• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PEMBAHASAN

4.4 Struktur Lahir dan Struktur Batin yang Membangun dalam Puisi KS

4.4.1 Struktur Lahir dalam Puisi “Kotak Suara”

1. Diksi

Diksi adalah pilihan kata yang paling tepat untuk mengungkapkan gagasan.

Pilihan kata yang dituangkan oleh penyair dalm puisi “Kotak Suara” ini sangat mendukung isi dan tema kecurangan pemilu. Diksi yang merepresentasikan kecurangan pemilu dalam puisi “Kotak Suara“ adalah kata /pemilihan/, /perhitungan/, /keajaiban/, /semua mata ditutupkan/ semua kata itu menggambarkan bahwa bangsa Indonesia sedang melaksankan kegiatan pemilu, kemudian setelah itu maka dilakukanlah perhitungan suara, namun ketika melakukan perhitungan muncullah keajaiban, yang mana keajaiban itu merupakan sebuah kecurangan, tetapi semua orang tidak mengetahuinya. /Pohon misteri/ dan /ajaib/ merupakan kiasan metafora mengandung makna bahwa sebuah sistem politik Indonesia memiliki banyak rahasia dan keanehan yang terjadi ketika telah berlangsungnya pemilu. Seperti dalam kutipan berikut.

Inilah kisah tentang sebuah pohon misteri

Di akarnya ada angka sejuta

naik ke batang jadi setengah juta terus ke ranting jadi seratus ribu

sampai di puncak tinggal seribu saja

Ajaib, ke mana menguap itu angka

(KS, hlm.12)

Pada kata /pohon misteri/ penyair mempertegas bahwa inilah sebuah kecurangan pemilu yang terjadi dan masih belum jelas atau masih belum terbuka rahasianya. Larik /di akarnya ada angka sejuta/ merupakan metafora yang memiliki makna bahwa yang disimbolkan dengan akarnya, jika dilihat dari posisi akar dari sebuah pohon maka akar merupakan bagian pohon yang terletak paling bawah dan itu memiliki makna ketika berada di lapisan paling terbawah dari sebuah negara bisa dikatakan ketika di tingkat daerah setelah dilakukan perhitungan suara maka jumlah yang didapatkan senilai sejuta, Kemudian kata /setengah juta/, /seratus ribu/, /seribu saja/ menggambarkan bahwa yang mulanya total suara berjumlah sejuta, tidak tahu penyebabnya apa kemudian turun lagi menjadi setengah juta, selanjutnya berubah menjadi seratus ribu, dan ketika sampai berada di puncak yang mana puncak merupakan simbol lapisan negara yang paling tertinggi yaitu yang berada di pusat atau ibukota negara jumlah pemungutan suara hanya berjumlah seribu saja. Kemudian yang menjadi keanehan berikutnya adalah dari pihak lawan jumlah suara malah bertambah.

seperti yang terdapat dalam kutipan bait berikut.

Di akarnya ada angka seribu

naik ke batang jadi seratus ribu terus ke ranting jadi setengah juta

sampai di puncak jadi sejuta

Ajaib, angka-angka beranaknya luar biasa

(KS, hlm.12)

Diksi /seribu/, /seratus ribu/, /setengah juta/, /sejuta/, dalam bait di atas menunjukkan bahwa sang penyair menggambarkan bahwa betapa ajaibnya angka-angka tersebut bisa beranak, yang mulanya total perhitungan suara yang hanya seribu kemudian bisa berubah menjadi sejuta.

2.Imajinasi

Imajinasi adalah daya pikir untuk membayangkan atau menciptakan sesuatu kejadian berdasarkan kenyataan. Imajinasi ini timbul dalam ruang pikiran pembaca ketika ia membaca puisi. Taufik Ismail sangat pandai sekali dalam memilih kata-kata. Beliau sangat hati-hati sekali dalam mengolah dan mengemas kata-kata tersebut, sehingga tidak heran kalau pilihan kata-kata yang beliau gunakan di dalam puisinya mengandung suatu imaji atau citraan yang tersirat.

Imajinasi yang dominan dalam puisi “Kotak Suara” ini adalah 1. Imajinasi Visual

Imajinasi visual, yaitu imajinasi yang menyebabkan pembaca seolah-olah seperti melihat sendiri apa yang dikemukakan atau diceritakan oleh penyair, sehingga seolah-olah peristiwa terpampang di depan mata. Pada larik /di sebuah kerajaan dilangsungkan pemilihan/ mengandung imaji penglihatan, karena kata /kerajaan/ tentunya sebuah bangunan yang dapat kita lihat atau dapat

diamati. Larik /inilah kisah tentang sebuah pohon misteri/ menimbulkan imaji visual atau penglihatan juga, karena sebuah pohon tentunya dapat dilihat dan bukan di dengar. Dan imaji visual juga terlihat pada kutipan di bawah ini.

Mereka memanjat dan berjatuhan ke luar kotak

Ketika di kakilangit api dan asap masih nampak marak.

(KS. hlm.14)

Pada bait di atas mengandung imaji visual, karena kata /memanjat/, /berjatuhan/, /kotak/, /api/, /asap/ adalah sesuatu kegiatan dan benda yang tentunya dapat dilihat.

2. Imajinasi Faktual

Pada puisi ini juga terdapat imajinasi faktual, imajinasi faktual sendiri memiliki pengertian imajinasi rasa kulit yang menyebabkan pembaca seperti merasakan nyeri, dingin, panas, dan sebagainya. Imajinasi faktual atau perasaan dapat digambarkan melalui bait-bait puisi berikut ini.

Di dalam kotak suara

Angka-angka saling bertanya asal-usul satu dan lainnya

Mereka berselisih pendapat, dan berkelahi sesamanya Angka-angka sikut-menyikut, pukul-memukul,

Angka-angka tampar-menampar, gebuk-menggebuk (KS, hlm.12)

Pada bait di atas terdapat imajinasi perasaan dan perabaan, sang penulis menggambarkan bahwa beberapa oknum yang melakukan kecurangan saling berkelahi sesamanya. Dalam baitnya sangat jelas bahwa mereka saling sikut-menyikut, pukul-memukul, tampar-menampar, gebuk-menggebuk yang mana hal itu sudah tentu menimbulkan rasa kesakitan. Imajinasi faktual juga tergambar pada bait di bawah ini.

Ada angka yang masuk peluru runcing bermesiu. Siapa itu penembak tepat mengintip teleskop dan memetik nyawa anak muda itu. Huru-hara merobohkan ribuan bangunan dan memuingkan ratusan kendaraan, memantik api yang memanggang ratusan orang di lantai atas pusat perbelanjaan, dan menyerakkan barang jarahan,

(KS. hlm.14)

Imajinasi faktual juga digambarkan pada kutipan bait di atas, dimana penulis menanyakan siapa penembak yang telah merenggut nyawa anak muda itu, kemudian pada kata /memanggang ratusan orang/ dapat memunculkan imaji kesakitan mendalam yang diakibatkan oleh orang yang dengan teganya membom ribuan bangunan dan juga kendaraan, hingga menyebabkan kebakaran dan memanggang ratusan orang.

3. Imajinasi Auditori

Dalam puisi ini terdapat pula imajinasi auditori, imajinasi auditori adalah imajinasi yang menyebabkan pembaca seperti mendengar sendiri apa yang

dikemukakan penyair. Imajinasi auditori tersebut dapat dilihat dari kutipan di bawah ini.

Di kotak suara, angka-angka yang ditinggal teman mengembara

saling bertanya, "Hei, ke mana saja kawan-kawan kita itu pergi, ya?"

(KS, hlm.12)

Pada kutipan kalimat /Hei, ke mana saja kawan-kawan kita itu pergi, ya?/

dapat memunculkan imaji auditori, karena sebuah pertayaan tersebut dapat diketahui ketika kita mendengarkannya. Dan juga kita sebagai pembaca setelah membaca larik tersebut dapat menimbulkan perasaan seolah-olah kita juga sedang mendengarkan pertanyaan tersebut.

3.Kata Konkret

Kata konkret merupakan cara yang dilakukan penyair dalam mengartikan suatu kata secara menyeluruh. Apabila penyair berhasil menggunakan diksi yang menghadirkan sesuatu dengan jelas dan terang-benderang di dalam imajinasi pembaca, maka kata-katanya akan menjadi lebih konkret seperti yang kita hayati dalam penglihatan, pendengaran, atau cita rasa. Kata konkret merupakan kata-kata yang sangat memungkinkan dapat memunculkan Imajinasi. Seperti pada kutipan bait berikut.

Sebuah angka berenang di Laut Jawa Menyeberang ke arah utara

Mudik di sungai naik ke tepian masuk ke hutan

Sebuah angka menempel di kapal sampai Selat Malaka Masuk sungai naik ke tepian masuk ke hutan

Di musim kemarau panjang jadi api kecil dia menjelma (KS. Hlm.13)

Dari penggalan larik puisi di atas terdapat kata konkret seperti /angka berenang/, /mudik/, /hutan/, /angka menempel/, /api kecil/, mempunyai makna yang konkret setiap katanya, walau kata tersebut sudah disebutkan dalam diksi, namun kata tersebut memiliki makna yang menyeluruh untuk setiap bait puisi.

Berikut di bawah ini merupakan kata konkret dalam puisi “Kotak Suara”.

/pohon misteri/, /kotak suara/, /kerajaan/, /keajaiban/, /semua mata ditutupkan/, /menguap/, /beranaknya luar biasa/, /angka-angka/, /sikut-menyikut/, /pukul-memukul/, /tampar-menampar/, /gebuk-menggebuk/

4.Verifikasi

Verifikasi tidak lain adalah nada, intonasi, atau irama yang amat terasa ketika puisi disuarakan atau dibaca. Verifikasi terdiri atas rima, ritme, dan metrum.

1) Rima Awal

Rima awal merupakan rima yang terdapat pada awal kata.

Angka-angka sikut-menyikut, pukul-memukul, Angka-angka tampar-menampar, gebuk-menggebuk

(KS. hlm12)

Dari kutipan larik di atas terdapat rima awal pada kata /angka-angka/

karena terdapat kesamaan pada segi kata, suku kata dan terletak di awal larik.

Maka dari itu kutipan larik tersebut termasuk ke dalam rima awal.

2) Rima Akhir

Rima akhir merupakan rima yang terdapat pada akhir kata. Rima akhir merupakan rima yang terdapat pada akhir kata. Di dalam puisi ini didominasi dengan akhiran yang berbunyi (n), (a), dan (i) Hal itu dapat dilihat dalam kutipan di bawah ini.

Di sebuah kerajaan dilangsungkan pemilihan Di sebuah pemilihan dilakukan penghitungan Di sebuah penghitungan berlangsung keajaiban Di sebuah keajaiban semua mata ditutupkan (KS, hlm.12)

Dari kutipan larik di atas terdapat rima akhir yang memiliki kesamaan pada penggunaan sajak n-n-n-n. Maka dari itu kutipan larik tersebut termasuk ke dalam rima akhir.

Pada suatu malam ketika bulan tiada

Serombongan angka menyelinap keluar kotak suara

(KS. Hlm.13)

Dari kutipan larik di atas terdapat rima akhir yang memiliki kesamaan pada penggunaan sajak a-a-a. Maka dari itu kutipan larik tersebut termasuk ke dalam rima akhir.

Mereka berkelahi berhari-hari

Kotak itu bergoyang ke kanan dan ke kiri Angka-angka capek, tergeletak kini (KS, hlm.12)

Dari kutipan larik di atas terdapat rima akhir yang memiliki kesamaan pada penggunaan sajak i-i-i. Maka dari itu kutipan larik tersebut termasuk ke dalam rima akhir.

Kemudian untuk irama dalam puisi “Kotak Suara”, pada puisi tersebut irama yang hadir ketika membaca terjadinya kenaikan nada. Di baris pertama terjadi nada rendah kemudian di baris kedua nadanya tinggi. Di baris ketiga nadanya menurun dan di baris keempat nadanya tinggi dan seterusnya.

Selanjutnya adalah mentrum, metrum sendiri merupakan pengulangan tekanan kata yang tetap dan pada puisi ini terdapat metrum.

5. Perwajahan Puisi (Tipografi)

Tipografi merupakan aspek visual puisi dengan mengetahui tata hubungan dan tata baris dalam sebuah puisi. Tipografi atau perwajahan adalah tatanan larik, bait, kalimat, frasa, kata dan bunyi untuk menghasilkan suatu bentuk fisik yang

mampu mendukung isi, rasa dan suasana. Dalam puisi “Kotak Suara” ini menggunakan huruf kapital pada setiap awal larik.

Di dalam kotak suara

Angka-angka saling bertanya asal-usul satu dan lainnya Mereka berselisih pendapat, dan berkelahi sesamanya Angka-angka sikut-menyikut, pukul-memukul,

Angka-angka tampar-menampar, gebuk-menggebuk (KS, hlm.12)

Dari kutipan bait di atas menggambarkan bahwa setiap awal larik menggunakan huruf kapital dan ada pula yang menggunakan huruf kecil.Seperti kutipan di bawah ini.

Lalu angka lainnya masuk lokomotip, dan kereta api itu dahsyat tabrakan Masuk kapal penumpang besar,

maka kapal itu tenggelam Masuk kapal terbang.

dan kapal terbang itu terjun hilang ke persungaian (KS. hlm.13)

Dalam puisi “Kotak Suara” juga menggunakan tanda baca. Hal itu terlihat pada kutipan berikut ini.

Berbagai ilmu diterapkan mentabulasinya Matematika, statistika dan retorika

Berbagai aplikasi adalah bukti sofistikasi Komputerisasi, telekomunikasi dan stikerisasi (KS. hlm.12)

Di kotak suara, angka-angka yang ditinggal teman mengembara

saling bertanya, "Hei, ke mana saja kawan-kawan kita itu pergi, ya?"

(KS. hlm.14)

Dari kutipan bait di atas menjelaskan secara keseluruhan larik menggunakan tanda baca seperti koma untuk menjeda, tanda tanya dan juga tanda petik dua. Tetapi ada pula yang tidak menggunakan tanda baca. Seperti dalam kutipan di bawah ini.

Di sebuah kerajaan dilangsungkan pemilihan Di sebuah pemilihan dilakukan penghitungan Di sebuah penghitungan berlangsung keajaiban Di sebuah keajaiban semua mata ditutupkan (KS. hlm.12)

6. Gaya bahasa

Secara sadar dan sengaja penulis menyulap kata-kata yang biasa menjadi kata-kata yang indah dan sarat dengan variasi makna. Karena Taufik Ismail tidak mengungkapkan makna itu secara gamblang. Dengan keahliannya dalam mengolah gaya bahasa beliau sengaja menyembunyikan makna di dalam suatu kata atau kalimat supaya pembacanya mengartikan sendiri apa maksud dari kata-kata tersebut. Nampaknya itulah yang dikehendaki oleh penyair, sehingga kita

harus membacanya dengan penuh kosentrasi dan tingkat penalaran yang tinggi agar tahu apa maksud kata tersebut.

Ada beberapa majas yang ditemukan dalam puisi ini. Majas personifikasi,tergambar pada bait di bawah ini.

Di dalam kotak suara

Angka-angka saling bertanya asal-usul satu dan lainnya Mereka berselisih pendapat, dan berkelahi sesamanya Angka-angka sikut-menyikut, pukul-memukul,

Angka-angka tampar-menampar, gebuk-menggebuk (KS. hlm.12)

Pada bait di atas mengandung majas personifikasi, karena penyair mengumpamakan angka-angka melakukan kegiatan yang biasanya bisa dilakukan oleh manusia yang bisa saling bertanya, berselisih pendapat, berkelahi, sikut-menyikut, pukul-memukul, tampar-menampar, gebuk-menggebuk. Majas personifikasi juga terlihat pada kutipan di bawah ini.

Pada suatu malam ketika bulan tiada

Serombongan angka menyelinap keluar kotak suara Memanjat lewat celah, tergelincir jatuh bersama Terpisah-pisah mereka bertualang mengembara (KS. hlm.13)

Pada kutipan di atas mengandung majas personifikasi, terlihat pada kutipan kata /menyelinap/, /memanjat/, /tergelincir/, /jatuh/, /bertualang/. Kutipan kata tersebut dapat dimaknai bahwa penyair mengumpamakan angka yang jelas-jelas angka bukan makhluk hidup tetapi menyamakan angka seperti manusia yang bisa menyelinap, memanjat, tergelincir, jatuh dan bertualang.

4.4. 2 Struktur Batin dalam Puisi “Kotak Suara”

1. Tema (Sense)

Tema adalah pokok pembicaraan atau sesuatu yang hendak disampaikan penyair kepada pembaca melalui puisinya. Berdasarkan hasil analisis, diketahui bahwa puisi ini bertemakan kecurangan dalam pemilu .Tema ini disuguhkan oleh pengarang yang notabene adalah orang Indonesia, karena melihat realitas bangsa yang carut marut. Hal itu dapat dilihat pada kutipan di bawah ini.

Di sebuah kerajaan dilangsungkan pemilihan Di sebuah pemilihan dilakukan penghitungan Di sebuah penghitungan berlangsung keajaiban Di sebuah keajaiban semua mata ditutupkan (KS. hlm.12)

Pada kutipan bait di atas menggambarkan bahwa kondisi bangsa yang buruk indikasinya dapat dilihat melalui degradasi moral. Pada larik /di sebuah perhitungan berlangsung keajaiban/ menggabarkan bahwa banyak punggawa bangsa Indonesia yang kurang jujur, selalu terlibat korupsi. Beberapa para penegak hukum pun yang dianggap sebagai pahlawan rakyat ternyata tidak jauh

berbeda dengan para mafia. Segala macam pesan berbau politik dan berbagai hubungan-hubungan kerja sama yang dapat merugikan bangsa kita di akhir kemudian selalu di tempuh. Mereka bebas mengeruk harta kekayaan sumber daya alam yang tersedia. Melalui kepiawaian dalam memilih bahasa, diketahui makna puisi ini mampu menimpulkan rasa keprihatinan rakyat Indonesia terhadap bangsanya sendiri.

2. Perasaan Penyair (feeling)

Pada puisi “Kotak Suara” ini penyair mengungkapkan tentang kecurangan pemilu dan bencana yang dialami oleh bangsa Indonesia. Kecurangan dan musibah ini terjadi karena kerakusan akan jabatan atau kekuasaan, dan tidak adanya kejujuran dari pemimpin bangsa Indonesia. Melalui puisi ini penyair ingin menyampaikan bahwa akibat kekacauan yang terjadi menyebabkan bencana kemanusiaan. Bencana kemanusiaan ini timbul disebabkan oleh penguasa yang tidak jujur dalam menjalankan amanah yang dipercayakan rakyat kepada dirinya.

Puisi ini banyak mengungkapkan tentang kecurangan dan bencana kemanusiaan.

Hal ini dapat dilihat pada bait di bawah ini.

Ada angka temannya sendirian dia mengembara Kawah gunung berapi dimasukinya

Gunung itu dibujuknya agar mengguncang gempa Gunung itu diarahkannya agar meledakkan api menyala Gunung pun meletus, bumi berguncang

Desa-desa hangus terpanggang (KS. hlm.13)

Ada angka lainnya terbang ke awan, turun sebagai hujan Masuk ke sungai menghilir dan jadi banjir

Banjir itu melongsorkan pertebingan, mematahkan jembatan Menutup persawahan, menghanyutkan pergubukan

Dan menggasak perkotaan (KS. hlm.13)

3. Nada (Tone)

Nada merupakan penyaluran suatu sikap kepada pembaca yang berhubungan dengan tema dan rasa yang disampaikan. Ketika membaca puisi

“Kotak Suara”, suasana hati pembaca akan ikut sedih dan geram terhadap kondisi bangsa Indonesia yang dilukiskan oleh Taufik Ismail. Hal itu terjadi karena nada penyair melalui puisi bersifat mendorong atau membangkitkan hati nurani rakyat Indonesia. Pengarang bermaksud menyulut pembaca melalui setiap kata yang terurai pada setiap baris dan bait puisi. Hal itu terlihat pada kutipan bait di bawah ini.

Ada angka yang berbakat penuh sebagai pembunuh

Dia merangsek alat kelamin dan masuk tombak nyamuk yang menungging, menabur dua penyakit yang mengejek sains tanpa kesembuhan, menyebar belalang berjuta bagaimana menghalaunya

(KS. hlm.14)

Ada angka yang masuk peluru runcing bermeslu. Siapa itu penembak tepat mengintip teleskop dan memetik nyawa anak muda itu. Huru-hara merobohkan ribuan bangunan dan memuingkan ratusan kendaraan, memantik api yang memanggang ratusan orang di lantai atas pusat perbelanjaan, dan menyerakkan barang jarahan,

(KS, hlm.14)

Dari kutipan bait di atas menggambarkan tentang nada yang digunakan penyair ketika membuat puisi tersebut dengan nada mengkritik kepada orang yang dituju. Puisi ini bernada sulut, yang dimaksud menyulut yaitu melalui setiap kata yang terurai pada baris puisi. Apalagi bangsa Indonesia sudah sangat susah dan menderita akibat berbagai bencana alam yang terjadi. Hal ini dapat dimaknai pula melalui penggalan larik berikut ini;

Gunung itu dibujuknya agar mengguncang gempa Gunung itu diarahkannya agar meledakkan api menyala Gunung pun meletus, bumi berguncang

(KS. hlm.13)

4.Amanat (Intention)

Amanat yang dapat disampaikan dari puisi “Kotak Suara” karya Taufiq

perubahan ke arah yang lebih baik lagi agar tidak ada orang yang tertindas, terasingkan, dan tidak ada lagi ketidakadilan dalam masyarakat sehingga menciptakan masyarakat yang taat kepada aturan yang ditetapkan, dan sudah sepatutnya kita sebagai manusia mari bersama-sama dalam menjaga kelestarian lingkungan atau bumi tempat dimana kita hidup karena adanya datang sebuah bencana disebabkan oleh ulah manusia yang serakah dan tidak menjaga kelestarian lingkungannya itu sendiri. Hal itu dapat dilihat dari kutipan bait di bawah ini.

Di musim kemarau panjang jadi api kecil dia menjelma Di musim kering dia menyulut rimba menyala-nyala Memanggang hutan Kalimantan dan Sumatera Berjuta hektar mereka bakar

Berbulan-bulan lamanya

Abu jerebu terbang ke mana-mana (KS. hlm.13)

Dari kutipan bait di atas penyair mengungkapkan kejahatan manusia dengan rasa tidak bertanggung jawab dengan sengaja memanggang berjuta hektar hutan Kalimantan dan Sumatera dengan jangka waktu yang lama hingga berbulan-bulan sehingga menyebabkan sisa-sisa abu kebakaran mencemari udara, sangat terlihat manusia begitu egois dan tidak memikirkan dampak buruk yang diakibatkan perilaku mereka yang mana dampaknya akan dirasakan juga oleh manusia-manusia yang tidak bersalah. Maka marilah kita sebagai manusia untuk

menjaga keasrian bumi agar bumi terjaga untuk para generasi kita masa mendatang.

4.5 Wujud Ekokritik dalam Puisi “Ketika Burung Merpati Sore Melayang”

dan “Kotak Suara”

Kerusakan lingkungan merupakan deteriorasi (penurunan mutu) lingkungan yang ditandai dengan hilangnya sumber daya tanah, air, udara, punahnya flora dan fauna liar serta kerusakan ekosistem (Alamendah, 2014).

Kerusakan lingkungan menjadi pembahasan yang menarik di berbagai kalangan.

Hal ini disebabkan karena kerusakan lingkungan di negara Indonesia dapat dikatakan semakin hari semakin tidak terkendali. Dalam hal ini, kerusakan lingkungan yang tengah terjadi jika diabaikan akan semakin mengancam eksistensi kelestarian kehidupan. Hal tersebut terjadi tidak hanya dipengaruhi oleh alam, tetapi juga dipengaruhi oleh ulah manusia.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di atas, wujud ekokritik di Indonesia banyak ditemukan pada puisi-puisi karya Taufiq Ismail di antaranya dalam puisi “Ketika Burung Merpati Sore Melayang” dan “Kotak Suara”. Hal ini menunjukkan bahwa penanganan kerusakan lingkungan di Indonesia benar-benar digalakkan melalui kajian sastra lingkungan hidup atau ekokritik. Hal tersebut juga ditunjukkan seperti menurut Glotfelty (1996: xix) yang mengatakan bahwa karya sastra memiliki hubungan dengan lingkungan (alam) dan ekokritisme yang menjadi jembatan bagi keduanya. Berkaitan dengan hal tersebut, dapat diketahui bahwa karya sastra tidak hanya menjadikan alam

sebagai sebuah latar, tetapi alam seringkali dijadikan sebuah topik utama dalam penulisan karya sastra seperti yang terdapat dalam puisi “Ketika Burung Merpati Sore Melayang dan “Kotak Suara” karya Taufiq Ismail.

4.5.1. Wujud Ekokritik dalam Puisi “Ketika Burung Merpati Sore Melayang”

1. Kritik Bencana Alam

Bencana adalah keadaan berupa kondisi dari alam dan lingkungan yang tidak seperti biasanya, terjadinya perubahan iklim, kerusakan, kemerosotan hayati, kepunahan ekosistem dan meningkatnya bencana alam (Garrard, 2012:107).

Wujud ekokritik mengenai bencana alam terdapat pada puisi“Ketika Burung Merpati Sore Melayang”.

(1) Kapal laut bertenggelaman, kapal udara berjatuhan Gempa bumi, banjir, tanah longsor dan orang kelaparan Kemarau panjang, kebakaran hutan berbulan-bulan Jutaan hektar jadi jerebu abu-abu berkepulan Bumiku demam berat, menggigilkan air lautan (KBMSM, hlm.7)

Berdasakan kutipan di atas penyair melontarkan kritik menggunakan bahasa yang lugas. Secara tersurat dikatakan bahwa kapal laut sudah bertenggelaman, kemudian kapal udara atau pesawat banyak berjatuhan. Bencana alam seperti gempa bumi, banjir, tanah longsor telah terjadi. Dari semua bencana

alam yang terjadi sangat menggambarkan bumi sedang tidak baik-baik saja.

Dengan terjadinya bencana alam tersebut, pastinya akan membawa dampak negatif bagi kelansungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya bahkan

Dengan terjadinya bencana alam tersebut, pastinya akan membawa dampak negatif bagi kelansungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya bahkan