• Tidak ada hasil yang ditemukan

Struktur Organisasi IFRS

Dalam dokumen Laporan Umum PKPA RSUP Fatmawati (Halaman 26-35)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

E. Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)

6. Struktur Organisasi IFRS

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi Rumah Sakit, dinyatakan bahwa struktur organisasi IFRS minimal terdiri dari kepala IFRS, administrasi IFRS, pengelolaan perbekalan farmasi, pelayanan farmasi klinik dan manajemen mutu. Pelayanan farmasi diselenggarakan dengan visi, misi dan tujuan yang mencerminkan penyelenggaraan berdasarkan filosofi pelayanan kefarmasian (6).

7. Peranan Apoteker di IFRS

Peranan Apoteker di IFRS tergantung pada bobot dan beban rumah sakit, artinya semakin besar dan luas fungsi rumah sakit maka peranan tenaga farmasi atau apoteker semakin besar (5)

Upaya untuk melaksanakan peranan apoteker di rumah sakit dengan baik, maka hendaknya seorang apoteker harus memenuhi kualifikasi sebagai berikut (5) :

a. Mempunyai pengetahuan luas dan mendalam tentang obat dan khasiatnya. b. Mampu mengembangkan dan mengelola program produksi obat-obatan. c. Mempunyai pengetahuan tentang tata cara pengawasan.

d. Mampu memimpin dan turut serta dalam penelitian. e. Mampu memimpin program pendidikan dan latihan. f. Mampu memimpin dan mengelola semua kegiatan. Fungsi dan peranan apoteker di rumah sakit antara lain: a. Komunikasi – Nasihat – Konsultasi

b. Peranan sebagai Pusat Informasi Obat (PIO). c. Peranan dalam manajemen FRS

e. Peranan dalam penyimpanan obat. f. Peranan dalam kontrol kualitas obat. g. Distribusi obat

h. Peranan dalam PFT, penerbitan dan pemeliharaan formularium R.S. i. Peranan dalam pendidikan.

j. Peranan dalam penelitian dan pengembangan. k. Melakukan sterilisasi sentral.

l. Peranan dalam kontrol keracunan.

8. Sistem Distribusi Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit

Sistem distribusi yang diterapkan bervariasi antar rumah sakit tergantung pada kebijakan, kondisi dan keberadaan fisik, personel dan tata ruang masing-masing rumah sakit. Sistem distribusi obat di rumah sakit adalah tatanan jaringan sarana, personel, prosedur dan jaminan mutu yang serasi, terpadu dan berorientasi kepada pasien dalam kegiatan penyampaian sediaan obat beserta informasinya kepada pasien. Sistem ini meliputi: penghantaran sediaan obat yang telah di-dispensing IFRS ke tempat perawatan pasien dengan keamanan dan ketepatan obat, ketepatan pasien dan keutuhan mutu obat. Sistem distribusi perbekalan farmasi dibagi dalam dua metode, yaitu (5):

a. Metode sentralisasi

Metode sentralisasi merupakan suatu sistem pendistribusian perbekalan farmasi yang dipusatkan pada satu tempat yaitu instalasi farmasi sentral. Seluruh kebutuhan perbekalan farmasi setiap unit pemakai, baik untuk kebutuhan individu maupun kebutuhan barang dasar ruangan disuplai langsung dari pusat pelayanan farmasi tersebut.

b. Metode desentralisasi

Metode desentralisasi merupakan suatu sistem pendistribusian perbekalan farmasi oleh cabang IFRS di dekat unit perawatan atau pelayanan. Cabang ini, penyimpanan dan pendistribusian perbekalan farmasi ruangan tidak lagi dilayani oleh instalasi farmasi pusat pelayanan farmasi. Instalasi

farmasi dalam hal ini bertanggung jawab terhadap efektifitas dan keamanan perbekalan farmasi yang ada di depo farmasi.

Kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi di rumah sakit bertujuan untuk pelayanan individual dalam proses terapi, dimana kegiatan pendistribusian ini meliputi (5):

a. Pendistribusian untuk pasien rawat inap (in patient)

Kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pasien rawat inap di rumah sakit yang dapat dilakukan dengan metode sentralisasi dan atau desentralisasi. Sistem distribusi untuk pasien rawat inap dibagi menjadi empat sistem, yaitu:

1) Sistem Distribusi Resep Individu

Sistem distribusi resep individu merupakan tatanan kegiatan penghantaran sediaan obat oleh IFRS sesuai dengan yang ditulis pada order atau resep atas nama Penderita Rawat Tinggal (PRT) tertentu melalui perawat ke ruang penderita tersebut.

Sistem ini umumnya digunakan oleh rumah sakit kecil dan swasta. Sistem ini memfasilitasi metode yang baik untuk mengatur pembayaran obat pasien dan menyediakan pelayanan pada pasien berdasarkan resep.

Kelebihan menggunakan sistem resep individu adalah :

a) Resep dapat langsung dikaji oleh apoteker, yang juga dapat memberi keterangan atau informasi kepada perawat berkaitan dengan obat penderita.

b) Interaksi antara dokter, apoteker, perawat dan pasien. c) Mempermudah penagihan biaya ke pasien.

d) Memungkinkan pengendalian yang lebih dekat atas perbekalan farmasi.

Kekurangan menggunakan sistem resep individu adalah : a) Obat dapat terlambat sampai ke pasien.

b) Bila obat berlebih pasien harus bayar.

d) Terjadinya kesalahan obat karena kurang pemeriksaan pada waktu penyiapan obat.

2) Sistem Total Floor Stock

Sistem total floor stock adalah kegiatan penghantaran sediaan obat sesuai dengan yang ditulis dokter pada order obat, yang dipersiapkan dari persediaan di ruang oleh perawat dan dengan mengambil dosis / unit obat dari wadah persediaan yang langsung diberikan kepada penderita di ruang itu.

Pada sistem ini, kebutuhan obat atau barang farmasi dalam jumlah besar baik untuk kebutuhan dasar ruangan maupun kebutuhan individu pasien yang diperoleh dari instalasi farmasi disimpan di ruang perawatan. Kebutuhan obat individu langsung dapat dilayani oleh perawat tanpa harus menebus atau mengambil ke instalasi farmasi.

Kelebihan menggunakan sistem total floor stock adalah : a) Obat cepat tersedia.

b) Pasien tidak harus membayar obat yang berlebih.

Kekurangan menggunakan sistem total floor stock adalah : a) Sering terjadi salah obat, baik salah order obat oleh dokter,

salah peracikan oleh perawat maupun salah etiket obat.

b) Membutuhkan tempat penyimpanan yang luas di ruang perawatan.

c) Kemungkinan obat hilang dan rusak besar. d) Menambah beban pekerjaan bagi perawat. 3) Sistem Distribusi Kombinasi

Sistem kombinasi ini yaitu merupakan kombinasi antara sistem resep individual dengan sistem total floor stock, dimana penyampaian obat kepada pasien berdasarkan permintaan dokter. Pada sistem ini sebagian obat disiapkan oleh instalasi farmasi dan sebagian lagi disiapkan dari persediaan obat yang terdapat di ruangan. Obat yang disediakan di ruangan adalah obat yang

diperlukan oleh banyak pasien, setiap hari dan biasanya harganya relatif murah mencakup obat resep atau obat bebas. Sistem ini timbul karena banyaknya kekurangan sistem total floor stock. Kelebihan menggunakan sistem distribusi kombinasi adalah : a) Semua resep dikaji langsung oleh apoteker.

b) Adanya kesempatan berinteraksi profesional antara apoteker, dokter, perawat dan pasien.

c) Obat yang diperlukan dapat segera tersedia bagi pasien. d) Beban IFRS dapat berkurang.

Kekurangan menggunakan sistem distribusi kombinasi yaitu : a) Kemungkinan keterlambatan sediaan obat sampai kepada

pasien.

b) Kesalahan obat dapat terjadi (obat dari persediaan di ruangan). 4) Sistem Distribusi Unit Dosis ( unit dose )

Sistem unit dose adalah obat yang disorder oleh dokter untuk penderita, terdiri atas satu atau beberapa jenis obat yang masing-masing dalam kemasan dosis unit tunggal dalam jumlah persediaan yang cukup untuk suatu waktu tertentu, penderita hanya membayar obat yang dikonsumsi saja.

Pada prinsipnya sistem ini mirip dengan sistem individual, resep dibawa ke instalasi farmasi untuk disiapkan. Akan tetapi, resep tersebut tidak seluruhnya disiapkan seperti halnya pada sistem individual, umumnya yang disiapkan hanya untuk kebutuhan 24 jam. Obat yang disiapkan itu dimasukkan ke dalam wadah yang warnanya berbeda untuk pemberian pagi, siang dan malam. Setelah diberi label secukupnya, selanjutnya obat yang telah disiapkan tersebut tidak diserahkan kepada pasien, tetapi dimasukkan ke dalam trolley / kereta obat khusus untuk unit dose dan diserahkan kepada perawat.

Kelebihan menggunakan sistem unit dose adalah : a) Pasien hanya membayar obat yang dipakai

b) Efisiensi ruang perawatan dari penyimpanan obat.

c) Mengurangi beban perawat karena obat disiapkan oleh instalasi farmasi.

d) Meniadakan obat berlebih.

e) Mengurangi penyalahgunaan obat dan penggunaan obat yang salah.

Kekurangan menggunakan sistem unit dose yaitu: a) Memerlukan tenaga famasi yang lebih banyak

b) Membutuhkan modal awal yang besar terutama untuk pengemasan kembali dan rak medikasi pada laci masing-masing pasien.

b. Pendistribusian untuk pasien rawat jalan

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, menyatakan bahwa sistem distribusi untuk pasien rawat jalan merupakan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pasien rawat jalan di rumah sakit yang diselenggarakan secara sentralisasi atau desentralisasi dengan sistem resep perorangan oleh pelayanan farmasi rumah sakit.

9. Tugas dan Fungsi Bagian Produksi

Tugas bagian produksi adalah membantu atau menunjang fungsi IFRS dalam hal pengadaan obat-obatan baik obat steril maupun obat non steril (5).

Fungsi bagian produksi adalah pengadaan obat-obatan yang tidak ada atau sukar didapatkan di pasaran. Pengadaan obat-obatan ini meliputi :

a. Obat-obat yang tidak stabil dalam penyimpanan.

b. Obat-obat yang dikehendaki dalam bentuk tertentu atau obat-obatan dengan formulasi dan konsentrasi yang khusus.

d. Obat-obat produksi dari IFRS dengan kualitas yang memadai dan harga yang relatif murah.

e. Menerima permintaan pembuatan suatu produk dari seksi perlengkapan atau jika permintaan mendadak (cito) langsung dari seksi distribusi.

f. Menyerahkan hasil produksi ke seksi perlengkapan atau jika penyerahan mendadak (cito) langsung dari seksi distribusi (5).

10. Pengelolaan Narkotika

a. Pemesanan Narkotika (7)

Berdasarkan UU No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika, disebutkan bahwa Menteri Kesehatan memberikan izin kepada Rumah Sakit untuk membeli, menyediakan, mengirim, membawa atau mengangkut dan menggunakan narkotika untuk kepentingan pengobatan.

Sesuai Surat Edaran Badan POM No.007/EE/SE/81 tanggal 11 Maret 1981 diatur sebagai berikut :

1) Rumah sakit dengan kapasitas tempat tidur 100 ke atas dan mempunyai Apoteker Penanggung Jawab narkotika boleh memesan narkotika ke PBF Kimia Farma terdekat dengan menggunakan surat pesanan (sama dengan surat pesanan apotek) kemudian ditanda-tangani oleh Apoteker Penanggung Jawab.

2) Rumah sakit dengan kapasitas tempat tidur 100 ke atas tetapi tidak mempunyai Apoteker Penanggung Jawab hanya boleh memesan narkotika ke apotek-apotek terdekat dan surat pesanan ditanda-tangani oleh dokter pimpinan rumah sakit yang bersangkutan. Selanjutnya rumah sakit tersebut disarankan menempatkan Apoteker Penanggung Jawab narkotika.

3) Rumah sakit dengan kapasitas tempat tidur kurang dari 100 dan Balai Pengobatan hanya boleh memesan narkotika ke apotek-apotek terdekat menggunakan surat pesanan ditanda-tangani oleh dokter pimpinan rumah sakit dan Balai Pengobatan yang bersangkutan disesuaikan dengan jenis dan jumlah kebutuhan.

b. Penyimpanan Narkotika

Tata cara penyimpanan narkotika di Rumah Sakit telah ditetapkan pada Permenkes No.28/MenKes/Per/I/1978 tentang Penyimpanan Narkotika, yaitu :

Pasal 5 ayat 1 :

Apotik dan RS harus memiliki tempat khusus untuk menyimpan narkotika.

Pasal 5 ayat 2 :

Tempat khusus pada ayat 1 harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1) Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat. 2) Harus mempunyai kunci yang kuat.

3) Dibagi dua masing-masing dengan kunci yang berlainan, bagian pertama digunakan untuk menyimpan morfina, petidina dan garam-garamnya serta persediaan narkotika, bagian kedua dipergunakan untuk menyimpan narkotika lainnya yang dipakai sehari-hari.

4) Apabila tempat khusus tersebut berupa lemari ukuran kurang lebih 40x80x100 cm, maka lemari tersebut harus dibuat pada tembok atau lantai.

Selanjutnya pada pasal 6 disebutkan bahwa :

1) Apotik dan rumah sakit harus menyimpan narkotika dalam tempat khusus sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 5.

2) Lemari khusus tidak boleh digunakan untuk menyimpan barang lain selain narkotika, kecuali ditentukan lain oleh Menteri.

3) Anak kunci lemari khusus harus dikuasai pegawai lain yang dikuasakan.

4) Lemari khusus harus ditaruh di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh umum.

c. Pelaporan Narkotika

Rumah sakit berkewajiban untuk menyusun dan mengirimkan laporan bulanan kepada Menteri Kesehatan mengenai pemasukan dan pengeluaran narkotika yang ada dalam penguasaannya.

Tata cara pelaporan narkotika Rumah Sakit diatur berdasarkan Undang-undang No.35 tahun 2009, tentang penyimpanan dan pelaporan narkotika menyatakan bahwa importir, eksportir, pabrik obat, pabrik farmasi, Pedagang Besar Farmasi (PBF), apotek rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter, lembaga ilmu pengetahuan wajib membuat, menyampaikan, menyimpan laporan berkala setiap bulannya, dan paling lambat dilaporkan tanggal 10 bulan berikutnya. Laporan ini dilaporkan kepada Suku Dinas Yankes dengan tembusan :

1) Balai Besar POM (Pengawasan Obat dan Makanan) Propinsi 2) Dinas Kesehatan Propinsi

3) Penanggungjawab narkotika PT. Kimia Farma. d. Pemusnahan Narkotika

Pemusnahan narkotika yang rusak atau tidak memenuhi syarat memuat antara lain:

1) Hari, tanggal, bulan dan tahun pemusnahan.

2) Nama pemegang izin khusus, apoteker pimpinan apotik atau dokter pemilik narkotika.

3) Nama seorang saksi dari pemerintah dan seorang saksi lain dari perusahaan atau badan tersebut.

4) Nama dan jumlah narkotika yang dimusnahkan. 5) Cara pemusnahan.

6) Tanda tangan penanggung jawab apotik / pemegang izin khusus, dokter pemilik narkotika dan saksi-saksi pemusnahan

Berita acara tersebut dikirimkan kepada :

1) Balai Besar POM (Pengawasan Obat dan Makanan) Propinsi 2) Dinas Kesehatan Propinsi

Dalam dokumen Laporan Umum PKPA RSUP Fatmawati (Halaman 26-35)

Dokumen terkait