• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Praktik Kerja Profesi Farmasi Rumah Sakit Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Laporan Praktik Kerja Profesi Farmasi Rumah Sakit Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Chapter III V"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

TINJAUAN KHUSUS RSUP H. ADAM MALIK

3.1. Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik

Berdasarkan kepmenkes nomor 335/Menkes/SK/VII/1990 tanggal 10 Juni 1990, RSUP H. Adam Malik ditetapkan sebagai rumah sakit kelas A. Sesuai dengan kepmenkes nomor 502/Menkes/SK/IX/1991 tanggal 17 Juni 1991, RSUP H. Adam Malik ditetapkan sebagai rumah sakit pendidikan dan juga sebagai pusat rujukan wilayah pembangunan A yang meliputi provinsi Sumatera Utara, Nanggroe Aceh Darussalam dan Riau.

3.1.1. Tugas dan Fungsi

Berdasarkan permenkes RI nomor 244/Menkes/Per/III/2008 tanggal 11 Maret 2008, RSUP H. Adam Malik bertugas menyelenggarakan upaya penyembuhan dan pemulihan secara paripurna, pendidikan dan pelatihan, penelitian, dan pengembangan secara serasi, terpadu dan berkesinambungan dengan upaya peningkatan kesehatan lainnya serta melaksanakan upaya rujukan.

(2)

3.1.2. Tujuan

Tujuan RSUP H. Adam Malik adalah:

a. Memberikan pelayanan yang bermutu yaitu cepat, tepat, nyaman, dan terjangkau serta sebagai tempat pendidikan dan penelitian

b. Terjangkaunya upaya kesehatan serta berdaya guna dan berhasil guna dan mengutamakan upaya penyembuhan, pemulihan, yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan

3.1.3. Visi dan Misi

Visi RSUP H. Adam Malik adalah menjadi pusat rujukan pelayanan kesehatan, pendidikan dan penelitian yang mandiri dan unggul di Sumatera tahun 2015.

Misi RSUP H. Adam Malik adalah:

a. Melaksanakan pelayanan kesehatan paripurna, bermutu dan terjangkau

b. Melaksanakan pendidikan, pelatihan serta penelitian kesehatan yang profesional

(3)

3.1.4. Motto

Motto RSUP H. Adam Malik adalah mengutamakan keselamatan pasien dengan pelayanan

P : Pelayanan cepat A : Akurat

T : Terjangkau E : Efisien N : Nyaman

3.1.5. Falsafah

Falsafah RSUP H. Adam Malik adalah memberikan pelayanan kesehatan kepada seluruh lapisan masyarakat secara profesional, efisien, dan efektif sesuai standar pelayanan yang bermutu.

3.1.6. Susunan Organisasi

(4)

3.2 Komite Farmasi Dan Terapi

KFT berperan penting karena semua kebijakan dan peraturan dalam mengelola dan menggunakan obat di seluruh unit di rumah sakit ditentukan dalam panitia ini, sehingga dengan keberadaan KFT dapat turut serta dalam menetapkan kebijakan-kebijakan mengenai pemilihan obat, penggunaan obat serta evaluasinya dalam bentuk formularium.

3.3 Formularium Rumah Sakit

RSUP. H. Adam Malik telah menerbitkan formularium pada tahun 2003, sebagai pedoman pembuatan formularium edisi pertama ini mengacu pada Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) tahun 2002. Kemudian formularium ini direvisi pada bulan Juli 2009 sehingga diterbitkanlah formularium edisi kedua, dimana pembuatan formularium ini mengacu pada DOEN tahun 2008. Formularium yang mutakhir merupakan salah satu syarat untuk menjadi rumah sakit umum kelas A, Sebagaimana tertulis dalam Permenkes RI No.085/Menkes/Per/I/1989 yang menyatakan bahwa rumah sakit umum kelas A dan B diharuskan memiliki formularium yang harus selalu dimutakhirkan dan direvisi secara periodik

3.4 Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Struktur organisasi berdasarkan surat keputusan direktur utama RSUP H. Adam

Malik nomor OT.01.01./IV.2.1./10281/2011 tentang struktur organisasi dan tata kerja

instalasi farmasi RSUP H. Adam Malik. Struktur organisasi instalasi farmasi RSUP H. Adam

(5)

Gambar 3.1. Struktur organisasi instalasi farmasi RSUP H. Adam Malik

3.4.1 Kepala Instalasi Farmasi

Kepala instalasi farmasi RSUP H. Adam Malik mempunyai tugas memimpin, menyelenggarakan, mengkoordinasi, merencanakan, mengawasi dan mengevaluasi seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian terhadap pasien, instalasi pelayanan dan instalasi penunjang lainnya di RSUP H. Adam Malik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dibantu oleh wakil kepala instalasi farmasi rumah sakit.

Direktur Umum dan Operasional

Ka. Instalasi Farmasi Wa. Ka. Instalasi Farmasi

(6)

3.4.2 Wakil Kepala Instalasi Farmasi

Wakil kepala instalasi farmasi RSUP H. Adam Malik mempunyai tugas membantu kepala instalasi farmasi dalam menyelenggarakan, mengkoordinasikan, merencanakan, mengawasi dan mengevaluasi seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian terhadap pasien, instalasi pelayanan dan instalasi penunjang lainnya di RSUP H. Adam Malik.

3.4.3 Tata Usaha Farmasi

Tata usaha farmasi berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada kepala instalasi farmasi yang mempunyai tugas membantu kepala instalasi farmasi dalam hal mengkoordinasikan kegiatan ketatausahaan, pelaporan, kerumahtanggaan, mengarsipkan surat masuk dan keluar, serta urusan kepegawaian kepala instalasi farmasi.

3.4.4 Kelompok Kerja

3.4.4.1 Pokja Perencanaan dan Evaluasi

Pokja perencanaan dan evaluasi dipimpin oleh seorang kepala yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada kepala instalasi farmasi RSUP H. Adam Malik. Pokja perencanaan dan evaluasi IFRS pada RSUP H. Adam Malik mempunyai tugas dimulai dari pemilihan, perencanaan, pengadaan, dan evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan.

(7)

3.4.4.2 Pokja Perbekalan

Pokja perbekalan dipimpin oleh seorang kepala yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada kepala instalasi farmasi RSUP H. Adam Malik. Instalasi farmasi RSUP H. Adam Malik memiliki 9 ruangan yang berfungsi sebagai gudang untuk menyimpan perbekalan farmasi yaitu ruang produksi, gudang bahan berbahaya dan mudah terbakar, ruang pembuatan akuades, gudang jamkesmas, gudang askes, gudang umum, gudang floorstock, gudang floorstock

Cathlab jantung/bedah jantung, dan ruang pengklaiman.Penyimpanan perbekalan

farmasi dilakukan dengan menggunakan prinsip first in first out (FIFO) dan first

expired first out (FEFO).

3.4.4.3 Pokja Farmasi Klinis

(8)

k. Pengkajian dan Pelayanan Resep

Pengkajian dan pelayanan resep untuk pasien rawat inap pada jam kerja pagi hingga sore hari dilakukan oleh depo farmasi. Permintaan perbekalan farmasi pada malam hari, perngkajian dan pelayanan resep akan dilakukan oleh apotek.

l. Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat

Penelusuran riwayat penggunaan obat dilakukan pada saat visite oleh farmasi klinis. Kriteria pasien yang ditelusuri riwayat penggunaan obatnya sesuai dengan kebijakan farmasi klinis. Data diperoleh dari wawancara dengan pasien/keluarga pasien dan data rekam medik.

m.Pelayanan lnformasi Obat (PIO)

PIO merupakan kegiatan dari farmasi klinis yang kegiatannya meliputi menjawab pertanyaan dan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat inap.

n. Konseling

(9)

o. Visite

Kegiatan visite di RSUP H. Adam Malik dilakukan oleh apoteker baik secara mandiri maupun bersama tim tenaga kesehatan untuk mengamati kondisi klinis pasien secara langsung, mengkaji masalah terkait obat, memantau terapi obat dan reaksi obat yang tidak dikehendaki, meningkatkan terapi obat rasional dan menyajikan informasi obat kepada dokter, pasien serta professional kesehatannya lainnya.

p. Pemantauan Terapi Obat (PTO)

Pemantauan terapi obat dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan efektivitas terapi dan meminimalkan risiko reaksi obat yang tidak dikehendaki Kegiatan ini meliputi pengumpulan data pasien, identifikasi masalah terkait obat, rekomendasi penyelesaian masalah terkait obat, pemantauan dan tindak lanjut. Seluruh kegiatan ini telah dilakukan bersamaan dengan visite.

q. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)

(10)

r. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)

Evaluasi penggunaan obat sudah dilakukan yaitu evaluasi penggunaan antibiotik dan penggunaan obat jantung yang berinteraksi dan efek samping yang ditimbulkan serta kesesuainnya dengan terapi.

s. Dispensing Sediaan Khusus

Dispensing sediaan khusus yang sudah dilakukan oleh pokja farmasi klinis adalah penanganan sediaan sitotoksik. Dispensing sediaan kemoterapi dilakukan untuk semua pasien di rumah sakit, kecuali obat kemoterapi intratekal dan obat kemoterapi untuk anak-anak.

t. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)

Pemantauan kadar obat dalam darah (PKOD) belum dilaksanakan oleh pokja

farmasi klinik.

3.4.4.4 Pokja Apotek I

Apotek I melaksanakan pelayanan kefarmasian untuk pasien askes rawat jalan, haemodialisa rawat jalan dan pasien umum hanya pada jam kerja (08.00-15.00), sedangkan di luar jam kerja pasien akan dilayani oleh apotek II.

3.4.4.5 Pokja Apotek II

(11)

3.4.4.6 Depo Farmasi Rindu A

Depo farmasi rindu A melayani kebutuhan obat dan alat kesehatan habis pakai untuk pasien jamkesmas dan askes yang ada di rindu A seperti A1 (penyakit

dalam wanita, AIDS, dan psikiatri), A2 (penyakit dalam pria), A3 (paru), A4 (bedah

syaraf, neurologi, dan stroke coroner), A5 (gigi, mulut, THT, mata, ruang

kemoterapi, dan VIP). Depo farmasi rindu A melayani pasien dengan sistem one

day dose dispensing untuk obat injeksi dan oral. Pengendalian obat-obat mahal

dilakukan dengan cara pengecekan dari status pasien, pencatatan tersendiri keluarnya obat serta pengembalian wadah bekas.

3.4.4.7 Depo Farmasi Rindu B

Depo farmasi rindu B melayani kebutuhan obat dan alat kesehatan habis pakai untuk pasien jamkesmas dan askes yang ada di ruangan rindu B seperti B1

(obstetric, ginekologi, anak dan perinatologi), B2 (bedah digesti, urologi, onkologi,

plastik, dan kardiovaskuler), B3 (ortopedi dan VIP). Depo farmasi rindu B

melayani pasien dengan sistem one day dose dispensing. 3.4.4.8 Depo Farmasi IBP dan IATI Lantai III

(12)

3.4.2 Depo Farmasi IGD

3.4.2.1 Struktur Organisasi Depo Farmasi IGD

SK Direktur Utama nomor OT.01.01./IV.14/1/2011 kepala depo farmasi IGD dipimpin oleh seorang kepala yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada kepala instalasi farmasi RSUP H. Adam Malik. Kepala depo farmasi IGD dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian untuk melaksanakan tugas farmasi dan kefarmasian.

3.4.2.2 Pelayanan Depo IGD

(13)

3.5 Instalasi Central Sterilized Supply Department (CSSD) 3.5.1 Struktur Organisasi

Struktur organisasi instalasi CSSD RSUP H. Adam Malik ditunjukkan pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2. Struktur organisasi instalasi central sterilized supply department (CSSD) RSUP H. Adam Malik.

3.5.2 Pelayanan CSSD

Pelayanan sterilisasi dimulai dari perencanaan, pengadaan, pencucian, pengemasan, pemberian tanda, proses sterilisasi, penyimpanan dan penyalurannya untuk memenuhi kebutuhan rumah sakit. CSSD dikepalai oleh seorang apoteker yang berada dibawah direktur umum dan operasional.

Kepala Instalasi CSSD Wa Ka. Instalasi

Tata Usaha

Pokja Pengemasan

Pokja Sterilisasi Pokja

Pencucian

(14)

3.6 Instalasi Gas Medis (IGM) 3.6.1 Organisasi IGM

Sesuai SK Direktur RSUP H. Adam Malik nomor OT.01.01.11.173 tentang instalasi gas medik, pada tanggal 26 Februari 2005 didirikan instalasi gas medik RSUP H. Adam Malik dengan pertimbangan bahwa gas medik merupakan hal vital di rumah sakit sehingga perlu dipersiapkan pelayanan gas medik yang baik, efektif dan efisien kepada pasien yang membutuhkannya.

Menurut Permenkes No. 244/Menkes/Per/III/2008 tentang organisasi dan tata kerja, instalasi gas medis adalah unit pelayanan struktural yang menyediakan fasilitas dan menyelenggarakan kegiatan pelayanan gas medis. Instalasi gas medik dikepalai oleh seorang apoteker yang berada dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada direktur umum dan operasional. Struktur organisasi IGM

Gambar 3. 3 Struktur organisasi instalasi gas medis RSUP H. Adam Malik Ka. Instalasi Gas Medis

Wa Ka. Instalasi Gas Medis

Tata Usaha Gas Medis

Pokja Perbekalan dan Pendistribusian Gas Medis

Pokja Pelayanan dan Pemantauan Penggunaan Gas Medis Direktur Umum dan

(15)

3.6.2 Pelayanan CSSD

Jenis-jenis gas medis yang digunakan dalam pelayanan kesehatan di RSUP H. Adam Malik meliputi oksigen (O2), dinitrogen monoksida (N2O), nitrogen (N2),

(16)

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Instalasi Farmasi 4.1.1 Struktur Organisasi

Berdasarkan surat keputusan direktur utama RSUP H. Adam Malik nomor

OT.01.01./IV.2.1./10281/2011 tentang struktur organisasi dan tata kerja instalasi farmasi

RSUP H. Adam Malik telah dijalankan sesuai SK yang berlaku untuk instalasi farmasi .

Berbeda dengan apa yang ditetapkan berdasarkan kepmenkes nomor

1197/Menkes/SK/X/2004 bahwa hanya ada 3 kelompok kerja besar yang langsung

dibawah kepala instalasi farmasi yaitu bagian perbekalan, management mutu dan

farmasi klinis. Management mutu dikerjakan oleh P2E yang mengarah kebagian produk.

Depo farmasi yang ada di RSUP H. Adam Malik sebaiknya langsung dibawah bidang

perbekalan (management mutu) bukan langsung dibawah kepala instalasi farmasi, agar

sesuai dengan kepmenkes nomor 1197/Menkes/SK/X/2004.

4.1.2 Pokja Farmasi Klinis

Pokja farmasi klinis dipimpin oleh seorang kepala yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada kepala instalasi farmasi RSUP H. Adam Malik. Pelayanan farmasi klinis meliputi:

u. Konseling

(17)

dikonseling terkadang tidak sesuai dengan kebijakan farmasi klinis yaitu pasien kardiovaskular, endokrin (diabetes), paru (tuberkulosis), dan pasien polifarmasi lainnya. Hal ini dikarenakan ketidakpatuhan pasien untuk mau diedukasi.

v. Visite

Kegiatan visite telah dilaksanakan pada pasien. Kunjungan ini berupa kunjungan mandiri . Kegiatan visite belum dilakukan secara optimal dan menyeluruh pada setiap pasien. Hal ini dikarenakan perbandingan jumlah pasien dengan apoteker belum sebanding yakni sesuai permenkes 1:30 , sehingga perlu dioptimalkan tenaga apoteker yang tersedia agar pelaksanaan visite dapat dilakukan menyeluruh dan rutin. Penelusuran riwayat penggunaan obat yang termasuk dalam kegiatan visite telah dilakukan oleh farmasi klinis.

w.Pemantauan Kadar Obat Dalam Darah (PKOD)

Pemantauan kadar obat dalam darah (PKOD) belum dilaksanakan oleh pokja

farmasi klinis. Hal ini dikarenakan jarak expired date reagen sangat sempit disamping

harganya yang mahal dan dokter juga tidak memintanya untuk diadakan.

4.1.3 Depo Farmasi Instalasi Gawat Darurat (IGD) 4.1.3.1 Struktur organisasi

Struktur organisasi dilakukan sesuai protap RSUP H. Adam Malik dipimpin opleh

seorang apoteker yang berpengalaman dan dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian. Depo

IGD terdapat 7 orang tenaga teknis (Asisten Apoteker) dan 1 apoteker, mereka dibagi

(18)

4.1.3.2 Sarana dan Prasarana

Hal yang menjadi kendala adalah fasilitas ruangan yang dimiliki depo IGD masih

kurang, hanya terdapat 2 ruangan kecil yang terdiri dari ; ukuran 2 m x 3 m dan 2 m x 4 m,

sehingga penyusunan obat dan pelaksaan adminstrasi yang terhambat oleh sempitnya

ruangan. Penyimpanan obat narkotik juga belum memadai sesuai dengan protap yang

ditetapkan pemerintah.

4.3.3.3 Pelayanan Depo IGD

Tugas dari farmasi adalah melayani pengadaan obat ke IGD secara aseptis dalam

kemasan siap pakai sesuai kebutuhan pasien oleh tenaga farmasi yang terlatih dan telah

dibekali pengetahuan tentang cara menanggulangi kecelakaan kerja.

- Perencanaan

Perencanaan dilakukan setelah melihat pemakaian perbekalan farmasi lebih kurang 6 bulan sebelumnya. Perencanaan dilakukan menggunakan metode konsumtif . Perencanaan tahunan berdasarkan pemakaian selama triwulan atau semester, di perkirakan untuk pemakaian selama 1 tahun ditambah 20%. Perencanaa diajukan ke Pokja Perencanaan dan evaluasi.

- Pengadaan

Pengadaan dilakukan dengan sistem pengamprahan dari gudang instlasi farmasi yang dilakukan dua kali dalam seminggu. Prosedurnya melakukan pengentrian data, barang diterima, lalu barang di entri kembali di pokja perbekalan farmasi.

(19)

Petugas Depo/Pokja menyimpan dan menyusun sediaan obat berdasarkan : Sifatnya ( obat thermolabil ), Obat Narkotika dalam lemari rahasia dan terkunci, Allphabet. Petugas pokja/depo menyusun Alkes berdasarkan: Jenisnya ( spuit, infus, needle ), Nomor/ukuran ( spuit 1 cc, 5 cc dll ). Petugas menyimpan dan menyusun obat berdasarkan FIFO dan FEFO, Penyimpanan harus memudahkan dalam pengeluaran exp.date, Penyimpan Perbekalan Farmasi yang rusak harus disimpan secara terpisah dan dilaporkan. Obat Hight Alert dan LASA harus dipisahkan, contohnya furosemid injeksi dan ranitidin injeksi.

- Pendistribusian

Pendistribusian yang dilakukan di Depo Farmasi IGD meliputi tiga hal, 1. Melayani pasien P3K

Biasanya pasien yang harus cepat dilakukan pertolongan pertama. Misalnya kecelakaan lalu lintas, kejadian luar biasa, atau pasien yang kekurangan cairan. Setelah itu, pasien di observasi selama 2 jam apakah pasien tersebut mendapat rawat lanjutan atau sudah diperbolehkan untuk pulang lalu diberikan obat pulang (PBJ).

2. Melayani Pasien Operasi

(20)

3. Melayani pasien HCU (High care Unit)

Pasien setelah dioprasi biasanya dirawat dulu di HCU IGD, maka Depo Farmasi IGD melayani pengadaan obat pada pasien tersebut. System pelayanan obat yang dilayani pada depo farmasi IGD adalah system unit dose dispensing. Hal ini dilakukan Karena pada IGD boisasanya pasien hanya sementara saja, bias saja terjadi sesuatu, midsalnya setelah dioprasi langsung dibawa ke ruang inap, atau pasien pulang, atau paasien meninggal dunia.

Penyimpanan obat IGD sudah tersusun rapi, penyusunan menurut jenis pasien, jamksesmas dan askes, obat-obat yang tidak tahan panas disimpan dalam lemari pendingin, tetapi lemari pendingin tidak memiliki pengontrol suhu yang ada diluar pintu. Penyusunan obat obat-obat LASA dipisahkan dengan jarak, dan dipisahkan antar lemari satu kelemari lainnya, hal ini menghindari terjadinya

medication error terkait dispensing.

4.1.3.3 Evaluasi Depo IGD

Pelaporan dilakukan setiap bulan. Pelaporan mencakup laporan mutasi narkotik,

laporan stok opname, laporan pemakaian obat generic, laporan kegiatan, laporan

(21)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

5.1.1 Struktur Organisasi Instalasi Farmasi

Pengelolaan struktur organisasi instalasi farmasi telah dijalankan sesuai denagn Sk Dirut no : OT.01.01./IV.2.1/10281/2011 dan dijalankan sesuai dengan tugas dan tanggung jawab masing-masing. Berbeda dengan apa yang di buat dalam kepmenkes nomor 1197/Menkes/SK/X/2004.

5.1.2 Pelayanan Instalasi Farmasi

Pengelolaan perbekalan farmasi di RSUP H. Adam Malik dimulai dari pemilihan perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, penghapusan, administrasi dan pelaporan serta evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan.

Peran apoteker di RSUP H. Adam Malik tidak hanya pada instalasi farmasi rumah sakit tetapi juga berperan serta pada komite farmasi dan terapi (KFT), program pengendali resistensi antibiotik (PPRA), berperan di instalasi CSSD dan instalasi gas medis.

5.1.3 Pokja Farmasi Klinis

(22)

dispensing sediaan khusus tellah dilaksakan dengan baik. Pemantauan kadar obat dalam daarah belum dilakukan.

5.1.3 Depo Farmasi IGD

Ruangan depo farmasi IGD, apotek dan gudang terlalu sempit, sehingga penyusunan dan penyimpanan obat dan alat kesehatan habis pakai tidak tepat. Ruangan kepala depo farmasi IGD belum tersedia. Penyimpanan perbekalan farmasi yang termolabil belum sepenuhnya memenuhi persyaratan. Penyimpanan narkotika dan psikotropika juga belum memenuhi persyaratan.

5.2Saran

1. Perlu peninjauan kembali kelayakan ruangan Pelayanan Informasi Obat sehingga memudahkan dalam pelayanan.

2. Perlu dilakukan pelatihan berkala dan mengupdate informasi terbaru tentang obat sehingga kemampuan apoteker tentang obat tidak menjadi substandar.

3. Sebaiknya ruangan depo farmasi IGD, apotek dan gudang diperluas dan tersedia ruangan kepala depo masing-masing.

(23)

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RIa. (2002). Keputusan Menkes RI No. 228/MENKES/SK/III/2002 tentang

Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit yang Wajib Dilaksanakan Daerah.

Depkes RIb. (2002). Keputusan Menkes RI No. 1439/MENKES/SK/XI/2002 tentang Penggunaan Gas Medis pada Sarana Pelayanan Kesehatan.

Depkes RI. (2004). Keputusan Menkes RI No. 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang

Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit.

Depkes RI. (2005). Peraturan Pemerintah RI No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum.

Depkes RIa. (2008). Peraturan Menkes RI No. 244/MENKES/PER/III/2008 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan.

Depkes RIa. (2009). c. Jakarta: Depkes RI.

Depkes RIb. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 tentang

Kesehatan.

Depkes RIc. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 tentang Rumah

Sakit.

Koentjoro, T. (2007). Regulasi Kesehatan di Indonesia. Yogyakarta: Penerbit ANDI. Halaman 7.

Siregar, C.J.P dan Amalia, L. (2004). Farmasi Rumah Sakit Teori dan Penerapan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Halaman 7, 13-15 dan 17-19. Surat Keputusan Direktur RSUP H. Adam Malik Medan No. OT. 01. 01. 11. 249

tentang Perubahan Organisasi dan Tata Kerja Instalasi Farmasi RSUP H.

Adam Malik Medan.

Surat Keputusan Direktur RSUP H. Adam Malik Medan No. OT. 01. 01. 11. 7934 tentang Penetapan Falsafah dan Tujuan Pelayanan farmasi Instalasi

Farmasi RSUP H. Adam Malik Medan.

Surat Keputusan Menteri Keuangan RI No. 214/KMK.05/2009 tentang Penetapan

(24)

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI RUMAH SAKIT

DI RSUP H. ADAM MALIK

Studi Kasus

CHF fc II/III ec CAD + DM Type II

Disusun Oleh:

Riwandi Yusuf, S.Farm. NIM 113202055

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(25)

DAFTAR ISI

Halaman JUDUL ... i DAFTAR ISI ... ii DAFTAR TABEL ... v RINGKASAN ... vii BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Tujuan ... 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4 2.1 Diabetes Melitus Tipe II ... 4 2.1.1 Definisi ... 4 2.1.2 Etiologi ... 4 2.1.3 Patofisiologi ... 7 2.1.4 Dasar-dasar pengobatan ... 8 2.1.5 Algoritma pengobatan ... 12 2.2 Congestive Heart Failure (CHF) ... 15 2.2.1 Definisi ... 15 2.2.2 Etiologi ... 16 2.2.3 Manifestasi Klinik ... 17 2.2.4 Diagnosa ... 17 2.2.5 Penanganan ... 18

(26)
(27)
(28)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Kesehatan merupakan aspek yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Saat ini banyak penyakit yang diderita tidak disebabkan oleh kuman atau bakteri, tetapi lebih disebabkan oleh kebiasaan atau pola hidup tidak sehat. Jantung koroner, kanker, stroke, diabetes, gigi keropos dan tekanan darah tinggi merupakan contoh dari penyakit-penyakit tersebut. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit

(preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan

(rehabilitatif), yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan

berkesinambungan. Konsep kesatuan upaya kesehatan ini menjadi pedoman dan

pegangan bagi semua fasilitas kesehatan di Indonesia termasuk rumah sakit.

Rumah sakit merupakan salah satu sarana kesehatan, fungsi utama

menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat penyembuhan dan pemulihan

bagi pasien (Depkes RI, 2006).

Tujuan pengkajian farmakoterapi adalah mendapatkan pertimbangan klinik yang dapat dipertanggungjawabkan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dengan risiko minimal. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu adanya perubahan paradigma pelayanan kefarmasian dari product oriented yang menuju kearah

pharmaceutical care. Fokus pelayanan kefarmasian bergeser dari kepedulian

(29)

pharmaceutical care dengan risiko yang minimal pada pasien dan petugas

kesehatan perlu penerapan manajemen risiko (Depkes RI, 2008).

Peranan dan tanggung jawab farmasi klinis yaitu untuk memastikan bahwa

obat yang diberikan kepada pasien berada pada kualitas dan standar. Semua obat

harus disimpan dengan aman dan sesuai dengan rekomendasi (baik di instalasi

farmasi maupun yang akan diberikan langsung pada pasien). Farmasi klinis juga

memiliki peran dalam memastikan bahwa semua penulisan resep obat adalah

rasional, berbasis bukti, dan tepat bagi individu. Farmasi klinis harus bertujuan

untuk memaksimalkan khasiat obat, meminimalkan toksisitas obat,

mempromosikan efektivitas biaya (cost-effectiveness) dan menghormati pilihan

pasien. Dalam kaitannya dengan pengelolaan resiko klinis (clinical risk

management), farmasis mempunyai tanggung jawab untuk melindungi pasien dari

bahaya yang tidak diharapkan akibat penggunaan obat yang tidak tepat. Farmasi

klinis juga mempunyai kewajiban untuk memantau efek obat terhadap pasien.

Untuk tujuan ini, diperlukan cek klinis yang teratur dan seksama pada semua

lembar daftar pemberian obat pasien rawat inap. Farmasis harus memperhatikan

semua pengobatan (baik yang diresepkan maupun yang dibeli sendiri) untuk semua

pasien.

(30)

1.2 Tujuan

Tujuan dilakukan studi kasus ini adalah:

a. Meningkatkan rasionalitas penggunaan obat di RSUP H. Adam Malik

b. Memberikan pemahaman dan motivasi kepada pasien untuk mematuhi terapi yang telah ditetapkan dokter

(31)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diabetes Melitus Type II 2.1.1 Definisi

Diabetes mellitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi

insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin (WHO, 1999).

2.1.2 Etiologi

(32)

Berbeda dengan DM Tipe 1, pada penderita DM Tipe 2, terutama yang berada pada tahap awal, umumnya dapat dideteksi jumlah insulin yang cukup di dalam darahnya, disamping kadar glukosa yang juga tinggi. Jadi, awal patofisiologis DM Tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin, tetapi karena sel-sel sasaran insulin gagal atau tak mampu merespon insulin secara normal. Keadaan ini lazim disebut sebagai “Resistensi Insulin”. Resistensi insulin banyak terjadi di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, antara lain sebagai akibat dari obesitas, gaya hidup kurang gerak (sedentary), dan penuaan. Disamping resistensi insulin, pada penderita DM Tipe 2 dapat juga timbul gangguan sekresi insulin dan produksi glukosa hepatik yang berlebihan.

Namun demikian, tidak terjadi pengrusakan sel-sel β Langerhans secara otoimun sebagaimana yang terjadi pada DM Tipe 1. Dengan demikian defisiensi fungsi insulin pada penderita DM Tipe 2 hanya bersifat relatif, tidak absolut.

(33)

penderita DM Tipe 2 umumnya ditemukan kedua faktor tersebut, yaitu resistensi insulin dan defisiensi insulin.

Berdasarkan uji toleransi glukosa oral, penderita DM Tipe 2 dapat dibagi menjadi 4 kelompok:

a. Kelompok yang hasil uji toleransi glukosanya normal

b. Kelompok yang hasil uji toleransi glukosanya abnormal, disebut juga Diabetes Kimia (Chemical Diabetes)

c. Kelompok yang menunjukkan hiperglikemia puasa minimal (kadar glukosa plasma puasa < 140 mg/dl)

d. Kelompok yang menunjukkan hiperglikemia puasa tinggi (kadar glukosa plasma puasa > 140 mg/dl).

(34)

2.1.3 Patofisiologi DM Type II

Dalam patofisiologi DM tipe 2 terdapat beberapa keadaan yang berperan yaitu 1. Resistensi insulin, 2. Disfungsi sel pankreas

Akhir-akhir ini banyak juga dibahas mengenai peran sel pankreas, amilin dan sebagainya. Resistensi insulin adalah keadaan dimana insulin tidak dapat bekerja optimal pada sel-sel targetnya seperti sel otot, sel lemak dan sel hepar. Keadaan resisten terhadap efek insulin menyebabkan sel pankreas mensekresi insulin dalam kuantitas yang lebih besar untuk mempertahankan homeostasis glukosa darah ,sehingga terjadi hiperinsulinemia kompensatoir untuk mempertahankan keadaan euglikemia. Pada fase tertentu dari perjalanan penyakit DM tipe 2, kadar glukosa darah mulai meningkat walaupun dikompensasi dengan hiperinsulinemia; disamping itu juga terjadi peningkatan asam lemak bebas dalam darah. Resistensi insulin adalah keadaan dimana insulin tidak dapat bekerja optimal pada sel-sel targetnya seperti sel otot, sel lemak dan sel hepar. Keadaan resisten terhadap efek insulin menyebabkan sel pankreas mensekresi insulin dalam kuantitas yang lebih besar untuk mempertahankan homeostasis glukosa darah ,sehingga terjadi hiperinsulinemia kompensatoir untuk mempertahankan keadaan euglikemia. Pada fase tertentu dari perjalanan penyakit DM tipe 2, kadar glukosa darah mulai meningkat walaupun dikompensasi dengan hiperinsulinemia; disamping itu juga terjadi peningkatan asam lemak bebas dalam darah.

(35)

2.1.4 Dasar – dasar pengobatan DM Type II

Resistensi insulin merupakan dasar dari diabetes tipe 2, dan kegagalan sel mulai terjadi sebelum berkembangnya diabetes yaitu dengan terjadinya ketidakseimbangan antara resistensi insulin dan sekresi insulin. Fungsi sel menurun sebesar kira-kira 20% pada saat terjadi intoleransi glukosa. Dengan demikian jelas bahwa pendekatan pengobatan diabetes tipe 2 harus memperbaiki resistensi insulin dan memperbaiki fungsi sel. Hal yang mendasar dalam pengelolaan Diabetes mellitus tipe 2 adalah perubahan pola hidup yaitu pola makan yang baik dan olah raga teratur.

Dengan atau tanpa terapi farmakologik, pola makan yang seimbang dan olah raga teratur (bila tidak ada kontraindikasi) tetap harus dijalankan.

Target glikemik

(36)

Diabetes Association) yang dibuat berdasarkan kepraktisan dan proyeksi penurunan kejadian komplikasi , yaitu HBA1C <7%.

Konsensus ini menyatakan bahwa kadar HBA1C 7% harus dianggap sebagai alarm untuk memulai atau mengubah terapi dengan gol HBA1C < 7%. Para ahli juga menyadari bahwa gol ini mungkin tidak tepat atau tidak praktis untuk pasien tertentu, dan penilaian klinik dengan mempertimbangkan potensi

keuntungan dan kerugian dari regimen yang lebih intensif perlu diaplikasikan pada setiap pasien. Faktor-faktor seperti harapan hidup, risiko hipoglikemia dan adanya CVD perlu menjadi pertimbangan pada setiap pasien sebelum

memberikan regimen terapi yang lebih intensif. Metformin

Efek utama metformin adalah menurunkan “hepatic glucose output” dan menurunkan kadar glukosa puasa. Monoterapi dengan metformin dapat menurunkan HBA1C sebesar ~ 1,5%. Pada umumnya metformin dapat ditolerir oleh pasien. Efek yang tidak diinginkan yang paling sering dikeluhkan adalah keluhan gastrointestinal. Monoterapi metformin jarang disertai dengan hipoglikemia; dan metformin dapat digunakan secara aman tanpa menyebabkan hipoglikemia pada prediabetes. Efek nonglikemik yang penting dari metformin adalah tidak menyebabkan penambahan berat badan atau menyebabkan panurunan berat badan sedikit. Disfungsi ginjal merupakan kontraindikasi untuk pemakaian metformin karena akan meningkatkan risiko asidosis laktik ; komplikasi ini jarang terjadi tetapi fatal.

Sulfonilurea

(37)

sekresi insulin. Dari segi efikasinya, sulfonylurea tidak berbeda dengan metformin, yaitu menurunkan HBA1C ~ 1,5%. Efek yang tidak diinginkan adalah hipoglikemia yang bisa berlangsung lama dan mengancam hidup. Episode hipoglikemia yang berat lebih sering terjadi pada orang tua. Risiko hipoglikemia lebih besar dengan chlorpropamide dan glibenklamid dibandingkan dengan sulfonylurea generasi kedua yang lain. Sulfonilurea sering menyebabkan penambahan berat badan ~ 2 kg. Kelebihan sulfonylurea dalam memperbaiki kadar glukosa darah sudah maksimal pada setengah dosis maksimal , dan dosis yang lebih tinggi sebaiknya dihindari.

Glinide

Seperti halnya sulfonylurea, glinide menstimulasi sekresi insulin akan tetapi golongan ini memiliki waktu paruh dalam sirkulasi yang lebih pendek dari pada sulfonylurea dan harus diminum dalam frekuensi yang lebih sering. Golongan glinide dapat merunkan HBA1C sebesar ~ 1,5 % Risiko peningkatan

berat badan pada glinide menyerupai sulfonylurea, akan tetapi risiko hipoglikemia nya lebih kecil.

Penghambat glukosidase

(38)

penelitian klinik, 25-45% partisipan menghentikan pemakaian obat ini karena efek samping tersebut.

Thiazolidinedione (TZD)

TZD bekerja meningkatkan sensitivitas otot, lemak dan hepar terhadap insulin baik endogen maupun exogen. Data mengenai efek TZD dalam menurunkan kadar glukosa darah pada pemakaian monoterapi adalah penurunan HBA1C sebesar 0,5-1,4 %. Efek samping yang paling sering dikeluhkan adalah penambahan berat badan dan retensi cairan sehingga terjadi edema perifer dan peningkatan kejadian gagal jantung kongestif.

Insulin

Insulin merupakan obat tertua iuntuk diabetes, paling efektif dalam menurunkan kadar glukosa darah. Bila digunakan dalam dosis adekuat, insulin dapat menurunkan setiap kadar HBA1C sampai mendekati target terapeutik. Tidak seperti obat antihiperglikemik lain, insulin tidak memiliki dosis maximal. Terapi insulin berkaitan dengan peningkatan berat badan dan hipoglikemia.

Dipeptidyl peptidase four inhibitor (DPP4 Inhibitor)

DPP-4 merupakan protein membran yang diexpresikan pada berbagai jaringan termasuk sel imun.DPP-4 Inhibitor adalah molekul kecil yang meningkatkan efek GLP-1 dan GIP yaitu meningkatkan “glucose- mediated

insulin secretion” dan mensupres sekresi glukagon. Penelitian klinik menunjukkan

bahwa DPP-4 Inhibitor menurunkan HBA1C sebesar 0,6-0,9 %.

2.1.5 Algoritme pengelolaan DM Type 2 menurut ADA/EASD

(39)

HBA1C < 7% dan mengubah intervensi secepat mungkin bila target glikekemik tidak tercapai.

Tier 1 : “well validated core therapy”

Intervensi ini merupakan cara yang terbaik dan paling efektif, serta merupakan strategi terapi yang “cost-effective” untuk mencapai target glikemik. Algoritme tier1 ini merupakan pilihan utama terapi pasien diabetes tipe 2.

Langkah pertama : Intervensi pola hidup dan metformin.

(40)

samping yang sedikit, dapat diterima oleh pasien dan harga yang relatif murah. Penambahan obat penurun glukosa darah yang lain harus dipertimbangkan bila terdapat hiperglikemia simtomatik persisten.

Langkah kedua : menambah obat kedua

Bila dengan intervensi pola hidup dan metformin dosis maksimal yang dapat ditolerir target glikemik tidak tercapai atau tidak dapat dipertahankan, sebaiknya ditambah obat lain setelah 2-3 bulan memulai pengobatan atau

setiap saat bila target HBA1C tidak tercapai. Bila terdapat kontraindikasi terhadap metformin atau pasien tidak dapat mentolerir metformin maka perlu diberikan obat lain. Konsensus menganjurkan penambahan insulin atau sulfonilurea . Yang menentukan obat mana yang dipilih adalah nilai HBA1C. Pasien dengan HBA1C > 8,5% atau dengan gejala klinik hiperglikemia sebaiknya diberi insulin;, dimulai dengan insulin basal (intermediate-acting atau long –acting). Tetapi banyak juga pasien DM tipe 2 yang baru masih memberi respons terhadap obat oral.

Langkah ketiga : penyesuaian lebih lajut

Bila intervensi pola hidup, metformin dan sulfonilurea atau insulin basal tidak menghasilkan target glikemia, maka langkah selanjutnya adalah mengintesifkan terapi insulin. Intensifikasi terapi insulin biasanya berupa berupa suntikan “short acting” atau “rapid acting” yang diberikan sebelum makan. Bila suntikan-suntikan insulin dimulai maka sekretagog insulin harus dihentikan. Tier 2 : less well-validated therapies

(41)

badan merupakan pertimbangan penting dan HBA1C mendekati target (<8%), exenatide merupakan pilihan. Bila inervensi ini tidak efektif dalam mencapai target HBA1C, atau pengobatan tersebut tidak dapat ditolerir oleh pasien, maka penambahan dengan sulfonilurea dapat dipertimbangkan. Alternatif lain adalah bahwa “tier 2intervention” dihentikan dan dimulai pemberian insulin basal.

Disamping pengobatan yang bertujuan mengendalikan glukosa darah, pada pasien DM tipe 2 perlu juga diperhatikan koreksi berbagai faktor risiko penyakit pembuluh darah yang sering terjadi pada resistensi insulin, hiperinsulinemia dan diabetes mellitus tipe 2 misalnya pengobatan hipertensi, koreksi

dislipidemia dan sebagainya. RINGKASAN

Panduan dan algoritme pengobatan dari ADA & EASD ini menyampaikan hal-hal berikut :

1. Mencapai dan mempertahankan kadar mendekati normoglikemia (HBA1C < (7%).

2. Terapi dimulai dengan intervensi pola hidup dan metformin

3. Bila target glikemik tidak tercapai atau tidak dapat dipertahankan maka ditambahkan obat-obat baru dan diubah jadi regimen baru.

4. Pada pasien yang tidak mencapai target glikemik maka diberikan terapi insulin secara lebih dini.

2.2 Congestive Heart Failure (CHF) 2.2.1 Definisi

(42)

(Corwin, 2008). Pada disfungsi sistolik, kerja memompa (kontraktilitas) dan

ejection fraction (EF) dari kerja jantung mengalami penurunan. Sedangkan pada

disfungsi diastolik, proses mengerasnya dan kehilangan kemampuan relaksasi otot jantung memiliki peranan yang penting dalam menurunkan keluaran jantung (cardiac output) (Katzung, 2007).

Gagal jantung kongestif merupakan kongesti sirkulasi akibat disfungsi miokardium. Tempat kongesti bergantung pada ventrikel yang terlibat. Infark miokardium mengganggu fungsi miokardium karena menyebabkan turunnya kekuatan kontraksi, menimbulkan abnormalitas gerakan dinding, dan mengubah daya kembang ruang jantung. Dengan berkurangnya kemampuan ventrikel kiri untuk mengosongkan diri, maka besar volume sekuncup berkurang sehingga volume sisa ventrikel meningkat. Hal ini menyebabkan peningkatan tekanan jantung sebelah kiri (Price and Wilson, 2005).

Penurunan volume sekuncup akan menimbulkan respon simpatis kompensatoris. Kecepatan denyut jantung dan kekuatan kontraksi meningkat untuk mempertahankan curah jantung. Pengurangan aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus akan meningkatkan pengaktifan sistem renin-angiotensin aldosteron, dengan terjadinya retensi natrium dan air oleh ginjal. Hal ini akan meningkatkan aliran balik vena (Soufer, 2005).

2.2.2 Etiologi

(43)

miokardium dapat menurun pada infark miokardium dan kardiomiopati (Price and Wilson, 2005).

Secara epidemiologi cukup penting untuk mengetahui penyebab dari gagal jantung, di negara berkembang penyakit arteri koroner dan hipertensi merupakan penyebab terbanyak sedangkan penyebab lain terbanyak adalah penyakit jantung katup (Mariyono dan Santoso, 2007).

New York Heart Association (NYHA) mengelompokkan gagal jantung

dalam 4 kelas fungsional berdasarkan jumlah aktivitas fisik yang diperlukan untuk menimbulkan gejala-gejalanya (Gunawan, 2007; SIGN, 2007). Pengelompokan gagal jantung menurut NYHA dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.2 Pengelompokan gagal jantung menurut NYHA Kelas Symptom

I Tidak ada limitasi aktivitas fisik, tidak timbul sesak napas, dan rasa lelah.

II

Sedikit limitasi aktivitas fisik, timbul rasa lelah dan sesak napas dengan aktivitas fisik biasa, tetapi nyaman sewaktu istirahat.

III

Aktivitas fisik sangat terbatas. Aktivitas fisik kurang dari biasa sudah menimbulkan gejala, tetapi nyaman sewaktu istirahat.

IV

Gejala-gejala sudah ada sewaktu istirahat, dan aktivitas sedikit saja akan memperberat gejala.

2.2.3 Manifestasi Klinik

(44)

a. Gejala dan tanda: dispnea, oliguria, lemah, lelah, pucat dan berat badan bertambah.

b. Auskultasi: ronki basah, bunyi jantung ketiga (akibat dilatasi jantung dan ketidaklenturan ventrikel waktu pengisian cepat).

c. EKG: takikardia

d. Radiografi dada: kardiomegali, kongesti vena pulmonalis (Price and Wilson, 2005).

2.2.4 Diagnosis

Secara klinis pada penderita gagal jantung dapat ditemukan gejala dan tanda seperti sesak nafas saat aktivitas, edema paru, peningkatan Jugular Venous

Pressure (JVP), hepatomegali, edema tungkai. Pemeriksaan penunjang yang dapat

dikerjakan untuk mendiagnosis adanya gagal jantung antara lain fotothorax, EKG 12 lead, ekokardiografi, pemeriksaan darah, pemeriksaan radionuklide, angiografi dan tes fungsi paru (Mariyono dan Santoso, 2007).

2.21.5 Penanganan

Target terapi gagal jantung kronik adalah meminimalisir hingga menghilangnya gejala, meningkatkan kualitas hidup, mengurangi angka rawat inap, memperlambat peningkatan keparahan penyakit, serta memperpanjang ketahanan (Sukandar, dkk., 2008). Prinsip manajemen terapi juga meliputi pengurangan beban kerja jantung, meningkatkan kinerja memompa jantung (kontraktilitas), dan juga mengontrol penggunaan garam (Andreoli, et. all., 1997).

(45)

terjadi. Obat sekarang telah dikembangkan baik untuk memperbaiki gejala, dan yang terpenting, memperpanjang kelangsungan hidup.

a. Angiotensin Converting Enzyme Inhibitors (ACEIs)

ACE inhibitor telah digunakan untuk pengobatan hipertensi selama lebih dari 20 tahun. Golongan obat ini juga telah dipelajari secara ekstensif dalam pengobatan gagal jantung kongestif. Obat-obat ini menghambat pembentukan angiotensin II, suatu hormon dengan efek yang berpotensi mempengaruhi jantung dan sirkulasi pada pasien gagal jantung. Penelitian yang dilakukan pada beberapa ribu pasien, obat ini telah menunjukkan peningkatan perbaikan gejala-gejala penyakit pada pasien, pencegahan kerusakan klinis, dan memperpanjang hidup. Selain itu, obat ini digunakan untuk mencegah perkembangan gagal jantung dan serangan jantung (Kulick, 2011).

Efek samping dari obat ini termasuk batuk kering yang mengganggu, hipotensi, memburuknya fungsi ginjal dan ketidakseimbangan elektrolit, dan jarang terjadi reaksi alergi. Ketika digunakan dengan hati-hati dengan pemantauan yang tepat, bagaimanapun, mayoritas individu dengan gagal jantung kongestif dapat mentolerir obat-obat ini tanpa masalah yang signifikan. Contoh inhibitor ACE meliputi: kaptopril, enalapril, lisinopril, benazepril dan ramipril (Kulick, 2011).

b. Angiotensin II Reseptor Blockers (ARBs)

Individu yang tidak mampu mentolerir dampak ACE inhibitors, dapat digunakan sebuah kelompok alternatif obat, yang disebut angiotensin receptor

blockers (ARBs). Obat ini bekerja pada jalur sirkulasi yang sama dengan inhibitor

(46)

batuk kering jarang dijumpai. Contoh golongan ini obat meliputi: losartan, candesartan, telmisartan, valsartan, irbesartan, dan olmesartan (Kulick, 2011).

c. Beta-blocker

Hormon-hormon tertentu, seperti epinefrin (adrenalin), norepinefrin, dan hormon serupa lainnya, bertindak pada reseptor beta pada berbagai jaringan tubuh dan menghasilkan efek stimulatif. Efek hormon ini pada reseptor beta di jantung adalah kontraksi yang lebih kuat dari otot jantung. Beta-blocker adalah obat yang menghalangi aksi hormon ini dengan menduduki reseptor beta dari jaringan tubuh. Karena diasumsikan bahwa menduduki reseptor beta dapat menekan fungsi dari jantung, beta-blocker secara tradisional tidak digunakan pada orang dengan gagal jantung kongestif (Kulick, 2011).

Penelitian telah menunjukkan manfaat klinis dari beta-blocker dalam meningkatkan fungsi jantung dan kelangsungan hidup pada individu dengan gagal jantung kongestif yang sedang menggunakan ACE inhibitors. Keberhasilan dalam menggunakan beta-blocker pada gagal jantung kongestif adalah dengan memulai dari dosis rendah dan kemudian meningkatkan dosis secara lambat (Kulick, 2011).

Efek samping yang mungkin termasuk retensi cairan, hipotensi, dan kelelahan serta pusing. Beta-blocker umumnya harus tidak digunakan pada orang dengan penyakit yang signifikan tertentu pada saluran napas (misalnya, asma, emfisema). Contoh golongan obat ini adalah bisoprolol, metoprolol, dan carvedilol (Kulick, 2011).

d. Glikosida jantung

(47)

(dekompensasi) untuk memperbaiki fungsi pompanya. Potensi efek samping termasuk: mual, muntah, gangguan irama jantung, disfungsi ginjal, dan kelainan elektrolit. Efek-efek samping umumnya timbul akibat dari toksisitas dalam darah dan dapat dimonitor dengan tes darah. Dosis glikosida jantung juga perlu disesuaikan pada pasien dengan gangguan ginjal yang signifikan (Gunawan, 2007).

e. Diuretik

Diuretik seringkali merupakan komponen penting dalam pengobatan gagal jantung kongestif untuk mencegah atau mengurangi gejala retensi cairan. Obat ini membantu mengurangi cairan di paru-paru dan jaringan lain dengan cara menyalurkan cairan melalui ginjal. Meskipun diuretik efektif dalam menghilangkan gejala seperti sesak napas dan pembengkakan kaki, diuretik belum menunjukkan untuk memberikan dampak positif pada kelangsungan hidup jangka panjang. Namun demikian, diuretik tetap kunci dalam mencegah memburuknya kondisi pasien. Bila diperlukan rawat inap, diuretik sering diberikan secara intravena karena absorbsi diuretik oral mungkin terganggu, ketika gagal jantung kongestif yang parah . Potensi efek samping diuretik meliputi dehidrasi, kelainan elektrolit, hipokalemia, gangguan pendengaran, dan hipotensi (Brunton and Parker, 2008).

(48)

f. Vasodilator

(49)

BAB III

PENATALAKSANAAN UMUM 3.1 Identitas Pasien

Nama : SD

No. RM : 00.51.21.38 Umur : 46 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki

Tanggal Lahir : 25 November 1965 Agama : Islam

Suku : Batak

Alamat : Dusun VIII kelurahan Kapias Batu Bara Berat Badan : 50 kg

Ruangan : Rindu B (CVCU) Kamar 218-3 Pembayaran : Jamkesmas

Tanggal Masuk : 23 April 2012 Tanggal Keluar : -

3.2 Ringkasan Pada Waktu Pasien Masuk RSUP. H. Adam Malik

(50)

dingin, mual, tetapi tidak muntah. Dalam 5 tahun terakhir ini pasien diketahui menderita Diabetes Tipe II dengan kadar gula darah pernah mencapai 410 mg/dl. Namun pasien tidak melakukan kontrol dan tidak minum obat dengan teratur.

Hasil pemeriksaan fisik yang dilakukan yaitu :

Sensorium : Compos mentis

Tekanan darah (TD) : 150/90

Heart Rate (HR) : 120 kali/menit Respiratory Rate (RR) : 36 kali/menit Temperatur (T) : 36,20C 3.3 Pemeriksaan

Selama dirawat di RSUP. H. Adam Malik, pasien telah menjalani beberapa pemeriksaan, seperti pemeriksaan fisik dan beberapa pemeriksaan laboratorium Patologi Klinik. Selain itu pasien juga menjalani pemeriksaan Radiologi seperti Foto Thoraks, juga pemeriksaan Elektrokardiografi (EKG) dan pemeriksaan Ekocardiografi.

3.3.1 Pemeriksaan Fisik

(51)

Tabel 3.1.Pemeriksaan Fisik Yang Dijalani Pasien Selama Dirawat di RSUP. H.

Sesak nafas, nyeri

dada

dapat tidur malam,

36,3-38,40 12-30 120/

27-04-12 Sesak nafas

berkurang,,namun

susah tidur

36,5 24 100/70 120

28-04-12 Tampak lemah 36,5 24 100/80 116

29-04-12 Bengkak pada kaki

belum berkurang

36 24 110/70 120

30-04-12 Badan lemah, sesak

nafas berkurang

dan tidur tidak

nyenyak

36 28 100/60 110

01-05-12 Susah BAB 36,5 24 100/60 102

02-05-12 Perut kembung,

(52)

04-05-12 Tampak lemah 36,5 24 110/70 88

05-05-12 Tampak lemah 37 24 100/60 88

3.3.2 Pemeriksaan Penunjang

Selama dirawat di RSUP. H. Adam Malik, pasien telah menjalani beberapa pemeriksaan penunjang, seperti pemeriksaan laboratorium (terlampir). Pemeriksaan foto thoraks, pemeriksaan EKG dan Ekokardiografi yang dapat di lihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 3.2. Hasil Pemeriksaan Foto Thoraks

Tanggal Pengamatan Kesimpulan

23-04-2012 Pinggang jantung mendatar, kongesti (+), infiltrat (+), kardiomegali (+), infiltrat (+)

Gagal jantung kongestif

Tabel 3.3. Hasil Pemeriksaan Elektrokardiografi (EKG)

Tanggal Pemeriksaan Kesimpulan

23-04-12 EKG CHF fc II-III

Tabel 3.4. Hasil Pemeriksaan Ekokardiografi

Tanggal Pengamatan Kesimpulan

23-04-12 Atrium kiri membesar, katub mitral regurgitasi moderate severe, katub aorta normal, dilatasi semua ruang jantung

(53)

3.4 Terapi

(54)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pasien masuk ke unit Rawat Inap Cardiovascular Care Unit RSUP. H. Adam Malik Medan pada 23 April 2012 pukul 09.00 setelah sebelumnya diperiksa di IGD. Pasien mengalami keluhan sesak nafas dan nyeri dada, hal ini sudah di alami pasien ± 2 minggu dan makin memberat dalam 3 hari ini. Kaki pasien juga membengkak ± 5 hari ini. Pasien mengeluh karena mengalami nyeri dada dan sudah dialami oleh pasien ± 10 bulan terakhir. Nyeri yang dirasakan seperti ditusuk-tusuk, timbul saat pasien beraktivitas sedang dengan durasi 5-10 menit dan hilang dengan istirahat. Penjalaran tembus sampai ke punggung. Pasien keringat dingin, mual, tetapi tidak muntah. Dalam 5 tahun terakhir ini pasien diketahui menderita Diabetes Tipe II dengan kadar gula darah pernah mencapai 410 mg/dl. Namun pasien tidak melakukan kontrol dan tidak minum obat dengan teratur. 4.1 Pembahasan Penggunaan Obat Tanggal 23-04-2012 s/d 30-04-2012

Berdasarkan pemeriksaan fisik dan laboratorium yang telah dilakukan, pada tanggal 23 april 2012 pasien didiagnosa mengalami CHF Fc II-III ec CAD, serta DM tipe II. Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien pada tanggal 24 April 2012 pada pukul 07.30 WIB secara subjektif, pasien mengalami sesak nafas disertai dengan nyeri dada. Pemeriksaan objektif yang dilakukan menunjukkan bahwa pasien dalam keadaan sadar (Compos mentis), tekanan darah pasien 120/70, Heart Rate (HR) pasien 120 kali/menit dan Respiratory Rate (RR) 24 kali/menit serta keadaan pasien tidak demam (afebris).

(55)

4.1.1 Pengkajian Tepat Pasien

Pengkajian tepat pasien di terapi berdasarkan hasil anamnesa dan hasil laboratorium pasien. Sesuia dengan hasil laboratorium Faal ginjal pasien normal yang dapat dilihat dari hasil test kreatinin (kreatinin normal untuk Laki-laki adalah: 0,7-1,5 mg/dl (Price, 2005). Kreatinin pasien: 1,01 mg/dl), tetapi kadar ureum pasien juga dalam keadaan tidak normal yang dapat dilihat dari hasil test (ureum normal : 10-50 mg/dl, dan ureum pasien adalah 66 mg/dl.

Berdasarkan hasil Lab yang didapatkan pada urine pasien Glukosa menunjukkan positif 1. Hal ini menunjukkan bahwa pasien menderita Diabetes. 4.1.2 Pengkajian Tepat Indikasi

(56)

membatasi vasokonstriksi paru. Jadi, pemberian O2 ini tepat indikasi untuk pasien yang menderita sesak nafas.

Kondisi tubuh pasien lemah, dan agak susah untuk mengkonsumsi makanan sehingga diberikan infus NaCl 0,9%. Cairan infus tersebut mengandung elektrolit yang merupakan bahan utama dalam terapi penggantian (terapi yang penting untuk menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh). Namun, pada kondisi pasien yang didiagnosa menderita gagal jantung, pemberian NaCl 0,9% yang mengandung garam ini harus diperhatikan, karena kelebihan garam dapat memperburuk gagal jantung yang diderita oleh pasien. Pemeriksaan tekanan darah pada pasien yaitu tanggal 23-04-2012 adalah 120/70 dan tanggal 24-04-2012 adalah 130/80 (normal 120/80), juga menjadi pertimbangan pemberian infus NaCl 0,9% pada pasien. Jadi, infus NaCl 0,9% ini sudah tepat indikasi untuk pasien.

Injeksi furosemid diindikasikan untuk mengobati udem yang berhubungan dengan gagal jantung kongestif. Furosemid diberikan untuk mengeluarkan air dan garam yang berlebihan dari dalam tubuh melalui urine, pembengkakan (udem) dan retensi air yang disebabkan karena berbagai masalah kesehatan yang berhubungan dengan penyakit jantung. Injeksi furosemid ini tepat indikasi untuk pasien yang menderita CHF yang disertai dengan udem.

KSR sebagai suplemen kalium diberikan untuk mengatasi hipokalemia akibat pemberian furosemide yang boros akan kalium (Tjay dan Rahardja, 2002). Berdasarkan hasil Laboratotium Patologi Klinis pada tanggal 23-04-2012 diperoleh kadar kalium sebesar 3,4 (Normal: 3,6-5,5). Jadi pemberian kalium sudah tepat indikasi.

(57)

2002). Vasodilator berguna untuk mengurangi preload dan afterload yang berlebihan. Dilatasi pembuluh darah vena menyebabkan berkurangnya preload jantung dengan meningkatkan kapasitas vena: dilator arterial menurunkan resistensi arteriol sistemik dan menurunkan afterload (Mycek, 2001). Jadi pemberian ISDN tepat indikasi.

Pemberian captopril diindikasikan untuk mengobati hipertensi oleh pasien yang berhubungan dengan gagal jantung kongestif. Kaptopril diberikan sebagai pengobatan hipertensi ringan sampai sedang dan hipertensi berat (Tatro, 2003). Kaptopril digunakan dalam pengobatan gagal jantung kongestif dimana mekanisme menghambat ACE pada pembentukan angiotensin II. Efek peniadaan angiotensin II adalah vasodilatasi sehingga tekanan darah akan menurun. Jadi pemberian kaptopril sudah tepat indikasi.

Aspilet dosis rendah diindikasi sebagai antiplatelet dan dapat juga berfungsi sebagai antikoagulan sehingga aliran darah menjadi lancar dan diindikasikan untuk penyakit dengan kecenderungan timbulnya tromboemboli, antara lain infark miokard, trombosis vena, emboli paru (Ganiswarna, 1995). Jadi pemberian aspilet tepat indikasi.

Clopidogrel sebagai antitrombotik diindikasikan untuk mencegah terjadinya penggumpalan darah. Karena pasien mengalami CHF yang disebabkan oleh PJK sehingga dengan pemberiaan clopidogrel menghindarkan berkembangnya trombi dengan jalan menghambat penggumpalannya (Tjay dan Raharja, 2002). Jadi pemberian tepat indikasi.

(58)

secara sub kutan ½ jam sebelum makan karena pada awal masuk sampai akhir pengamatan karena uji pemeriksaan kadar gula darah diatas normal dimana obat ini diberikan untuk menurunkan kadar glukosa dan Humulin N yang bekerja longacting tapi sebaiknya dikombinasi dengan antidiabetik oral yang biasa diberikan pada penderita DM tipe 2. Kontrol dengan diet dan pemberian insulin hari selanjutnya disesuaikan dengan kadar gula darah pasien. Jadi pemberiannya tepat indikasi.

4.1.3 Pengkajian Tepat Obat

Pemberian infus NaCl 0,9% sudah tepat karena kondisi tubuh pasien lemah. Cairan infus tersebut mengandung elektrolit yang merupakan bahan utama dalam terapi penggantian (terapi yang penting untuk menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit) dan terapi pemulihan (untuk mengurangi jumlah cairan yang hilang) (Dianne, 2005). Jadi pemberiannya tepat obat.

Pemberian Furosemid sudah tepat obat untuk pasien, yang merupakan diuretik untuk mengatasi udem pada CHF. Furosemid merupakan diuretik daerah lengkungan yang paling kuat menghalangi enzim-enzim di dalam loop dari henle yang bertanggung jawab terhadap penyerapan kembali air hingga 25% dan elektrolit dari air seni kembali ke peredaran darah (Jordan, 2008). Kerja furosemid adalah menginhibisi reabsorpsi natrium dan klorida pada jerat Henle menaik dan tubulus ginjal distal, selanjutnya meningkatkan ekskresi air, natrium, klorida magnesium dan kalsium (Depkes RI, 2007).

(59)

Aspilet diberikan untuk menghindari terbentuk dan berkembangnya trombi dengan jalan menghambat penggumpalannya akibat dinding pembuluh yang rusak. (Tjay dan Rahardja, 2002). Jadi pemberiannya tepat obat.

ISDN menurunkan efek kerja jantung melalui efek dilatasi pembuluh darah sistemik, akibatnya beban jantung dan konsumsi oksigen kurang sekaligus mengobati nyeri didada yang dirasakan oleh pasien (Tjay dan Rahardja, 2002). Jadi pemberiannya tepat obat.

Captopril sebagai Penghambat ACE diberikan untuk memperlebar (vasodilatasi) pembuluh darah perifer dan mengurangi preload dan afterload darah (beban darah sebelum dan sesudah mencapai jantung) dimana berfungsi untuk menurunkan tekanan darah pasien yang naik turun ataupun tekanan darah yang tidak normal karena pasien mengalami hipertensi (Evoy, 2004). Jadi pemberiannya tepat obat.

Clopidogrel diindikasikan untuk mencegah terjadinya penggumpalan darah. Karena pasien mengalami CHF yang disebabkan oleh PJK sehingga dengan pemberiaan clopidogrel menghindarkan berkembangnya trombi dengan jalan menghambat penggumpalannya (Tjay dan Raharja, 2002). Jadi pemberiannya tepat obat.

Pada pemberian injeksi Insulin Reguler dan Humlin N yang merupakan insulin untuk pasokan insulin tapi sebaiknya dikombinasi dengan antidiabetik oral yang biasa diberikan pada penderita DM tipe 2. Reguler insulin untuk antidiabetes karena insulin yang dihasilkan oleh sel beta pada pankreas tidak mencukupi (Tjay dan Rahardja, 2002). Jadi pemberiannya tepat obat.

(60)

Infus NaCl 0,9% mempunyai volume 500 ml/botol, dengan dosis yang diberikan kepada pasien pada hari pertama dan hari kedua 10 tetes/menit secara IV. Menurut buku Kalkulasi Farmasetik, dosis lazim NaCl 0,9% 2,5mL/kgBB/jam. Untuk pasien (BB= 60 kg) seharusnya mendapatkan 2,5 ml/kgBB/jam x 60 kg = 150 ml/jam, jadi seharusnya pasien mendapatkan 37,5 = 37 tetes/menit. Faktor tetesan 15 tetes/ml (Ansel, 2004). Namun karena kondisi pasien yang menderita CHF, dimana pasien harus membatasi konsumsi garam dan cairan, maka infus NaCl 0,9% yang diberikan memang sebaiknya tidak terlalu besar volume tetesannya. Jadi, dosis yang diberikan pada pasien sudah tepat.

Injeksi Furosemid memiliki volume 20 mg/ampul, diberikan secara IV kepada pasien dengan interval waktu pemberian 8 jam. Dosis lazim Furosemid untuk mengatasi udem diberikan IV/IM 20- 40 mg dua kali sehari. (Tatro, 2003; Mehta, 2006; Depkes RI, 2007). Pada hari pertama dan hari kedua diberikan 20 mg/8jam. Ini berarti dalam 1 hari pasien mendapatkan dosis 60mg/hari. Jadi pemberian dosis tidak tepat.

KSR dengan dosis 600 mg/tablet digunakan sebagai pengganti kalium yang hilang. Dosis lazim dewasa 600mg/hari (Aria, 2007). Jadi dosis KSR sudah tepat.

Dosis aspilet dengan Prevensi 30 – 100 mg satu kali sehari, pada jantung akut 75 – 160 mg satu kali sehari. Dosis Aspilet yang diberikan sudah tepat yaitu 80 mg satu kali sehari (Manajemen Farmasi UGM, 2006)

Dosis ISDN untuk penderita CHF dengan serangan akut yang diberikan secara sublingual tablet 5 mg. Menurut PIO Depkes 2007 untuk pasien yang usia lanjut harus diberikan dosis terendah. Jadi dosis sudah tepat.

(61)

pembatasan natrium, atau dengan gangguan renal (Manajemen Farmasi UGM, 2006). Dimana pada hari pertama dosis captopri adalah 6,26 mg dan hari kedua ditingkatkan menjadi 12,5 mg. Jadi dosis captoril sudah tepat.

Dosis lazim clopidogrel adalah 75 mg 1x 1 hari (Aria, 2007). Pamakaian clopidogrel pada pasien sudah tepat dosis dimana diberikan 75mg/hari dan sesuai dengan dosis lazim clopidogrel untuk orang dewasa. Jadi pemberiannya tepat dosis. Pemberian insulin reguler 10 IU 3 kali sehari dan humulin N 6 IU pada malam hari untuk mengatasi kadar gula darah pasien. Ketika dicek KGD pada tanggal pada Tanggal 23 April yang mana KGD N adalah 180 dan KGD 2 PP adalah 240 mg/dl. Ini menandakan Kadar gula darah pasien tinggi dan pemeriksaan urine pun positif 1.

4.1.5 Waspada Efek Samping dan Interaksi Obat

(62)

Tabel 4.1 Waspada Efek Samping dan Interaksi Obat

N O

Nama Obat/RM Efek Samping Interaksi obat

1. Furosemid

Dehidrasi,hipokalemia,hipotensi, (Knoben, 2002). Mengakibatkan gangguan kesetimbangan elektrolit dan air (Mutschler, 1991). Dapat juga menyebabkan kejang dan kaku otot,pusing, cemas,sakit

kepala,telinga

berdengging,pendarahan,penurunan berat badan (Evoy, 2004).

Interaksi obat – obat :

- Furosemide dengan Captopril Efek hipotensif dan/atau renal mengalami potensiasi oleh

hypovolemia, Kombinasi

dengan diuretik (furosemida) akan meningkatkan efek dari kaptopril, dimana diuretik akan membantu kerja dari kaptopril, akan tetapi menurunkan volume sirkulasi darah akibat peningkatan diuresis, mka perlu pemantauan keseimbangan elektrolit.

- Ceftriaxone meningkatkan nilai SGOT dan SGPT (Depkes RI, 2007)

- Furosemide dengan Aspilet Naiknya resiko terjadinya gangguan fungsi ginjal

- Kaptoril dengan KSR dapat menyebabkan hiperkalemia

Interaksi obat-hasil lab : -

Interaksi obat – makanan :

- Konsentrasi furosemid menurun dengan adanya makanan. ginseng (memperparah hipotensi), bawang putih (dapat

meningkatkan efek hipertensi),

- Merokok menurunkan konsentrasi Alprazolam absorpsi dari obat – obat anti diabetes.

2. KSR Mual, muntah, diare dan sakit

pinggang. ulkus pada saluran pencernaan, nyeri pada abdomen

3. Aspilet Rangsangan pada mukosa lambung

dengan resiko perdarahan

4 ISDN Nyeri kepala, hipotensi ortostatik,

refleks takikardia.

5. Captopril Proteinuria, peningkatan ureum dan

kreatinin, anemia, trombositopenia, hipotensi (MIMS, 2007)

6. Clopidogrel Sakit kepala, pusing, parestesia,

gangguan GI, gangguann hematologik, ruam kulit, pruritus (MIMS, 2007)

7. Ceftriaxone Gangguan GI, reaksi kulit,

hematologi, sakit kepala, pusing, reaksi anafilaktik (MIMS, 2007)

8. IR

Humulin N

Hipoglikemik, reaksi alergi, dan gangguan penglihatan

Retensi Natrium dan edema (MIMS, 2007)

10. Heparin Sakit kepala, pusing, parestesia,

(63)

4.1.6 Rekomendasi Untuk Dokter 4.1.6.1 Pengkajian

Kombinasi furosemida, kaptopril dan KSR sebelum diberikan sebaiknya dilakukan pemeriksaan kadar kalium dalam darah. Pengujian kadar kalium pasien tidak rutin dilakukan, dimana pada tanggal 24 April 2012 dilakukan dan taggal 25 April 2012 tidak dilakukan, padahal pasien menggunakan obat-obatan yang mempengaruhi kadar kalium dalam darah.

4.1.6.2 Perencanaan

Dilakukan uji kultur untuk menetapkan antibiotik yang tepat untuk mencegah kekebalan antimikrobial atau resistensi antibakteri dan mencapai efek terapi yang maksimal serta menghindari efek samping pengobatan yang tidak diinginkan.

Dilakukan pemantauan kadar kalium dalam darah secara rutin sebab pasien menggunakan obat-obatan seperti furosemide dan captopril.

4.1.7 Rekomendasi Untuk Perawat

(64)

Tabel 4.1 Rekomendasi Untuk Perawat

NO Nama Penyimpanan Pembuangan

1 IVFD NaCl 0,9% Disimpan pada suhu kamar,

terlindung dari cahaya dan kelembaban (Dianne, 2005).

Dibuang pada tong pembuangan rumah sakit.

2 Injeksi Furosemid Disimpan terhindar dari cahaya dan pada suhu kamar (Knoben, 2002). Jangan disimpan pada tempat pembekuan karena akan menyebabkan pengendapan kristal (Depkes RI, 2007)

Dibuang pada tong pembuangan rumah sakit.

3 KSR Disimpan pada suhu kamar

(Tatro, 2003).

Perawat mengingatkan pasien untuk membuang sisa bungkus obat pada tong pembuangan rumah sakit.

4 Aspilet Disimpan pada suhu kamar

(Tatro, 2003).

Dibuang pada tong pembuangan rumah sakit.

5 ISDN Simpan pada tempat kedap

udara, terhindar dari sinar matahari (Depkes RI, 2007)

Perawat mengingatkan pasien untuk membuang sisa bungkus obat pada tong pembuangan rumah sakit.

6 Captopril Sebaiknya diberikan 1 jam

sebelum makan, hindari kontak dengan cahaya langsung (Tatro, 2003).

Perawat mengingatkan pasien untuk membuang sisa bungkus obat pada tong pembuangan rumah sakit.

7 Clopidogrel Disimpan terlindung dari

cahaya (Depkes RI, 2007)

Perawat mengingatkan pasien untuk membuang sisa bungkus obat pada tong pembuangan rumah sakit.

8 Ceftriaxone Disimpan terlindung dari

cahaya (Depkes RI, 2007) Sebelum dilarutkan: disimpan pada suhu -20oC.

Pengambilan darah pasien

untuk pemeriksaan laboratorium dilakukan sebelum pemberian obat karena

ceftriaxone meningkatkan nilai SGOT dan SGPT.

Perawat mengingatkan pasien untuk membuang sisa bungkus obat pada tong pembuangan rumah sakit.

9 IR

Humulin N

Dihindari dari panas dan cahaya matahari langsung. Simpan ditempat kering dan tidak lembab.

Disimpan jauh dari jangkauan anak-anak

Dibuang pada tong pembuangan rumah sakit.

10 Heparin Disimpan terlindung dari

cahaya (Depkes RI, 2007)

(65)

4.1.8 Pelayanan Konseling, Informasi dan Edukasi Pasien

Pemahaman dan kepatuhan dalam menggunakan obat menjadi hal yang penting dalam mengoptimalkan terapi pasien. Seorang apoteker secara sistematik mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah pasien yang berkaitan dengan penggunaan obat melalui konseling, informasi obat dan edukasi kepada pasien. Konseling, informasi obat dan edukasi dapat dilihat pada tabel 4.1

Tabel 4.2 Konseling, Informasi, dan Edukasi Pasien

No. Nama Obat PIO

1. Furosemid - Jelaskan bahwa dengan pemberian furosemid, pasien akan

mengalami kelelahan selama seminggu pertama pengobatan

- Beritahukan bahwa urin yang keluar akan lebih banyak dan sering,ini membantu pengeluaran air dalam tubuh serta menurunkan tekanan darah

- Minum obat ini pada waktu yang sama setiap harinya ,jika mungkin janganlah dimakan sebelum tidur karena tidur akan terganggu dengan seringnya urinasi.

- Makanlah buah atau makanan yang mengandung kalium untuk mengganti kehilangan kalium yang banyak terbuang bersama urin (Depkes RI, 2007)

2. KSR - Minum obat bersamaan dengan makanan

- Jangan gunakan obat lain tanpa seizin dokter

- Katakan pada pasien untuk melaporkan pada dokter jika terjadi efek dsamping seperti diare, pusing, kulit memerah (Tatro, 2003).

3 Aspilet - Obat diminum setelah makan untuk menghindari terjadinya iritasi

lambung

- Beritahukan kepada pasien untuk menghindari sinar matahari langsung (Tatro, 2003).

4 ISDN Tablet ISDN digunakan dengan meletakkannya di bawah lidah dan

dihisap perlahan-lahan (Tatro, 2003).

5. Captopril Selama penggunaan obat captopril, efek samping berupa batuk

kering tidak perlu dikhawatirkan, akan hilang bila penggunaan obat dihentikan (Tatro, 2003).

6. Clopidogrel Obat diminum setelah makan untuk menghindari terjadinya iritasi

lambung

7. Ceftriaxone - Antibiotik harus dihabiskan

Obat ini memiliki efek samping seperti diare, mual dan muntah, sakit pada tempat suntikan, rash dan pruritus (Tatro, 2003; Depkes RI, 2007).

8. IR

Humulin N

- Pasien harus sering melakukan cek kadar gula darah

9. Heparin - Obat diminum setelah makan untuk menghindari terjadinya iritasi

lambung

(66)

4.2 Pembahasan Tanggal 01 s/d 05 mei 2012

Berdasarkan pemeriksaan fisik dan laboratorium yang telah dilakukan, pada tanggal 24 – 30 april 2012 pasien didiagnosa mengalami CHF Fc III – IV ec HHD, serta DM tipe II serta serta pasien didiagnosa mengalami infeksi berdasarkan hasil laboratorium kadar leukosit pasien mengalami peningkatan diatas normal. Pemeriksaan objektif yang dilakukan menunjukkan bahwa pasien dalam keadaan sadar (Compos mentis), tekanan darah pasien 100/70 dan tekanan darah pasien juga naik turun dimana pasien pernah mengalami hipotensi, Heart Rate (HR) pasien 80 kali/menit dan Respiratory Rate (RR) 26 kali/menit serta keadaan pasien tidak demam (afebris). nilai albumin dari pasien menunjukkan penurunan yaitu 2,8. Daftar obat-obat yang diberikan kepada pasien dari tanggal 01-05 Mei 2012 dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Gambar

Gambar 3.1.
Gambar 3.2.
Gambar 3. 3 Struktur organisasi instalasi gas medis RSUP H. Adam Malik
tabel 2
+7

Referensi

Dokumen terkait

Petunjuk: Anda diminta memberikan tanggapan yang terdapat pada kuesioner berikut, sesuai keadaan, pendapat atau perasaan diri sendiri dengan memberikan.. tanda

Nilai rata-rata tertinggi tingkat ke- sukaan panelis terhadap warna mi adalah pada mi formula F1 baik pada mi tanpa kuah maupun mi berkuah, dengan nilai

Split screen system digunakan untuk dapat melakukan navigasi, dimana pada layar monitor dibagi menjadi dua bagian untuk memvisualisasikan file-file pada media penyimpanan disk,

Hubungan Antara Pengetahuan dan Sikap Terhadap Kesehatan Reproduksi dengan Perilaku Seksual Pranikah pada Siswa Di SMA Negeri 14 Kota Semarang.. Modul Pelatihan

Program aplikasi ini dapat memproses transaksi penjualan, pembelian, retur penjualan, retur pembelian, pembayaran hutang, pembayaran piutang, pembuatan laporan keuangan

Keunggulan VAWT ( Vertikal Axis Wind Turbine ) tipe drag terhadap HAWT ( Horizontal Axis Wind Turbine ) yaitu, bentuk sudu yang sederhana, rendah noise, kerja pada

A study of 230 teachers and 573 junior and senior high school students in the province of Lampung, Indonesia was conducted for allegedly weak knowledge of teachers

menabung di perbankan syariah pada BRI Syariah Kantor Cabang Pembantu Ungaran. Dalam penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan mengolah data primer melalui