ANALISIS PENGARUH INVESTMENT OPPORTUNITY SET
TERHADAP KEBIJAKAN DEVIDEN DENGAN STRUKTUR MODAL SEBAGAI VARIABEL MODERATING PADA
PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BEI
TESIS
Oleh :
IRAWAN 117017057/ Akt
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KEBIJAKAN DEVIDEN DENGAN STRUKTUR MODAL SEBAGAI VARIABEL MODERATING PADA
PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah (1) Untuk membuktikan secara simultan pengaruh negatif Investment Opportunity Set yang diproksikan EPR, CAPBVA dan Var terhadap DPR; (2) Untuk membuktikan secara parsial pengaruh negatif Investment Opportunity Set yang diproksikan EPR CAPBVA dan Var terhadap DPR; (3) Untuk membuktikan DER memoderasi hubungan IOSyang diproksikan EPR, CAPBVA dan Var terhadap DPR. Populasi penelitian ini yaitu sebanyak 132 perusahaan yang merupakan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sejak tahun 2009-2012. Sampel dipilih dengan menggunakan metode purposive sampling berjumlah 33 perusahaan.Data diolah menggunakan metode uji statistik regresi linier berganda untuk hipotesis pertama dan kedua, dan uji residual untuk hipotesis ketiga dengan menggunakan software SPSS. Hasil penelitian ini membuktikan pada hipotesis pertama bahwa variabel EPR, CAPBVA, danVARsecara simultan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap DPR pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia untuk periode 2009-2012. Sedangkan secara parsial hanya variabel EPR yang berpengaruh negatif dan signifikan terhadap EPR pada perusahaan manufaktur terdaftar di Bursa Efek Indonesia untuk periode 2009-2012. Hasil uji moderating membuktikan DER sebagai variabel moderating mampu memperkuat atau memperlemah dan memoderasi hubungan rasio EPR, CAPBVA dan Var dengan DPR pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI untuk periode 2009-2012.
ANALYSIS OF INVESTMENT OPPORTUNITY SET WITH DIVIDEND POLICY ON CAPITAL STRUCTURE AS
MODERATING VARIABLE ON MANUFACTURING COMPANY IN INDONESIA STOCK EXCHANGE
ABSTRACT
The purpose of this study is (1) to examine and analyze simultaneously the negative effect that proxy Investment Opportunity Set to EPR, CAPBVA and Var on the DPR; (2) to examine and analyze partially the negative effect that proxy Investment Opportunity Set to EPR, CAPBVA and Var on the DPR; (3) to examine as well as test and analyze whether moderate the effect of capital structure variables that proxy IOS to EPR, CAPBVA and Var on the DPR . The population of this research is that as many as 132 companies which are companies listed on the Indonesia Stock Exchange since 2009-2012 . Samples were selected using purposive sampling method amounted to 33 companies . The data were processed using the method of multiple linear regression statistical test for the first hypothesis , and test the residuals for the second hypothesis by using SPSS software . The results of this study prove the first hypothesis that the EPR, CAPBVA and Var simultaneously significantly and negatively related to DPR on manufacturing companies listed in Indonesia Stock Exchange for the period 2009-2012 . While only partially EPR variables are significantly and negatively related to DPR on manufacturing companies listed in Indonesia Stock Exchange for the period 2009-2012. The test results prove moderating capital structure as a moderating variable able to strengthen or weaken and moderate the relationship EPR, CAPBVA and Var with the DPR on manufacturing companies listed on the Stock Exchange for the period 2009-2012
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkah
dan rahmat -Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian dalam rangka
penulisan tesis yang berjudul “Analisis Pengaruh Investment Opportunity Set Terhadap Kebijakan Deviden Dengan Struktur Modal Sebagai Variabel Moderating Pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia”, memenuhi salah satu persyaratan untuk mendapatkan gelar Magister Sains (M.Si)
pada Program Studi Ilmu Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatra
Utara.
Dalam penyusunan dan penyelesaian tesis ini peneliti telah banyak
mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis dengan sepenuh
hati mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTH&H, M.Sc (CTM), Sp. A(K),
selaku Rektor Universitas Sumatra Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatra Utara.
3. Ibu Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, Ak, selaku Ketua Program
Studi Magister Akuntansi Sekolah Pascasarjana Sumatera Utara dan sekaligus
sebagai dosen pembimbing utama penulis yang telah banyak memberikan
bantuan dan masukan dalam menyusun tesis ini.
4. Bapak Drs. Zainul Bahri Torong, M.Si, Ak, selaku dosen pembimbing yang
sangat membantu penulis dalam penyusunan tesis ini semoga bapak dan
sekeluarga dalam keadaan sehat selalu.
5. Ibu Dr. Murni Daulay, MA,Ak, ibu Dra. Sri Muliani MBA, Ak dan ibu Dra.
Tapi Anda Sari Lubis, M.Si,Ak selaku dosen pembanding yang telah
memberikan banyak masukan dan saran kepada penulis dalam penyempurnaan
tesis ini.
6. Seluruh Bapak/Ibu Dosen serta pegawai akademik di Program Studi
Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatra Utara.
7. Untuk orang tua tersayang Ibunda Sumairah dan istri tercinta Lia Elvita, SE
serta anakku Zakir Izzulhaq yang selalu memberikan motivasi, semangat, doa
dan dukungan moril maupun dukungan materil yang diberikan dengan tulus
dari awal hingga kini,sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
8. Kakak, abang, adik: Ani, Amy, Yani, dan Wadi terimakasih selalu
memberikan dukungan, doa dan semangat untuk penulis dalam menyelesaikan
tesis ini.
9. Buat istri tercinta Lia Elvita, SE dan anakku tersayang Zakir Izzulhaq yang
selalu mendukung dan sebagai penyemangat yang luar biasa sehingga sabar
menunggu sampai peneliti untuk menyelesaikan perkuliahan, semoga Allah
SWT memberi jalan untuk menuju masa depan yang lebih baik.
10.Terima kasih untuk Andreas Rocky Lenore, terima kasih banyak telah
11.Teman-teman seperjuangan menyusun tesis Pak Zainal, Bang Sani, Yudi,
Firza, Maryam, Deby terima kasih banyak atas semangatnya dan temen-temen
stambuk 2011 lainnya yang tidak mungkin disebutkan satu per satu.
12.Kak Dory, Kak Yusna, Bang Irawan dan staf bagian administrasi lainnya
yang telah banyak membantu dalam pengurusan adminitrasi bagi peneliti.
Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmatNya kepada seluruh
pihak yang telah memberikan banyak bantuan dan motivasi kepada peneliti
selama perkuliahan maupun dalam penyusunan tesis ini. Peneliti menyadari
bahwa keterbatasan peneliti membuat penelitian ini menjadi kurang sempurna,
karena itu masih diperlukan saran maupun masukan dari pembaca. Semoga hasil
penelitian ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu dan bermanfaat bagi penelitian
berikutnya.
Medan, 04 Desember 2013
RIWAYAT HIDUP
1. Nama : IRAWAN
2. Tempat/Tanggal Lahir : Binjai, 27 September 1984
3. Pekerjaan : Wiraswasta
4. Agama : Islam
5. Alamat : Jln Cendana No 12 Binjai Utara
6. Pendidikan :
a. Lulusan SD Inpres 025266 dari Tahun 1991 s/d 2007 b. Lulusan SLTP Negeri 27 Medan dari Tahun 2007 s/d 2000 c. Lulusan SMA Negeri 2 Medan dari Tahun 2000 s/d 2003
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 6
1.3. Tujuan Penelitian ... 6
1.4. Manfaat Penelitian ... 7
1.5. Originalitas ... 7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori ... 8
2.1.1. Investment Opportunity Set (IOS) ... 8
2.1.1.1. Pengertian dan Langkah-langkah Investasi ... 8
2.1.1.2. Pengertian dan Pengukuran Investment Opportunity Set (IOS) ... 11
2.1.2. Struktur Modal ... 15
2.1.2.1. Pengertian dan Pengukuran Struktur Modal ... 15
2.1.2.2. Teori Struktur Modal ... 16
2.1.3. Kebijakan Deviden ... 20
2.2. Review Penelitian Terdahulu ... 25
BAB III. KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS 2.1. Kerangka Konsep ... 29
2.2. Hipotesis ... 33
BAB. IV METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian ... 34
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 34
4.3. Populasi dan Sampel ... 34
4.4. Metode Pengumpulan Data ... 37
4.5. Definisi Operasional Variabel ... 37
4.6. Metode Analisa Data ... 40
4.6.1. Pengujian Asumsi Klasik ... 41
4.6.1.1. Uji Normalitas ... 41
4.6.1.2. Uji Multikolinieritas ... 42
4.6.1.3. Uji Autokorelasi ... 42
4.6.1.4. Uji Heteroskedastisitas ... 43
4.6.2. Pengujian Hipotesis ... 43
4.6.2.1. Persamaa Regresi Linier Berganda ... 43
4.6.2.2. Uji F (F-test) ... 44
4.6.2.3. Uji t (t-test) ... 45
4.6.3. Uji Moderating Variabel ... 45
4.6.4. Uji Koefesie Determinasi ... 46
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Deskriptif Data ... 47
5.2. Uji Asumsi Klasik ... 49
5.2.1. Uji Normalitas ... 50
5.2.2. Uji Normalitas Setelah Transformasi ... 52
5.2.3. Uji Multikolonieritas ... 55
5.2.5 Uji Autokorelasi ... 57
5.3 Hasil Analisis Data Hipotesis Pertama ... 58
5.3.1. Uji Signifikansi Simultan ... 58
5.3.2. Uji Signifikansi Parsial ... 59
5.3.3. Regresi Berganda ... 63
5.3.4. Koefisien Determinasi ... 64
5.5 Hasil Analisis Data Hipotesis Kedua ... 65
5.6 Pembahasan Hasil Penelitian ... 66
5.6.1. Hasil Uji Simultan (F) ... 66
5.6.2. Hasil Uji Parsial (t) ... 67
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 72
6.2 Keterbatasan Penelitian ... 73
6.3 Saran ... 73
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu ……….35
Tabel 4.1 Daftar Populasi dan Sampel ……….46
Tebel 4.2 Proses Pengambilan Sampel ……….47
Tebel 4.3 Defenisi Operasional ………50
Tabel 5.9 Statistik Deskriptif ………65
Tebel 5.10 Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov Test sebelum transformasi ………..69
Tabel 5.11 Hasil Uji Multikolonieritas Sebelum Transformasi ………70
Tabel 5.12 Hasil Uji Autokorelasi Sebelum Transformasi ………...72
Tabel 5.13 Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov Test Setelah Transformasi ………...74
Tabel 5.14 Hasil Uji Multikolonieritas Setelah Transformasi ………..75
Tabel 5.15 Hasil Uji Autokorelasi Setelah transformasi Transformasi …………76
Tebel 5.16 Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov Test Hipotesis Ketiga ………..78
Tabel 5.17 Hasil Uji Multikolonieritas Hipotesis Ketiga ………..79
Tabel 5.18 Hasil Uji Autokorelasi Hipotesis Ketiga ……….81
Tabel 5.19 Uji Anti-image Matrices ………81
Tabel 5.20 Hasil Regresi Uji F Hipotesis Kedua ………..82
Tabel 5.21 Hasil Regresi Uji t Hipotesis Kedua ………...83
Tabel 5.22 Koefisien Determinasi Hipotesis Kedua ……….85
Tabel 5.23 Hasil Pengujian Parsial ………. 86
DAFTAR GAMBAR
No Judul Halaman
Gambar 3.1 Kerangka Konsep (Sebelum Uji Faktor)………37
Gambar 3.2 Kerangka Konsep (Sesudah Uji Faktor) ………41
Gambar 5.1 Normal P-Plot Sebelum Transformasi ……….68
Gambar 5.2 Grafik Histogram Sebelum Transformasi ……….68
Gambar 5.3. Scatterplot Heteroskedastisitas Sebelum Transformasi …………..71
Gambar 5.4. Normal P-Plot Setelah Transformasi ………73
Gambar 5.5. Grafik Histogram Setelah Transformasi ………...73
Gambar 5.6 Scaterplott Heteroskedastisitas setelah Transformasi ………..76
Gambar 5.7 Normal P-Plot Hipotesis Kedua ………77
Gambar 5.8 Grafik Histogram Hipotesis Kedua ………...78
DAFTAR LAMPIRAN
No Judul Halaman
1 . Data Earning Per share (EPS) Tahun 2008-2011 ………. . .100
2. Data Return On Equity (ROE) Tahun 2008-2011……… . . . 101
4. Data Net Cash Flow (NCF) Tahun 2008-2011………. .102
5. Data Dividend Payout Ratio (DPR) Tahun 2008-2011……… . . . 103
6. Data Net Profit Margin (NPM) Tahun 2008-2011………. 104
7. Data Price Book Value (PBV) Tahun 2008-2011……… . 105
8. Data Kepemilikan Manajerial Tahun 2008-2011……… . .106
9. Hasil Uji Interaksi Variabel Moderating. . . .……… . .107
10. Lampiran Output Uji Faktor . . . 108
11. Lampiran Output Data Uji Asumsi Klasik Sebelum Trasnsformasi . . . .112
12. Lampiran Output Data Uji Asumsi Klasik Sesudah Trasnsformasi . . . 113
KEBIJAKAN DEVIDEN DENGAN STRUKTUR MODAL SEBAGAI VARIABEL MODERATING PADA
PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah (1) Untuk membuktikan secara simultan pengaruh negatif Investment Opportunity Set yang diproksikan EPR, CAPBVA dan Var terhadap DPR; (2) Untuk membuktikan secara parsial pengaruh negatif Investment Opportunity Set yang diproksikan EPR CAPBVA dan Var terhadap DPR; (3) Untuk membuktikan DER memoderasi hubungan IOSyang diproksikan EPR, CAPBVA dan Var terhadap DPR. Populasi penelitian ini yaitu sebanyak 132 perusahaan yang merupakan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sejak tahun 2009-2012. Sampel dipilih dengan menggunakan metode purposive sampling berjumlah 33 perusahaan.Data diolah menggunakan metode uji statistik regresi linier berganda untuk hipotesis pertama dan kedua, dan uji residual untuk hipotesis ketiga dengan menggunakan software SPSS. Hasil penelitian ini membuktikan pada hipotesis pertama bahwa variabel EPR, CAPBVA, danVARsecara simultan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap DPR pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia untuk periode 2009-2012. Sedangkan secara parsial hanya variabel EPR yang berpengaruh negatif dan signifikan terhadap EPR pada perusahaan manufaktur terdaftar di Bursa Efek Indonesia untuk periode 2009-2012. Hasil uji moderating membuktikan DER sebagai variabel moderating mampu memperkuat atau memperlemah dan memoderasi hubungan rasio EPR, CAPBVA dan Var dengan DPR pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI untuk periode 2009-2012.
ANALYSIS OF INVESTMENT OPPORTUNITY SET WITH DIVIDEND POLICY ON CAPITAL STRUCTURE AS
MODERATING VARIABLE ON MANUFACTURING COMPANY IN INDONESIA STOCK EXCHANGE
ABSTRACT
The purpose of this study is (1) to examine and analyze simultaneously the negative effect that proxy Investment Opportunity Set to EPR, CAPBVA and Var on the DPR; (2) to examine and analyze partially the negative effect that proxy Investment Opportunity Set to EPR, CAPBVA and Var on the DPR; (3) to examine as well as test and analyze whether moderate the effect of capital structure variables that proxy IOS to EPR, CAPBVA and Var on the DPR . The population of this research is that as many as 132 companies which are companies listed on the Indonesia Stock Exchange since 2009-2012 . Samples were selected using purposive sampling method amounted to 33 companies . The data were processed using the method of multiple linear regression statistical test for the first hypothesis , and test the residuals for the second hypothesis by using SPSS software . The results of this study prove the first hypothesis that the EPR, CAPBVA and Var simultaneously significantly and negatively related to DPR on manufacturing companies listed in Indonesia Stock Exchange for the period 2009-2012 . While only partially EPR variables are significantly and negatively related to DPR on manufacturing companies listed in Indonesia Stock Exchange for the period 2009-2012. The test results prove moderating capital structure as a moderating variable able to strengthen or weaken and moderate the relationship EPR, CAPBVA and Var with the DPR on manufacturing companies listed on the Stock Exchange for the period 2009-2012
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Perusahaan selalu menginginkan adanya pertumbuhan dalam
organisasinya, namun di satu pihak perusahaan juga harus membayarkan deviden
kepada para pemegang sahamnya. Semakin tinggi tingkat deviden yang
dibayarkan berarti semakin sedikit laba yang dapat ditahan dan sebagai akibatnya
adalah menghambat tingkat pertumbuhan dalam pendapatan dan harga sahamnya.
Jika perusahaan ingin menahan sebagian besar dari pendapatannya tetap di dalam
perusahaan, berarti bagian dari pendapatan yang tersedia untuk pembayaran
deviden adalah makin kecil.
Faktor- faktor yang mempengaruhi kebijakan deviden di antaranya adalah
perjanjian hutang, pembatasan dari saham preferen, tersedianya kas, pengendalian
dan kebutuhan dana untuk investasi (Atmaja, 2008:291). Berdasarkan sekian
banyak faktor yang mempengaruhi kebijakan deviden, maka dalam penelitian ini
hanya menggunakan faktor kesempatan investasi saja. Hal ini berasumsi
berdasarkan pendapat Smith dan Watts (1992) menjelaskan contracting hypotesis
dari Jensen (1986) bahwa perusahaan yang memperoleh peluang tumbuh yang
tinggi memiliki free cash flow yang rendah dan akan membayarkan deviden yang
rendah pula.
Kebijakan dividen memegang peranan penting dalam menentukan nilai
perusahaan, Stockholder memandang dividen sebagai sinyal kemampuan
menyebutkan deviden tidak relevan karena dapat menghambat pertumbuhan
perusahaan. Perusahaan dengan pertumbuhan tinggi membutuhkan lebih banyak
dana karena terdapat banyak kesempatan invesatasi.
Smith dan Watts (1992), Gaver dan Gaver (1993), Kallapur dan Trombley
(1999), Gul dan Kealey (1999), Adam dan Goyal (2007) telah melakukan
penilaian investment Opportunity Set (IOS) dari tiga proksi yaitu proksi berdasar
harga (price based proxies), proksi berdasar investasi (investment based proxies)
dan proksi berdasar varian (variance based proxies. Proksi berdasar harga dalam
pengukuran IOS antara lain adalah market to book value of equity (MBE), market
to book value of assets (MBA), Tobin’s Q, earnings to price ratios (EPR) dan
current assets to nat sales (CAONS). proksi berdasar investasi dalam pengukuran
IOS antara lain adalah ratio of capital expenditure to total assets (CAPBVA).
ratio of capital expenditure to firm value (CAPFVA), investment to sales ratio,
log of firm value. Proksi berdasar varian dalam pengukuran IOS antara lain adalah
variance of returns (VAR), assets beta (BETA), the variance of assets deflated
sales (VAS).
Kebijakan Perusahaan yang akan membagikan deviden kepada investor
tentu akan sulit dilakukan manakala perusahaan dihadapkan pada kebutuhan
investasi yang tinggi. Namun hal ini bukan berarti perusahaan akan mengabaikan
kebijakan pembagian devidennya. Langkah yang dapat ditempuh adalah dengan
cara penentuan struktur modal yang optimal.
Struktur modal merupakan kombinasi pendanaan yang berasal dari ekuitas
rendah maka biasanya perusahaan harus membayarkan deviden rendah pula agar
perusahaan dapat menahan diri dari penerbitan saham baru yang membutuhkan
biaya penerbitan dan pemasaran sekuritas. Perusahaan akan menentukan struktur
modalnya dengan mengevaluasi jenis investasi dan apakah kebutuhan dananya
dipenuhi dari laba ditahan atau dari hutang. Oleh sebab itu, dengan penentuan
struktur modal yang optimal maka kebijakan deviden akan dapat dilakukan tanpa
mengurangi kebutuhan dana investasi perusahaan. Kesimpulannya adalah struktur
modal dapat memoderasi pengaruh antara IOS terhadap kebijakan deviden.
Fenomena yang terlihat pada perusahaan manufaktur di BEI yaitu masih
belum meratanya kebijakan deviden dimana perusahaan yang rutin membagikan
deviden dari tahun 2009 – 2012 hanya sebanyak 33 perusahaan atau sebesar
23,48% dari total 132 perusahaan. Selain itu, dari data perusahaan yang
membagikan deviden juga terlihat mengalami penurunan. Hal ini
mengindikasikan adanya faktor yang mempengaruhi diantaranya adalah IOS dan
struktur modal. Berikut ini disajikan beberapa perusahaan yang membagikan
Tabel 1.1 Fluktuasi DPR Periode 2008 – 2011
EMITEN 2009 2010 2011 2012
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa terjadi penurunan
kebijakan deviden beberapa perusahaan manufaktur dari tahun 2009 – 2011.
Penurunan ini bisa saja disebabkan oleh adanya kesempatan investasi perusahaan
yang tinggi menyebabkan perusahaan lebih mengutamakan kebutuhan dana
internal untuk memenuhi investasi perusahaan. Fenomena lain dapat terlihat dari
hasil-hasil penelitian terdahulu. Berbagai penelitian tentang IOS telah banyak
dilakukan. Dari beberapa penelitian tentang IOS menyimpulkan hasil-hasil yang
berbeda.
Subramaniam dan Marimuthu (2011) mampu membuktikan bahwa
terdapat hubungan negatif dan signifikan antara IOS dan kebijakan deviden. Hasil
penelitian Smith dan Watts (1992) atas hubungan IOS dengan kebijakan deviden
sesuai hipotesis, bahwa perusahaan bertumbuh yang memiliki kesempatan
perusahaan tidak bertumbuh. Gaver dan Gaver (1993) juga menguji hubungan
IOS dengan kebijakan deviden dengan menggunakan devidend payout ratio dan
devidend yield sebagai proksi kebijakan deviden. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa IOSmemiliki hubungan negatif signifikan dengan devidend yield.
Fitrijanti (2000) mengutip hasil penelitian Sami et.al (1999) dimana IOS
memiliki hunbungan positif signifikan terhadap devidend payout ratio. Hasil
penelitian Sadaliah dan Syafitri (2008) membuktikan bahwa IOS tidak
berpengaruh terhadap deviden. Hasil penelitiannya konsisten dengan hasil
penelitian Suharli (2007) yang membuktikan bahwa IOS tidak berpengaruh
terhadap kebijakan deviden.
Berdasarkan fenomena ini, memberi motivasi kepada peneliti untuk
menguji kembali pengaruh set kesempatan investasi terhadap kebijakan deviden
pada perusahaan manufaktur di Indonesia. Penelitian ini mengangkat isu tentang
pengaruh IOS terhadap kebijakan deviden dengan struktur modal sebagai variabel
moderating dengan mengangkat judul penelitian : “Analisis Pengaruh Investment Opportunity Set Terhadap Kebijakan Deviden Dengan Struktur
1.2. Rumusan Masalah
Permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah Investment Opportunity Set yang diproksikan EPR, CAPBVA dan
Var secara simultan berpengaruh negatif terhadap DPR?
2. Apakah Investment Opportunity Set yang diproksikan EPR, CAPBVA dan
Var secara parsial berpengaruh negatif terhadap DPR?
3. Apakah struktur modal memoderasi hubungan Investment Opportunity Set
yang diproksikan EPR, CAPBVA danVar terhadap DPR?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk membuktikan secara simultan pengaruh negatif Investment
Opportunity Set yang diproksikan EPR, CAPBVA danVar terhadap DPR.
2. Untuk membuktikan secara parsial pengaruh negatif Investment Opportunity
Set yang diproksikanEPR, CAPBVA danVar terhadap DPR
3. Untuk membuktikan struktur modal memoderasi hubungan IOS yang
diproksikan EPR, CAPBVA danVar terhadap DPR.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain :
1. Untuk menambah dan mengembangkan wawasan pengetahuan peneliti
khususnya mengenai pengaruh Investment Opportunity Set (IOS) terhadap
2. Diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi emiten (manajemen)
dalam mengevaluasi investasi, kebijakan deviden dan struktur modal.
3. Sebagai bahan referensi peneliti selanjutnya, khususnya peneliti yang
berkaitan dengan masalah pengaruh Investment Opportunity Set (IOS)
terhadap kebijakan deviden sehingga hasilnya lebih baik dan dapat dijadikan
literature penelitian.
1.5. Originalitas
Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian Subramaniam, Devi dan
Marimuthu (2011) yang meneliti tentang InvestmentOpportunity Set and dividend
policy in Malaysia. Perbedaan penelitian yang sekarang adalah pada penggunaan
proksi IOS menggunakan tiga pendekatan yaitu proksi berdasar harga (price
based proxies), proksi berdasar investasi (investment based proxies) dan proksi
berdasar varian (variance based proxies) serta menambah variabel struktur modal
(DER) sebagai moderating variabel. Penggunaan variabel struktur modal di dasari
oleh pengembangan teori yang dikemukakan oleh Myers (1977) menjelaskan
bahwa teori struktur modal Balancing Theory (Trade Off Theory) berasumsi pada
keseimbangan antara manfaat hutang dengan resiko dari hutang. Hal ini juga di
perkuat oleh Frank dan goyal (2000) yang menyatakan bahwa
perusahaan-perusahaan besar akan menambah hutang untuk mendukung pembayaran dividen.
Objek penelitian ini dilakukan pada perusahaan manufaktur di BEI tahun 2009 –
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Investment Opportunity Set (IOS)
Aktivitas penting dalam perusahaan adalah melakukan investasi yang
menghasilkan keuntungan. Perusahaan tidak terlepas dari adanya kegiatan
investasi karena dengan adanya investasi yang efektif maka perusahaan akan
dapat memperoleh keuntungan yang optimal pula. Setiap perusahaan memiliki
kesempatan investasi yang berbeda-beda. Untuk itu perlu adanya penilaian
kesempatan investasi perusahaan yang dikaitkan dengan kebijakan perusahaan
khususnya kebijakan deviden dan kebijakaan pendanaan.
2.1.1.1. Pengertian dan Langkah-Langkah Investasi
Dalam fungsi ekonominya pasar modal menyediakan fasilitas untuk
memindahkan dana dari lender (pihak yang mempunyai kelebihan dana) ke
borrower (pihak yang memerlukan dana) dengan menginvestasikan dana yang
mereka miliki, lender mengharapkan memperoleh imbalan dari penyerahan dana
tersebut dari sisi borrower, tersedianya dana dari pihak luar lender
memungkinkan mereka melakukan investasi tanpa harus menunggu tersedinya
dana hasil operasi perusahaan.
Halim (2005:4) menyatakan “Investasi pada hakekatnya merupakan
penempatan sejumlah dana pada saat ini dengan harapan memperoleh keuntungan
didefenisikan sebagai penundaan konsumsi sekarang untuk digunakan di dalam
produksi yang effesien selama periode waktu yang tertentu”.
Berdasarkan kedua pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa
investasi merupakan pengalokasian dana pada suatu jenis investasi tertentu untuk
mendapatkan tingkat pengembalaian (return) di masa yang akan datang. Untuk
melakukan investasi di pasar modal diperlukan pengetahuan yang cukup,
pengalaman, serta naluri bisnis untuk menganalisis efek-efek mana yang akan
dibeli, mana yang akan dijual, dan mana yang tetap dimiliki. Investor baik
individual ataupun lembaga dalam melakukan kegiatan investasi akan melakukan
langkah-langkah dalam investasi.
Sharpe et. al (2005:11) menyatakan langkah-langkah dalam melakukan
proses investasi antara lain :
1). Kebijakan investasi, langkah pertama menentukan kebijakan investasi,
meliputi penentuan tujuan investor dan banyaknya kekayaan yang dapat
diinvestasikan. Karena terdapatnya hubungan positif antara resiko dan return
untuk strategi investasi, bukan suatu hal yang tepat bagi seorang investor
untuk berkata bahwa tujuannya adalah “memperoleh banyak keuntungan”.
Yang tepat bagi seorang investor dalam kondisi seperti ini adalah menyatakan
tujuannya untuk memperoleh banyak keuntungan dengan memahami bahwa
ada kemungkinan terjadinya kerugian.
2). Analisis sekuritas, langkah kedua dalam proses investasi adalah melakukan
analisis sekuritas, yang meliputi penilaian terhadap sekuritas secara individual
keuangan yang telah diidentifikasi sebelumnya. Salah satu tujuan melakukan
penilaian tersebut adalah untuk mengidentifikasi sekuritas yang salah harga
(mispriced).
3). Pembentukan portofolio, langkah ketiga dalam proses investasi, pembentukan
(penyusunan portofolio), melibatkan identifikasi aset-aset khusus mana yang
akan dijadikan investasi, juga menentukan besarnya bagian kekayaan investor
yang akan diinvestasikan ke tiap aset tersebut. Di sini masalah selektifitas,
penentuan waktu dan diversifikasi perlu menjadi perhatian investor.
4). Revisi portofolio, langkah keempat dalam proses investasi, revisi portofolio,
berkenaan dengan pengulangan priodik dari ketiga langkah sebelumnya.
Yaitu, dari waktu ke waktu, investor mungkin mengubah tujuan investasinya,
yang pada gilirannya berarti portofolio yang dipegangnya tidak lagi optimal.
5). Evaluasi kinerja portofolio, langkah kelima dalam proses investasi, evaluasi
kinerja portfolio, meliputi penentuan kinerja portofolio secara priodik, tidak
hanya berdasarkan return yang dihasilkan tetapi juga resiko yang dihadapi
investor. Jadi diperlukan ukuran yang tepat tentang return dan resiko dan juga
standar (benchmark) yang relevan.
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa dalam melakukan
kegiatan investasi, baik pada sektor rill ataupun sektor keuangan investor
menentukan langkah-langkah yang umum untuk dijalankan. Langkah-langkah
tersebut meliputi pengalokasian dana investor pada sekuritas yang akan
diinvestasikan berkenaan dengan masalah proporsi dari aset yang sesuai dengan
sekuritas yang akan diinvestasikan dalam bentuk individual ataupun deversifikasi
melalui pembentukan portofolio dengan menggunakan analisis fundamental atau
analisis tehnikal, revisi dan penggantian sekuritas yang telah dibentuk hal ini
penting dilakukan agar kegiatan investasi yang dilakukan, diharapkan akan dapat
memenuhi tujuan investasi, karena sekuritas yang berada dipasar umumnya tidak
memiliki kinerja yang tetap, tetapi berubah sesuai dengan keadaan pasar.
2.1.1.2. Pengertian dan Pengukuran Investment Opportunity Set (IOS)
Munculnya istilah Investment Oportunity Set dikemukakan oleh Myers
(1977) yang menjelaskan bahwa nilai perusahaan terdiri atas dua komponen, yaitu
asset yang dimiliki (asset in place) dan kesempatan investasi (investment
opportunities). Perbedaan mendasar antara keduanya adalah bahwa nilai peluang
investasi bergantung pada investasi diskresioner masa depan sedangkan nilai asset
in place tidak (Adam dan Goyal, 2007).
Kesimpulannya bahwa adanya pilihan investasi yang dapat menghasilkan
keuntungan di masa datang merupakan kesempatan bertumbuh bagi perusahaan
yang akan menaikkan nilai perusahaan. Pilihan-pilihan investasi di masa datang
ini kemudian dikenal dengan istilah Investment Oportunity Set (IOS). Investment
Oportunity Set perusahaan merupakan karakteristik penting perusahaan bahwa
Investment Oportunity Set ini telah sangat mempengaruhi cara perusahaan
dipandang oleh manajer, investor, dan kreditur.
Smith dan Watts (1992), Gaver dan Gaver (1993), Kallapur dan Trombley
menggunakan berbagai proksi yaitu Price-based proxies, Investment–based
proxies and Variance measures.
1) Price-based proxies, pendekatan ini berdasar pada pemikiran bahwa harapan
pertumbuhan perusahaan dinyatakan kedalam harga saham, sehingga
perusahaan bertumbuh akan memiliki nilai pasar lebih tinggi relatif terhadap
aset yang dimiliki (asset in place). Proksi berdasarkan harga ini berbentuk
rasio sebagai suatu ukuran aset yang dimiliki dengan nilai pasar perusahaan.
Rasio-rasio yang telah digunakan dalam penelitian-penelitian sebelumnya
sebagai proksi berdasar harga dalam pengukuran IOS antara lain adalah
market to book value of equity, market to book value of assets, Tobin’s Q,
earnings to price ratios dan current assets to nat sales (Kallapur dan
Trombley, 1999).
2) Investment–based proxies, pendekatan ini berdasar pada pemikiran bahwa
tingkat aktivitas investasi yang tinggi secara positif berhubungan dengan IOS
suatu perusahaan. Perusahaan dengan IOS yang tinggi akan memiliki investasi
dengan tingkat yang tinggi pula sebagaimana IOS telah dikonversikan ke
dalam assets in place waktu demi waktu. Proksi berdasarkan investasi ini
berbentuk rasio yang membandingkan ukuran investasi dengan ukuran asset
yang telah miliki atau hasil operasi dari asset yang telah dimiliki. Rasio-rasio
yang telah digunakan dalam penelitian-penelitian sebelumnya sebagai proksi
berdasar investasi dalam pengukuran IOS antara lain adalah ratio of capital
investment to sales ratio, ratio of capital additional to assets book value, log
of firm value (Kallapur dan Trombley, 1999).
3) Variance measures, pengukuran ini berdasar pada opsi investasi menjadi lebih
bernilai jika menggunakan variabilitas ukuran memperkirakan besarnya opsi
yang tumbuh, seperti variabilitas return. Rasio-rasio yang telah digunakan
dalam penelitian-penelitian sebelumnya sebagai proksi berdasar varian dalam
pengukuran IOS antara lain adalah variance of returns, assets betas, the
variance of assets deflated sales (Kallapur dan Trombley, 1999).
Berdasarkan beberapa proksi IOS diatas maka penelitian ini menggunakan
proksi IOS berupa earnings to price ratios (EPR), ratio of capital expenditure to
total assets (CAPBVA) dan variance of returns (VAR). Alasannya adalah proksi
tersebut sudah merepleksikan proksi IOS secara keseluruhan dan telah dilakukan
pengujian-pengujian oleh para peneliti. Berikut adalah penjelasan setiap proksi
IOS yang digunakan dalam penelitian ini.
a. Earnings to Price ratios (EPR)
Earnings to Price ratios (EPR) adalah perbandingan antara earning
pershare/laba per lembar saham dengan harga pasar perlembar saham. EPR
menggambarkan apresiasi pasar terhadap kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan laba. Rasio EPR menunjukkan jumlah yang rela dibayarkan
oleh investor untuk setiap dolar laba yang dilaporkan (Brigham dan Houston,
1999:150). Earnings to Price ratios (EPR) yang lebih tinggi menunjukkan
bahwa proporsi yang lebih besar dari nilai ekuitas yang dipandang oleh
bahwa proxy laba per lembar saham lebih kecil, sedangkan nilai pasar sebuah
perusahaan dari ekuitas mencerminkan nilai tunai dari seluruh arus kas masa
depan yang lebih besar, yaitu, arus kas dari saham yang beredar dan peluang
investasi masa depan (Adam dan Goyal, 2007).
b. Ratio of capital expenditure to total assets (CAPBVA)
Rasio CAPBVA menunjukkan adanya aliran tambahan modal saham
perusahaan yang dapat digunakan untuk tambahan investasi aktiva tetap yang
produktif. Proksi ini untuk menghubungkan adanya aliran tambahan modal
saham perusahaan untuk tambahan aktiva produktif sehingga berpotensi
sebagai perusahaan bertumbuh. Pengukuran variabel ini adalah bahwa belanja
modal sebagian besar discretionary dan mengarah pada perolehan peluang
investasi baru. Misalnya, dengan mengembangkan cadangan mineral,
perusahaan memperoleh pilihan untuk mengekstrak logam. Perusahaan yang
memiliki peluang investasi lebih memperoleh kesempatan untuk tumbuh
(growt) lebih baik dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan yang
memiliki peluang investasi yang kecil (Adam dan Goyal, 2007).
c. Variance of Returns (VAR)
Varian return suatu instrumen yang dapat digunakan untuk melihat reaksi
pasar modal terhadap informasi melalui parameter pergerakan harga-harga
saham dan perubahan return saham di pasar. Varian return saham dalam hal
ini mewakili risiko saham sering dihubungkan dengan penyimpangan atau
deviasi dari outcome yang diterima dengan yang diekspektasi. Tandelilin
ukuran besarnya penyebaran variabel random diantara rata-ratanya, semakin
besar penyebarannya, semakin besar varian atau standar deviasi investasi
tersebut”. Jogianto (2009:221) mengatakan “Varian (variance) merupakan
kuadrat dari deviasi standar“ Semakin tinggi rasio ini maka semakin cepat
reaksi investor terhadap pergerakan harga saham perusahaan.
2.1.2. Struktur Modal (DER)
Perusahaan dalam menjalankan aktivitas operasionalnya akan
membutuhkan modal yang cukup agar aktivitas operasi tidak terganggu.
Penggunaan modal ini tentu saja perlu mempertimbangkan beberapa aspek dalam
memperoleh modal. Hal ini berkaitan dengan penentuan struktur modal
perusahaan yang berasal dari internal perusahaan dan eksternal.
2.1.2.1. Pengertian dan PengukuranStruktur Modal (DER)
Foster (1986:65) mengatakan “struktur modal merupakan rasio yang
menghitung pendanaan perusahaan antara penggunaan hutang dan ekuitas
pemegang saham”. Asnawi danWijaya (2005:121) mengatakan :”Struktur modal
merupakan sisi kanan dari neraca, jadi merupakan kombinasi antara utang dan
modal sendiri. Riset biasanya berkenaan dengan komposisi dua hal ini, biasa
dikenal sebagai DER (Debt to Equity Ratio) atau Leverage [debt/(debt+equity)]”.
Berdasarkan pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa Struktur
Modal merupakan perimbangan atau perbandingan antara modal internal dan
dengan penyertaan kepemilikan perusahaan. Sedangkan modal eksternal diartikan
dalam hal ini adalah hutang baik jangka panjang maupun dalam jangka pendek.
2.1.2.2. Teori Struktur Modal (DER)
Struktur modal merupakan masalah penting dalam pengambilan keputusan
mengenai pembelanjaan perusahaan. Untuk mengukur struktur modal tersebut
maka dapat digunakan beberapa teori yang menjelaskan struktur modal dalam
suatu perusahaan.
a. Trade Off Theory
Menurut trade-off teory yang diungkapkan oleh Myers (1977),
“Perusahaan akan berhutang sampai pada tingkat hutang tertentu, dimana
penghematan pajak (tax shields) dari tambahan hutang sama dengan biaya
kesulitan keuangan (financial distress)”. Biaya kesulitan keuangan (Financial
distress) adalah biaya kebangkrutan (bankruptcy costs) atau reorganization, dan
biaya keagenan (agency costs) yang meningkat akibat dari
turunnya kredibilitas suatu perusahaan (Asnawi danWijaya, 2005:121).
Husnan (2005:231) mengatakan bahwa “secara garis besar dapat
disimpulkan bahwa Trade Off menganut pola keseimbangan antara keuntungan
penggunaan dana dari utang dengan tngkat bunga yang tinggi dan biaya
kebangkrutan”.
Sundjaya dan Barlian (2002:242) menjelaskan bahwa ”struktur modal
yang optimal didasarkan atas keseimbangan antara manfaat dan biaya dari
pinjaman adalah pengurangan pajak yang diperoleh dari pemerintah yang
mengizinkan bunga atas pinjaman dapat dikurangi dalam menghitung pendpatan
kena pajak”.
Brigham dan Weston, (1999:431) teori trade off memberi 3 pernyataan
penggunaan utang yang dapat digunakan untuk menentukan secara pasti struktur
modal optimal setiap perusahaan, yaitu :
1. Perusahaan dengan resiko lebih tinggi, diukur dengan variabelitas retur atas
aktiva perusahaan, harus meminjam lebih sedikit dari pada perusahaan
dengan resiko lebih rendah. Semakin tinggi variabelitas, semakin tinggi
kemungkinan tekanan finansial pada setiap tingkat resiko utang, semakin
tinggi espektasi biaya tekanan finansial. Dengan demikian, perusahaan
dengan resiko bisnis yang lebih rendah dapat meminjam lebih banyak
sebelum biaya tekanan finansial menyerap habis keuntungan pajak dari utang.
2. Perusahaan yang operasinya menggunakan aktiva berwujud, aktiva yang
memiliki pasar misalnya real estate dapat meminjam lebih banyak dari pada
perusahaan yang nilainya terutama berasal dari aktiva tak berwujud, misalnya
paten dan goodwill. Aktiva spesifik, aktiva tidak berwujud, dan peluang
pertumbuhan akan kehilangan nilainya jika tekanan finansial terjadi
dibanding dengan aktiva berwujud standar.
3. Perusahaan yang memiliki tarif pajak yang tinggi, yang kemungkinan
berlanjut pada masa yang akan datang dapat meminjam lebih banyak daripada
perusahaan dengan tarif pajak dan prospek pajak yang lebih rendah. Tarif
pendanaan dengan utang, sehingga perusahaan dengan tarif pajak yang lebih
tinggi dapat meminjam lebih banyak, hal lain dianggap sama, sebelum
keuntungan pajak diserap oleh biaya tekanan finansial dan biaya keagenan.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa
teori trade off mengindikasikan setiap perusahaan harus menetapkan target
struktur modalnya, yaitu pada posisi keseimbangan biaya dan keuntungan
marginal dari pendanaan dengan utang, sebab pada posisi keseimbangan biaya dan
keuntungan marginal dari pendanaan dengan utang, sebab pada posisi itu nilai
perusahaan menjadi maksimum. Teori Trade Off juga menjelaskan bahwa struktur
modal optimal ditemukan dengan menyeimbangkan keuntungan pajak dengan
biaya tekanan finansial dari penambahan utang, sehingga biaya dan keuntungan
dari penambahan utang di trade off (saling tukar antara satu sama lain). Tekanan
finansial biasanya terjadi hanya pada perusahaan yang memiliki utang, perusahaan
yang bebas dari utang biasanya tidak mengalami tekanan finansial.
b. Pecking Order Theory
Teori pecking order adalah teori yang menjelaskan bahwa manajemen
secara sistematis mendahulukan pendanaan investasi dengan menggunakan dana
internal (laba ditahan) daripada penggunaan dana eksternal dan mendahulukan
utang daripada ekuitas jika pendanaan eksternal dibutuhkan. Dalam pandangan
pecking order, perusahaan sebaiknya menggunakan dana internal sebanyak
maka utang atau sekuritas yang paling aman lebih didahulukan daripada sumber
dana eksternal lainnya (Sartono, 2010:242).
Myers (1977) berpendapat bahwa Manajer mengikuti teori pecking order
menyatakan bahwa manajer lebih mengutamakan pendanaan internal daripada
pendanaan eksternal. Dengan demikian, jika arus kas internal lebih besar dari
kebutuhan investasi maka manajer akan membayarkan free cash flow untuk
melunasi utang atau membeli sekuritas. Sebaliknya jika arus kas internal lebih
kecil dari kebutuhan investasi maka manajer pertama akan menjual sekuritas, jika
tidak cukup akan menggunakan utang, penerbitan ekuitas merupakan pilihan
terakhir (Asnawi danWijaya, 2005:121).
Kesimpulannya menurut teori pecking order, perusahaan tidak memiliki
struktur modal optimal, sebab pendanaan perusahaan tidak sepenuhnya tergantung
pada biaya modal. Tetapi berdasarkan pada urutan hirarki (dana internal, utang,
dan ekuitas). Urutan pendanaan dimulai dari laba ditahan, utang, dan penerbitan
saham (ekuitas) pada urutan terakhir. Hal ini didasarkan pada argumentasi bahwa
penggunaan laba ditahan lebih murah dibandingkan utang dan ekuitas. Menurut
teori pecking order juga mengisyaratkan peningkatan profitabilitas akan
meningkatkan laba ditahan, yang dapat digunakan untuk pendanaan investasi.
Sehingga semangkin tinggi tingkat profitabilitas perusahaan, maka semakin
sedikit pendanaan dengan menggunakan utang. Teori ini menjelaskan mengapa
perusahaan-perusahaan yang profitable umumnya meminjam dalam jumlah
2.1.3. Kebijakan Deviden
2.1.3.1. Pengertian dan PengukuranKebijakan Deviden
Kebijakan deviden adalah keputusan mengenai apakah laba yang diperoleh
perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai deviden atau akan
ditahan dalam bentuk laba ditahan guna pembiayaan investasi di masa datang.
Laba ditahan merupakan salah satu sumber dana yang paling penting untuk
membiayai pertumbuhan perusahaan, sedangkan deviden merupakan pembagian
keuntungan yang diberikan perusahaan penerbit saham atas keuntungan yang
dihasilkan perusahaan (Husnan, 2005:94).
Asnawi dan Wijaya ( 2005:131), mengatakan ”Deviden merupakan balas
jasa pada pemegang saham. Namun demikian, pembagian deviden merupakan
keputusan resedual (sisa). Jika perusahaan memperoleh laba, pertimbangan
penggunan laba adalah : (i) laba dapat ditahan (retained earning/RE) sebagai
tambahan modal, (ii) diinvestasikan lagi, serta (iii) sebagian dibagikan sebagai
deviden”.
Sartono (2010:285) mengatakan “kebijakan deviden adalah keputusan
apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham
sebagai deviden atau akan ditahan dalam bentuk laba ditahan guna pembiayaan
investasi di masa dating”. Sedangkan Kioso dan Wygant (2001:72) mengatakan
“Kebijakan deviden adalah kebijakan pembagian deviden yang didasarkan pada
akumulasi laba yaitu laba bersih yang tersedia”.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat diartikan bahwa kebijakan
keuntungan perusahaan yang akan diberikan kepada para pemegang saham.
Dalam menentukan kebijakan deviden, perusahaan mungkin mempertimbangkan
berbagai faktor. Semakin tinggi deviden yang dibagikan kepada pemegang saham
akan semakin mengurangi kesempatan perusahaan untuk mendapatkan sumber
dana intern dalam rangka mengadakan reinvestasi, sehingga dalam jangka panjang
akan menurunkan nilai perusahaan, sebab petumbuhan deviden akan semakin
berkurang. Oleh karena itu tugas manajer keuangan untuk bisa menentukan
kebijakan deviden yang optimal agar bisa menjaga nilai perusahaan.
Besar-kecilnya deviden yang akan dibagikan perusahaan dipengaruhi banyak faktor
diantaranya adalah kesempatan investasi dan struktur modal. Semakin pesat
perkembangan perusahaan, semakin pesat perluasan yang dilakukan maka
semakin besar kebutuhan dana untuk membiayai perluasan tersebut. Kebutuhan
dana dalam rangka akspansi tersebut bisa dipenuhi baik dari laba, hutang dan
menerbitkan saham baru. Kebijakan deviden dapat dihitung melalui dividend
payout ratio. Menurut Rahardjo (2007:132), “rasio pembayaran dividen (dividend
payout ratio) mengukur porsi penghasilan yang dibayarkan dalam dividen”.
2.1.3.2. Teori Kebijakan Deviden
Kebijkan deviden sampai saat ini masih merupakan teka-teki (puzzle) yang
masih diperdebatkan. Ada beberapa teori yang dapat digunakan Sebagai landasan
dalam menentukan kebijakan deviden untuk perusahaan, sehingga dapat dijadikan
Terdapat tiga kebijakan dalam menentukan kebijakan deviden (Hartono,
2009:225):
a. Modgliani-Miller berpendapat bahwa kebijakan dividen tidak relevan (
ir-relevan dividend), hal ini berarti bahwa tidak ada kebijakan dividen yang
optimal, karena kebijakan dividen tidak mempengaruhi nilai perusahaan
ataupun biaya modal.
b. Gordon-Lintner mempunyai pendapat lain, bahwa dividen lebih kecil risikonya
dibanding capital gain, sehingga Gordon- Lintner menyarankan perusahaan
untuk menentukan dividend payout ratio atau bagian laba setelah pajak yang
dibagikan dalam bentuk dividen yang tinggi dan menawarkan dividend yield
yang tinggi untuk meminimumkan biaya modal, teori ini terkenal dengan
sebutan the bird in the hand fallacy.
c. Kelompok ketiga berpendapat bahwa karena dividen cenderung dikenakan
yang lebih tinggi daripada capital gain, maka investor akan meminta tingkat
keuntungan yang lebih tinggi untuk saham dengan dividend yield yang lebih
tinggi.
Teori-teori kebijakan deviden selengkapnya adalah:
(1). Residual Theory
Teori ini menyatakan bahwa deviden dibayar oleh kapital yang sama
setelah selesai mendapat keuntungan investasi keuangan. Dasar dari kebijakan
ini adalah kenyataan bahwa investor lebih menginginkan perusahaan menahan
dan menginvestasikan kembali laba daripada membagikannya dalam bentuk
laba yang lebih tinggi daripada tingkat pengembalian (laba) rata-rata yang
dapat dihasilkan sendiri oleh investor dari investasi lain yang sebanding. Kata
residual mengandung arti sisa, dan kebijakan ini menyiratkan bahwa deviden
sebaiknya dibayarkan jika ada laba yang “tersisa”. Jika ada sisa dana internal
setelah investasi dilakukan, bayar deviden pada investor. Tapi, jika semua
modal internal dibutuhkan untuk mendanai bagian modal investasi yang
diusulkan, tidak perlu membayar deviden (Asnawi dan Wijaya, 2005:47).
(2). Bird In The Hand Theory
Teori ini menyatakan bahwa pemegang saham menganggap
kebijakan deviden adalah relevan terhadap nilai saham. Hal ini didasar pada
pendapat bahwa pemodal lebih menyukai deviden karena penerimaan deviden
merupakan penghasilan yang pasti disbanding capital gain. Pemegang saham
akan menilai bahwa deviden yang diterima mempunyai nilai yang lebih tinggi
dibanding laba yang ditahan (retained earnings). Sehingga perusahaan
sebaiknya menetapkan deviden dengan pay out ratio dan menwarkan deviden
yield yang tinggi (Asnawi dan Wijaya, 2005:47).
(3). Devidend Irrelevance Theory
Teori ini menyatakan bahwa kebijakan deviden bukan faktor yang
relevan terhadap nilai saham. Menurut Modigliani dan Miller, nilai suatu
perusahaan tidak ditentukan oleh besar kecilnya DPR, tapi ditentukan oleh
laba bersih sebelum pajak (EBIT) dan kelas risiko perusahaan. Jadi menurut
Tiga teori lain yang dapat membantu memahami kebijakan deviden
dikutip dari Sartono (2010:285) adalah Tax Differential Theory, Information
Content Hypothesis dan Clientile Effect.
1. Tax Differential Theory
Argumen ini sebagian besar didasarkan pada perbedaan perlakuan pajak
atas pendapatan deviden dan perolehan modal. Pajak atas pendapatan deviden
dibayarkan saat deviden diterima, sementara pajak atas apresiasi harga
(perolehan modal) ditunda hingga saham benarbenar dijual. Dalam hal
pertimbangan pajak, sebagian besar investor masih lebih suka penahanan
pendapatan perusahaan daripada pembayaran deviden tunai. Pendapatan yang
ditahan dalam perusahaan akan meningkatkan harga saham, tapi peningkatan
tersebut tidak dipajak hingga saham dijual. Ini menyatakan bahwa kebijakan
membayar deviden rendah akan mengakibatkan harga saham yang lebih
tinggi. Artinya, deviden tinggi merugikan investor, sementara deviden rendah
dan retensi tinggi membantu investor (Sartono, 2010:285).
2. Information Content Hypothesis
Modgliani dan Miller (MM) berpendapat bahwa kebijakan dividen
adalah tidak relevan dengan mengasumsikan baik investor maupun manajer
memiliki informasi yang sama atas kesempatan berbagai kesempatan
investasi. MM berkesimpulan bahwa reaksi investor terhadap perubahan
deviden tidak berarti sebagai indikasi bahwa investor lebih menyukai deviden
dibanding laba ditahan. Kenyataan bahwa harga saham berubah mengikuti
pengumuman deviden atau adanya informasi atas kesempatan investasi.
Perbedaan kemampuan mengakses informasi (information asymmetry) antara
manajemen dan investor bisa mengakibatkan harga saham yang lebih rendah
daripada yang akan terjadi pada kondisi pasti (Sartono, 2010:285).
3. Clientile Effect
Efek klien adalah kecenderungan perusahaan untuk menarik jenis
investor yang menyukai kebijakan devidennya. Secara ringkasnya dapat
dikatakan bahwa para investor yang menginginkan pendapatan dari investasi
untuk periode berjalan akan memiliki saham pada perusahaan yang
membagikan deviden dalam jumlah besar, sedangkan investor yang tidak
membutuhkan penghasilan kas untuk periode berjalan akan menginvestasikan
modalnya pada perusahaan yang membagikan deviden dalam jumlah kecil.
Hal ini menyiratkan bahwa setiap perusahaan seharusnya menetapkan
kebijakan khusus yang oleh manajemennya dianggap paling tepat dan
kemudian mengijinkan pemegang saham yang tidak menyukai kebijakan ini
untuk menjual sahamnya kepada investor lain yang menyukainya (Sartono,
2010:286).
2.2. Review Penelitian Terdahulu
Suharli (2007) meneliti Pengaruh Profitability dan Investment
Opportunity Set Terhadap Kebijakan Dividen Tunai dengan Likuiditas Sebagai
Variabel Penguat (Studi pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta
dividen perusahaan dipengaruhi oleh profitabilitas dan diperkuat oleh likuiditas
perusahaan. Sedangkan IOS tidak memiliki pengaruh yang signifikan.
Sadaliah dan Syafitri (2008) meneliti pengaruh profitability dan
investment oportuniti set terhadap deviden tunai pada perusahaan terbuka di BEI.
Hasil penelitiannya membuktikan bahwa secara parsial ROE dan NPM
berpengaruh terhadap deviden tunai sedangkan IOS tidak berpengaruh.
Ravichandran Subramania, S. Susela Devi and Maran Marimuthu (2011) meneliti
Investment opportunity set and dividend policy in Malaysia. Hasilnya Negative
significant association Investment opportunity set and dividend payout. Gul dan
Kealy (1999) meneliti Investment opportunity set and corporate debt and dividend
policies of Korean Companies. Hasil penelitiannya membuktikan bahwa terdapat
hubungan negatif antara opsi tumbuh dari kesempatan investasi dengan leverage
dan deviden.
Subagyo (2011) meneliti Efektivitas kebijakan struktur modal dalam
meningkatkan nilai perusahaan. Hasilnya mengidikasikan adanya kecederungan
investasi yang berlebih (over investment) yang dilakukan oleh manajemen pada
saat peluang investasinya tinggi. Sebaliknya, penggunaan utang dapat membatasi
manajemen melakukan investasi yang berlebih. Susanto (2011) meneliti
Kepemilikan saham, Kebijakan Deviden, Karakteristik Perusahaan, Resiko
Sistematik, Set Peluang Investasi, dan Kebijakan Hutang. Hasilnya INST, DIV,
GROW, ROA, SIZE, dan IOS berpengaruh terhadap DTA.
Marpaung dan Hadianto (2009) meneliti tentang pengaruh profitabilitas
membuktikan bahwa kesempatan investasi yang diproksikan dengan market to
book value of equity berpengaruh terhadap kebijakan deviden. Pada tabel 2.1
berikut ini akan dijabarkan penelitian-penelitian sebelumnya mengenai judul,
masalah, variabel dan hasil penelitian.
Tabel 2.1
Review Penelitian Terdahulu
No. Nama Tahun Judul Peneliti Variabel Metode Analisis
Data Hasil Penelitian
1 Suharli 2007 Pengaruh
tumbuh dividend policies of Korean Companies
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
3.1. Kerangka Konseptual
Berikut ini adalah gambar kerangka konseptual pengaruh Investment
Opportunity Set terhadap kebijakan deviden dengan struktur modal sebagai
variable moderating yang terlihat pada gambar 3.1 di bawah ini :
Gambar 3.1 Kerangka Konseptual
Perusahaan yang membayar deviden tinggi mempunyai resiko yang lebih
kecil dibanding yang menahannya dalam bentuk laba ditahan, pendapat tersebut
mendasarkan pada bird in the hand theory. Iinvestor menyukai deviden yang
diterima seperti burung di tangan (bird in the hand) yang resikonya lebih kecil
dibandingkan dengan deviden yang tidak dibagikan (bird in the bush). Disisi lain
dimana perusahaan yang memiliki kesempatan investasi yang tinggi akan sulit
untuk memenuhi kebutuhan investasinya.
Kesempatan investasi (Investment Opportunity Set) dalam penelitian ini
diukur melalui beberapa proksi IOS berupa EPR, CAPBVA dan VAR. Investment
Opportunity Set berhubungan langsung dengan DPR, dimana perusahaan yang
memiliki kesempatan investasi yang tinggi cenderung menahan labanya sebagai
pendanaan modal intern. Hal ini dikarenakan dengan aliran kas yang diterima oleh
perusahaan bersumber dari laba ditahan akan lebih mudah dan cepat untuk
kebutuhan pengeluaran investasi dibandingkan dengan aliran kas yang bersumber
dari hutang. Dengan kata lain bahwa semakin tinggi kesempatan investasi maka
semakin kecil kebijakan devidennya.
Brigham dan Weston (1999:217) yang menyatakan “Apabila suatu skedul
IOS “tertentu” dari suatu perusahaan, lebih mengarah ke pertumbuhan, hal ini
akan cenderung menghasilkan target rasio pembagian deviden yang rendah, dan
sebaliknya jika IOS lebih mengarah penurunan, hal ini akan cenderung
menghasilkan target rasio pembagian deviden yang tinggi.”
Smith and Watts (1992) menyimpulkan hubungan kebijakan investasi dan
kebijakan dividen dapat diidentifikasi melalui arus kas perusahaan. Semakin besar
jumlah investasi dalam satu periode tertentu, semakin kecil dividen yang
diberikan, karena perusahaan yang tumbuh diidentifikasi sebagai perusahaan yang
free cash flow-nya rendah.
EPR yang lebih tinggi menunjukkan bahwa kesempatan investasi sebagai
menahan labanya untuk membiayai investasi yang ada menyebabkan perusahaan
akan mengurangi distribusi deviden kepada investor. Kesimpulan ini
mengasumsikan bahwa proxy ini berpengaruh negatif terhadap kebijakan deviden
perusahaan. Hal ini diperkuat dari hasil penelitian Guul dan Kealy (1999) yang
membuktikan bahwa proxy dari IOS yaitu EPR berpengaruh negatif terhadap
DPR.
Proksi CAPBVA mendeteksi adanya hubungan aliran tambahan modal
saham perusahaan untuk tambahan aktiva produktif sehingga berpotensi sebagai
perusahaan bertumbuh. Rasio CAPBVA yang lebih tinggi mengindikasikan
belanja modal aset tetap semakin besar sehingga perolehan peluang investasi baru
juga akan semakin tinggi. Peluang investasi yang tinggi inilah yang menyebabkan
perusahaan akan menahan labanya sebagai cadangan modal ditahan sehingga
distribusi deviden akan semakin rendah. Kesimpulan ini mengasumsikan bahwa
proxy ini berpengaruh negatif terhadap kebijakan deviden perusahaan (Adam dan
Goyal, 2007). Hal ini diperkuat dari hasil penelitian Guul dan Kealy (1999) yang
membuktikan bahwa proxy dari IOS yaitu CAPBVA berpengaruh negatif terhadap
DPR.
VAR maupun standar deviasi merupakan ukuran besarnya penyebaran
variabel random diantara rata-ratanya, semakin besar penyebarannya, semakin
besar varian atau standar deviasi investasi tersebut. Semakin tinggi rasio ini maka
semakin cepat reaksi investor terhadap pergerakan harga saham perusahaan.
Dengan kata lain bahwa investor lebih tertarik pada perusahaan yang memiliki
peluang tumbuh yang tinggi maka akan dapat meningkatkan harga saham yang
berimplikasi pada peningkatan capital gain yang bisa dimanfaatkan investor
sebagai pengganti keuntungan investasi selain deviden (Adam dan Goyal, 2007).
DER merupakan pilihan pendanaan antara utang dan ekuitas. Teori yang
menjelaskan hal tersebut antara lain Teori Trade-Off, Teori Pecking Order, dan
Teori lainnya. Keputusan struktur modal yang diambil oleh manager tersebut
tidak saja berpengaruh terhadap profitalitas perusahaan, tetapi juga berpengaruh
terhadap kebijakan deviden perusahaan. Perusahaan akan dapat membagikan
deviden tanpa harus menganggu dana investasinya dengan cara penggunaan dana
yang berasal dari hutang. Kebijakan struktur modal ini menganut Teori Trade-Off
dimana penambahan hutang diperkenankan sejauh manfaat hutang lebih besar
dibanding dengan kemungkinan resiko yang terjadi. Perusahaan akan memulai
dengan hutang, kemudian dengan surat berharga campuran seperti obligasi
konvertibel, dan kemudian mendistribusikan sebagian labanya untuk pemenuhan
kebijakan deviden.
Barton, Hill, dan Sundaram (1989) dikutip dari Hatta (2002) menemukan
bahwa untuk meningkatkan likuiditas, perusahaan dapat menurunkan rasio
pembayaran deviden. Dengan pembayaran deviden yang rendah berarti
perusahaan akan membutuhkan pembiayaan dari luar yang sedikit, sepanjang
mereka dapat menyimpan kas secara internal (laba yang ditahan) daripada
membayar deviden. Penyimpanan kas ini konsisten dengan teori pecking order
Berbeda dengan pendapat Frank dan goyal (2000) menyatakan bahwa
perusahaan-perusahaan besar akan menambah hutang untuk mendukung
pembayaran dividen. Semakin tinggi tingkat hutang semakin banyak dana yang
tersedia untuk membayar dividen yang lebih tinggi karena akan memberikan
sinyal positif dan menyebabkan nilai perusahaan naik. Hal ini konsisten dengan
teori trade off.
3.2. Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara atas rumusan masalah
berdasarkan teori yang masih perlu dianalisa lebih lanjut lagi kebenarannya,
dengan mengadakan analisis atau penelitian, hipotesis ini kesimpulannya dapat
diterima atau tidak sebagai teori empiric. Berdasarkan beberapa teori dan
kerangka konseptual maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
H1: Investment Opportunity Set yang diproksikan EPR, CAPBVA danVar secara
simultan berpengaruh negatif terhadap DPR.
H1: Investment Opportunity Set yang diproksikan EPR, CAPBVA danVar secara
parsial berpengaruh negatif terhadap DPR
H2: Struktur modal memoderasi hubungan Investment Opportunity Set yang
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian asosiatif kausal. Menurut
Umar (2003 : 30) penelitian asosiatif kausal adalah penelitian yang bertujuan
untuk menganalisis hubungan antara satu variabel dengan variable lainya atau
bagaimana suatu variabel mempengaruhi variabel lain. Variabel Independen (X)
dalam penelitian ini adalah Investment Opportunity Set yang diproksikan EPR,
CAPBVA danVar, variabel moderatingnya adalah DERdan untuk kemudian diuji
dan dianalisis pengaruhnya terhadap DPR (Y) sebagai variabel dependen dalam
penelitian ini.
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada perusahaan-perusahaan manufaktur yang
listing di Bursa Efek Indonesia (BEI) melalui media perantara dengan melakukan
browsing pada situs w
mulai Juni 2013 sampai dengan Desember 2013.
4.3. Populasi dan Sampel
Populasi adalah jumlah dari keseluruhan obyek yang karateristiknya
hendak diduga. Populasi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah semua
perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI pada tahun 2007-2011 yang
Sampel adalah bagian dari populasi atau yang mewakili untuk diteliti.
Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling. Adapun
sampel yang dipilih dalam penelitian ini adalah perusahaan yang memenuhi
kriteria sebagai berikut :
1. Perusahaan manufaktur menerbitkan laporan keuangan yang telah diaudit
periode 2009 – 2012.
2. Perusahaan membagikan deviden selama 4 tahun berturut-turut.
Berdasarkan kriteria pemilihan sampel diperoleh total sampel sebanyak 33
perusahaan manufaktur yang tercatat di Bursa Efek Indonesia pada periode
penelitian tahun 2009-2012. Penentuan populasi dan sampel penelitian dapat
dilihat pada lampiran. Berikut ini adalah ringkasan hasil penarikan sampel sesuai
kriteria.
Tabel 4.1
Penentuan Populasi dan Sampel Penelitian
Keterangan Kriteria
Merupakan perusahaan industri manufaktur dan menyajikan laporan keuangan secara lengkap yang telah diaudit oleh Akuntan Publik sepanjang tahun 2009 – 2012.
Perusahaan tidak membagikan deviden berturut-turut selama tahun 2009 - 2012.
132
(99)
Sampel yang digunakan 33
Berdasarkan penarikan sampel maka dioperoleh 33 perusahaan dengan
menggunakan pooling data yaitu penggabungan data timeseries dan cross
sectional sehingga diperoleh data sebanyak 132 diperoleh dari 33 perusahaan
Tabel 4.2. Sampel Perusahaan Penelitian
No Kode Perusahaan Manufaktur
1 AMFG PT Asahimas Flat Glass Tbk 2 ARNA PT Arwana Citramulia Tbk 3 ASII PT Astra International Tbk 4 AUTO PT Astra Otoparts Tbk
10 DVLA PT Darya-Varia Laboratoria Tbk 11 EKAD PT Ekadharma International Tbk 12 FAST PT Fast Food Indonesia Tbk 13 GDYR PT Goodyear Indonesia Tbk 14 GGRM PT Gudang Garam Tbk 15 HMSP PT HM Sampoerna Tbk
16 IGAR PT Champion Pacific Indonesia Tbk 17 IKBI PT Sumi Indo Kabel Tbk
18 INDF PT Indofood Sukses Makmur Tbk 19 INDS PT Indospring Tbk
20 INTP PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk 21 KLBF PT Kalbe Farma Tbk
22 MAIN PT Malindo Feedmill Tbk 23 MASA PT Multistrada Arah Sarana Tbk 24 MERK PT Merck Tbk
25 MLBI PT Multi Bintang Indonesia Tbk 26 MYOR PT Mayora Indah Tbk
27 SCCO PT Supreme Cable Manufacturing & Commerce Tbk 28 SMGR PT Semen Indonesia (Persero) Tbk
29 SMSM PT Selamat Sempurna Tbk
4.4. Metode Pengumpulan Data
Jenis data dalam penelitian ini adalah jenis data sekunder dengan
melakukan teknik pengumpulan data menggunakan studi dokumentasi yaitu
saham, volume lembar saham, deviden, ekuitas dan aset perusahaan manufaktur
yang ada di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2009 sampai dengan tahun 2012
yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara internet
diambil langsung dari situs Bursa Efek Indonesia
4.5. Defenisi Operasional Variabel dan Pengukuran Variabel Variabel penelitian ini terdiri dari:
a. Variabel Dependen
1) Variabel dependen adalah variabel yang dijelaskan atau yang dipengaruhi oleh
variabel independen (Husein, 2003). Variabel dependen (Y) yang digunakan
dalam penelitian ini adalah kebijakan deviden yaitu keputusan apakah laba
yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai
deviden atau akan ditahan dalam bentuk laba ditahan guna pembiayaan
investasi di masa dating. Kebijakan deviden diukur menggunakan Deviden
Payout Ratio (DPR) yaitu rasio deviden per lembar saham biasa atas laba per
lembar saham. Semakin tinggi rasio ini maka semakin sedikit sumber dana
internal perusahaan yang dapat digunakan untuk berinvestasi dimasa yang
akan datang. Formulasinya adalah :
Deviden Per Share
Deviden Payout Ratio = x 100%
Earning Per Share
b. Variabel Independen
Variabel independen adalah variabel yang menjelaskan atau
mempengaruhi variabel yang lain (Husein, 2003). Variabel independen (X) yang