• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Umum PKPA RSUP Fatmawati

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laporan Umum PKPA RSUP Fatmawati"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS PANCASILA

FAKULTAS FARMASI

LAPORAN

PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI

JAKARTA SELATAN

Disusun Oleh :

1. Belladonna Perdana Putra, S. Farm. (2010000137)

2. Ilaika Maulida, S. Farm. (2010000154)

3. Randy Yunita Putri, S. Farm. (2010000167)

PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS PANCASILA

JAKARTA

2011

(2)

LEMBAR PERSETUJUAN

LAPORAN

PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI

JAKARTA SELATAN

Disusun Oleh :

1. Belladonna Perdana Putra, S. Farm. (2010000137)

2. Ilaika Maulida, S. Farm. (2010000154)

3. Randy Yunita Putri, S. Farm. (2010000167)

Disetujui Oleh :

Gustini Widyastuti, S.Si., Apt. Dra. Lestari Rahayu, M.S., Apt. Pembimbing PKPA Pembimbing PKP

(3)

i

berlimpah sehingga kami dapat menyelesaikan kegiatan sekaligus laporan ini sebagai hasil Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta Selatan, yang dilaksanakan pada tanggal 3 Oktober – 30 November 2011.

Praktek Kerja Profesi Apoteker ini dilaksanakan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker di Fakultas Farmasi Universitas Pancasila dengan harapan agar calon apoteker mendapatkan gambaran secara jelas mengenai rumah sakit yang merupakan salah satu tempat pengabdian profesi apoteker.

Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini beserta penyusunan laporannya tidak terlepas dari dukungan dan bantuan berbagai pihak, untuk itu kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, dukungan, petunjuk, bimbingan, saran serta berbagai fasilitas dan kemudahan bagi kami. Pada kesempatan ini izinkanlah kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. rer. nat. Wahono Sumaryono, Apt., APU., sebagai Dekan Fakultas Farmasi Universitas Pancasila.

2. Dra. Hindra Rahmawati, M.Si., Apt., sebagai Ketua Program Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Pancasila.

3. Dra. Debby Daniel, M. Epid., Apt. sebagai Kepala Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati dan Dra. Farida Indyastuti, SE., MM., Apt. sebagai Kepala Satuan Farmasi Fungsional RSUP Fatmawati yang telah memberikan izin dan kesempatan pelaksanaan Pelatihan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati.

4. Dra. Lestari Rahayu, M.S., Apt., selaku Pembimbing di Fakultas Farmasi Universitas Pancasila.

5. Dra. Debby Daniel, M. Epid., Apt. (Ka Instalasi Farmasi), Dra. Etin Ratna, Apt. (Waka Perbekalan) dan Gustini Widyastuti, S.Si., Apt., (Waka Pelayanan) selaku pembimbing di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati.

(4)

ii

Institut Sains Teknoogi Nasional (ISTN) atas kerja samanya selama pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati.

8. Teman-teman profesi Apoteker angkatan 47, atas segala bantuan dan motivasi yang telah diberikan.

Semoga Tuhan membalas budi baik Bapak, Ibu dan rekan-rekan seprofesi dengan balasan yang berlipat ganda. Kami berharap semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Jakarta, November 2011

(5)

iii

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan PKPA ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rumah Sakit ... 4

1. Definisi Rumah Sakit ... 4

2. Misi Rumah Sakit ... 4

3. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit ... 5

4. Jenis dan Klasifikasi Rumah Sakit ... 5

5. Ketenagaan Rumah Sakit ... 8

6. Indikator Pelayanan Rumah Sakit ... 8

B. Catatan Medis (Rekam Medis)... 9

C. Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) ... 10

D. Formularium Rumah Sakit ... 12

E. Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) ... 14

1. Definisi IFRS ... 14

2. Kedudukan IFRS ... 14

3. Visi dan Misi IFRS ... 14

4. Tugas Pokok IFRS ... 15

5. Fungsi IFRS ... 15

(6)

iv

11. Pengelolaan Psikotropika ... 25

F. Central Sterile Supply Department (CSSD) ... 25

G. Limbah Rumah Sakit ... 26

BAB III TINJAUAN UMUM RSUP FATMAWATI A. Sejarah Singkat RSUP Fatmawati ... 28

B. Visi, Misi, Nilai, Motto dan Falsafah ... 30

C. Logo dan Arti Logo RSUP Fatmawati ... 32

D. Tujuan RSUP Fatmawati ... 33

E. Tugas dan Fungsi RSUP Fatmawati ... 34

F. Pelayanan RSUP Fatmawati ... 34

1. Pelayanan Dasar ... 34

2. Pelayanan Unggulan ... 34

3. Pelayanan Spesialistik Lain ... 35

4. Pelayanan Unggulan Terpadu ... 35

5. Fasilitas Pelayanan ... 35

G. Klasifikasi RSUP Fatmawati... 36

H. Susunan Organisasi RSUP Fatmawati ... 37

I. Tim Farmasi dan Terapi RSUP Fatmawati ... 37

1. Ketentuan Umum ... 37

2. Tujuan ... 38

3. Tugas dan Kewajiban ... 38

4. Kegiatan Tim Farmasi dan Terapi ... 39

J. Sistem Formularium RSUP Fatmawati ... 39

K. Instalasi Sterilisasi Sentral dan Binatu (ISSB) ... 41

(7)

v

1. Visi IFRSUP Fatmawati ... 46

2. Misi IFRSUP Fatmawati ... 46

3. Tujuan IFRSUP Fatmawati ... 47

C. Struktur Organisasi dan Personalia IFRSUP Fatmawati ... 47

D. Farmasi Non Klinik (Personil, Tugas dan Standar Prosedur Pelaksanaan setiap Bagian IFRSUP Fatmawati) ... 47

E. Satuan Farmasi Fungsional RSUP Fatmawati ... 66

1. Visi SFF RSUP Fatmawati ... 67

2. Misi SFF RSUP Fatmawati ... 67

3. Tujuan SFF RSUP Fatmawati ... 67

4. Tugas Pokok SFF RSUP Fatmawati ... 68

5. Fungsi Utama SFF RSUP Fatmawati ... 68

6. Kegiatan SFF RSUP Fatmawati ... 68

F. Farmasi Klinik ... 70

BAB V PEMBAHASAN A. RSUP Fatmawati ... 75

B. IFRSUP Fatmawati ... 75

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 82

B. Saran ... 83

DAFTAR PUSTAKA ... 84

(8)

vi

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel III. 1 Kegiatan Farmasi dan Terapi ... 39

(9)

vii

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar III. 1 Logo RSUP Fatmawati ... 32 Gambar III. 2 Struktur Organisasi Instalasi Sterilisasi Sentral dan Binatu

(10)

viii

Lampiran 1. Struktur Organisasi Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati ... 85 Lampiran 2. Struktur Organisasi Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum

Pusat Fatmawati... 86 Lampiran 3. Alur Pelayanan Resep Depo Farmasi Instalasi Rawat Jalan

Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati ... 87 Lampiran 4. Alur dan Tata Laksana Konseling Obat Pasien Rawat Jalan

Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati ... 88 Lampiran 5. Alur Distribusi Obat Unit Dosis Pasien Rawat Inap Rumah

Sakit Umum Pusat Fatmawati ... 89 Lampiran 6. Alur dan Tata Laksana Konseling Obat Pasien Rawat Inap

Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati ... 90 Lampiran 7. Alur Pelayanan Obat Depo Farmasi Askes Rumah Sakit

Umum Pusat Fatmawati ... 91 Lampiran 8. Alur Pelayanan Resep Depo Farmasi Pegawai Rumah Sakit

Umum Pusat Fatmawati ... 92 Lampiran 9. Alur Pelayanan Informasi Obat ... 93 Lampiran 10. Alur Pelayanan Binatu Instalasi Sterilisasi Sentral dan Binatu 94 Lampiran 11. Alur Pelayanan Sterilisasi Instalasi Sterilisasi Sentral dan

Binatu ... 95 Lampiran 12. Alur Masuk Ruang Produk Steril Rumah Sakit Umum Pusat

Fatmawati ... 96 Lampiran 13. Alur Pembuangan Sampah Rumah Sakit Umum Pusat

(11)

1

A. Latar Belakang

Kesehatan merupakan salah satu unsur kesejahteraan umum yang harus diwujudkan melalui pembangunan yang berkesinambungan. Pembangunan kesehatan diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal, maka perlu dikembangkan suatu sistem kesehatan nasional yang dapat mendorong partisipasi masyarakat. Pelayanan kesehatan merupakan upaya yang diselenggarakan oleh pemerintah atau swasta, dalam bentuk pelayanan kesehatan perorangan atau pelayanan kesehatan masyarakat.

Dewasa ini perkembangan di bidang ilmu kesehatan berkembang dengan pesat seiring dengan kemajuan teknologi yang mendukung ditemukannya pengobatan-pengobatan baru. Dampak dari kemajuan teknologi ini juga mempengaruhi sistem pelayanan di rumah sakit. Pelayanan kefarmasian merupakan bagian dari pelayanan di Rumah Sakit yang mengalami peningkatan dengan melakukan perubahan sedikit demi sedikit, yang awalnya berorientasi pada produk (product oriented) menjadi berorientasi pada pasien (patient

oriented). Hal ini dilakukan untuk meningkatkan derajat kesehatan bagi

masyarakat luas sehingga kualitas hidup manusia meningkat. Dengan demikian, untuk mewujudkannya perlu dilakukan suatu upaya yaitu, dengan cara peningkatan kualitas tenaga kesehatan, adanya sistem pelayanan yang teroganisir dengan baik dan ditunjang oleh sarana kesehatan yang memadai.

Menurut Undang-Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009, pasal 3. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Hal ini mempunyai arti yang besar bagi pembangunan dan pembinaan sumber daya

(12)

manusia Indonesia dan merupakan modal yang potensial bagi pelaksanaan pembangunan nasional (1).

Rumah sakit merupakan salah satu unit pelaksanaan pelayanan kesehatan yang berfungsi untuk menyelenggarakan upaya kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan. Pelayanan yang diselenggarakan oleh rumah sakit meliputi pelayanan medis, penunjang medis, keperawatan, rehabilitasi, pencegahan dan peningkatan kesehatan (5).

Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati memiliki status Badan Layanan Umum (BLU) sebagai Rumah Sakit pendidikan tipe A. RSUP Fatmawati berkewajiban menyelenggarakan kegiatan jasa pelayanan, pendidikan, dan pelatihan serta usaha di bidang kesehatan lainnya yang bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang berorientasi pada penderita. Salah satu bentuk pelayanan penunjang medis adalah pelayanan farmasi yang diselenggarakan oleh instalasi farmasi rumah sakit (9).

Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah suatu unit atau fasilitas di rumah sakit yang merupakan tempat dilakukannya semua kegiatan kefarmasian yang ditujukan untuk keperluan rumah sakit itu sendiri. Kegiatan yang dilakukan oleh IFRS meliputi penyediaan perbekalan farmasi, peracikan, penyaluran obat kepada pasien, pemberian informasi mengenai obat (PIO) serta pengawasan penggunaan obat. IFRS dipimpin oleh seorang Apoteker yang bertanggung jawab, kompeten, profesional, berpengalaman dan dibantu oleh sejumlah staf sesuai dengan keahliannya (5).

Apoteker sebagai tenaga profesi di rumah sakit memiliki peran yang cukup penting dalam melaksanakan pelayanan kesehatan, terutama dalam bidang kefarmasian. Agar dalam memberikan pelayanan kefarmasian dengan baik di rumah sakit seorang Apoteker harus memiliki kemampuan profesional yang baik dan pengetahuan yang memadai serta berorientasi kepada kepentingan pasien, maka perlu diselenggarakan suatu pelatihan Praktek Kerja Profesi Apoteker

(13)

(PKPA) bagi calon Apoteker dengan cara mengamati secara langsung seluruh kegiatan yang dilakukan di rumah sakit terutama di instalasi farmasi. Berdasarkan hal tersebut, maka Fakultas Farmasi Universitas Pancasila bekerja sama dengan Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati untuk menyelenggarakan program Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit. Pelaksanaannya dimulai dari tanggal 3 Oktober – 30 November 2011, yang terdiri dari serangkaian kegiatan yang meliputi pengarahan, peninjauan lapangan, pelaksanaan tugas khusus serta presentasi tugas.

B. Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)

Tujuan dilakukan Kerja Pratek Profesi Apoteker di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati adalah agar mahasiswa calon Apoteker dapat:

1. Mengamati secara langsung tugas dan fungsi Instalasi Farmasi di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati.

2. Memahami peran dan tanggung jawab Apoteker di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati.

3. Mengetahui struktur organisasi, tugas dan fungsi manajemen Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati

4. Mengetahui kegiatan yang dilakukan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati dalam upaya pelayanan kesehatan bagi masyarakat.

(14)

4

A. Rumah Sakit

1. Definisi Rumah Sakit

Menurut WHO (World Health Organization) rumah sakit adalah bagian integral dari suatu organisasi kesehatan dan sosial dengan fungsi menyediakan pelayanan paripurna (komprehensif), pencegahan (preventif), penyembuhan (kuratif) kepada masyarakat dan pelayanan rawat jalan yang diberikan menjangkau keluarga di rumah, juga merupakan pusat latihan tenaga kesehatan dan pusat penelitian biomedis.

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 983/Menkes/SK/XII/1992 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit Umum, menjelaskan bahwa rumah sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat dasar, spesialistik dan subspesialistik. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, menjelaskan bahwa rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Pelayanan kesehatan paripurna yang dimaksud adalah pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif dan rehabilitatif (2,3).

2. Misi Rumah Sakit

Berdasarkan Keputusan Menteri kesehatan Republik Indonesia No.983/MENKES/SK/XI/1992, misi rumah sakit umum adalah memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, sedangkan misi khususnya adalah aspirasi yang ditetapkan dan ingin dicapai oleh pemilik rumah sakit tersebut (2).

(15)

3. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit

Pada umumnya tugas rumah sakit ialah menyediakan keperluan untuk pemeliharaan dan pemulihan kesehatan. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 983/Menkes/SK/XI/1992 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit Umum, menjelaskan bahwa tugas rumah sakit umum adalah melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan serta pemeliharaan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan (2).

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 tahun 2009 rumah sakit memiliki tugas dan fungsi di antaranya (3) :

a. Tugas

Memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. b. Fungsi

1) Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit

2) Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis 3) Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam

rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan 4) Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan

teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

4. Jenis dan Klasifikasi Rumah Sakit

Rumah sakit di Indonesia dapat diklasifikasikan berdasarkan berbagai kriteria sebagai berikut:

a. Berdasarkan kepemilikan 1) Rumah Sakit Pemerintah

Rumah sakit pemerintah yaitu rumah sakit yang dimiliki dan diselenggarakan oleh pemerintah meliputi Departemen Kesehatan,

(16)

Pemerintah Daerah, Angkatan Bersenjata dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

2) Rumah Sakit Swasta

Rumah sakit swasta yaitu rumah sakit yang dimiliki dan diselenggarakan oleh yayasan yang sudah disyahkan oleh badan hukum. Rumah sakit swasta dikelola oleh yayasan atau badan yang bukan milik pemerintah, organisasi atau yayasan keagamaan, kekeluargaan atau badan-badan sosial lainnya dan dapat pula menjalin kerjasama dengan institusi pendidikan.

b. Berdasarkan jenis pelayanan 1) Rumah Sakit Umum

Rumah sakit umum yaitu rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan untuk berbagai jenis penyakit, memberi pelayanan diagnosis dan terapi untuk berbagai kondisi medik, seperti penyakit dalam, bedah pediatrik, psikiatrik, ibu hamil dan sebagainya.

2) Rumah Sakit Khusus

Rumah sakit khusus yaitu rumah sakit yang memberikan pelayanan diagnosis dan pengobatan untuk pasien dengan kondisi medik tertentu baik bedah maupun non bedah, seperti rumah sakit kanker, bersalin, psikiatri, pediatri, mata, lepra, tuberkulosis, jantung dan ketergantungan obat.

c. Berdasarkan lama perawatan

1) Rumah Sakit Perawatan Jangka Pendek

Rumah sakit perawatan jangka pendek yaitu rumah sakit yang merawat pasien selama rata-rata kurang dari 30 hari. Rumah sakit pada umumnya termasuk rumah sakit perawatan jangka pendek, karena pasien yang dirawat adalah pasien kesakitan akut dan darurat. 2) Rumah Sakit Perawatan Jangka Panjang

Rumah sakit perawatan jangka panjang yaitu rumah sakit yang merawat dalam waktu rata-rata 30 hari atau lebih. Pasien demikian mempunyai kesakitan jangka panjang seperti kondisi psikiatri.

(17)

d. Berdasarkan status akreditasi

1) Rumah sakit yang telah terakreditasi

Rumah sakit yang telah terakreditasi yaitu rumah sakit yang telah diakui secara formal oleh suatu badan sertifikasi yang diakui, yang menyatakan bahwa rumah sakit tersebut telah memenuhi persyaratan untuk melakukan kegiatan tertentu.

2) Rumah sakit yang belum terakreditasi

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 983/Menkes/SK/XI/1992 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit Umum, klasifikasi rumah sakit umum didasarkan pada unsur pelayanan, ketenagaan, fisik dan peralatan meliputi :

a) Rumah Sakit Umum Kelas A

Rumah sakit umum kelas A yaitu rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis spesialistik luas dan subspesialistik luas. Contohnya: RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, RSPAD Gatot Subroto, dan RSUP Fatmawati. b) Rumah Sakit Umum Kelas B

Rumah sakit umum kelas B yaitu rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis sekurang-kurangnya 11 spesialistik dan subspesialistik terbatas.

Rumah sakit umum kelas B dibedakan dalam 2 jenis, dintaranya rumah sakit umum pendidikan (B1) dan rumah sakit umum non pendidikan (B2). Rumah sakit umum pendidikan sebagai tempat pendidikan tenaga medis, contohnya: RS Persahabatan.

c) Rumah Sakit Umum Kelas C

Rumah sakit umum kelas C yaitu rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis dasar dan spesialistik dasar. Contohnya: RSU FK UKI.

(18)

d) Rumah Sakit Umum Kelas D

Rumah sakit umum kelas D yaitu rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis dasar.

5. Ketenagaan Rumah Sakit

Berdasarkan Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang kesehatan, maka tenaga kesehatan di rumah sakit terdiri dari (1):

a. Tenaga Medis : Dokter dan Dokter gigi. b. Tenaga Keperawatan : Perawat dan Bidan.

c. Tenaga Kefarmasian : Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian (Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker).

a. Tenaga Kesehatan Masyarakat : Epidemiolog kesehatan, Entemolog kesehatan, Mikrobiolog, Penyuluh kesehatan, Administrator Kesehatan, Sanitarian.

b. Tenaga Gizi : Nutrition, dietician.

c. Tenaga keterapian fisik : Fisioterapi, terapis wicara.

g. Tenaga keteknisian medis : Radiografer, radioterapis, teknisi gigi, teknisi elektromedia, analis kesehatan, dokter mata, tehnik transfusi, perekam medis.

6. Indikator Pelayanan Rumah Sakit

Indikator pelayanan Rumah Sakit berguna untuk mengetahui tingkat pemanfaatan mutu dan efisiensi pelayanan rumah sakit. Beberapa indikator pelayanan di rumah sakit antara lain :

a. Bed Occupancy Ratio (BOR)

BOR digunakan untuk mengetahui tingkat pemanfaatan tempat tidur Rumah Sakit. Angka BOR yang rendah menunjukkan kurangnya pemanfaatan fasilitas perawatan rumah sakit oleh masyarakat. Sedangkan angka BOR yang tinggi (lebih dari 85%) menunjukkan tingkat pemanfaatan tempat tidur yang tinggi sehingga perlu pengembangan rumah sakit atau penambahan tempat tidur.

(19)

Rumus :

BOR = 𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽 ℎ ℎ𝐽𝐽𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑎𝑎𝐽𝐽𝑃𝑃𝐽𝐽𝑃𝑃 𝑑𝑑𝑎𝑎 𝑅𝑅𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽 ℎ 𝑆𝑆𝐽𝐽𝑆𝑆𝑎𝑎𝑃𝑃

𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽 ℎ 𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝑡𝑡𝐽𝐽𝑃𝑃 𝑃𝑃𝑎𝑎𝑑𝑑𝐽𝐽𝑎𝑎 x Jumlah hari 1 Periode x 100% b. Length Of Stay (LOS)

LOS digunakan untuk mengukur efisiensi pelayanan Rumah Sakit yang tidak dapat dilakukan sendiri tetapi harus bersamaan dengan interpretasi BTO dan TOI.

Rumus :

LOS = 𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽 ℎ 𝑑𝑑𝑎𝑎𝑎𝑎𝐽𝐽𝑃𝑃𝐽𝐽𝑃𝑃

𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽 ℎ 𝑃𝑃𝐽𝐽𝑃𝑃𝑎𝑎𝑃𝑃𝑃𝑃 𝑆𝑆𝑃𝑃𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝑎𝑎 (ℎ𝑎𝑎𝑑𝑑𝐽𝐽𝑡𝑡 +𝐽𝐽𝐽𝐽𝑃𝑃𝑎𝑎 ) x 100% c. Bed Turn Over (BTO)

Bersama-sama indikator TOI dan LOS dapat digunakan untuk mengetahui tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur Rumah Sakit.

Rumus :

BOT = 𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽 ℎ 𝑃𝑃𝐽𝐽𝑃𝑃𝑎𝑎𝑃𝑃𝑃𝑃 𝑆𝑆𝑃𝑃𝐽𝐽 𝐽𝐽𝐽𝐽𝑎𝑎 (ℎ𝑎𝑎𝑑𝑑𝐽𝐽𝑡𝑡 +𝐽𝐽𝐽𝐽𝑃𝑃𝑎𝑎 )

𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽 ℎ 𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝑡𝑡𝐽𝐽𝑃𝑃 𝑃𝑃𝑎𝑎𝑑𝑑𝐽𝐽𝑎𝑎 x 100% d. Turn Over Interval (TOI)

Bersama-sama dengan LOS merupakan indikator tentang efisiensi penggunaan tempat tidur. Semakin besar TOI maka efisiensi penggunaan tempat tidur semakin buruk.

Rumus :

TOI = 𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽 ℎ 𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝑡𝑡𝐽𝐽𝑃𝑃 𝑃𝑃𝑎𝑎𝑑𝑑𝐽𝐽𝑎𝑎 −𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝑡𝑡𝐽𝐽𝑃𝑃 𝑃𝑃𝑎𝑎𝑑𝑑𝐽𝐽𝑎𝑎 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑎𝑎𝑎𝑎𝑃𝑃𝑎𝑎 𝑑𝑑𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽 1 𝑃𝑃𝐽𝐽ℎ𝐽𝐽𝑃𝑃

𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽 ℎ 𝑡𝑡𝐽𝐽𝑃𝑃𝑎𝑎𝑃𝑃𝑃𝑃 𝑆𝑆𝑃𝑃𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝑎𝑎 (ℎ𝑎𝑎𝑑𝑑𝐽𝐽𝑡𝑡 +𝐽𝐽𝐽𝐽𝑃𝑃𝑎𝑎 ) x 365

B. Catatan Medis (Rekam Medis)

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.269/MenKes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis (Medical Records), yang dimaksud dengan rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan. pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.

(20)

Rekam medis dapat digunakan sebagai (4) :

1. Digunakan sebagai dasar perencanaan dan keberlanjutan perawatan penderita. 2. Merupakan suatu sarana komunikasi antar dokter dan setiap profesional yang

berkontribusi pada pemantauan penderita.

3. Melengkapi bukti dokumen terjadinya atau penyebab penyakit penderita dan penanganan atau pengobatannya selama dirawat di rumah sakit.

4. Digunakan sebagai dasar untuk kaji ulang studi dan evaluasi perawatan yang diberikan kepada penderita.

5. Membantu perlindungan kepentingan hukum penderita, rumah sakit dan praktisi yang bertanggung jawab.

6. Menyediakan data untuk digunakan dalam penelitian dan pendidikan. 7. Digunakan untuk menetapkan besarnya biaya pengobatan penderita.

Isi rekam medis untuk pasien rawat jalan sekurang-kurangnya memuat catatan atau dokumen tentang: identitas pasien, anamnesa, diagnosis dan tindakan atau pengobatan. Sedangkan isi rekam medis untuk rawat inap sekurang-kurangnya memuat: identitas pasien, anamnesa, riwayat penyakit, hasil pemeriksaan, diagnosis, persetujuan tindakan medik, catatan perawatan, catatan observasi klinis dan hasil pengobatan, resume akhir dan evaluasi pengobatan.

C. Panitia Farmasi dan Terapi (PFT)

Panitia Farmasi dan Terapi merupakan organisasi yang mewakili hubungan komunikasi antara para staf medis dengan staf farmasi, sehingga anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili spesialisasi-spesialisasi yang ada di rumah sakit dan apoteker wakil dari Farmasi Rumah Sakit, serta tenaga kesehatan lainnya (5).

a. Tujuan (5)

1) Menerbitkan atau merumuskan kebijakan-kebijakan mengenai pemilihan obat, penggunaan obat serta evaluasinya.

2) Melengkapi staf professional di bidang kesehatan dengan pengetahuan terbaru yang berhubungan dengan obat dan penggunaan obat sesuai dengan kebutuhan.

(21)

b. Organisasi dan Kegiatan (5)

Susunan anggota Panitia Farmasi dan Terapi serta kegiatan yang dilakukan bagi tiap rumah sakit dapat bervariasi sesuai dengan kondisi rumah sakit tersebut. Adapun ketentuan umumnya sebagai berikut :

1) Panitia Farmasi dan Terapi harus sekurang-kurangnya terdiri dari 3 orang yaitu : dokter, apoteker dan perawat. Pada rumah sakit yang besar tenaga dokter bisa lebih dari 3 orang yang mewakili semua Staf Medis Fungsional (SMF) yang ada.

2) Ketua Panitia Farmasi dan Terapi dipilih dari dokter spesialis yang ada di dalam kepanitiaan atau seorang ahli farmakologi. Sekretarisnya adalah apoteker dari instalasi farmasi atau apoteker yang ditunjuk.

3) Panitia Farmasi dan Terapi harus mengadakan rapat secara teratur, sedikitnya 2 bulan sekali dan untuk rumah sakit besar rapatnya diadakan sebulan sekali. Rapat tersebut dapat mengundang pakar-pakar dari dalam maupun dari luar rumah sakit sehingga memberikan masukan bagi pengelolaan Panitia Farmasi dan Terapi.

4) Segala sesuatu yang berhubungan dengan rapat Panitia Farmasi dan Terapi diatur oleh sekretaris, termasuk persiapan dari hasil-hasil rapat. 5) Membina hubungan kerja dengan panitia lain di dalam rumah sakit yang

sasarannya berhubungan dengan penggunaan obat. c. Fungsi dan Ruang Lingkup (5)

1) Mengembangkan formularium di rumah sakit dan merevisinya. Pemilihan obat yang akan dimasukkan dalam formularium harus didasarkan pada evaluasi obat terhadap manfaat terapi, keamanan, harga obat dan juga harus meminimalkan duplikasi dalam produk obat yang sama.

2) Panitia Farmasi dan Terapi harus mengevaluasi untuk menyetujui atau menolak produk obat baru atau dosis obat yang diusulkan oleh anggota staf medis.

3) Menetapkan pengelolaan obat yang digunakan di rumah sakit dan yang termasuk kategori khusus.

(22)

4) Membantu instalasi farmasi dalam mengembangkan tinjauan terhadap kebijakan-kebijakan dan peraturan-peraturan mengenai penggunaan obat di rumah sakit sesuai dengan peraturan yang berlaku secara lokal maupun nasional.

5) Melakukan tinjauan terhadap penggunaan obat di rumah sakit dengan mengkaji rekam medis dibandingkan dengan standar diagnosa dan terapi. Tinjauan ini dimaksudkan untuk meningkatkan secara terus menerus penggunaan obat secara rasional.

6) Menyimpulkan dan meninjau laporan mengenai efek samping obat.

7) Menyebarkan ilmu pengetahuan yang menyangkut obat kepada staf medis dan perawat.

D. Sistem Formularium Rumah Sakit

Sistem formularium adalah suatu metode yang digunakan staf medik dari suatu rumah sakit yang bekerja melalui PFT, mengevaluasi, menilai dan memilih dari berbagai zat aktif obat dan produk obat yang tersedia, serta dianggap paling berguna dalam perawatan pasien. Sistem formularium merupakan sarana penting dalam memastikan mutu penggunaan obat dan pengendalian harganya (5).

Formularium adalah dokumen berisi kumpulan produk obat yang dipilih PFT disertai informasi tambahan penting tentang penggunaan obat tersebut, serta kebijakan dan prosedur berkaitan obat yang relevan untuk rumah sakit tersebut, yang terus-menerus direvisi agar selalu akomodatif bagi kepentingan pasien dan staf professional pelayanan kesehatan, berdasarkan data konsumtif dan data morbiditas serta pertimbangan klinik staf medik rumah sakit tersebut (5).

Formularium rumah sakit berisi antara lain: halaman judul, daftar nama anggota PFT, daftar isi, informasi mengenai kebijakan dan prosedur di bidang obat, produk obat yang diterima untuk digunakan, lampiran (5).

Sistem yang dipakai adalah suatu sistem dimana prosesnya tetap berjalan terus, dalam arti kata bahwa sementara formularium itu digunakan oleh staf medis, di lain pihak PFT mengadakan evaluasi dan menentukan pilihan

(23)

terhadap produk obat yang ada di pasaran, dengan lebih mempertimbangkan kesejahteraan pasien (5).

Sistem formularium dapat memberikan pedoman kepada dokter, apoteker, perawat dan petugas administrasi di rumah sakit, yang meliputi (5): a. Membuat kesepakatan antara staf medis dari berbagai disiplin ilmu dengan

Panitia Farmasi dan Terapi dalam menentukan kerangka mengenai tujuan, organisasi, fungsi dan ruang lingkup. Staf medis harus mendukung sistem formularium yang diusulkan oleh Panitia Farmasi dan Terapi.

b. Staf medis harus dapat menyesuaikan sistem yang berlaku dengan kebutuhan tiap instalasi.

c. Staf medis harus menerima kebijakan dan prosedur yang ditulis oleh Panitia Farmasi dan Terapi untuk menguasai sistem formularium yang dikembangkan oleh Panitia Farmasi dan Terapi.

d. Nama obat yang tercantum dalam formularium adalah nama generik.

e. Membatasi jumlah produk obat yang secara rutin harus tersedia di instalasi farmasi.

f. Membuat prosedur yang mengatur pendistribusian obat generik yang efek terapinya sama, seperti :

1) Apoteker bertanggung jawab untuk menentukan nama obat generik yang sama untuk disalurkan kepada dokter sesuai produk asli yang diminta.

2) Dokter yang mempunyai pilihan terhadap obat pasien tertentu harus didasarkan pada pertimbangan farmakologi dan terapi.

3) Apoteker bertanggung jawab terhadap kualitas, kuantitas dan sumber obat dari sediaan kimia, biologi dan sediaan farmasi yang digunakan untuk mendiagnosa dan mengobati pasien.

(24)

E. Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) 1. Definisi IFRS

Instalasi adalah penyelenggaraan pelayanan medis, pelayanan penunjang medis, kegiatan penelitian, pengembangan, pendidikan, pelatihan dan pemeliharaan sarana rumah sakit (5).

Instalasi Farmasi Rumah Sakit adalah suatu unit atau bagian di rumah sakit yang merupakan fasilitas penyelenggaraan pelayanan kefarmasian di bawah pimpinan seorang apoteker dan dibantu oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi persyaratan peundang-undangan yang berlaku dan kompeten secara profesional yang bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta pelayanan kefarmasian yang terdiri atas pelayanan paripurna, mencakup perencanaan, pengadaan, produksi, penyimpanan perbekalan farmasi, dispensing obat berdasarkan resep bagi penderita rawat jalan dan rawat inap, pengendalian mutu, pengendalian distribusi dan penggunaan seluruh perbekalan kesehatan di rumah sakit, pelayanan klinik umum dan spesialistik (5).

2. Kedudukan IFRS

Instalasi Famasi Rumah Sakit berada di bawah tanggung jawab Direktur Penunjang Medis (5).

3. Visi dan Misi IFRS (5)

a. Visi

Pelayanan farmasi yang profesional dilihat dari aspek manajemen maupun klinik dengan orientasi kepada kepentingan pasien sebagai individu yang berwawasan lingkungan dan keselamatan kerja yang ditujukan untuk keperluan rumah sakit tersebut.

b. Misi

1) Bertanggung jawab atas pengelolaan instalasi rumah sakit yang berdaya guna dan berhasil guna.

2) Melaksanakan pelayanan kefarmasian yang berorientasi pada tercapainya hasil pengobatan yang optimal bagi pasien.

(25)

3) Berperan serta dalam program-program pelayanan kesehatan di rumah sakit untuk meningkatkan kesehatan seluruh lapisan masyarakat, baik pasien maupun tenaga kerja rumah sakit.

4. Tugas Pokok IFRS

Tugas pokok IFRS berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi Rumah Sakit, adalah (6):

a. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal.

b. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan farmasi profesional berdasarkan prosedur kefarmasian dan etik profesi.

c. Melaksanakan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE).

d. Memberi pelayanan bermutu melalui analisa dan evaluasi untuk meningkatkan mutu pelayanan farmasi.

e. Melakukan pengawasan berdasarkan aturan-aturan yang berlaku. f. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan di bidang farmasi. g. Mengadakan penelitian dan pengembangan di bidang farmasi.

h. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan formularium Rumah Sakit.

5. Fungsi IFRS

Memberikan pelayanan yang bermutu dengan ruang lingkup yang berorientasi pada kepentingan masyarakat yang meliputi dua fungsi, yaitu (5): a. Fungsi non farmasi klinik

Fungsi non farmasi klinik yaitu melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan perencanaan, penetapan spesifikasi produk dan pemasok, pengadaan, pembelian, produksi, penyimpanan, pengemasan dan pengemasan kembali, distribusi dan pengendalian semua perbekalan kesehatan yang beredar dan digunakan di rumah sakit.

b. Fungsi farmasi klinik

Fungsi farmasi klinik yaitu fungsi yang secara langsung dilakukan sebagai bagian terpadu dari perawatan pasien dan memerlukan interaksi dengan profesional kesehatan lain yang secara langsung terlibat dalam

(26)

pelayanan pasien. Misalnya dalam proses penggunaan obat, mencakup wawancara sejarah obat pasien, konsultasi dengan dokter tentang pemilihan regimen obat pasien tertentu; interpretasi resep; pembuatan profil pengobatan pasien (P-3); konsultasi dengan perawat tentang regimen obat dan edukasi pasien:

6. Struktur Organisasi IFRS

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi Rumah Sakit, dinyatakan bahwa struktur organisasi IFRS minimal terdiri dari kepala IFRS, administrasi IFRS, pengelolaan perbekalan farmasi, pelayanan farmasi klinik dan manajemen mutu. Pelayanan farmasi diselenggarakan dengan visi, misi dan tujuan yang mencerminkan penyelenggaraan berdasarkan filosofi pelayanan kefarmasian (6).

7. Peranan Apoteker di IFRS

Peranan Apoteker di IFRS tergantung pada bobot dan beban rumah sakit, artinya semakin besar dan luas fungsi rumah sakit maka peranan tenaga farmasi atau apoteker semakin besar (5)

Upaya untuk melaksanakan peranan apoteker di rumah sakit dengan baik, maka hendaknya seorang apoteker harus memenuhi kualifikasi sebagai berikut (5) :

a. Mempunyai pengetahuan luas dan mendalam tentang obat dan khasiatnya. b. Mampu mengembangkan dan mengelola program produksi obat-obatan. c. Mempunyai pengetahuan tentang tata cara pengawasan.

d. Mampu memimpin dan turut serta dalam penelitian. e. Mampu memimpin program pendidikan dan latihan. f. Mampu memimpin dan mengelola semua kegiatan. Fungsi dan peranan apoteker di rumah sakit antara lain: a. Komunikasi – Nasihat – Konsultasi

b. Peranan sebagai Pusat Informasi Obat (PIO). c. Peranan dalam manajemen FRS

(27)

e. Peranan dalam penyimpanan obat. f. Peranan dalam kontrol kualitas obat. g. Distribusi obat

h. Peranan dalam PFT, penerbitan dan pemeliharaan formularium R.S. i. Peranan dalam pendidikan.

j. Peranan dalam penelitian dan pengembangan. k. Melakukan sterilisasi sentral.

l. Peranan dalam kontrol keracunan.

8. Sistem Distribusi Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit

Sistem distribusi yang diterapkan bervariasi antar rumah sakit tergantung pada kebijakan, kondisi dan keberadaan fisik, personel dan tata ruang masing-masing rumah sakit. Sistem distribusi obat di rumah sakit adalah tatanan jaringan sarana, personel, prosedur dan jaminan mutu yang serasi, terpadu dan berorientasi kepada pasien dalam kegiatan penyampaian sediaan obat beserta informasinya kepada pasien. Sistem ini meliputi: penghantaran sediaan obat yang telah di-dispensing IFRS ke tempat perawatan pasien dengan keamanan dan ketepatan obat, ketepatan pasien dan keutuhan mutu obat. Sistem distribusi perbekalan farmasi dibagi dalam dua metode, yaitu (5):

a. Metode sentralisasi

Metode sentralisasi merupakan suatu sistem pendistribusian perbekalan farmasi yang dipusatkan pada satu tempat yaitu instalasi farmasi sentral. Seluruh kebutuhan perbekalan farmasi setiap unit pemakai, baik untuk kebutuhan individu maupun kebutuhan barang dasar ruangan disuplai langsung dari pusat pelayanan farmasi tersebut.

b. Metode desentralisasi

Metode desentralisasi merupakan suatu sistem pendistribusian perbekalan farmasi oleh cabang IFRS di dekat unit perawatan atau pelayanan. Cabang ini, penyimpanan dan pendistribusian perbekalan farmasi ruangan tidak lagi dilayani oleh instalasi farmasi pusat pelayanan farmasi. Instalasi

(28)

farmasi dalam hal ini bertanggung jawab terhadap efektifitas dan keamanan perbekalan farmasi yang ada di depo farmasi.

Kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi di rumah sakit bertujuan untuk pelayanan individual dalam proses terapi, dimana kegiatan pendistribusian ini meliputi (5):

a. Pendistribusian untuk pasien rawat inap (in patient)

Kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pasien rawat inap di rumah sakit yang dapat dilakukan dengan metode sentralisasi dan atau desentralisasi. Sistem distribusi untuk pasien rawat inap dibagi menjadi empat sistem, yaitu:

1) Sistem Distribusi Resep Individu

Sistem distribusi resep individu merupakan tatanan kegiatan penghantaran sediaan obat oleh IFRS sesuai dengan yang ditulis pada order atau resep atas nama Penderita Rawat Tinggal (PRT) tertentu melalui perawat ke ruang penderita tersebut.

Sistem ini umumnya digunakan oleh rumah sakit kecil dan swasta. Sistem ini memfasilitasi metode yang baik untuk mengatur pembayaran obat pasien dan menyediakan pelayanan pada pasien berdasarkan resep.

Kelebihan menggunakan sistem resep individu adalah :

a) Resep dapat langsung dikaji oleh apoteker, yang juga dapat memberi keterangan atau informasi kepada perawat berkaitan dengan obat penderita.

b) Interaksi antara dokter, apoteker, perawat dan pasien. c) Mempermudah penagihan biaya ke pasien.

d) Memungkinkan pengendalian yang lebih dekat atas perbekalan farmasi.

Kekurangan menggunakan sistem resep individu adalah : a) Obat dapat terlambat sampai ke pasien.

b) Bila obat berlebih pasien harus bayar.

(29)

d) Terjadinya kesalahan obat karena kurang pemeriksaan pada waktu penyiapan obat.

2) Sistem Total Floor Stock

Sistem total floor stock adalah kegiatan penghantaran sediaan obat sesuai dengan yang ditulis dokter pada order obat, yang dipersiapkan dari persediaan di ruang oleh perawat dan dengan mengambil dosis / unit obat dari wadah persediaan yang langsung diberikan kepada penderita di ruang itu.

Pada sistem ini, kebutuhan obat atau barang farmasi dalam jumlah besar baik untuk kebutuhan dasar ruangan maupun kebutuhan individu pasien yang diperoleh dari instalasi farmasi disimpan di ruang perawatan. Kebutuhan obat individu langsung dapat dilayani oleh perawat tanpa harus menebus atau mengambil ke instalasi farmasi.

Kelebihan menggunakan sistem total floor stock adalah : a) Obat cepat tersedia.

b) Pasien tidak harus membayar obat yang berlebih.

Kekurangan menggunakan sistem total floor stock adalah : a) Sering terjadi salah obat, baik salah order obat oleh dokter,

salah peracikan oleh perawat maupun salah etiket obat.

b) Membutuhkan tempat penyimpanan yang luas di ruang perawatan.

c) Kemungkinan obat hilang dan rusak besar. d) Menambah beban pekerjaan bagi perawat. 3) Sistem Distribusi Kombinasi

Sistem kombinasi ini yaitu merupakan kombinasi antara sistem resep individual dengan sistem total floor stock, dimana penyampaian obat kepada pasien berdasarkan permintaan dokter. Pada sistem ini sebagian obat disiapkan oleh instalasi farmasi dan sebagian lagi disiapkan dari persediaan obat yang terdapat di ruangan. Obat yang disediakan di ruangan adalah obat yang

(30)

diperlukan oleh banyak pasien, setiap hari dan biasanya harganya relatif murah mencakup obat resep atau obat bebas. Sistem ini timbul karena banyaknya kekurangan sistem total floor stock. Kelebihan menggunakan sistem distribusi kombinasi adalah : a) Semua resep dikaji langsung oleh apoteker.

b) Adanya kesempatan berinteraksi profesional antara apoteker, dokter, perawat dan pasien.

c) Obat yang diperlukan dapat segera tersedia bagi pasien. d) Beban IFRS dapat berkurang.

Kekurangan menggunakan sistem distribusi kombinasi yaitu : a) Kemungkinan keterlambatan sediaan obat sampai kepada

pasien.

b) Kesalahan obat dapat terjadi (obat dari persediaan di ruangan). 4) Sistem Distribusi Unit Dosis ( unit dose )

Sistem unit dose adalah obat yang disorder oleh dokter untuk penderita, terdiri atas satu atau beberapa jenis obat yang masing-masing dalam kemasan dosis unit tunggal dalam jumlah persediaan yang cukup untuk suatu waktu tertentu, penderita hanya membayar obat yang dikonsumsi saja.

Pada prinsipnya sistem ini mirip dengan sistem individual, resep dibawa ke instalasi farmasi untuk disiapkan. Akan tetapi, resep tersebut tidak seluruhnya disiapkan seperti halnya pada sistem individual, umumnya yang disiapkan hanya untuk kebutuhan 24 jam. Obat yang disiapkan itu dimasukkan ke dalam wadah yang warnanya berbeda untuk pemberian pagi, siang dan malam. Setelah diberi label secukupnya, selanjutnya obat yang telah disiapkan tersebut tidak diserahkan kepada pasien, tetapi dimasukkan ke dalam trolley / kereta obat khusus untuk unit dose dan diserahkan kepada perawat.

(31)

Kelebihan menggunakan sistem unit dose adalah : a) Pasien hanya membayar obat yang dipakai

b) Efisiensi ruang perawatan dari penyimpanan obat.

c) Mengurangi beban perawat karena obat disiapkan oleh instalasi farmasi.

d) Meniadakan obat berlebih.

e) Mengurangi penyalahgunaan obat dan penggunaan obat yang salah.

Kekurangan menggunakan sistem unit dose yaitu: a) Memerlukan tenaga famasi yang lebih banyak

b) Membutuhkan modal awal yang besar terutama untuk pengemasan kembali dan rak medikasi pada laci masing-masing pasien.

b. Pendistribusian untuk pasien rawat jalan

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, menyatakan bahwa sistem distribusi untuk pasien rawat jalan merupakan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pasien rawat jalan di rumah sakit yang diselenggarakan secara sentralisasi atau desentralisasi dengan sistem resep perorangan oleh pelayanan farmasi rumah sakit.

9. Tugas dan Fungsi Bagian Produksi

Tugas bagian produksi adalah membantu atau menunjang fungsi IFRS dalam hal pengadaan obat-obatan baik obat steril maupun obat non steril (5).

Fungsi bagian produksi adalah pengadaan obat-obatan yang tidak ada atau sukar didapatkan di pasaran. Pengadaan obat-obatan ini meliputi :

a. Obat-obat yang tidak stabil dalam penyimpanan.

b. Obat-obat yang dikehendaki dalam bentuk tertentu atau obat-obatan dengan formulasi dan konsentrasi yang khusus.

(32)

d. Obat-obat produksi dari IFRS dengan kualitas yang memadai dan harga yang relatif murah.

e. Menerima permintaan pembuatan suatu produk dari seksi perlengkapan atau jika permintaan mendadak (cito) langsung dari seksi distribusi.

f. Menyerahkan hasil produksi ke seksi perlengkapan atau jika penyerahan mendadak (cito) langsung dari seksi distribusi (5).

10. Pengelolaan Narkotika

a. Pemesanan Narkotika (7)

Berdasarkan UU No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika, disebutkan bahwa Menteri Kesehatan memberikan izin kepada Rumah Sakit untuk membeli, menyediakan, mengirim, membawa atau mengangkut dan menggunakan narkotika untuk kepentingan pengobatan.

Sesuai Surat Edaran Badan POM No.007/EE/SE/81 tanggal 11 Maret 1981 diatur sebagai berikut :

1) Rumah sakit dengan kapasitas tempat tidur 100 ke atas dan mempunyai Apoteker Penanggung Jawab narkotika boleh memesan narkotika ke PBF Kimia Farma terdekat dengan menggunakan surat pesanan (sama dengan surat pesanan apotek) kemudian ditanda-tangani oleh Apoteker Penanggung Jawab.

2) Rumah sakit dengan kapasitas tempat tidur 100 ke atas tetapi tidak mempunyai Apoteker Penanggung Jawab hanya boleh memesan narkotika ke apotek-apotek terdekat dan surat pesanan ditanda-tangani oleh dokter pimpinan rumah sakit yang bersangkutan. Selanjutnya rumah sakit tersebut disarankan menempatkan Apoteker Penanggung Jawab narkotika.

3) Rumah sakit dengan kapasitas tempat tidur kurang dari 100 dan Balai Pengobatan hanya boleh memesan narkotika ke apotek-apotek terdekat menggunakan surat pesanan ditanda-tangani oleh dokter pimpinan rumah sakit dan Balai Pengobatan yang bersangkutan disesuaikan dengan jenis dan jumlah kebutuhan.

(33)

b. Penyimpanan Narkotika

Tata cara penyimpanan narkotika di Rumah Sakit telah ditetapkan pada Permenkes No.28/MenKes/Per/I/1978 tentang Penyimpanan Narkotika, yaitu :

Pasal 5 ayat 1 :

Apotik dan RS harus memiliki tempat khusus untuk menyimpan narkotika.

Pasal 5 ayat 2 :

Tempat khusus pada ayat 1 harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1) Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat. 2) Harus mempunyai kunci yang kuat.

3) Dibagi dua masing-masing dengan kunci yang berlainan, bagian pertama digunakan untuk menyimpan morfina, petidina dan garam-garamnya serta persediaan narkotika, bagian kedua dipergunakan untuk menyimpan narkotika lainnya yang dipakai sehari-hari.

4) Apabila tempat khusus tersebut berupa lemari ukuran kurang lebih 40x80x100 cm, maka lemari tersebut harus dibuat pada tembok atau lantai.

Selanjutnya pada pasal 6 disebutkan bahwa :

1) Apotik dan rumah sakit harus menyimpan narkotika dalam tempat khusus sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 5.

2) Lemari khusus tidak boleh digunakan untuk menyimpan barang lain selain narkotika, kecuali ditentukan lain oleh Menteri.

3) Anak kunci lemari khusus harus dikuasai pegawai lain yang dikuasakan.

4) Lemari khusus harus ditaruh di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh umum.

(34)

c. Pelaporan Narkotika

Rumah sakit berkewajiban untuk menyusun dan mengirimkan laporan bulanan kepada Menteri Kesehatan mengenai pemasukan dan pengeluaran narkotika yang ada dalam penguasaannya.

Tata cara pelaporan narkotika Rumah Sakit diatur berdasarkan Undang-undang No.35 tahun 2009, tentang penyimpanan dan pelaporan narkotika menyatakan bahwa importir, eksportir, pabrik obat, pabrik farmasi, Pedagang Besar Farmasi (PBF), apotek rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter, lembaga ilmu pengetahuan wajib membuat, menyampaikan, menyimpan laporan berkala setiap bulannya, dan paling lambat dilaporkan tanggal 10 bulan berikutnya. Laporan ini dilaporkan kepada Suku Dinas Yankes dengan tembusan :

1) Balai Besar POM (Pengawasan Obat dan Makanan) Propinsi 2) Dinas Kesehatan Propinsi

3) Penanggungjawab narkotika PT. Kimia Farma. d. Pemusnahan Narkotika

Pemusnahan narkotika yang rusak atau tidak memenuhi syarat memuat antara lain:

1) Hari, tanggal, bulan dan tahun pemusnahan.

2) Nama pemegang izin khusus, apoteker pimpinan apotik atau dokter pemilik narkotika.

3) Nama seorang saksi dari pemerintah dan seorang saksi lain dari perusahaan atau badan tersebut.

4) Nama dan jumlah narkotika yang dimusnahkan. 5) Cara pemusnahan.

6) Tanda tangan penanggung jawab apotik / pemegang izin khusus, dokter pemilik narkotika dan saksi-saksi pemusnahan

Berita acara tersebut dikirimkan kepada :

1) Balai Besar POM (Pengawasan Obat dan Makanan) Propinsi 2) Dinas Kesehatan Propinsi

(35)

11. Pengelolaan Psikotropika

Berdasarkan Undang-Undang No.5 tahun 1997 tentang pengelolaan psikotropika yang meliputi (8) :

a. Pemesanan Psikotropika

Pemesanan Psikotropika dapat dipesan dengan menggunakan Surat Pesanan (SP) yang ditandatangani oleh Apoteker penanggung jawab. b. Penyimpanan Psikotropika

Penyimpanan Psikotropika sampai saat ini belum diatur dengan suatu perundang-undangan. Namun karena obat-obat psikotropika ini cenderung untuk disalahgunakan, maka disarankan agar menyimpan obat-obatan tersebut dalam suatu rak atau lemari khusus dan membuat kartu stok psikotropika.

c. Pelaporan Psikotropika

Pelaporan Psikotropika wajib membuat dan meminta catatan kegiatan yang berhubungan dengan psikotropika dan melaporkan catatan kepada Menteri Kesehatan secara berkala sesuai dengan UU No.5 tahun 1997 pasal 33 ayat (1) dan pasal 34 tentang psikotropika.

d. Pemusnahan Psikotropika

Pada pemusnahan psikotropika, apoteker wajib membuat berita acara pemusnahan dan disaksikan oleh pejabat yang ditunjuk dalam 7 hari setelah mendapat kepastian.

F. CSSD(5)

Central Sterile Supply Department (CSSD) adalah bagian dari rumah sakit yang

bertanggung jawab secara langsung pada penyediaan alat di ruang operasi dan pada proses penyiapan alat-alat kesehatan pada semua bagian rumah sakit yang menerima / memerlukan alat bersih dan steril.

Berdasarkan buku Pedoman Pengelolaan Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 1990 kegiatan di CSSD meliputi: memproses penyediaan alat, kebutuhan alat dan perlengkapan bedah sejak pencucian, pengepakan, sterilisasi, penyimpanan dan pendistribusiannya.

(36)

G. Limbah (5)

Limbah rumah sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan Rumah Sakit dalam bentuk padat, cair dan gas. Rumah sakit menghasilkan limbah dalam jumlah besar, beberapa diantaranya membahayakan kesehatan di lingkungannya. Pembuangan limbah yang berjumlah besar ini paling baik jika dilakukan dengan membeda-bedakan limbah ke dalam berbagai kategori. Untuk masing-masing jenis kategori ditetapkan cara pembuangan limbah yang berbeda. Prinsip umum pembuangan limbah rumah sakit adalah sejauh mungkin menghindari resiko kontaminasi dan trauma (injury)

Pengelolaan limbah rumah sakit merupakan bagian dari penyehatan lingkungan di rumah sakit yang mempunyai tujuan untuk melindungi masyarakat dari bahaya pencemaran lingkungan yang bersumber dari limbah rumah sakit serta mencegah infeksi nosokomial di lingkungan rumah sakit, sehingga perlu diupayakan bersama oleh unsur-unsur yang terkait dengan penyelenggaraan kegiatan pelayanan rumah sakit. Unsur-unsur tersebut antara lain :

a. Pemrakarsa atau penanggung jawab rumah sakit b. Pengguna jasa pelayanan rumah sakit

c. Para ahli, pakar dan lembaga yang dapat memberikan saran-saran

d. Para pengusaha dan swasta yang dapat menyediakan sarana dan fasilitas yang diperlukan.

Limbah rumah sakit mengandung berbagai macam mikroorganisme tergantung jenis rumah sakit dan tingkat pengolahannya sebelum dibuang. Limbah cair rumah sakit dapat mengandung bahan organik dan anorganik yang umumnya diukur dengan parameter BOD (Biological Oxygen Demand), COD (Chemical Oxygen Demand) dan lain-lain. Sedangkan limbah padat rumah sakit terdiri atas sampah yang sudah membusuk, mudah terbakar dan lain-lain. Limbah-limbah tersebut kemungkinan besar mengandung limbah patogen atau Bahan kimia Beracun Berbahaya (B3) yang dapat menyebabkan penyakit infeksi dan dapat tersebar ke lingkungan rumah sakit yang dapat disebabkan pelayanan kesehatan yang kurang memadai, kesalahan penanganan bahan-bahan

(37)

terkontaminasi dan peralatan, serta penyediaan dan pemeliharaan sarana sanitasi yang masih buruk.

Prinsip umum pembuangan limbah rumah sakit adalah sejauh mungkin menghindari resiko terkontaminasi dan trauma (injury). Limbah rumah sakit dapat dibedakan menjadi 5 jenis limbah, yaitu :

a. Limbah klinik yaitu limbah yang dihasilkan selama pelayanan pasien secara rutin, pembedahan, dan di unit-unit resiko tinggi. Limbah ini mungkin berbahaya dan mengakibatkan resiko tinggi infeksi kuman dan populasi umum serta staf rumah sakit. Oleh karena itu perlu diberi label yang jelas sebagai resiko tinggi, Contoh limbah jenis tersebut adalah perban atau pembungkus yang kotor, cairan badan, anggota badan yang diamputasi, jarum-jarum dan semprit bekas, kantung urin, dan produk darah.

b. Limbah patologi yaitu limbah yang juga dianggap resiko tinggi dan sebaiknya diotoklaf sebelum keluar dari unit patologi. Limbah tersebut harus diberi label Biohazard.

c. Limbah bukan klinik yaitu limbah yang meliputi kertas-kertas pembungkus atau kantong dan plastik yang tidak terkontak dengan cairan badan. Meskipun tidak menimbulkan resiko sakit, limbah tersebut cukup merepotkan karena memerlukan tempat yang besar untuk mengangkut dan membuangnya.

d. Limbah radioaktif yaitu limbah yang berasal dari sisa-sisa radioaktif. Walaupun limbah ini tidak menimbulkan persoalan pengendalian infeksi di rumah sakit, pembuangannya secara aman perlu diatur dengan baik.

Pada dasarnya pengelolaan limbah merupakan upaya mengurangi volume, konsentrasi atau bahaya limbah, setelah proses produksi atau kegiatan, melalui proses fisika, kimia, atau hayati. Upaya pertama yang harus dilakukan adalah upaya preventif yaitu mengurangi volume bahaya limbah yang dikeluarkan ke lingkungan yang meliputi upaya mengurangi limbah pada sumbernya, serta upaya pemanfaatan limbah.

(38)

28

A. Sejarah Singkat Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati (12)

Pendirian Rumah Sakit Fatmawati bermula dari gagasan Ibu Fatmawati Soekarno (saat itu sebagai Ibu Negara Republik Indonesia) yang bermaksud mendirikan rumah sakit tuberkulosis anak untuk perawatan dan tindakan rehabilitasinya. Peletakan batu pertama pembangunan Rumah Sakit TBC khusus anak-anak dilakukan oleh Ibu Fatmawati Soekarno pada tanggal 24 Oktober 1954.

Dengan dana yang dihimpun oleh Yayasan Ibu Soekarno dan bantuan dari Yayasan Dana Bantuan Kementerian Sosial Republik Indonesia dilaksanakan pembangunan Gedung Rumah Sakit Ibu Soekarno. Kementerian Kesehatan RI melanjutkan pembangunan gedung Rumah Sakit Ibu Soekarno hingga selesai dan dapat difungsikan sebagai rumah sakit. Fungsi rumah sakit tersebut berubah menjadi Rumah Sakit Umum seperti ketentuan dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI, Nomor 21286/KEP/121 tanggal 12 April 1961, tertanda Prof. Dr. Satrio yang berisi ketetapan sebagai berikut:

1. Rumah Sakit Ibu Soekarno memiliki status dan fungsi sebagai Rumah Sakit Umum.

2. Rumah Sakit Umum tersebut diselenggarakan oleh Departemen Kesehatan RI.

3. Pembiayaan Rumah Sakit Umum ini dibebankan pada anggaran Departemen Kesehatan RI.

4. Keputusan ini berlaku mulai tanggal 15 April 1961.

Selanjutnya penyelenggaraan rumah sakit dan pembiayaan pembangunan dilaksanakan dengan anggaran Departemen Kesehatan RI.

(39)

Pada tanggal 20 Mei 1967 oleh Menteri Kesehatan RI, Prof. Dr. G. A. Siwabesi nama RSU Ibu Soekarno diganti menjadi RSU Fatmawati. Dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 294/Menkes/SK/V/1984 tanggal 30 Mei 1984, RSU Fatmawati ditetapkan sebagai Pusat Rujukan Wilayah Jakarta Selatan. Setelah keluarnya Keputusan Presiden RI Nomor 38 tahun 1991 pada tanggal 25 Agustus 1991 tentang Unit Swadana, maka RSU Fatmawati melakukan berbagai persiapan, sehingga Menteri Keuangan RI mengeluarkan surat persetujuan penetapan RSU Fatmawati ditetapkan menjadi Rumah Sakit Unit Swadana Bersyarat, dua tahun mulai 1 Agustus 1992 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 745/Menkes/SK/IX/1992, tanggal 2 September 1992.

Dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 551/Menkes/SK/VI/1994, ditetapkan Struktur Organisasi dan Tata Kerja RSUP Fatmawati sebagai Rumah Sakit Umum Kelas B Pendidikan, sesuai dengan Keputusan Menkes Nomor: 983/Menkes/SK/1992, tanggal 12 November 1992 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit Umum.

Berdasarkan Surat Persetujuan Penetapan RSUP Fatmawati dan Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor S-733/Mk03/1994, RSUP Fatmawati ditetapkan menjadi Rumah Sakit Unit Swadana Tanpa Syarat. Setelah melalui berbagai persiapan dan pembinaan serta penilaian dari Tim Surveyor Komisi Gabungan Akreditasi Rumah Sakit, maka dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor: YM.02.03.3.5.642 tanggal 17 Februari 1997, RSUP Fatmawati telah memperoleh Status Akreditasi Penuh Tingkat Lanjut.

Akhir tahun 2005, berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No.1678/MENKES/PER/XII/2005,status Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati berubah dari Perjan menjadi Badan Layanan Umum (BLU). Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati berfungsi sebagai Pusat Rujukan bagi Wilayah Jakarta Selatan dan sebagai Rumah Sakit Pendidikan dengan menerapkan pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum. Rumah Sakit ini menyelenggarakan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dalam bentuk pelayanan yang promotif,

(40)

Pada tahun 2007 RSUP Fatmawati memperoleh status akreditasi penuh tingkat lengkap 16 pelayanan. Kemudian pada tanggal 2 mei 2008 RSUP Fatmawati ditetapkan oleh Departemen Kesehatan RI sebagai Rumah Sakit umum dengan pelayanan unggulan Orthopaedi dan Rehabilitasi medik sesuai dengan SK Mentri Kesehatan No.424/MenKes/SK/V/2008.

Pada tahun 2010 dan di waktu yang akan datang, yang menjadi target kegiatan atau program kerja rumah sakit Fatmawati berpusat pada pemberdayaan dan pemandirian instalasi, karena instalasi merupakan unit kerja terdepan yang langsung berhadapan dengan pelanggan.

B. Visi, Misi, Nilai, Motto dan Falsafah 1. Visi

Visi RSUP Fatmawati adalah “Terdepan, Paripurna dan Terpercaya di Indonesia”.

RSUP Fatmawati adalah Rumah Sakit pelopor yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan, pendidikan dan penelitian dengan :

a. Terdepan karena ketersediaan sumber daya yang lengkap.

b. Paripurna karena memberikan pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif dan pelayanan berkesinambungan (continuum of care) serta tuntas.

c. Terpercaya karena senantiasa mengikuti kaidah-kaidah IPTEK terkini dan menjangkau seluruh lapisan masyarakat serta berorientasi kepada para pelanggan.

2. Misi

Misi RSUP Fatmawati adalah sebagai berikut :

a. Memfasilitasi dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, pendidikan dan penelitian di seluruh disiplin ilmu, dengan unggulan bidang orthopaedi dan rehabilitasi medik yang memenuhi kaidah manajemen risiko klinis. b. Mengupayakan kemandirian masyarakat untuk hidup sehat.

c. Mengelola keuangan secara efektif, efisien, transparan dan akuntabel serta berdaya saing tinggi.

(41)

d. Meningkatkan sarana dan prasarana sesuai perkembangan IPTEK.

e. Meningkatkan kompetensi, pemberdayaan dan kesejahteraan sumber daya manusia.

3. Nilai-nilai

Nilai-nilai organisasi RSUP Fatmawati adalah “Jujur, professional, komunikatif dan ikhlas serta peduli dalam melaksanakan tugas“.

a. Jujur

Menerapkan transparansi dalam melaksanakan tugas. b. Profesional

Melaksanakan tugas sesuai dengan kompetensi (pengetahuan, keterampilan, sikap dan peka budaya).

c. Komunikatif

Mampu melaksanakan hubungan interpersonal yang asertif dan responsive. d. Ikhlas

Selalu memegang teguh ketulusan dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan.

e. Peduli

Selalu tanggap terhadap kebutuhan pelanggan.

4. Motto

Motto RSUP Fatmawati dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan adalah ”Percayakan Pada Kami”.

5. Falsafah

Falsafah RSUP Fatmawati adalah sebagai berikut : a. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

b. Menjunjung tinggi kehidupan dan nilai-nilai luhur kemanusiaan. c. Menghargai pentingnya persatuan dan kerjasama.

d. Menjunjung keseimbangan dan kelestarian lingkungan. e. Kebersamaan dalam kemajuan dan kesejahteraan.

(42)

C. Logo dan Arti Logo 1. Logo

Gambar III.1. Logo RSUP Fatmawati

2. Arti Logo

Kesayangan Para Dewa

TERATAI, LOTUS atau PADMA dalam beberapa literatur arkeologi disebut sebagai bunga kesayangan para DEWA. Arca para dewa sering menggambarkan "sang Dewa" sedang duduk sambil memegang bunga TERATAI TERATAI merupakan bunga yang hanya layak dipersembahkan kepada Sang Penguasa Tertinggi yang menciptakan dan menguasai dunia seisinya : Tuhan Yang Maha Esa. yang tersirat di dalam lambang bunga TERATAI yaitu sarat akan arti dan falsafah hidup yang dalam.

Hanya dari Lumpur

Walaupun TERATAI hidup berakar dari "lumpur", dimana benih TERATAI disebarkan, dengan siraman hujan yang walaupun hanya sekejap, kuncup akan tumbuh dan berkembang, mempersembahkan kepada alam semesta raya, kelopak bunga elok penuh keagungan.

Penuh Pesona

TERATAI memang bukan bunga yang harum semerbak,tetapi keberadaannya mampu membuat orang menoleh dan memperhatikannya. Tak peduli dia hidup di kolam gedung megah atau di kubangan lumpur belantara, tetaplah mereka akan memberi kesan mendalam bagi yang melihatnya. Demikian halnya dengan Rumah Sakit Fatmawati, walau sederhana asal mulanya, mampu berkembang dengan segala "Keelokan dan Keindahan" pelayan bagi semua lapisan masyarakat. mampu memberikan yang terbaik bagi semua orang, tanpa memandang harkat dan martabat, kaya atau miskin, terpandang atau tidak. TERATAI juga merupakan bunga yang tak pernah "mati" saat kemarau melingkupi bumi, dia tetap hidup dalam umbinya, terpuruk dalam

(43)

tanah kering kerontang. Tetapi begitu hujan datang, kuncup bunga akan segera mekar ditengah hijau dedaunan. Demikian pula dengan Rumah Sakit Fatmawati akan "tetap survive" disegala musim. Saat musim kering hendaklah lebih mawas diri, tetap setia menjalankan misi pelayanan dengan tekad akan lebih maju dimasa mendatang. Tetap tabah dan tegar tapi tetap berusaha keluar dari kesulitan.

Penuh Manfaat

TERATAI bukan hanya elok di pandang dan dinikmati, tapi setiap bagian dari tumbuhan ini sangat berguna bagi siapapun. Bunganya sangat elok menjadi kesayangan dan persembahan terpilih bagi para penguasa; daunnya yang lebar jadi tempat bernaung dan berlindung bagi mahluk disekitar alam hidupnya; akar umbi, dan bijinya dipercaya sebagai obat penyembuh bagi si sakit. Demikian pula dengan Rumah Sakit Fatmawati dengan segala kelebihan dan kekurangannya tidak hanya menjadi kebanggaan belaka, mampu menjadi tempat bernaung dan berlindung bagi semua lapisan masayarakat yang membutuhkan pertolongan, pengobatan dan pelayanan kesehatan. Dengan bunga TERATAI hijau yang artistik dan anggun lengkaplah motto Rumah Sakit Fatmawati : "Percayakan Pada Kami".

D. Tujuan RSUP Fatmawati

Tujuan RSUP Fatmawati adalah sebagai berikut :

1. Terwujudnya pelayanan kesehatan prima dan paripurna yang memenuhi kaidah keselamatan pasien (patient safety).

2. Terwujudnya pelayanan Rumah Sakit yang bermutu tinggi dengan tarif yang terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat.

3. Mewujudkan pengembangan berkesinambungan dan akuntabilitas bagi pelayanan kesehatan, pendidikan dan penelitian.

4. Terwujudnya sumber daya manusia yang professional dan berorientasi kepada pelayanan pelanggan.

5. Terwujudnya kesejahteraan yang adil dan merata bagi seluruh sumber daya manusia Rumah Sakit.

(44)

E. Tugas dan Fungsi RSUP Fatmawati 1. Tugas RSUP Fatmawati

RSUP Fatmawati Jakarta mempunyai tugas menyelenggarakan upaya penyembuhan dan pemulihan kesehatan yang dilaksanakan secara serasi, terpadu dan berkesinambungan dengan upaya peningkatan kesehatan dan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan dan menyelenggarakan pendidikan, pelatihan dan penelitian.

2. Fungsi RSUP Fatmawati

RSUP Fatmawati menyelenggarakan fungsi : a. Pelayanan medis.

b. Pelayanan penunjang medis dan non medis. c. Pelayanan dan asuhan keperawatan.

d. Pengelolaan sumber daya manusia Rumah Sakit. e. Pelayanan rujukan.

f. Pendidikan dan pelatihan di bidang kesehatan. g. Penelitian dan pengembangan.

h. Administrasi umum dan keuangan.

F. Pelayanan Rumah Sakit

Pelayanan spesialistis dan subspesialistis yang diberikan RSUP Fatmawati mencakup pelayanan sebagai berikut :

1. Pelayanan Dasar a. Penyakit dalam b. Kesehatan anak

c. Kebidanan dan penyakit kandungan d. Bedah umum

2. Pelayanan Unggulan

a. Bedah Orthopedi/tulang b. Rehabilitasi medis

(45)

3. Pelayanan Spesialistik Lain, terdiri dari : a. Anesthesi

b. Bedah Saraf (trauma/cedera keras) c. Penyakit Saraf (Unit Stroke) d. Penyakit Jantung

e. Penyakit Paru

f. Penyakit Mata (Operasi Katarak)

g. Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorokan (THT) h. Penyakit Jiwa

i. Penyakit Gigi dan Mulut j. Penyakit Kulit dan Kelamin

k. Gizi Klinik (Konsultasi dan Edukasi penurunan berat badan, diet, Diabetes Melitus, dan Asam Urat)

l. Pelayanan Pegawai m. Forensik

4. Pelayanan Unggulan Terpadu

a. Poli Konseling Orang dengan HIV AIDS (ODHA) Wijaya Kusuma, Klinik Tumbuh Kembang, Klinik Kesehatan Remaja, Kanker/Pusat Penanggulangan Kanker Terpadu (PPKT).

b. Praktek Dokter Spesialis (PDS)

c. Klub Kesehatan (stroke, asma, diabetes, kanker, osteoporosis, geriatri, jantung sehat)

5. Fasilitas Pelayanan, terdiri dari : a. Instalasi Gawat Darurat (IGD) b. Instalasi Rawat Jalan (IRJ) c. Instalasi Rawat Inap (IRNA) d. Instalasi Bedah Sentral (IBS) e. Intensif Care Unit (ICU)

f. Cardiac Emergensi Unit (CEU)

g. Neonatal Intensif Care Unit (NICU) atau Pediatric Intensif Care Unit (PICU)

(46)

h. Medical Check Up (MCU) i. Hemodialisa

G. Klasifikasi Rumah Sakit

RSUP Fatmawati adalah Rumah Sakit Pemerintah kelas A Pendidikan, yaitu rumah sakit milik pemerintah yang memiliki fasilitas dan kemampuan pelayanan Medik Spesialistik dan Subspesialistik luas dan digunakan sebagai tempat pendidikan dan pelatihan bagi tenaga kesehatan.

Perjalanan akreditasi RSUP Fatmawati adalah sebagai berikut :

1. Tanggal 17 Februari 1997 RSUP Fatmawati memperoleh akreditasi penuh tahap I untuk 5 bidang pelayanan (5 Pelayanan Tingkat Dasar), yaitu :

a. Administrasi dan Manajemen. b. Medik.

c. Gawat Darurat. d. Keperawatan. e. Rekam Medik.

2. Tanggal 27 September 2002 RSUP Fatmawati memperoleh akreditasi penuh tahap II untuk 12 bidang pelayanan, 5 Pelayanan Tingkat Dasar ditambah : a. Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

b. Penanggulangan Infeksi Nosokomial. c. Kamar Operasi.

d. Farmasi. e. Radiologi. f. Laboratorium.

g. Perinatal Resiko Tinggi.

3. Tanggal 14 April 2004 RSUP Fatmawati memperoleh akreditasi penuh tingkat lengkap untuk 16 bidang pelayanan, 12 pelayanan tingkat II ditambah: a. Rehabilitasi medik.

b. Anastesi. c. Darah. d. Intensif.

(47)

4. Tanggal 25 Januari 2008 RSUP Fatmawati mendapatkan akreditasi penuh tingkat lengkap pada 16 bidang pelayanan yang ke-2.

5. Tahun 2010 RSUP Fatmawati mendapatkan akreditasi penuh tingkat lengkap pada 16 bidang pelayanan yang ke-3.

H. Susunan Organisasi RSUP Fatmawati

Susunan organisasi RSUP Fatmawati terdiri dari : 1. Dewan Pengawas.

2. Direktur Utama membawahi :

a. Direktur Medik dan Keperawatan

b. Direktur Umum, Sumber Daya Manusia Dan Pendidikan c. Direktur Keuangan

I. Tim Farmasi dan Terapi

Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, RSUP Fatmawati membentuk Tim Farmasi dan Terapi yang didukung oleh tenaga-tenaga profesional di bidangnya.

1. Ketentuan Umum a. Keanggotaan

Tim Farmasi dan Terapi terdiri dari sekurang-kurangnya 3 Dokter, Apoteker (berkedudukan sebagai sekretaris) dan perawat. Untuk rumah sakit besar, tenaga Dokter bisa lebih dari 3 orang yang mewakili semua Staf Medik Fungsional (SMF) yang ada. Ketuanya adalah seorang Dokter yang dipilih dari Dokter yang ada dalam kepanitiaan, jika dalam rumah sakit tersebut memiliki seorang ahli Farmakologi Klinik maka sebagai ketua adalah ahli tersebut.

(48)

b. Pelaksanaan

Tim Farmasi dan Terapi harus mengadakan rapat secara teratur sedikitnya 2 bulan sekali. Segala sesuatu yang berhubungan dengan rapat diatur oleh sekretaris termasuk pengarsipan dan hasil-hasil dalam rapat tersebut. Dapat mengundang pakar-pakar dari dalam maupun dari luar rumah sakit sehingga dapat memberikan masukan bagi pengelolaan Tim Farmasi dan Terapi.

2. Tujuan

a. Penggunaan obat dan alat kesehatan (alkes) habis pakai rasional : 1) Tepat indikasi

2) Tepat pasien 3) Tepat obat 4) Tepat regimen

5) Waspada efek samping obat

b. Pengelolaan obat dan alkes habis pakai di rumah sakit dilakukan secara transparan.

c. Rumah sakit memperoleh pemasukan yang sesuai dari hasil pengelolaan obat dan alkes habis pakai di rumah sakit.

3. Tugas dan Kewajiban

a. Melaksanankan uji coba dan memberikan rekomendasi dalam pemilihan penggunaan obat-obatan dan alkes habis pakai.

b. Menyusun formularium yang menjadi dasar dalam pengunaan obat-obatan dan alkes habis pakai di rumah sakit dan apabila perlu dapat diadakan perubahan secara berkala.

c. Menyusun standar terapi secara bersama-sama dengan staf medik. d. Tim Farmasi dan Terapi RSUP Fatmawati melaksanakan pengawasan,

pengendalian, penatalaksanaan obat dan evaluasi penulisan resep serta pengkajian penggunaan obat generik dan alkes habis pakai bersama-sama dengan Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS).

Gambar

Tabel  III. 1 Kegiatan Farmasi dan Terapi
Gambar III.2. Struktur organisasi Instalasi Sterilisasi Sentral dan Binatu (ISSB) Kepala ISSB

Referensi

Dokumen terkait

Pemahaman siswa dapat diketahui diantaranya dengan melihat kemampuan mereka dalam menjawab pertanyaan atau soal matematika secara lisan yang diajukan oleh guru

Apa peran apoteker dalam Komite Farmasi dan Terapi (KFT), secara khusus dalam seleksi obat di Rumah Sakit Bethesda?.. Bagaimana pengelolaan perbekalan farmasi (obat,

Apa peran, fungsi, dan tanggung jawab apoteker dalam pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit Bethesda. Apa peran apoteker dalam Komite Farmasi dan Terapi (KFT),

Pertanyaan yang diajukan guru pada kegiatan refleksi dapat dijawab siswa secara lisan atau tulisan. Jika guru menginginkan siswa menulis jawaban pertanyaan refleksi, sebaiknya

Apoteker meningkatkan pemahaman dan dorongan kepada pasien untuk mematuhi terapi yang ditetapkan dokter dengan cara melakukan pekerjaan farmasi klinis, yaitu melakukan

Pertanyaan yang diajukan guru pada kegiatan refleksi dapat dijawab siswa secara lisan atau tulisan. Jika guru menginginkan siswa menulis jawaban pertanyaan refleksi, sebaiknya

pasien atas nama dokter lain, maka dokter tersebut harus yakin bahwa dirinya mampu menjawab secara penuh pertanyaan apapun yang diajukan pasien berkenaan dengan tindakan

Ujian diawali dengan pertanyaan ujian yang disampaikan secara lisan oleh Tim Penguji mengenai penguasaan mahasiswa terhadap ilmu farmasi yang telah didapat selama