• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mutu bahan baku merupakan aspek penting yang harus diperhatikan karena mutu suatu produk pangan bergantung pada mutu input bahan bakunya. Mutu bahan baku yang baik akan menghasilkan produk pangan yang baik pula jika proses pengolahan dilakukan dengan baik dan benar.

Mutu produk keripik nangka dipengaruhi oleh tingkat kematangan bahan baku. Pada studi kelayakan ini bahan baku yang akan digunakan adalah buah nangka (Artocarpus heterophylus Lamk) segar yang telah/menjelang matang (tidak terlalu tua dan tidak terlalu muda). Pada umumnya buah nangka yang telah matang memiliki aroma yang cukup kuat dan rasa yang manis. Menurut Rukmanan (2008), buah nangka yang telah matang ditandai dengan durinya yang jarang dan bila dipukul-pukul dengan benda keras akan menimbulkan suara yang menggema serta timbul aroma khas. Menurut Taqi (1994), tingkat kematangan buah nangka dapat mempengaruhi mutu warna dan rasa keripik nangka yang dihasilkan. Nangka yang terlalu tua memiliki kadar gula yang tinggi sehingga jika digoreng akan menyebabkan warna produk akhir menjadi lebih gelap dibandingkan nangka yang masih muda. Sedangkan nangka yang terlalu muda memiliki tekstur keras dan rasanya tidak manis sehingga jika digoreng menjadi keripik nangka akan menghasilkan produk yang bermutu rendah baik dari segi cita rasa maupun tekstur. Selain itu tingkat penyerapan minyak pada proses penggorengan nangka muda lebih tinggi daripada nangka yang telah matang sehingga produk keripik nangka lebih mudah mengalami ketengikan.

Hasil wawancara dengan pemilik usaha keripik nangka Tafied Rona Chips, produsen keripik nangka di Kabupaten Kendal, bahwa mutu buah nangka diklasifikasikan menjadi empat golongan seperti yang tersaji pada tabel 8.

Tabel 8. Klasifikasi mutu buah nangka Kriteria

Golongan

KW I KW II KW III KW IV

Rasa Manis Manis Manis/tawar Manis/tawar

Warna Kuning/kuning keputihan Kuning/kuning keputihan Kuning/kuning keputihan Kuning/kuning keputihan

Ukuran Besar Sedang Kecil/sedang Kecil

Ketebalan daging

Dari tabel di atas, golongan buah yang memenuhi syarat yang baik untuk dijadikan keripik nangka adalah golongan KW I dan KW II. Perbedaan buah nangka KW I dan KW II adalah dalam hal ukuran. Ukuran buah merupakan aspek mutu yang perlu diperhatikan karena proses penggorengan dapat mempengaruhi mutu ukuran keripik nangka yang dihasilkan. Proses pengolahan keripik nangka (penggorengan vakum) dapat mengakibatkan penyusutan ukuran buah karena adanya proses perpindahan air dari dalam daging buah ke luar daging buah. Penggorengan bahan baku yang berukuran besar akan menghasilkan produk keripik nangka dengan besar ukuran yang ideal (tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil) serta penampakannya lebih menarik daripada keripik nangka yang dihasilkan dari bahan baku denagn ukuran lebih kecil.

Berdasar hasil pengamatan dan wawancara dengan Dinas Pertanian Kabupaten Semarang, pedagang nangka di pasar Bandungan, pasar Ambarawa, serta pemilik usaha keripik nangka Tafied Rona Chips, varietas nangka lokal yang banyak dijumpai di daerah kabupaten Semarang sebagian besar tergolong KW I dan KW II. Buah nangka yang banyak dijumpai di kabupaten Semarang mempunyai ciri-ciri berwarna kuning dengan panjang 7,5-15 cm, ketebalan daging buah 1-1,5 cm, dan kering (kandungan air relatif sedikit), serta memiliki rasa manis. Namun demikian, ada sebagian kecil buah nangka yang tergolong KW III dan KW IV. Buah nangka KW I dan KW II secara umum dapat dijumpai di setiap wilayah kecamatan di kabupaten Semarang.

Mutu buah nangka di Kabupaten Semarang lebih baik dibandingkan dengan mutu buah nangka di beberapa daerah sentra nangka lainnya seperti Kota Malang dan Kabupaten Batang. Menurut informasi yang diperoleh dari pemilik usaha keripik nangka Tafied Rona Chips, bahan baku keripik nangka di kota Malang sebagian besar termasuk golongan KW III dan IV. Total bahan baku dengan mutu KW III dan KW IV jumlahnya mencapai 60 % dari total bahan baku yang digunakan oleh seluruh industri keripik nangka di kota Malang. Sedangkan mutu buah nangka di kabupaten Batang sebagian besar tergolong KW III. Kelemahan mutu buah nangka di kabupaten Batang adalah kulit daging buahnya tipis. Keunggulan mutu bahan baku buah nangka yang berada di kabupaten Semarang mengindikasikan bahwa daerah ini berpotensi untuk menjadi sentra penghasil keripik nangka yang bermutu dan unggul di masa mendatang.

b.

Ketersediaan bahan baku

Kabupaten Semarang merupakan sentra penghasil nangka yang cukup besar. Data yang diperoleh dari Dinas Pertanian kabupaten Semarang pada tahun 2007-2008 (lampiran 5 dan 6) menunjukkan bahwa setiap kecamatan di daerah ini memiliki banyak pohon nangka dengan tingkat produktivitas yang berbeda antara kecamatan yang satu dengan kecamatan lainnya. Jumlah pohon nangka produktif pada tahun 2006 mencapai 71.964 pohon. Total panen buah nangka di kabupaten Semarang pada tahun 2007 mencapai 13.690 kwintal. Total panen buah nangka pada tahun berikutnya meningkat menjadi 17.593 kwintal (Lampiran 4 dan 5).

Informasi yang didapat dari hasil wawancara dengan beberapa pedagang di pasar Ambarawa dan pasar Bandungan menunjukkan bahwa konsumen utama buah nangka di wilayah kabupaten Semarang selama ini adalah masyarakat umum. Berdasar hasil wawancara dengan dinas Perindustrian kabupaten Semarang pada tahun 2010, diketahui bahwa di kabupaten Semarang belum ada industri besar pengolahan keripik nangka. Menurut pengumpul buah di pasar Ambarawa, buah nangka yang paling banyak permintaannya adalah yang bermutu KW III dan KW IV. Industri yang menyerap buah tersebut adalah industri kecil keripik nangka di kota Salatiga dan industri wingko babat di kota Semarang. Gambar 5 menunjukkan grafik ketersediaan buah nangka pada tahun 2007 dan 2008 yang disajikan setiap triwulan.

Buah nangka pada umumnya mengalami penurunan jumlah produksi secara drastis pada triwulan ke 2 (bulan April-Juni) setiap tahunnya. Dari gambar 5 dapat dilihat bahwa bahan baku mengalami puncak produksi pada triwulan ke 4 (bulan September- Desember), sedangkan ketika memasuki periode triwulan ke 2, bahan baku mulai mengalami kelangkaan di pasar karena jumlah produksi pada saat tersebut mengalami banyak penurunan.Kenyataan di lapangan mengindikasikan bahwa pada triwulan ke 2 buah nangka sangat sulit didapatkan. Pedagang dan pengumpul buah tidak bisa

memenuhi permintaan konsumen pada saat itu. Grafik ketersediaan bahan baku buah nangka di kabupaten Semarang pada tahun 2007 dan 2008 dapat dilihat pada gambar 5.

Gambar 5. Ketersediaan Buah Nangka di kabupaten Semarang pada tahun 2007- 2008

Menurut petani nangka di kabupaten Semarang, pohon nangka di kabupaten Semarang rata-rata memiliki umur 20-25 tahun. Pohon nangka masih mampu mengalami peningkatan produksi hingga mencapai puncaknya berumur 35 tahun. Ketika umur pohon menuju masa puncak produksi diperkirakan jumlah produksi buah mampu meningkat menjadi beberapa kali lipat. Dari gambar 5 terlihat bahwa Pada triwulan ke 4 tahun 2008, produksi nangka mengalami peningkatan produksi secara drastis dibandingkan pada triwulan 4 di tahun 2007. Hal ini menunjukkan bahwa pohon nangka sedang mengalami proses peningkatan menuju puncak produksi.

Berdasarkan informasi yang didapat dari dinas Pertanian Kabupaten Semarang menunjukkan bahwa jumlah populasi pohon nangka mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2007 dan 2008, penambahan penanaman pohon tercatat masing- masing sebanyak 882 pohon dan 767 pohon (lampiran 5 dan 6). Penambahan populasi pohon tersebut terjadi secara alami dan buatan. Penambahan secara alami terjadi ketika biji nangka terjatuh di tanah kemudian tumbuh menjadi pohon yang besar. Penambahan pohon secara buatan dilakukan oleh penduduk setempat yang sengaja menanam pohon nnagka di halaman rumah atau pekarangan kosong.

Data yang diperoleh dari dinas Pertanian Kabupaten Semarang pada tahun 2006 menunjukkan bahwa pohon nangka yang belum menghasilkan buah tercatat sebanyak 19.076 pohon. Umur pohon-pohon tersebut belum memasuki usia produktif. Diperkirakan pada beberapa tahun mendatang pohon tersebut sudah dapat diandalkan untuk menyuplai bahan baku industri.

Menurut hasil wawancara dengan Dinas Pertanian Kabupaten Semarang, sebanyak 70% produksi buah nangka pada tahun 2008 (12.315,1 kw) merupakan hasil produksi pohon nangka yang berasal dari biji (rata-rata usia 20-25 tahun). Dengan masa usia produktif pohon nangka yang dimulai pada tahun ke 10 serta diperkirakan jumlah produksi buah nangka mulai menurun ketika usia pohon mencapai 50 tahun, maka diperkirakan produksi buah nangka di kabupaten Semarang masih mencukupi untuk kebutuhan industri antara 25-30 tahun mendatang.

c.

Tata Niaga Bahan Baku

Buah nangka di kabupaten Semarang banyak dibudidayakan oleh masyarakat setempat. Selama ini sebagian besar produksi buah nangka di kabupaten ini berasal dari masyarakat setempat. Para pengumpul buah mengumpulkan buah nangka dari tiap pohon yang dimiliki warga di sana kemudian disalurkan lagi ke pedagang atau konsumen

4708 1218 2013 5751 6798 2017 5336 12424 0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 Triwulan 1 Triwulan 2 Triwulan 3 Triwulan 4 Triwulan 1 Triwulan 2 Triwulan 3 Triwulan 4 Jumla h Ba ha n ba k u ( Kwint a l ) 2007 2008

langsung. Hasil wawancara dengan salah seorang warga di kecamatan Bergas menunjukkan bahwa ada sebagian buah nangka milik penduduk yang tidak terdistribusi hingga ke pasar baik pada masa panen raya maupun pada bulan-bulan biasa. Hal itu diduga karena jumlah permintaan buah nangka lebih kecil dari jumlah ketersediaan buah nangka. Selain itu para pengumpul buah juga memiliki keterbatasan dalam mengumpulkan buah dikarenakan hingga saat ini belum ada masyarakat atau pihak lain yang mengelola kebun nangka dalam skala besar sehingga selama ini sebagian besar buah nangka merupakan hasil pengumpulan dari rumah ke rumah. Pengeluaran biaya yang tidak efektif untuk mengumpulkan buah berpotensi menghambat aliran tata niaga buah nangka dari petani/pemilik pohon nangka hingga ke konsumen.

Peran pengumpul buah nangka sangat penting untuk menunjang efektivitas pengumpulan bahan baku bagi industri. Dengan bekerja sama dengan para pengumpul bahan baku, maka industri dapat menghemat waktu dan biaya sehingga proses produksi nantinya dapat berjalan dengan lebih efektif. Untuk memaksimalkan pengumpulan bahan baku, hubungan kerja sama sebaiknya dilakukan dengan pengumpul buah di setiap kecamatan. Efektivitas pengumpulan bahan baku juga akan lebih baik jika industri bekerja sama dengan kelompok tani untuk mengantisipasi keterbatasan kinerja pengumpul dalam memasok bahan baku. Tata niaga buah nangka dapat dilihat pada gambar 6.

Gambar 6. Tata niaga buah nangka di kabupaten Semarang

Harga buah nangka dalam setahun cenderung mengalami fluktuasi tergantung oleh besarnya jumlah produksi buah. Pada masa panen raya yang terjadi pada periode bulan November hingga Januari, jumlah produksi buah nangka mengalami peningkatan lebih banyak dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya. Pada masa ini harga buah nangka mengalami penurunan harga secara drastis. Sebagai gambaran, pada tahun 2009, harga di tingkat pengumpul/petani (sudah termasuk biaya transportasi bahan baku) hanya berkisar rata-rata Rp 4.000,00/kg. Buah nangka mengalami penurunan jumlah produksi setelah masa panen raya yaitu pada bulan Maret hingga Mei. Pada saat itu buah nangka harganya mulai merangkak naik hingga menjadi rata-rata Rp 20.000,00/kg pada bulan Mei. Peningkatan harga tersebut sangat drastis karena buah nangka pada masa-masa itu mulai

Petani / Pemilik pohon nangka

Pengumpul Buah Nangka

Pedagang buah nangka

jarang ditemui sehingga hukum penawaran ekonomi berlaku. Pada bulan Juni hingga Agustus harga buah ini mengalami penurunan secara bertahap hingga menjadi rata-rata Rp 6.000,00/kg. Harga tersebut masih menurun kembali secara bertahap hingga menjadi rata-rata Rp 4.500,00/kg pada bulan Oktober. Kisaran perubahan harga buah buah nangka dalam setahun di tingkat pengumpul buah dapat dilihat pada gambar 7.

Gambar 7. Grafik pergerakan harga buah nangka di kabupaten Semarang pada tahun 2009

2.

Lokasi Industri

Lokasi industri pengolahan keripik nangka ditetapkan di kabupaten Semarang. Beberapa kecamatan di kabupaten Semarang yang dijadikan alternatif lokasi industri adalah kecamatan yang memiliki jumlah produksi nangka yang tinggi seperti terlihat pada tabel 9. Pemilihan lokasi industri yang dekat dengan bahan baku dimaksudkan untuk meminimumkan biaya transportasi bahan baku. Kedekatan lokasi industri dengan bahan baku juga dapat meminimalkan penurunan mutu bahan baku akibat benturan dan gesekan yang terjadi selama pengangkutan. Selain itu seluruh alternatif lokasi industri juga memiliki jarak yang dekat dengan pasar.

Tabel 9. Alternatif lokasi industri pengolahan keripik nangka

Kecamatan Letak Jarak dengan bahan baku dan pasar Kemiringan lahan (%) Rata-rata jumlah produksi nangka/tahun (Kw)*

Bergas Pinggir kota Dekat 0-8 1.963,5

Tengaran Pinggir kota Dekat 0-8 1.941

Sumowono Pinggir kota Dekat 8-40 2.856,5

Ungaran Barat Pusat kota Dekat 0-8 2.114

Ungaran Timur Pusat kota Dekat 0-8 1.593

*) Sumber : Dinas Pertanian kabupaten Semarang

Menurut Gastya (2009), pada tahun 2015, diprediksi perbandingan jumlah penduduk kabupaten Semarang yang tinggal di kota dengan di desa sebanyak 60% berbanding 40%, sehingga pendirian pabrik-pabrik, gudang-gudang, dan piranti pendukungnya harus dipindah ke pinggiran kota.

Pemilihan lokasi industri di area pinggiran kota (sub urban) juga disebabkan beberapa pertimbangan diantaranya adalah sudah tercukupinya daya listrik PLN, sarana jalan dan transportasi cukup baik, serta harga tanah relatif murah.

Diantara enam kecamatan yang dijadikan sebagai alternatif lokasi industri terdapat empat kecamatan yang memenuhi persyaratan tata kota yaitu kecamatan Bergas, Tengaran, dan Sumowono. Diantara kecamatan tersebut ditentukan kecamatan Bergas sebagai lokasi industri karena daerah tersebut memiliki kemiringan lahan yang sesuai untuk bangunan industri serta memiliki jumlah produksi nangka yang tinggi.

0 5000 10000 15000 20000

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

Rupiah/kg

3.

Sistem Produksi

Dewasa ini teknologi pembuatan keripik nangka di Indonesia telah ada dan tersebar ke masyarakat industri terutama di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Teknologi ini pertama kali dikembangkan oleh peneliti dari Universitas Brawijaya Malang sejak tahun 1993. Vacuum fryer terbaru hasil penelitian staf pengajar Universitas Brawijaya Malang adalah vacuum fryer tipe horizontal. Sistem pemvakuman mesin vacuum fryer tipe horizontal menggunakan water jet. Untuk memvakumkan ruang penggorengan, ejector menghisap uap air dalam tabung penggoreng sehingga menghasilkan efek sedotan (vakum) dalam tabung penggoreng. Uap air yang terhisap kemudian didinginkan di dalam kondensor.

Pada prinsipnya pembuatan keripik nangka dilakukan dengan menggoreng buah nangka segar dengan vacuum fryer selama kurang lebih 55-90 menit untuk kapasitas produksi 8-12 kg. Proses pemvakuman akan mengakibatkan penurunan tekanan pada ruang penggoreng sehingga titik didih air menurun. Hal ini menyebabkan kandungan air di dalam bahan baku dapat dikurangi pada suhu di bawah 1000 C. Proses pengeringan bahan pada suhu yang relatif rendah ini dapat mempertahankan mutu rasa, warna, dan aroma buah yang digoreng.

Saat ini, vacuum fryer juga telah diaplikasikan untuk membuat keripik buah yang lain seperti keripik salak, apel, nanas, dan sebagainya. Keripik salak kini telah menjadi produk unggulan di kabupaten Sleman. Sedangkan keripik apel sudah populer terlebih dahulu di kota Malang.

Teknologi vacuum fryer tipe horizontal banyak diaplikasikan oleh produsen mesin pembuat keripik buah sehingga mesin jenis ini telah banyak dijumpai di pasaran. Produsen yang menjual vacuum fryer tipe horizontal diantaranya adalah P.T. Agrowindo Sukses Abadi dan C.V. Agrindo Cipta Mandiri. Kedua produsen tersebut berasal dari kota Malang.

P.T. Agrowindo Sukses Abadi memproduksi vacuum fryer tipe PV-2, sedangkan C. V. Agrindo Cipta Mandiri memproduksi tipe VFC-10, dengan spesifikasi teknis dan harga seperti tercantum pada tabel 10.

Tabel 10. Spesifikasi mesin vacuum fryer

No Kriteria Jenis Mesin

VF-8 VFC-10 PV-2

1.

Kapasitas (kg masukan /

proses) 9 12 10

2 Lama proses (menit) 60-90 55-75 55-75

3 Bahan bakar LPG LPG LPG

4

Volume minyak goreng

(liter) 80 `104 80

5

Kebutuhan LPG

(Kg/jam) 0,3-0,75 0,6-0,7 0,3-0,35

6 Kebutuhan daya (watt) 1300 2600 1500

7 Dimensi total ( cm³ ) 182 x 122 x 135 244 x 125 x 125 182 x 122 x 135

8 Harga ( Rp ) 26.750.000 38.750.000 26.750.000

Berdasarkan pertimbangan keunggulan waktu proses yang lebih singkat, kebutuhan LPG/jam, serta harga, pada studi akan digunakan mesin tipe PV-2 produksi P.T. Agrowindo Sukses Abadi. Penggantian minyak goreng pada mesin ini dapat dilakukan setiap 130 kali proses karena proses pemvakuman ruang penggoreng dapat mencegah kerusakan minyak goreng yang disebabkan oleh proses oksidasi udara. Mesin vacuum fryer tipe PV-2 dapat dilihat pada gambar 8.

Gambar 8. Mesin vacuum fryer tipe PV-2

Pada proses penggorengan vakum keripik nangka, dari 10 kg daging buah nangka segar diperoleh keripik nangka sebanyak 2 kg. Neraca bahan keripik nangka dapat dilihat pada gambar 9.

Gambar 9. Neraca bahan keripik nangka

Tahapan proses pembuatan keripik nangka adalah sebagai berikut : 1. Proses Penanganan Bahan Baku

a. Sortasi

Proses sortasi merupakan salah satu proses penting yang menentukan mutu akhir produk. Syarat daging buah nangka yang baik untuk bahan baku adalah buah nangka harus berukuran besar, berwarna kuning cerah, serta tidak terlalu keras dan tidak terlalu lembek. Menurut Rukmana (2008), ciri-ciri fisik luar buah nangka yang layak dijadikan keripik nangka adalah bila kulitnya ditepuk-tepuk maka buah tersebut berbunyi nyaring berat. Buah nangka yang tidak terlalu tua dan tidak terlalu muda biasanya berumur 7 bulan setelah pembungaan atau 1 bulan sebelum matang. Proses sortasi memerlukan koordinasi dan kerjasama dengan para pengumpul buah nangka agar perusahaan bisa mendapatkan buah nangka yang sesuai dengan mutu yang telah dipersyaratkan.

b. Pencucian kulit dan pemisahan daging buah dari kulit

Pada proses ini, buah nangka dicuci terlebih dahulu dengan air sebelum kulit buah dibelah. Pencucian dilakukan untuk menghilangkan kotoran yang menempel pada kulit buah. Proses pencucian dapat mengurangi jumlah mikroba sehingga dapat meminimalisasi kotoran yang menempel pada pisau yang digunakan untuk membelah kulit . pada Buah Nangka

31,25 kg

Daging buah

nangka 10 kg Keripik nangka 2 kg Biji Air Kulit Dami Penggorengan vakum Minyak goreng

umumnya pisau tersebut mengalami kontak dengan sebagian daging buah nangka. Proses selanjutnya adalah pemisahan daging buah dengan kulit buah untuk mengeluarkan nyamplungnya ( buah nangka yang berisi satu biji ) dan membuang kulit serta daminya (rongga yang berisi nyamplung) ke tempat penampungan limbah. Seluruh pisau yang digunakan dalam proses ini disterelisasi menggunakan alkohol.

c. Pemisahan biji dan pembelahan

Bagian buah nangka yang diperlukan dalam pembuatan keripik nangka hanya daging buahnya, sehingga biji nangka dan selaput yang menyelimutinya harus dipisahkan . biji nangka dikeluarkan dari daging buah dengan cara membelah daging buah tersebut menjadi dua bagian. Pisau yang digunakan sebelumnya disterilisasi terlebih dahulu menggunakan alkohol.

d. Penimbangan daging buah

Pada proses ini, daging buah nangka yang telah diiris dimasukkan ke dalam baskom stainless steel yang telah dicuci bersih lalu ditimbang seberat 10 kg. Jarak waktu tiap batch antara proses penanganan bahan baku mulai pemisahan kulit nangka dari daging buah, pemisahan biji, pembelahan, dan penimbangan dengan waktu penggorengan tidak boleh terlalu lama karena jika bahan baku yang telah siap digoreng memiliki jarak waktu yang lama untuk digoreng maka bahan baku dimungkinkan dapat mengalami penurunan mutu. Penurunan mutu tersebut diantaranya adalah jumlah load mikroba semakin meningkat serta terjadi pelunakan pada bahan baku.

2. Penggorengan dan penirisan a. Penggorengan

Penggorengan dilakukan menggunakan vacuum fryer. Bahan yang digoreng seluruhnya terendam dalam minyak goreng (deep fat frying). Dengan deep fat frying dapat diperoleh hasil yang lezat dengan flavor yang enak dan mengurangi kadar air makanan sehingg memperpanjang umur simpan. Selain itu dengan cara penggorengan tersebut, dapat menghasilkan bahan makanan dengan sifat renyah (crispying). Minyak goreng yang digunakan adalah minyak goreng kemasan karena mutu minyak goreng dapat mempengaruhi mutu produk yang dihasilkan. Mutu minyak goreng dapat mempengaruhi mutu produk dalam hal unur simpan. b. Penirisan

Keripik nangka yang telah digoreng kemudian ditiriskan menggunakan spinner. Fungsi penirisan adalah menghilangkan sebagian minyak yang masih tersisa pada keripik nangka setelah proses penggorengan.

3. Proses penimbangan dan pengemasan produk a. Penimbangan dan pengemasan produk

Keripik nangka yang telah ditiriskan kemudian ditimbang seberat 100 gr dan selanjutnya dikemas dalam kemasan plastik PP ukuran 08 mikron. Pengisian keripik ke dalam kemasan dilakukan secara manual. Kemasan yang digunakan untuk keripik nangka ini adalah plastik transparan PP dengan ukuran ketebalan 08.

b. Penggudangan

Dalam perencanaan industri keripik nangka, aktivitas penggudangan dilakukan seminimal mugkin agar produk tidak mengalami penurunan mutu karena tersimpan lama di gudang.

Dalam kegiatan proses produksi keripik nangka, selain menggunakan vacuum fryer sebagai alat penggorengan juga dibutuhkan peralatan penunjang lainnya. Daftar peralatan lain yang diperlukan untuk menunjang kegiatan proses produksi keripik nangka dapat dilihat pada lampiran 9.

4.

Kebutuhan Bangunan dan Lahan

Berdasarkan pengamatan pada perusahaan keripik nangka Tafied Rona Chips di kabupaten Kendal, bangunan untuk industri keripik nangka yang dibutuhkan adalah bangunan permanen seluas 35 m². Dengan mempertimbangkan perkembangan usaha di masa mendatang maka dibutuhkan lahan seluas 105 m².

5.

Kebutuhan Tenaga Kerja

Untuk menjalankan usaha industri keripik nangka dengan kapasitas produksi 5 kg/batch, menurut pengamatan pada perusahaan keripik nangka Tafied Rona Chips. diperlukan sebanyak 4 orang termasuk manajemen perusahaan. Jika dilakukan produksi sebanyak 20 kg/batch per hari, maka dibutuhkan tambahan tenaga menjadi 11 orang. Tabel 11. Kebutuhan tenaga kerja industri pengolahan keripik nangka

Jabatan/fungsi Jumlah ( orang ) Gaji/orang/bulan (Rp)

Manajer 1 1.800.000

Penanganan bahan baku 4 950.000

Operator Vacuum fryer 2 950.000

Pengemasan 4 950.000

Jumlah 11 -

C.

Aspek Finansial

Analisis finansial pendirian industri keripik nangka dilakukan dengan menggunakan

Dokumen terkait