Dalam rangka mengetahui struktur pasar karet alam yang terbentuk dalam
perdagangan karet alam di pasar internasional, penting untuk mengetahui
besarnya penguasaan pasar oleh masing-masing negara eksportir. Penguasaan
pasar ini menggambarkan seberapa besar pengaruh perdagangan (dalam hal ini
ekspor) yang dilakukan suatu negara untuk komoditas tertentu terhadap
perdagangan dunia. Hasil perhitungan mengenai besarnya penguasaan pasar
komoditas karet alam dunia disajikan pada Lampiran 3.
Komoditas karet alam secara umum dikuasai oleh tiga eksportir utama,
yaitu Thailand, Indonesia, dan Malaysia. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai
pangsa pasar yang dikuasai oleh masing-masing negara tersebut, yang mana
penguasaan ketiganya memiliki nilai penguasaan terbesar dibandingkan dengan
negara lain dalam perdagangan internasional. Pada periode tahun 2001-2008, rata-
rata penguasaan pasar oleh Thailand, Indonesia, dan Malaysia masing-masing
sebesar 38, 26, dan 14%. Hal ini berarti sekitar 78% pasar karet alam internasional
dikuasai oleh ketiga negara tersebut.
Berdasarkan perhitungan yang dilakukan terhadap penguasaan pasar
negara eksportir tersebut, maka dapat dilihat trend perkembangan dalam pasar
karet alam negara eksportir utama sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar 7.
Gambar tersebut menunjukkan besaran perubahan penguasaan pasar eksportir
utama karet alam dari tahun ke tahun. Nilai yang diperoleh merupakan nilai
persentase penguasaan pasar dan pertumbuhan pasar masing-masing negara
78
Sumber: International Trade Statistics (diolah), 2010
Gambar 7. Penguasaan Pasar Eksportir Utama Karet Alam
Berdasarkan gambar tersebut, terlihat bahwa terjadi penurunan penguasaan
pasar oleh Thailand dan Malaysia sejak tahun 2004. Berbeda dengan kedua negara
tersebut, Indonesia perlahan-lahan mengalami peningkatan penguasaan pasar.
Peningkatan tersebut terjadi karena persentase pertumbuhan ekspor Indonesia
lebih besar dibandingkan persentase pertumbuhan dunia, di mana pertumbuhan
ekspor karet alam dunia, dalam periode tahun 2001-2008 sebesar 30%, dan
pertumbuhan ekspor karet alam Indonesia pada periode yang sama mencapai 35%.
Hal ini mengakibatkan terjadinya kenaikan terhadap penguasaan pasar. Penyebab
lain adalah pertumbuhan ekspor karet alam negara pesaing, yaitu Thailand dan
Malaysia lebih kecil dibandingkan dengan persentase pertumbuhan Indonesia dan
dunia, di mana rata-rata pertumbuhan Thailand dan Malaysia masing-masing
sebesar 27,5 dan 27%, sehingga mengakibatkan turunnya persentase penguasaan
pasar kedua negara ini terhadap penguasaan pasar secara global.
Pada tahun 2009, terlihat bahwa Indonesia mengalami penurunan
penguasaan pasar. Hal ini terjadi sebagai akibat dari menurunnya persentase
pertumbuhan ekspor karet alam dunia maupun yang terjadi pada masing-masing
negara sebagai akibat yang ditimbulkan oleh krisis global dan kebijakan yang
0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35 0,4 0,45 2000 2002 2004 2006 2008 2010 P a n g sa P a sa r Tahun Thailand Indonesia Malaysia
79 berlaku. Tahun 2009, ekspor karet alam yang terjadi baik pada persentase
pertumbuhan dunia, maupun yang terjadi pada masing-masing negara eksportir
mengalami pertumbuhan yang negatif. Indonesia bahkan mengalami penurunan
yang lebih besar jika dibandingkan dengan penurunan yang terjadi pada nilai
ekspor karet alam dunia dan Thailand, yaitu mencapai 46%, sementara penurunan
yang terjadi pada nilai ekspor karet alam dunia dan Thailand masing-masing
sebesar 43% dan 36%. Hal inilah yang kemudian berpengaruh terhadap
perhitungan penguasaan pangsa pasar Indonesia.
7.2. Herfindahl Index dan Concentration Ratio
Analisis struktur pasar karet alam di pasar internasional dianalisis secara
kuantitatif dengan melihat penguasaan pangsa pasar masing-masing produsen
karet alam. Alat analisis yang digunakan adalah Herfindahl Index dan
Concentration Ratio. Hasil perhitungan penguasaan pangsa pasar karet alam dari tahun 2001 hingga 2009 oleh tiga negara eksportir utama karet alam dunia
diperlihatkan pada Tabel 19.
Tabel 19. Hasil Perhitungan Herfindahl Index dan Concentration Ratio Negara Eksportir Karet Alam
Tahun Nilai HI Nilai CR
2001 0,2317 77,58 2002 0,2329 77,83 2003 0,2486 78,89 2004 0,2393 79,68 2005 0,2271 78,15 2006 0,2309 79,04 2007 0,2203 76,57 2008 0,2198 76,11 2009 0,2415 78,22 Rata-rata 0,2325 78,01
80 Herfindahl Indeks menggambarkan besar kecilnya usaha dalam suatu
industri yang menjadi indikator persaingan di antara pesaingnya. Nilai HI yang
didapatkan dari produsen karet alam bernilai rata-rata 0,23. Nilai tersebut
merupakan nilai yang mendekati nol yang mana menggambarkan industri yang
bersangkutan (dalam hal ini karet alam) cenderung ke pasar persaingan
(competitive market).
Penguasaan pasar yang terjadi pada usaha ini ditunjukkan dari nilai CR3
yang diperoleh, yang mana nilai ini merupakan penjumlahan dari pangsa pasar
tiga eksportir terbesar karet alam di pasar internasional. Karet alam dipasaran
internasional dalam kurun waktu 2001-2009 memiliki nilai CR3 rata-rata senilai
78% yang mana nilai tersebut menunjukkan kondisi pasar yang berbentuk
oligopoli. Nilai yang diperoleh tersebut menggambarkan bahwa 78% pangsa pasar
karet alam internasional dikuasai oleh tiga produsen terbesar, di mana dalam
kurun waktu itu Thailand, Indonesia dan Malaysia masing-masing menguasai
rata-rata 38, 26% dan 14% pangsa pasar karet alam internasional. Penguasaan
pasar tertinggi terjadi pada tahun 2004 di mana pangsa pasar yang dikuasai oleh
tiga produsen ini mencapai 79,68% dari pangsa pasar internasional, dimana
masing-masing negara produsen menguasai 39% oleh Thailand, 25% oleh
Indonesia dan 15% oleh Malaysia.
Berdasarkan pada hasil yang diperoleh dari perhitungan HI dan CR, maka
dapat dikatakan bahwa dalam kurun waktu 2001-2009 struktur pasar yang
dihadapi oleh ketiga negara ekportir utama karet alam di pasar internasional
cenderung ke arah persaingan yang berbentuk oligopoli. Tingginya nilai rasio
81 yang terkonsentrasi dengan jumlah produsen yang relatif sedikit. Keberadaan
kondisi ini juga memperlihatkan bahwa dalam perkembangannya terjadi
persaingan yang ketat antar produsen, karena tidak ada produsen yang secara
signifikan menguasai pasar.
Kondisi pasar yang demikian diperkuat dengan adanya penggabungan
produsen utama karet alam dalam suatu wadah yang dinamakan IRCo. Kebijakan
yang dibuat oleh IRCo dalam rangka mempertahankan kestabilan harga turut
berpengaruh terhadap penguatan stabilitas perdagangan karet alam dunia.
Meskipun demikian, secara umum persaingan industri karet alam di pasar
internasional belum menunjukkan persaingan yang ketat, sehingga Indonesia
masih memiliki peluang yang cukup besar untuk bersaing/meningkatkan daya
saingnya. Bentuk usaha yang dapat ditempuh untuk dapat meningkatkan daya
saing ini antara lain melalui promosi, peningkatan mutu, atau diferensiasi jenis
produk yang dijual, mengingat persaingan dalam bentuk oligopoli lazimnya
bersaing bukan dalam sistem harga melainkan lebih kepada kampanye komoditi
82