• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anak Usia Sekolah

2.4 Studi Fenomenologi

Riset fenomenologi didasarkan pada falsafah fenomenologi yang didukung oleh Edmen Husserl. Husserl menyatakan bahwa “makna” merupakan pengalaman pribadi yang dapat dibagikan atau disampaikan kepada orang lain secara objektif dan diambil intinya saja agar orang lain lebih dapat memahami. Seorang fenomenolog memiliki keyakinan bahwa kebenaran utama tentang realitas didasarkan pada pengalaman hidup seseorang. Penelitian fenomenologi berusaha untuk memahami respon seluruh manusia terhadap suatu hal atau sejumlah situasi (Polit & Beck, 2012).

Fenomenologi adalah suatu ilmu yang memiliki tujuan untuk menjelaskan fenomena dalam bentuk pengalaman hidup. Penggunaan desain penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi bertujuan untuk memperoleh data yang lebih komprehensif, mendalam, credible dan bermakna. Selain itu,

pendekatan fenomenologi ini bertujuan untuk memahami respon seluruh manusia terhadap suatu atau sejumlah peristiwa dan memberikan gambaran terhadap makna sebuah pengalaman yang dialami beberapa individu dalam situasi yang dialami. Pendekatan fenomenologi digunakan ketika sedikit sekali definisi atau konsep terhadap suatu fenomena yang akan diteliti. Fenomenologi berfokus pada apa yang dialami oleh manusia pada beberapa fenomena dan bagaimana mereka menafsirkan pengalaman tersebut. Penelitian dalam pandangan fenomenologis berusaha memahami arti peristiwa dan kaitannya terhadap orang-orang yang berada dalam situasi tertentu. Tujuan penelitian fenomenologi sepenuhnya adalah untuk menggambarkan pengalaman hidup dan persepsi yang muncul (Polit & Beck, 2012).

Didalam studi fenomenologi ini, hal-hal yang akan ditanyakan telah terstruktur, telah ditetapkan sebelumnya secara rinci(structured interview) antara peneliti dan partisipan dimana peneliti membantu partisipan untuk menggambarkan pengalaman hidupnya tanpa adanya suatu diskusi. Melalui perbincangan yang cukup dalam peneliti berusaha untuk menggali informasi sebanyak mungkin dari partisipan (Polit & Beck, 2012).

Dalam studi fenomenologi, jumlah partisipan yang terlibat tidaklah banyak. Jumlah partisipan dari penelitian ini adalah 10 orang atau lebih sedikit (Polit & Beck, 2012). Partisipan yang terlibat dalam penelitian akan dipilih dengan menggunakan teknik purposive sampling. Dalam hal ini, partisipan harus memenuhi kriteria-kriteria yang telah ditentukan oleh peneliti (Polit & Beck, 2012).

Hasil penelitian dalam studi fenomenologi diperoleh melalui proses analisis data. Fenomenologist dalam proses analisis data yang terkenal adalah Collaizi, Giorgi dan Van Kaam. Ketiga tokoh tersebut berpedoman pada filosofi Husserl yang mana fokus utamanya adalah mengetahui gambaran sebuah fenomena (Polit & Beck, 2012). Colaizzi (1978, dalam Polit & Beck 2012) menyatakan bahwa ada tujuh langkah yang harus dilalui untuk menganalisa data. Proses analisa tersebut meliputi: 1) membaca semua transkrip wawancara untuk mendapatkan perasaan mereka, 2) meninjau setiap transkrip dan menarik pernyataan yang signifikan, 3) menguraikan arti dari setiap pernyataan yang signifikan, 4) mengelompokkan makna-makna tersebut kedalam kelompok-kelompok tema, 5) mengintegrasikan hasil kedalam bentuk deskripsi, 6) memformulasikan deskripsi lengkap dari fenomena yang diteliti sebagai identifikasi pernyataan setegas mungkin, dan 7) memvalidasi apa yang telah ditemukan kepada partisipan sebagai tahap validasi akhir .

Menurut Lincoln & Guba (1985, dalam Polit & Beck 2012) untuk memperoleh hasil penelitian yang dapat dipercaya (trustworthiness) maka data divalidasi dengan beberapa kriteria, seperti Credibility, Confirmability, Dependability, dan. Transferability.

Credibility (uji tingkat kepercayaan) merupakan kriteria untuk memenuhi nilai kebenaran dari data dan informasi yang dikumpulkan dengan melakukan member checking dan prolonged engangement.

Confirmability pada penelitian ini dilakukan dengan memeriksa seluruh transkrip wawancara dan tabel analisis tema kepada ahli di kualitatif. Dalam hal ini dilakukan oleh pembimbing yang merupakan pakar penelitian kualitatif.

Kemudian peneliti menentukan tema dari hasil penelitian dalam bentuk matriks tema.

Dependability merupakan kriteria yang digunakan untuk menilai kualitas dari proses yang peneliti lakukan. Dalam penelitian ini, beberapa catatan yang dapat digunakan untuk menilai kualitas dari proses penelitian adalah data mentah yang diperoleh melalui pengumpulan transkrip-transkrip wawancara, hasil analisa data, membuat koding-koding (pengkodean), dan draft hasil laporan penelitian untuk menunjukkan adanya kesimpulan yang ditarik pada akhir penelitian.

Transferability mengacu pada sejauh mana hasil penelitian dapat

diterapkan dalam situasi atau kelompok yang lain. Kriteria ini digunakan untuk melihat bahwa hasil penelitian yang dilakukan dalam konteks (setting) tertentu dapat ditransfer ke subjek lain yang memiliki karakteristik yang sama.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Penyakit kronis merupakan suatu kondisi yang mempengaruhi fungsi sehari-hari dalam waktu lebih dari 3 bulan dalam setahun, yang menyebabkan hospitalisasi lebih dari 1 bulan dalam setahun, atau (pada saat didiagnosis) cendrung melakukan hospitalisasi (Wong, 2013). Penyakit kronis memiliki durasi yang telah berlangsung atau diperkirakan berlangsung setidaknya 6 bulan, memiliki pola kekambuhan, prognosis buruk, dan berdampak pada kualitas hidup individu (O'Halloran et al., 2004).

Penyakit kronis pada anak sangat mempengaruhi kualitas hidup dan perkembangan anak. Berdasarkan laporan Boyse et al.,(2012), anak dengan penyakit kronis akan lebih sering mengalami hospitalisasi, pengobatan dan kunjungan untuk pemeriksaan kesehatan dengan paramedis. Ada banyak penyakit kronis yang terjadi pada anak usia sekolah, seperti: gagal jantung bawaan, diabetes, short bowel syndrome, hemofilia, thalassemia, defisiensi imun, penyakit ginjal, cerebral palsy, tumor otak, demam rematik, leukimia dan asma (Wong, 2013).

Anak usia sekolah merupakan periode kehidupan antara usia 6-12 tahun memiliki berbagai macam label, dimana masing-masing label menggambarkan karakter penting pada setiap periode. Pertengahan tahun antara 6-12 tahun sering disebut sebagai usia sekolah. Periode ini dimulai dengan masuknya anak ke dalam lingkungan sekolah yang memiliki dampak yang signifikan terhadap perkembangan dan hubungan (Wong, 2013).

Tahapan tumbuh kembang anak usia sekolah meliputi pertumbuhan fisik, perkembangan motorik, perkembangan kognitif, dan perkembangan psikososial. Pertumbuhan fisik pada anak usia sekolah cenderung lambat dan relatif seragam sampai mulai terjadi perubahan-perubahan pubertas. Perkembangan motorik pada usia ini menjadi lebih halus dan lebih terkoordinasi dibandingkan dengan awal masa anak-anak seperti: berlari, meloncat, dan menjaga keseimbangan. Perkembangan kognitif pada usia ini mulai mempunyai kemampuan untuk membedakan apa yang tampak oleh mata dengan kenyataan sesungguhnya. Perkembangan psikososial anak dapat menghadapi dan menyelesaikan tugas atau perbuatan yang dapat membuahkan hasil (Wong, 2013).

Hospitalisasi adalah suatu keadaan krisis pada anak, saat anak sakit dan dirawat di rumah sakit. Keadaan ini terjadi karena anak berusaha untuk beradaptasi dengan lingkungan asing dan baru yaitu rumah sakit sehingga kondisi tersebut menjadi stressor bagi anak (Wong, 2013). Hospitalisasi dapat menyebabkan stress karena berbagai faktor yang berkaitan dengan stress perpisahan, perubahan rutinitas, kondisi tidak familiar dengan orang dan lingkungan sekitar, serta ketakutan akan nyeri yang berhubungan akan keadaan sakit dan pengobatannya (Boyse et al., 2012).

Di Indonesia prevalensi asma belum diketahui secara pasti, namun diperkirakan 2-5% penduduk Indonesia menderita asma. Hasil penelitian InternationalStudy on Asthma and Allergies in Childhood menunjukkan bahwa di Indonesia prevalensi penyakit asma meningkat dari 4,2% pada tahun 1995 menjadi 5,4% pada tahun 2003. DKI Jakarta memiliki prevalensi asma yang lebih

besar yaitu 7,5% pada tahun 2007. Angka kejadian asma pada anak sekitar 10-85%.

Pada anak usia sekolah leukimia yang terjadi pada umumnya Leukimia Limfositik Akut (LLA) dan Leukimia Mielositik Akut (LMA). Leukimia Limfositik Akut (LLA) pada anak 5 kali lebih sering terjadi dibanding dengan Leukimia Mielositik Akut (LMA) (Belson et al., 2007). Penelitian yang dilakukan di RSCM ditemukan bahwa leukimia merupakan jenis kanker yang paling banyak terjadi pada anak (30-40 %), tumor otak (10-15 %), kanker mata (10-12 %) pada anak. Sisanya, kanker jenis lain seperti kanker kelenjar getah bening, kanker saraf dan kanker ginjal. Di Indonesia insiden leukimia 2,5-4,0 % per 100.000 anak.

Penelitian yang dilakukan sebelumnya menunjukkan cukup tingginya angka kejadian penyakit kronis pada anak usia sekolah. Banyak dampak yang terjadi pada anak yang mengalami penyakit kronis, terutama akibat hospitalisasi, seperti stres, ketakutan, dan nyeri. Pengalaman anak yang mengalami penyakit kronis tersebut perlu dikaji untuk mengetahui apa yang terjadi pada anak dan apa yang dirasakannya terkait penyakit dan pengobatan yang diterimanya. Informasi tersebut sangat dibutuhkan untuk menentukan asuhan keperawatan yang tepat untuk anak. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk meneliti pengalaman anak dengan penyakit kronis.

Dokumen terkait