ini adalah bahwa penelitian ini meneliti karya sastra cerpen yang berjumlah empat buah yaitu “Filosofi Kopi”, “Sikat Gigi”, “Mencari Herman”, “Rico de Coro”. Dalam penelitian ini digunakan

pendekatan semiotik Charles Sanders Pierce, dengan analisis melalui beberapa tahapan yaitu membedah cerpen tersebut dengan aspek struktural yaitu alur, penokohan, latar, tema dan amanat; mendeskripsikan beberapa simbol yang terdapat dalam empat cerpen dengan teori semiotik Charles Sanders Pierce yaitu ikon, indeks dan simbol atau lambang serta mendeskripsikan makna yang terkandung dari empat cerpen tersebut.

(25)

commit to user B. Landasan Teori

1. Pendekatan Semiotika

Semiotika Modern mempunyai dua orang bapak, yaitu Charles Sanders Peirce (1839-1914), yang lain Ferdinand de Saussure (1857-1913). Mereka mempunyai perbedaan-perbedaan yang penting, terutama dalam penerapan konsep-konsep, antara hasil karya para ahli semiotika yang berkiblat pada Peirce di satu pihak dan hasil karya para pengikut Saussure di pihak yang lain (Burhan Nurgiyantoro, 2005). Kata Semiotika berasal dari bahasa Yunani, semeion yang berarti tanda. “Semiotika adalah cabang ilmu yang berurusan

dengan pengkajian tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda, seperti sistem tanda dan proses yang berlaku bagi pengguna tanda” (Zoest, 1993:1)

Setelah De Saussure meninggal, diuraikan dengan panjang-lebar bahwa bahasa adalah sistem tanda; dan tanda merupakan kesatuan antara dua aspek yang tak terpisahkan satu sama lain: signifiant

(penanda) dan signifié (petanda); signifiant adalah aspek formal atau bunyi pada tanda itu, padahal signifié adalah aspek kemaknaan atau konseptual; tetapi signifiant tidak identik dengan bunyi dan signifié

bukanlah denotatum, jadi hal atau benda dalam kenyataan yang diacu oleh tanda itu; secara kongkrit tanda burung tidak sama dengan bunyi fisik dan tidak pula dengan binatang dalam kenyataan. Dapat dikatakan bahwa aspek tandanya dilaksanakan lewat bentuk bunyi fisik, sedangkan sebagai tanda kata burung dapat dipakai untuk mengacu pada sesuatu dalam kenyataan; tanda memang terdiri dari aspek formal dan konseptual yang merupakan dwitunggal, tetapi kedua aspek itu mempunyai status mandiri terhadap bunyi nyata dan benda atau gejala dalam kenyataan; fungsinya sebagai tanda berdasarkan konvensi sosial (Teeuw, 1984: 43-44)

(26)

commit to user

pengalaman, pikiran, perasaan, gagasan, dan lain-lain. Jadi, yang dapat menjadi tanda sebenarnya bukan hanya bahasa saja, melainkan berbagai hal yang melingkupi kehidupan ini, walau haru diakui bahwa bahasa adalah sistem tanda yang paling lengkap dan sempurna. Tanda-tanda itu dapat berupa gerakan anggota badan, gerakan mata, mulut, bentuk tulisan, warna, bendera, bentuk dan potongan rumah, pakaian, karya seni: sastra, lukis, patung, film, tari, musik, dan lain-lain yang berada di sekitar kehidupan kita. Dengan demikian, teori semiotik bersifat multidisiplin sebagaimana diharapkan oleh Peirce agar teorinya bersifat umum dan dapat diterapkan pada segala macam.

Peirce mengungkapkan pendapatnya mengenai tanda, di mana dia mengusulkan kata semiotika sebagai sinonim kata logika. Logika harus mempelajari bagaimana orang bernalar. Penalaran itu dilakukan melalui tanda-tanda sebagai unsur dalam komunikasi yang perlu penalaran dalam mendapatkan makna dan memahaminya berdasarkan atas konvensi, atau kesepakatan mengenai tanda tersebut. Penerapan teori Peirce serasa memberi penawaran yang lebih dibanding dengan Saussure yang terbatas pada linguistik. Alasan inilah yang menjadikan penulis cenderung memilih teori Peirce dalam penelitiannya.

Peirce mengemukakan bahwa “tanda hanya berarti tanda apabila ia berfungsi sebagai tanda” (Zoest, 1993:10). Dapat disimpulkan bahwa

(27)

commit to user

Pandangan terhadap realitas yang dihadapinya terbagi dalam tiga kategori, yaitu pemahaman yang mengandalkan intuisi atau perasaan, kemudian pemahaman yang mempertimbangkan pengalaman berdasar atas kenyataan yang dihadapi, dan pemahaman yang mempergunakan penyelesaian atau aturan dari konvensi yang telah disepakati. Pierce membedakan tiga macam tanda menurut sifat penghubungan tanda dan denotatum:

a. Ikon

Tanda ikonis ialah tanda yang ada sedemikian rupa sebagai kemungkinan, tanpa tergantung pada adanya sebuah denotatum, tetapi dapat dikaitkan dengannya atas dasar suatu persamaan yang secara potensial dimilikinya. Dalam arti sempit ikon hanya ada menurut cara eksistensi dari apa yang mungkin. Ikon seperti qualisign merupakan sebuah first.

Dengan demikian definisi ini mengimplikasikan bahwa segala sesuatu merupakan ikon, karena semua yang ada kenyataan dapat dikaitkan dengan suatu yang lain. Bila di kebun tumbuh sebuah labu aneh, kita tiba-tiba dapat menemukan bahwa labu itu mirip kepala seorang negarawan terkenal. Apabila terhadap politik negarawan itu kemudian diadakan suatu demonstrasi protes, labu itu dapat ditancapkan di atas tongkat dan membawanya dalam barisan: kini labu itu menjadi sebuah tanda. Saat itu pula labu itu merupakan ikon murni (Zoest, 1993: 24). b. Indeks

(28)

commit to user

hubungan antara tanda dan denotatum adalah bersebelahan. Indeks adalah tanda yang merujuk atau menunjuk, bersandar pada keadaan terbatas (Zoest, 1993: 24)

Seperti pada ungkapan tidak ada asap tanpa api. Memang asap dapat dianggap sebagai tanda untuk api dan dalam hal ini merupakan indeks. Sebuah penunjukan arah angin merupakan indeks. Jadi segala sesuatu yang memusatkan perhatiannya pada sesuatu merupakan sebuah indeks, apakah berupa jari yang diacungkan atau sebuah petunjuk arah angin

c. Lambang atau simbol

Adalah tanda yang berhubungan antara tanda dan denotatumnya ditentukan oleh peraturan yang berlaku umu, merupakan third. Simbol merupakan tanda yang telah melalui fase perjanjian atau terikat pada yang sosial maupun terpaksa lebih halus (Zoest, 1993: 23-27).

Penggabungan tanda dengan aturan yang mendasarinya memungkinkan untuk dihasilkannya sebuah makna teks. Oleh karena itu, hubungan antara penanda dan petanda bukanlah terbentuk secara alamiah, melainkan hubungan yang berdasarkan konvensi.

Implikasinya seperti pada saat menggerakkan kepala dari atas ke bawah, berarti menghubungkan mengangguk dengan sebuah denotatum yang dapat disebut „ya‟ atau „membenarkan‟. Sampai di sini tanda dapat

(29)

commit to user

sebagai second, jika dihubungkan dengan suatu peraturan umum, suatu third, akan menjadi suatu third. Mengangguk „ya‟, meskipun hanya akan

dilakukan satu kali, adalah sebuah tanda simbolis (Zoest, 1993: 25).

2. Teori Struktural

Pendekatan struktural menekankan pada suatu karya itu merupakan jalinan yang erat antar unsur-unsur yang membangun karya sastra. Pemahaman karya sastra dapat diperoleh dari teks karya itu sendiri dengan melihat bentuk, isi atau makna dari karya tersebut. Pendekatan struktural adalah pendekatan yang mengutamakan aspek tekstual dari karya sastra yang berupa unsur intrinsik. Pendekatan struktural berguna dalam memahami makna suatu karya sastra sebagai satu struktur yang bulat dan utuh, saling terkait antar bagian.

Penerapan pendekatan struktural akan memperjelas keterjalinan antar unsur sehingga makna totalitas tercipta. “Prinsipnya jelas: analisis struktural

bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, semendetail dan mendalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua anasir dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh” (Teeuw, 1984:135).

(30)

commit to user

sastra memiliki makna tertentu yang perlu diungkap, sehingga diperlukan analisis keterjalinan semua unsur intrinsik guna mengungkapkan makna dan simbol yang ada.

a. Alur

Alur memiliki kaidah tersendiri. Alur harus memiliki awal, pertengahan dan akhir. Alur juga harus masuk akal dan logis, tetapi mengejutkan pembaca dengan ketegangan yang dibangunnya. Alur cerita rekaan pada umumnya terdiri dari:

1) Tahap awal, terbagi menjadi: a) Paparan (exposition)

b) Ransangan (inciting moment)

c) Gawatan (rising action)

2) Tahap tengah, terbagi menjadi: a) Tikaian (conflict)

b) Rumitan (complication)

c) Klimaks

3) Tahap akhir terbagi menjadi: a) Leraian (falling action)

b) Selesaian (denouenment) (Panuti Sudjiman, 1988:30) Alur juga terbagi menjadi beberapa macam yaitu:

1) Alur maju (progresif), adalah jenis alur yang peristiwa-peristiwanya bersifat kronologis atau secara runtut. Cerita dimulai dari tahap awal, tengah, dan akhir (Burhan Nurgiyantoro, 2005:154)

(31)

commit to user

cerita yang dimulai dari penyelesaian, kemudian klimaks hingga akhirnya pelukisan keadaan atau bisa dari klimaks, kemudian penyelesaian baru pelukisan keadaan.

3) Alur tarik balik (back tracking), adalah alur konvensionil, di mana jalinan ceritanya tetap maju, tetapi ada bagian-bagian tertentu ada yang ditarik lagi ke belakang (Mursal Esten, 1990:26).

Cerita rekaan mempunyai sebuah alur yang ditemukannya tema dan amanat cerita. Alur mempunyai kekuatan guna memelihara susunan dalam cerita, menimbulkan bagian dari peristiwa dalam cerita yang penuh intrik di dalamnya menjadi masalah-masalah baru yang padu. Alur dengan penuh kejutan-kejutan dan masalah-masalah hidup yang jarang disentuh sastrawan lain menjadi salah satu daya tarik dalam kumpulan cerpen

Filosofi Kopi menjadikan pembaca tergugah hatinya dan terbuka mata hatinya guna melihat keadaan disekitar.

1) Tokoh dan Penokohan

Tokoh dalam karya fiksi adalah rekaan, merupakan hasil imajinasi dari pengarang yang dihadirkan dengan tujuan membangun cerita yang berhubungan dengan kejadian, latar, dan tema yang diusung. Tokoh biasanya digambarkan dengan ciri-ciri yang berhubungan dengan kepribadian mereka (dengan keterangan-keterangan psikologis dan sosial) serta sikap (tingkah laku dan tindakan). “Untuk memberi petunjuk tentang diri tokoh, pengarang

(32)

commit to user

Menurut Abrams dalam Burhan Nurgiyantoro mengatakan bahwa “Tokoh cerita adalah orang (orang) yang ditampilkan dalam suatu

karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan apa yang dilakukan dalam tindakan” (2005: 165). Antara tokoh dan perwatakan memiliki kepaduan yang utuh, karena pada saat penyebutan nama tokoh tertentu, tak jarang langsung mengisyaratkan pada perwatakan yang dimilikinya.

Penokohan yang baik adalah penokohan yang berhasil menggambarkan tokoh-tokoh yang kelihatan nyata dalam membawa peran, yang oleh pengarang dilukiskan secara dramatik maupun analitik dan perkembangan watak dari tokoh-tokoh tersebut yang mewakili tipe-tipe manusia yang dikehendaki tema dan amanat yang ingin disampaikan (Mursal Esten, 1990:27). Peran penokohan yang baik akan menghasilkan efek-efek cerita yang nyata dan dapat secara jelas menampilkan seorang tokoh dalam sebuah cerita sesuai dengan tema serta amanat. “Penokohan lebih luas pengertiannya dari „tokoh

dan perwatakan‟ sebab dapat mencakup masalah tokoh cerita,

perwatakan, penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas pada pembaca”

(Burhan Nurgiyantoro, 2005: 166).

(33)

commit to user dibagi dua yaitu”

a) Teknik ekspositori atau teknik analitis, yaitu pelukisan tokoh cerita dilakukan dengan memberikan deskripsi, uraian, atau penjelasan secara langsung (2005:195)

Deskripsi tokoh dilakukan secara gamblang dan sederhana. Meliputi aspek watak, perilaku, sifat bahkan fisik yang dimilikinya. Pendeskripsian yang jelas mempermudah analisis tokoh sehingga kemungkinan kesalahan dalam penafsiran dan interpretasi dapat dikurangi dan membantu pemahaman jati diri tokoh sesuai dengan harapan pengarang.

b) Teknik dramatik, artinya deskripsi tokoh yang dilakukan secara tidak langsung. Artinya, pengarang tidak mendeskripsikan secara eksplisit sifat dan sikap serta tingkah laku tokoh (Burhan Nurgiyantoro, 2005: 198).

Menurut Burhan Nurgiyantoro, tokoh berdasarkan sudut pandang dan tinjauan, tokoh dapat dikategorikan dari segi peranan atau tingkatan pentingnya tokoh dalam sebuah cerita ada dua yaitu:

a) Tokoh utama (central character atau main character), adalah tokoh penting dan ditampilkan terus menerus mendominasi cerita, merupakan tokoh paling terkenal, baik sebagai pelaku maupun obyek yang dikenai dan paling besar pengaruhnya terhadap plot atau alur cerita.

(34)

commit to user

diperhatikan, dan kehadirannya hanya jika keterkaitan dengan tokoh utama (2005:176-180).

Sedangkan dilihat dari fungsi penampilan tokoh dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu :

a) Tokoh protagonis adalah tokoh yang merupakan pengejawantahan norma-norma, nilai-nilai, yang ideal bagi pembaca. Tokoh protagonis biasanya menampilkan sesuatu yang sesuai dengan pandangan, harapan bagi pembaca.

b) Tokoh antagonis adalah tokoh yang beroposisi dengan tokoh protagonis, secara langsung ataupun tak langsung, bersifat fisik maupun batin.

Pelukisan tokoh mengenai fisik, psikologis, lingkungan sosial, pikiran-pikirannya, tingkah laku, nama, dan semua hal yang berhubungan dengan tokoh dalam cerpen merupakan simbolisasi yang memiliki makna lebih dari yang tampak, bisa diketahui dengan menganalisisnya dengan pendekatan semiotik.

2) Latar

Latar dalam cerita rekaan menunjukkan pada pembaca tempat dan bilamana terjadinya suatu peristiwa atau tindakan yang akan diceritakan. Latar adalah semua keterangan mengenai peristiwa-peristiwa yang dalam cerita tentulah terjadi pada suatu waktu atau dalam suatu rentang waktu tertentu dari pada suatu waktu tertentu.

(35)

commit to user

geografis, termasuk tipografis, pemandangan serta perlengkapan sebuah kamar atau ruangan, pekerjaan atau kesibukan sehari-hari para tokohnya, musim terjadinya, lingkungannya, agama, moral, intelektual, sosial maupun emosional para tokoh.

Menurut Panuti Sudjiman dalam Kamus Istilah Sastra mengatakan latar adalah “segala keterangan mengenai waktu, ruang dan suasana

terjadinya lakuan dalam sastra” (1984:46). Latar sebagai wadah semua

unsur peristiwa yang terjadi meliputi suasana, tempat kejadian, dan waktu kejadian dalam cerita.

Perbedaan mengenai latar yag ada dalam cerpen itu berbeda dengan latar yang ada dalam novel. Menurut Burhan Nurgiyantoro dalam cerpen tidak memerlukan detil-detil yang khusus tentang keadaan latar, misalnya menyangkut keadaan tempat sosial. Cerpen hanya memerlukan pelukisan suasana tertetu yang dimaksudkan. Sedang dalam novel sebaliknya, dapat saja melukiskan keadaan latar secara terperinci, sehingga dapat memberikan gambaran yang lebih jelas, konkret, dan pasti tidak bertele-tele karena dapat menyebabkan kejenuhan dalam membaca (2005: 15).

Pada cerpen, terutama kumpulan cerpen Filosofi Kopi penggunaan latar ditekankan pada tempat kejadian bersosialisasi dari tokoh-tokoh dalam cerpen. Penekanan selain latar tempat yang mendapat perhatian dalam kumpulan cerpen ini latar waktu.

3) Tema dan Amanat

(36)

commit to user

membangun, karena keterbatasan jumlah dan ketebalan halaman. Hal ini senada dengan plot yang juga tunggal dan pelaku yang terbatas dalam sebuah cerpen (Burhan Nurgiyantoro, 2005: 13). Kekhasan tersebut menjadikan cerpen itu dibaca karena mudah dipahami serta menarik dan membutuhkan waktu yang lebih singkat.

Setiap tema terdapat makna yang tersembunyi, memerlukan analisis seksama karena cerita adalah sekumpulan bahasa yang memuat tanda-tanda. Tema merupakan unsur dalam struktur teks yang memerlukan interpretasi yang lebih mendalam guna mendapatkan makna yang terkandung. Menurut Okke K. S Zaimar “tema adalah ambang interpretasi

dari pembaca” (1991: 138). Stanton dalam Burhan Nurgiyatoro

menjelaskan juga bahwa tema dalam sebuah karya sastra sebagai berikut “tema merupakan makna sebuah cerita yang secara khusus menerangkan sebagian besar unsurnya dengan cara sederhana” (2005: 70).

Tema dan amanat sendiri mempunyai hubungan yang erat, saling terkait satu sama lain, bisa juga memiliki hubungan kausatif dan yang jelas, amanat merupakan solusi dari masalah yang ditampilkan. Tema yang diangkat oleh seorang pengarang adalah pergeseran nilai juga obsesi seseorang untuk mencapai kesempurnaan hidup sebagai perwujudan amanat dalam karya sastra. Amanat menurut Panuti Sudjiman adalah “gagasan yang mendasari karya sastra, pesan yang ingin disampaikan

(37)

commit to user C. Kerangka Pikir

Dalam penelitian terhadap kumpulan cerpen “Filosofi Kopi” karya Dee ini menggunakan pendekatan semiotika. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Struktural yang meliputi alur, penokohan, latar, tema dan amanat. Penelitian ini juga menggunakan semiotika Charles Sanders Pierce yang meliputi ikon, indeks, lambang atau simbol. Dengan penerapan teori tersebut dapat menyelesaikan permasalahan yang akan dikaji, yaitu simbol serta makna yang terdapat dalam kumpulan cerpen “Filosofi Kopi”. Dari bentuk penulisan sebuah cerpen yang tidak gramatikal (sesuai dengan tata bahasa) tersebut, penulisan cerpen diubah ke dalam bentuk yang gramatikal sebagai usaha untuk memahami dan menafsirkan simbol yang bermakna dalam cerpen. Oleh karena itu, diperlukan sebuah teori untuk menganalisis cerpen dalam usaha mencari makna yang dikandung dari cerpen.

Kumpulan cerpen “Filosofi Kopi” ini ditulis oleh Dee dengan bahasa yang terdapat simbol-simbol yang bermakna. Di dalam cerpen tersebut terdapat kata-kata sebagai simbol untuk menghadirkan makna yang dikandungnya. Oleh karena itu digunakan teori semiotik Charles Sanders Pierce untuk menganalisis teks cerpen tersebut.

(38)

commit to user

Kumpulan Cerpen Filosofi Kopi

(Filosofi Kopi, Sikat Gigi, Mencari Herman dan Rico de

Coro)

Teori Charles Sanders Pierce meiputi ikon, indeks

dan simbol Teori Struktural

Unsur Intrinsik: 1. Penokohan 2. Alur 3. Latar 4. Tema dan

amanat

Simbol

Makna

(39)

commit to user BAB III

METODE PENELITIAN

A. Objek Penelitian

Objek material penelitian ini adalah kumpulan cerpen Filosofi Kopi karya Dee yang mengindikasikan simbol-simbol yang terdapat di dalamnya. Adapun cerpen-cerpen yang akan dikaji dalam penelitian ini antara lain, (1) “Filosofi

Kopi”, (2) “Sikat Gigi”, (3) “Mencari Herman”, (4) “Rico de Coro”.

Adapun objek formalnya meliputi simbol-simbol dalam kumpulan cerpen

Filosofi Kopi. Simbol yang dimaksudkan adalah bahasa dari pengarang yang dianggap sebagai suatu simbol.

B. Sumber Data dan Data

1. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kumpulan cerpen Dee yang berjudul Filosofi Kopi. Buku ini terdiri dari 18 kumpulan cerpen, dengan tebal 134 halaman dan diterbitkan oleh Gagas media pada tahun 2009.

2. Data

(40)

commit to user

dan kalimat dalam bentuk ungkapan atau gaya bahasa pengarang yang terdapat dalam kumpulan cerpen Filosofi Kopi karya Dee.

C. Pendekatan

Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan semiotika Charles Sanders Pierce. Teori ini meliputi ikon, indeks dan lambang atau simbol.

Alasan peneliti menggunakan pendekatan ini karena pendekatan semiotik Charles Sanders Pierce sesuai dengan permasalahan yang dianalisis oleh peneliti. Dengan pendekatan semiotik Charles Sanders Pierce pemaknaan terhadap cerpen

“Filosofi Kopi”, “Sikat Gigi”, “Mencari Herman”, dan “Rico de Coro” tersebut

dapat dilakukan dengan maksimal. Hal tersebut dikarenakan pendekatan semiotik Charles Sanders Pierce menggunakan tahapan analisis yaitu (1) ikon, (2) indeks dan (3) simbol atau lambang.

D. Metode Penelitian

(41)

commit to user

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah teknik pustaka

(studi pustaka), yaitu “serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode

pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat serta mengolah penelitian” (Mestika Zed, 2004: 3). Apabila data sudah terkumpul, data-data tersebut diklasifikasikan untuk kepentingan analisis. Dalam penelitian ini, data berupa tulisan, kata-kata dan kalimat yang menunjukkan adanya simbol-simbol yaitu

cerpen “ Filosofi Kopi”, “Sikat Gigi”, “Mencari Herman”, dan “Rico de Coro”

sehubungan dengan teori semiotika dari Charles Sanders Pierce berdasarkan ikon, indeks dan lambang atau simbol.

F. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini melalui tahapan-tahapan sebagai berikut.

1. Tahap Pengumpulan Data

Tahap ini merupakan tahap mengumpulkan data-data yang relevan, akurat yang digunakan dalam menemukan makna yang terdapat pada cerpen

“Filosofi Kopi”, “Sikat Gigi”, “Mencari Herman”, dan “Rico de Coro”.

2. Tahap Analisis

Tahap ini merupakan tahap analisis untuk menemukan makna yang

terdapat pada cerpen “Filosofi Kopi”, “Sikat Gigi”, “Mencari Herman”,

(42)

commit to user 3. Tahap Melaporkan

Tahap ini merupakan tahap melaporkan hasil penelitian terhadap makna

yang terdapat pada cerpen “Filosofi Kopi”, “Sikat Gigi”, “Mencari

(43)

commit to user

BAB IV

ANALISIS

A. Struktur Cerpen Filosofi Kopi, Sikat Gigi, Mencari Herman dan Rico

de Coro

Penelitian ini diawali dengan analisis struktural dari cerpen, yang meliputi alur, penokohan, latar, tema dan amanat, dalam cerpen karya Dee secara satu persatu dengan menerapkan pendekatan struktural. Adapun keempat cerpen

itu berjudul “Filosofi Kopi”, “Sikat Gigi”, “Mencari Herman”, dan “Rico de

Coro”.

1. Struktur Cerpen Filosofi Kopi

a. Alur

Cerpen “Filosofi Kopi” mempunyai alur back tracking, seperti yang diungkapkan Mursal Esten bahwa alur ini tetap maju dan jenis alur konvensional, yang tetap urut dari situasi, pelukisan keadaan dari awal, hingga akhir atau penyelesaian, tetapi ada bagian-bagian tertentu yang ditarik ke belakang (Mursal Esten, 1990:26).

Tahap awal adalah tahapan pengarang mulai melukiskan keadaan awal yang terdapat dalam cerpen “Filosofi Kopi”, tampak pada kutipan berikut ini:

Kopi...k-o-p-i

(44)

commit to user

Ben pergi berkeliling dunia, mencari koresponden di mana-mana demi mendapatkan kopi-kopi terbaik dari seluruh negeri. Dia berkonsultasi dengan pakar-pakar peramu kopi dari Roma, Paris, Amsterdam, London, New York, bahkan Moskow.(Dee, 2009:1) Ben, dengan kemampuan berbahasa pas-pasan, mengemis-ngemis agar bisa menyelusup masuk dapur, menyelinap ke bar saji, mengorek-ngorek rahasia ramuan kopi dari barista-barista kaliber kakap demi mengetahui takaran paling pas untuk membuat cafe latte, cappucino, espresso, russian, coffe, irish coffe, macchiato, dan lain-lain. Sampai tibalah saatnya Ben siap membuka kedai kopinya sendiri. Kedai kopi idealis.(Dee, 2009: 1-2)

Tampak terlihat bahwa deskripsi dari tokoh „Ben‟, yang ambisius ingin memiliki sebuah kedai kopi. Kedai kopi yang nantinya akan menjadi kedai kopi yang idealis, menuntut sebuah kesempurnaan. Dari sini awal

cerita mulai menarik, karena diperkenalkannya tokoh „Ben‟ sebelum

mendirikan kedai kopi.

Peristiwa-peristiwa dalam cerpen ini mulai bergerak, diungkapkan awal mula kedai kopi ini berdiri. Kedai kopi ini akan menjadi kedai kopi

idealis. Diceritakan bahwa tokoh „Ben‟ adalah peramu kopi atau yang lebih

dikenal barista terandal di Jakarta. Awal mula nama sebuah kedai kopi itu

“Kedai Koffie Ben&Jody.”

(45)

commit to user

yang semula kedai koffie Ben&Jody diganti Filosofi Kopi (Temukan diri Anda di sini).

Air muka itu meletup-letup seperti didihan air. Ben beroleh ide baru. Aku berandai-andai kapan ia terpikir untuk akhirnya membangun berhala dari biji kopi, karena sepertinya hanya masalah waktu. (Dee, 2009:6)

Sesudah pembicaraan kami malam itu, Ben melakukan berbagai terobosan baru.

Dalam daftar minuman, kini ditambahkan deskripsi singkat mengenai filosofi setiap ramuan. Puncaknya, dia mengganti nama kedai kopi kami menjadi:

F I L O S O F I K O P I

Temukan Diri Anda di sini

(Dee, 2009:7).

Peristiwa demi peristiwa yang diungkapkan menjadi tanda bergeraknya cerita menuju permasalahan yang memicu konflik. Peristiwa di atas menggambarkan awal dari sebuah konflik cerita ini muncul. Tokoh

„Ben‟ yang berambisi untuk mendirikan kedai kopi sesuai dengan

keinginannya. Dari cerita ini akan muncul peristiwa demi peristiwa diungkapkan sehingga menjadi tanda bergeraknya cerita menuju permasalahan konflik.

Tahap tengah mendeskripsikan peristiwa yang menceritakan keadaan konflik mulai memuncak. Pada tahap ini akan terlihat tokoh „Ben‟ yang mempunyai harga diri tinggi untuk menciptakan kopi yang sempurna. Tahap ini juga terdapat peristiwa yang mengingatkan peristiwa masa lalu (back tracking), yaitu sebagai berikut.

(46)

commit to user

satu miliar. Wajah penuh kemenangan. Mungkin saja benar dia baru dapat satu miliar, karena tanpa ujung pangkal dia mentraktir semua orang yang duduk di bar.(Dee, 2009: 8-9)

Ben lanjut bercerita. Ia ditantang pria itu untuk membuat kopi

dengan rasa sesempurna mungkin. „Kopi yang apabila diminum akan

membuat kita menahan napas saking takjubnya, dan cuma bisa

berkata: hidup ini sempurna.‟ Pria itu menjelaskan dengan ekspresi

kagum yang mendalam, kemungkinan besar sedang membayangkan dirinya sendiri. Dan, gongnya, ia menawarkan imbalan 50 juta. (Dee, 2009: 10).

Peristiwa di atas menggambarkan tokoh „Ben‟ yang terlihat

mempunyai harga diri yang tinggi karena tantangan dari tokoh „pria

perlente‟ itu. Setiap malam tokoh „Ben‟ berusaha keras untuk membuat

ramuan baru. Selama berminggu-minggu tokoh „Ben‟ meramu kopi untuk

mencapai kesempurnaan yang diinginkan tokoh „Pria Perlente‟. Obsesi dari

tokoh „Ben‟ terhadap kesempurnaan yaitu menciptakan ramuan kopi dengan

rasa yang sempurna.

Pria itu mengeluarkan selembar cek. „Selamat. Kopi ini perfect.

Sempurna.‟

Sebagai ganti, Ben memberikan kartu Filosofi Kopi. Kartu itu bertuliskan:

KOPI YANG ANDA MINUM HARI INI

BEN‟s PERFECTO

Artinya: Sukses adalah wujud kesempurnaan hidup

(Dee, 2009: 13).

Ben‟s Perfecto merupakan gambaran kesempurnaan hidup seseorang

(47)

commit to user

hidup. Pria tersebut merupakan seorang importir mobil sukses, dan istrinya adalah seorang artis cantik yang sedang di puncak karir. Oleh karena itu,

Ben‟s Perfecto merupakan gambaran kesuksesan hidup yang diukur lewat

segi materi dan kemapanan. Ben‟s Perfecto juga diakui oleh para pengunjung kedai sehingga kedai semakin laris dan ramai pengunjung.

Tahap klimaks cerpen Filosofi Kopi ini ditandai dengan peristiwa

keluguan dari seorang pengunjung. Ben‟s Perfecto yang selalu dipuji setiap

pengunjung yang datang ke kedai itu, namun saat seorang bapak-bapak berkunjung ke kedai itu hanya menganggap kopi itu biasa saja.

Dalam waktu singkat, Ben sudah menyuguhkan secangkir Ben‟s Perfecto.

Nah, yang ini bukan sekadar enak, Pak. Tapi ini yang

pualiiiing...enak! nomor satu di dunia,‟ aku berpromosi. (Dee, 2009: 15).

Setelah meminum seteguk, bapak itu meletakkan cangkir dan kembali membuka halaman korannya.

Ben segera bertanya antusias, „Bagaimana, Pak?‟ Bapak itu mendongak. „Apanya?‟

„Ya, kopinya.‟

Dengan ekspresi sopan, bapak itu mengangguk-angguk, „Lumayan,‟ jawabnya singkat lalu terus membaca.

„Lumayan bagaimana?‟ Ben mulai terusik. (Dee, 2009: 16).

Belum pernah kulihat Ben seperti itu. Seolah tidak satu hal pun di dunia ini yang bisa mengalihkan energinya, fokusnya. Aku memilih beringsut menjauh, memenuhi panggilan orang-orang yang sudah resah karena tidak dilayani. Tak lama kemudian, Ben

menghampiriku. „Jo, tengah hari kita tutup. Temani aku pergi ke

suatu tempat. Bawa perlengkapan untuk beberapa hari‟.(Dee, 2009: 17).

Terlihat obsesi dari tokoh „Ben‟ terhadap kesempurnaan yang

(48)

commit to user

warung reot dari gubuk berdiri di atas bukit kecil, ternaungi pepohonan besar. Di halamannya terdapat tampi-tampi berisi biji kopi yang baru dipetik. Di sekitar gubuk itu terdapat tanaman-tanaman perdu dengan bunga-bunga putih yang semarak bermunculan di sana-sini. Aku baru tersadar, seluruh bukit kecil itu ditanami tanaman kopi.” (Dee, 2009: 20).

Kesederhaan tokoh „Pak Seno‟ sangat bertolak belakang dengan Ben

dan Jody. Namun di balik kesederhanaan tersebut, tokoh „Pak Seno‟

merupakan seorang yang sangat memahami kehidupan. Dengan adanya kopi tiwus yang dibuatnya lebih enak rasanya dibanding dengan Ben‟s Perfecto yang dibuat oleh seorang ahli kopi dengan kesempurnaan. “.... habis Bapak punya buanyaaak...sekali. kalau memang mau dijual biasanya langsung satu bakul. Kalau dibikin minuman begini, cuma-cuma juga ndak apa-apa. Tapi, orang-orang yang ke mari biasanya tetap saja mau bayar. Ada yang kasih

150 perak, 100, 200... ya, berapa sajalah.” (Dee, 2009: 21). Masalah yang

dialami tokoh „Ben‟ yang terbentur dengan kenyataan bahwa dirinya telah

gagal sebagai seorang barista handal. Ben‟s Perfecto yang berhasil diciptakan ternyata kalah dengan kopi tiwus. Peristiwa ini membuat tokoh

„Ben‟ mengalami keputusasaan yang disebabkan obsesinya yang terlalu

berlebihan terhadap kesempurnaan kopi. “Ben benar. Aku tak bisa memaksanya. Tak ada yang bisa. Semangat hidupnya pupus sama seperti

kedai kami yang padam. Tutup.” (Dee, 2009: 25).

Tahap akhir adalah bagian cerita yang mendeskripsikan tahap

pemecahan dari masalah yang dihadapi tokoh „Ben‟. Hal ini tampak dari

(49)

commit to user

Tidak kuduga akan bertemu Ben ada di sana, padahal waktu sudah hampir tengah malam. Ia duduk sendirian, tak bereaksi apa-apa sekalipun telah mendengarku masuk dari tadi. (Dee, 2009:27)

Ben menyunggingkan senyum kecil, lalu mencicipi sedikit kopi buatanku. Seketika air mukanya berubah. (Dee, 2009:27)

‟Apa maksudnya ini?‟ Ben setengah menghardik.

Aku tak menjawab, hanya memberinya sebuah kartu.

KOPI YANG ANDA MINUM HARI INI:

„KOPI TIWUS‟

Artinya:

Walau tak ada yang sempurna, Hidup ini indah begini adanya.

(Dee, 2009:27)

Tahap ini diakhiri dengan perasaan lega, atas peristiwa-peristiwa

yang dihadapi terselesaikan, dengan kebangkitan kepercayaan tokoh „Ben‟.

Dalam peristiwa ini tokoh „Jody‟ berusaha menyadarkan tokoh „Ben‟ bahwa harapan belum tentu dapat sesuai dengan apa yang diharapkan. Sesempurna apapun kopi dibuat akan tetap memiliki sisi pahit, dan sisi pahit kopi

tersebut tidak akan dapat dihilangkan. Tokoh „Jody‟ berusaha untuk

memberikan semangat dan kepercayaan diri terhadap tokoh „Ben‟ dengan

kembali membangun kedai kopi yang telah lama mereka tinggalkan. “Pada kaca besar kedai, tampak siluet tangan yang kembali menari di dalam bar, menyiapkan Filosofi Kopi yang lama diam bagai bubuk kopi tanpa riak air. Seduhan secangkir kopi tiwus malam ini mengawinkan lagi keduanya.” (Dee, 2009: 29).

(50)

commit to user

kehidupan manusia yang pada umumnya senantiasa menuntut kesempurnaan dari hidupnya. Manusia yang selalu menghalalkan segala cara untuk membuat dirinya terlihat sempurna. Manusia semestinya menyadari bahwa setiap harapan belum tentu akan sesuai dengan kenyataan yang terjadi. Perisiwa-peristiwa dalam cerpen „Filosofi Kopi‟ yang bersifat kausalitas (hubungan sebab akibat) dan kronologis, runtut waktu kejadiannya menjadi pedoman pengarang dalam menulis cerpen dengan tujuan mempermudah pemahaman makna yang terkandung oleh pembaca.

b. Penokohan

Penokohan dalam sebuah karya sastra, cerpen khususnya mempunyai cakupan yang lebih luas dibanding dengan tokoh. Analisis penokohan meliputi hal bentuk fisik tokoh, psikologis atau kepribadian mereka, perwatakannya, siapa tokoh tersebut dan lain sebagainya. Untuk memberi petunjuk mengenai tokoh, pengarang biasanya memberikan ciri-ciri fisik tersirat dalam teks, tanda-tanda yang khas mengenai tokoh. Tokoh dalam cerpen Filosofi Kopi ini banyak, ada enam tokoh, tetapi tidak semua tokoh ini muncul karakter penokohan yang kuat.

1) Tokoh Utama

(51)

commit to user

mendapat kopi-kopi terbaik dari seluruh negeri, rela mengemis-ngemis agar dapat masuk dapur untuk mendapat ramuan kopi dari barista-barista kaliber kakap. Terlihat dalam kutipan berikut.

Ben pergi berkeliling dunia, mencari koresponsden di mana-mana demi mendapatkan kopi-kopi terbaik dari seluruh negeri. Dia berkonsultasi dengan pakar-pakar peramu kopi dari Roma, Paris, Amsterdam, London, New York, bahkan Moskow.(Dee, 2009:1)

Tokoh „Ben‟ mengalami sedikit perkembangan watak, karena awalnya tokoh „Ben‟ sederhana dan tulus dalam membuat kopi setelah mendapat tantangan dari seseorang untuk membuat kopi yang

sempurna. Tokoh „Ben‟ menjadi mempunyai karakter yang keras dan

ambisius dikarenakan sebuah tekanan dan pengejaran materi. Dapat dilihat dari kutipan berikut.

Rambut Ben gondrong berantakan, pipinya kasar karena kelupaan bercukur, lingkaran hitam membundari matanya akibat terlalu banyak begadang, tubuhnya menipis karena sering lupa makan. Sahabatku bermutasi menjadi versi lain dari dokter Frankenstein. The Mad Barista. (Dee, 2009:9).

Ben mematung, sampai akhirnya sebuah senyum mengembang, senyum bangga seorang ayah yang menyaksikan bayinya lahir

ke dunia. „BEN‟s PERFECTO,‟ tandasnya mantap.(Dee,

2009:12).

Dari kutipan di atas tampak bahwa tokoh „Ben‟ mengalami

perkembangan watak. Tampak jelas dari kutipan tersebut

menggambarkan tokoh „Ben‟ yang terlihat bekerja keras hingga lupa

untuk mengurus dirinya sendiri. Hal tersebut membuktikan bahwa

(52)

commit to user 2) Tokoh tambahan

Kehadiran tokoh-tokoh tambahan sebenarnya menjadikan cerita menjadi lebih hidup, sehingga cerita menjadi lebih menarik simpati bagi pembaca. Seperti dalam cerpen Filosofi Kopi ini, banyak sekali muncul tokoh-tokoh tambahan yang dapat dianalisis dengan teknik analitis dan dramatik dari kemunculan mereka.

Tokoh „Jody‟, mempunyai karakter yang masa bodoh, selalu berpikir positif dan partner tokoh „Ben‟ yang setia kawan. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut.

Setahun lalu aku resmi menjadi partner kerjanya. Berdasarkan asas saling percaya antarsahabat ditambah kenekatan berspekulasi, kuserahkan seluruh tabunganku menjadi saham di kedainya...(Dee, 2009:2)

Tokoh „Jody‟ juga mengalami perkembangan watak yaitu

seseorang yang hanya memikirkan uang, profit, laba, dan nasib kedai

Filosofi Kopi. Dikarenakan tokoh „Ben‟ ingin memberikan selembar

cek sebesar 50 juta kepada pak Seno. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut.

Mataku siap meloncat keluar ketika tahu apa yang ia sodorkan.

„Kamu sudah gila. Tidak bisa!.‟(Dee, 2009:23)

... mungkin Ben benar. Yang kupikirkan hanyalah uang, profit, dan nasib yang entah apa jadinya tanpa Filosofi Kopi. Benlah sesungguhnya tungku tempat ini, dan aku malah memadamkannya dengan ketidakmengertianku. (Dee, 2009:25)

(53)

commit to user

Dia mulai bercerita. Sore tadi dia kedatangan seorang pengunjung, pria perlente berusia 30 tahun-an. Melangkah mantap masuk ke kedai dengan mimik yang hanya bisa ditandingi pemenang undian satu miliar. Wajah penuh kemenangan. Mungkin saja benar dia baru dapat satu miliar, karena tanpa ujung pangkal dia mentraktir semua orang yang duduk di bar. (Dee, 2009:8)

Tokoh „pria setengah baya‟, menurut aspek psikologis adalah

seorang yang sederhana dan tidak neko-neko. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut.

... agak canggung dia membenarkan posisi duduknya, celingak-celinguk mempelajari tempat kami, lalu perlahan membuka koran yang ia kempit. Dari gelagatnya, aku menduga bapak satu ini tidak biasa minum kopi di kafe.(Dee, 2009:15)

Tokoh „Pak Seno‟ , menurut aspek psikologisnya adalah seorang

yang sederhana dan ramah kepada semua orang. Hal ini terlihat dari kutipan berikut.

Di dalam warung, seorang bapak tua menyambut kami dengan senyuman ramah...(Dee, 2009:20)

(54)

commit to user c. Latar

Suatu peristiwa pasti ditandai dengan adanya suatu kejadian dalam waktu dan tempat tertentu, sebagai media interaksi antar tokoh yang disebut dengan latar. Latar menjadi sangat penting dalam suatu cerita rekaan karena dengan adanya latar cerita menjadi lebih menarik dan hidup dengan menciptakan suasana sebagai pendukung cerita.

Cerpen “Filosofi Kopi” ini menggunakan latar tempat yang berbeda-beda. Latar tempat yang digunakan diantaranya adalah sebuah kafe atau kedai kopi milik Ben dan Jody. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut.

... Di kedai kami ini, Ben tidak mengambil tempat di pojok, melainkan dalam sebuah bar yang terletak di tengah-tengah sehingga pengunjung bisa menontoni aksinya membuat kopi,... (Dee, 2009:2) Lantai dan sebagian dinding kedai terbuat dari kau merbabu yang berurat kasar, poster-poster kopi berbagai macam pose di sepanjang dinding terbingkai rapi dalam pigura berlapis kaca. Puncaknya, sebuah jendela kaca besar, bertuliskan nama kopi kami dalam huruf-huruf dicat yang mengingatkanmu pada tempat pangkas rambut zaman Belanda:

Kedai Koffie

BEN & JODY

(Dee, 2009:2-3)

Tempat kami tidak besar dan sederhana dibandingkan kafe-kafe lain di Jakarta. Namun di sini, setiap inci dipersiapkan dengan intensitas. Ben memilih setiap kursi dan meja yang semuanya berbeda dengan mengetesnya satu-satu,...(Dee, 2009:3).

Dari kutipan tersebut tampak jelas penggunaan latar tempat cerpen Filosofi Kopi di sebuah kafe atau kedai kopi milik Ben dan Jody yang sekaligus digambarkan dengan jelas.

(55)

commit to user

dengan kondisi kehidupannya bertolak belakang. Hal ini tampak pada kutipan berikut.

Kami menginap di Klaten semalam. Keesokan paginya, Ben mengambil alih kemudi. „Aku sudah tahu kenapa kita nyasar kemarin. Ada satu belokan yang tidak kulihat!‟ serunya berapi-api (Dee, 2009: 18).

Tepat di penghujung jalan, sebuah warung reot dari gubuk berdiri di atas bukit kecil, ternaungi pepohonan besar. Di halamannya terdapat tampi-tampi berisi biji kopi yang baru dipetik. Di sekitar gubuk itu terdapat tanaman-tanaman perdu dengan bunga-bunga putih yang semarak bermunculan di sana-sini....(Dee, 2009: 20).

Kutipan di atas tampak jelas penggambaran kehidupan di desa tempat warung pak Seno yang masih sederhana dan jauh dari kehidupan di kota yang serba canggih. Hal ini begitu kontradiktif dari kedai kopi yang di dirikan Ben dan Jody.

Cerpen „Filosofi Kopi‟ ini menggunakan dua latar yang berbeda yakni kafe atau kedai kopi milik tokoh Ben dan Jody juga warung Pak Seno yang terletak di Klaten, Jawa Tengah. Jarak antara keduanya pun berjauhan. Tampak pada kutipan berikut.

Tak lama kemudian, Ben menghampiriku. „Jo, tengah hari kita tutup.

Temani aku pergi ke suatu tempat. Bawa perlengkapan untuk

beberapa hari.‟(Dee, 2009:17)

... siapa yang menyangka kalau sisa hariku akan dihabiskan dengan mengemudi, menyusuri jalan menuju pedesaan di Jawa Tengah.(Dee, 2009:18)

(56)

commit to user

Berdasarkan keseluruhan kejadian dalam cerpen “Filosofi Kopi” ini, latar tempat adalah di kafe dan warung pak Seno. Ketika para pengunjung berkumpul untuk sekedar minum kopi yang diyakini menetralkan dan menyegarkan hati. Terjadi perbincangan serta kejadian yang merubah suasana, serta memancing munculnya karakter sebenarnya dari para tokoh.

d. Tema dan Amanat

Analisis tema menurut Burhan Nurgiyantoro bahwa dalam penentuan tema haruslah membaca keseluruhan dari cerita, tidak hanya berdasarkan bagian-bagian tertentu cerita. Tema selalu berkaitan dengan makna kehidupan, pengalaman hidup, sehingga pengarang berusaha mengajak pembaca melihat, merasakan dan menghayati makna kehidupan sebagaimana pengarang melihatnya.

Penentuan tema dalam cerpen “Filosofi Kopi” adalah yang pertama bahwa masalah utamanya berkisar pada masalah penilaian terhadap kopi. Kecintaan seorang terhadap kopi dipertentangkan dengan orang yang menilai kopi semata-mata sebagai barang dagangan dan gengsi pribadi. Jadi,

dapat disimpulkan “obsesi” seseorang terhadap kopi.

Berikut, mengenai pertentangan antara keinginan atau obsesi akan kesempurnaan dengan kesederhanaan. Dapat ditarik kesimpulan nilai-nilai hidup dari manusia. Manusia semestinya menyadari bahwa setiap harapan belum tentu akan sesuai dengan kenyataan yang terjadi.

(57)

commit to user

terjadi. Harapan dalam mengejar kesempurnaan hidup yang

dimanifestasikan lewat petualangan hidupnya dengan kopi. Ben‟s Perfecto

dan kedai kopi Filosofi Kopi akhirnya terbentur dengan kenyataan kopi tiwus dan pak Seno.

Analisis cerpen “Filosofi Kopi” telah mendapatkan dasar-dasar kejelasan sebagai landasan menentukan muatan pesan yang ingin disampaikan pengarang dalam cerpen “Filosofi Kopi”. Amanat yang sekiranya dapat ditangkap adalah manusia, makhluk dari Tuhan yang berakal dan berperasaan janganlah terlalu mengejar sebuah kesempurnaan di dalam kehidupan ini karena pada akhirnya kesempurnaan itu pula akan dikalahkan dengan kesederhaan.

Analisis struktural dari cerpen “Filosofi Kopi” sebagai cerpen pertama dari kumpulan cerpen Filosofi Kopi sedemikian kiranya, yang selanjutnya akan diinterpretasikan lebih lanjut dengan menerapkan analisis semiotika.

2. Struktur Cerpen Sikat Gigi

a. Alur

Cerpen “Sikat Gigi” mempunyai alur maju (progresif), adalah jenis alur yang runtut dalam peristiwa-peristiwanya, bersifat kronologis. Dimulai dari tahap awal, tengah dan akhir.

Tahap awal adalah tahapan pengarang mulai melukiskan keadaan awal yang terdapat dalam cerpen „Sikat Gigi‟, tampak pada kutipan berikut.

(58)

commit to user

kiri, tetap menatap langit yang berantakan oleh bintang lalu ribut sendiri. Ia selalu histeris akan hal-hal yang tak kumengerti (Dee, 2009:55)

Dengan segenap rasio dan akal, aku mencintai perempuan di sampingku itu. Egi, yang telah lama kukenal, teman baikku, sosok yang kubanggakan dan kukagumi...(Dee, 2009:56)

Tampak dalam kutipan tersebut tahap awal dari cerita “Sikat Gigi”. Cerita ini pendeskripsian dari tokoh „Egi‟ dan kutipan tersebut juga

menggambarkan kekaguman tokoh „aku‟ yang nantinya akan diketahui

bernama „Tio‟ terhadap tokoh „Egi‟. Awal dari cerita itu tokoh „aku‟ tertarik

dengan sosok yang bernama „Egi‟.

Tahap tengah mendeskripsikan peristiwa yang menunjukkan konflik

mulai memuncak. Pada tahap ini, tokoh „Egi‟ kembali melakukan

rutinitasnya menggosok gigi. Rutinitas itu terhenti seketika setelah „Egi‟ kembali masuk dalam dunia lamunannya. Tampak pada kutipan berikut.

Suara sikat beradu dengan gigi menggema dari kamar mandi. Aku pun kembali membaca dengan kaki berselonjor di sofa panjang. Egi selalu lama bila menyikat gigi.

Tiba-tiba suara gosokan itu berhenti. Malam yang hening membuatku menjadi awas akan perubahan yang terjadi...(Dee, 2009:57)

Dari kutipan di atas tampak rutinitas tokoh „Egi‟ yang secara tiba

-tiba terhenti karena memikirkan kembali gejolak dihatinya yang selama ini masih terasa. Memikirkan seseorang yang berada di berada jauh dari

pandangannya. Namun perenungan tokoh „Egi‟ saat itu menimbulkan reaksi

Referensi

Dokumen terkait

penelitian yaitu aspek moral yang terdapat dalam kumpulan cerpen In. Memoriam X

Kedua, berdasarkan tinjauan semiotik, kumpulan cerpen Sayap Anjing karya Triyanto Triwikromo mengandung nilai moral meliputi (1) Perilaku kekerasan anak disebabkan

Berdasarkan analisis aspek sufistik dalam kumpulan cerpen SMDSJ ditinjau dari struktural-semiotik, dapat disimpulkan bahwa dalam aspek sufistik dalam kumpulan

ANALISIS CERPEN “SENYUM” DALAM KUMPULAN CERPEN HUJAN KEPAGIAN KARYA NUGROHO NOTOSUSANTO.. (Sebuah Alternatif Materi

Dari hasil analisis psikologi tokoh pada bagian sebelumnya, dapat dianalisis pesan moral yang ter- kandung dalam cerpen Filosofi Kopi karangan Dewi Lestari karena

makna yang jelas, pasti, tidak meragukan, meskipun tanpa konteks kalimat. Sebuah istilah hanya digunakan pada bidang keilmuan atau kegiatan tertentu. Perbedaan makna kata dan

menggunakan teknik alur maju, namun seiring bertambahnya tokoh-tokoh figuran berperan penting dalam pelebaran jalan cerita hingga terdapatlah perbedaan alur

Makna Filosofis dalam Secangkir Kopi Kehidupan Filosofi Kopi menampilkan budaya ngopi dalam dua representasi, yaitu kopi sebagai gaya hidup dan kopi sebagai tradisi.. Representasi