• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.2. Struktur Modal (DER)

Perusahaan dalam menjalankan aktivitas operasionalnya akan membutuhkan modal yang cukup agar aktivitas operasi tidak terganggu. Penggunaan modal ini tentu saja perlu mempertimbangkan beberapa aspek dalam memperoleh modal. Hal ini berkaitan dengan penentuan struktur modal perusahaan yang berasal dari internal perusahaan dan eksternal.

2.1.2.1. Pengertian dan PengukuranStruktur Modal (DER)

Foster (1986:65) mengatakan “struktur modal merupakan rasio yang menghitung pendanaan perusahaan antara penggunaan hutang dan ekuitas pemegang saham”. Asnawi danWijaya (2005:121) mengatakan :”Struktur modal merupakan sisi kanan dari neraca, jadi merupakan kombinasi antara utang dan modal sendiri. Riset biasanya berkenaan dengan komposisi dua hal ini, biasa dikenal sebagai DER (Debt to Equity Ratio) atau Leverage [debt/(debt+equity)]”.

Berdasarkan pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa Struktur Modal merupakan perimbangan atau perbandingan antara modal internal dan modal eksternal. Modal internal bisa terbagi atas laba ditahan dan bisa juga

dengan penyertaan kepemilikan perusahaan. Sedangkan modal eksternal diartikan dalam hal ini adalah hutang baik jangka panjang maupun dalam jangka pendek.

2.1.2.2. Teori Struktur Modal (DER)

Struktur modal merupakan masalah penting dalam pengambilan keputusan mengenai pembelanjaan perusahaan. Untuk mengukur struktur modal tersebut maka dapat digunakan beberapa teori yang menjelaskan struktur modal dalam suatu perusahaan.

a. Trade Off Theory

Menurut trade-off teory yang diungkapkan oleh Myers (1977), “Perusahaan akan berhutang sampai pada tingkat hutang tertentu, dimana penghematan pajak (tax shields) dari tambahan hutang sama dengan biaya kesulitan keuangan (financial distress)”. Biaya kesulitan keuangan (Financial distress) adalah biaya kebangkrutan (bankruptcy costs) atau reorganization, dan biaya keagenan (agency costs) yang meningkat akibat dari turunnya kredibilitas suatu perusahaan (Asnawi danWijaya, 2005:121).

Husnan (2005:231) mengatakan bahwa “secara garis besar dapat disimpulkan bahwa Trade Off menganut pola keseimbangan antara keuntungan penggunaan dana dari utang dengan tngkat bunga yang tinggi dan biaya kebangkrutan”.

Sundjaya dan Barlian (2002:242) menjelaskan bahwa ”struktur modal yang optimal didasarkan atas keseimbangan antara manfaat dan biaya dari pembiayaan dengan pinjaman. Manfaat terbesar dari suatu pembiayaan dengan

pinjaman adalah pengurangan pajak yang diperoleh dari pemerintah yang mengizinkan bunga atas pinjaman dapat dikurangi dalam menghitung pendpatan kena pajak”.

Brigham dan Weston, (1999:431) teori trade off memberi 3 pernyataan penggunaan utang yang dapat digunakan untuk menentukan secara pasti struktur modal optimal setiap perusahaan, yaitu :

1. Perusahaan dengan resiko lebih tinggi, diukur dengan variabelitas retur atas aktiva perusahaan, harus meminjam lebih sedikit dari pada perusahaan dengan resiko lebih rendah. Semakin tinggi variabelitas, semakin tinggi kemungkinan tekanan finansial pada setiap tingkat resiko utang, semakin tinggi espektasi biaya tekanan finansial. Dengan demikian, perusahaan dengan resiko bisnis yang lebih rendah dapat meminjam lebih banyak sebelum biaya tekanan finansial menyerap habis keuntungan pajak dari utang. 2. Perusahaan yang operasinya menggunakan aktiva berwujud, aktiva yang

memiliki pasar misalnya real estate dapat meminjam lebih banyak dari pada perusahaan yang nilainya terutama berasal dari aktiva tak berwujud, misalnya paten dan goodwill. Aktiva spesifik, aktiva tidak berwujud, dan peluang pertumbuhan akan kehilangan nilainya jika tekanan finansial terjadi dibanding dengan aktiva berwujud standar.

3. Perusahaan yang memiliki tarif pajak yang tinggi, yang kemungkinan berlanjut pada masa yang akan datang dapat meminjam lebih banyak daripada perusahaan dengan tarif pajak dan prospek pajak yang lebih rendah. Tarif pajak yang tinggi menyebabkan keuntungan yang lebih besar daripada

pendanaan dengan utang, sehingga perusahaan dengan tarif pajak yang lebih tinggi dapat meminjam lebih banyak, hal lain dianggap sama, sebelum keuntungan pajak diserap oleh biaya tekanan finansial dan biaya keagenan.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa teori trade off mengindikasikan setiap perusahaan harus menetapkan target struktur modalnya, yaitu pada posisi keseimbangan biaya dan keuntungan marginal dari pendanaan dengan utang, sebab pada posisi keseimbangan biaya dan keuntungan marginal dari pendanaan dengan utang, sebab pada posisi itu nilai perusahaan menjadi maksimum. Teori Trade Off juga menjelaskan bahwa struktur modal optimal ditemukan dengan menyeimbangkan keuntungan pajak dengan biaya tekanan finansial dari penambahan utang, sehingga biaya dan keuntungan dari penambahan utang di trade off (saling tukar antara satu sama lain). Tekanan finansial biasanya terjadi hanya pada perusahaan yang memiliki utang, perusahaan yang bebas dari utang biasanya tidak mengalami tekanan finansial.

b. Pecking Order Theory

Teori pecking order adalah teori yang menjelaskan bahwa manajemen secara sistematis mendahulukan pendanaan investasi dengan menggunakan dana internal (laba ditahan) daripada penggunaan dana eksternal dan mendahulukan utang daripada ekuitas jika pendanaan eksternal dibutuhkan. Dalam pandangan pecking order, perusahaan sebaiknya menggunakan dana internal sebanyak mungkin untuk mendanai proyek baru. Apabila dana internal tidak mencukupi

maka utang atau sekuritas yang paling aman lebih didahulukan daripada sumber dana eksternal lainnya (Sartono, 2010:242).

Myers (1977) berpendapat bahwa Manajer mengikuti teori pecking order menyatakan bahwa manajer lebih mengutamakan pendanaan internal daripada pendanaan eksternal. Dengan demikian, jika arus kas internal lebih besar dari kebutuhan investasi maka manajer akan membayarkan free cash flow untuk melunasi utang atau membeli sekuritas. Sebaliknya jika arus kas internal lebih kecil dari kebutuhan investasi maka manajer pertama akan menjual sekuritas, jika tidak cukup akan menggunakan utang, penerbitan ekuitas merupakan pilihan terakhir (Asnawi danWijaya, 2005:121).

Kesimpulannya menurut teori pecking order, perusahaan tidak memiliki struktur modal optimal, sebab pendanaan perusahaan tidak sepenuhnya tergantung pada biaya modal. Tetapi berdasarkan pada urutan hirarki (dana internal, utang, dan ekuitas). Urutan pendanaan dimulai dari laba ditahan, utang, dan penerbitan saham (ekuitas) pada urutan terakhir. Hal ini didasarkan pada argumentasi bahwa penggunaan laba ditahan lebih murah dibandingkan utang dan ekuitas. Menurut teori pecking order juga mengisyaratkan peningkatan profitabilitas akan meningkatkan laba ditahan, yang dapat digunakan untuk pendanaan investasi. Sehingga semangkin tinggi tingkat profitabilitas perusahaan, maka semakin sedikit pendanaan dengan menggunakan utang. Teori ini menjelaskan mengapa perusahaan-perusahaan yang profitable umumnya meminjam dalam jumlah sedikit.

Dokumen terkait