• Tidak ada hasil yang ditemukan

III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

3.1 Suaka Margasatwa Paliyan

Suaka Margasatwa (SM) Paliyan ditunjuk berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 171/Kpts-II/2000 tentang penunjukan kawasan hutan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kawasan ini merupakan alih fungsi dari kawasan hutan produksi petak 136 s/d 141 wilayah Bagian Daerah Hutan (BDH) Paliyan, dengan luas total 434, 60 ha. Topografi kawasan ini berbukit dengan kelerengan diatas 40%. Ketinggian kawasan antara 100-300 meter diatas permukaan laut (BKSDA Yogyakarta 2007). Secara administratif berada di dua kecamatan yaitu Kecamatan Paliyan dan Kecamatan Saptosari. Menurut Scmidth-Fergusson iklim di SM Paliyan termasuk tipe C dengan curah hujan rata-rata 1900 mm/ tahun dengan bulan kering antara 2-6 bulan dalam setahun (Nuryadi 2004).

Kondisi kawasan SM Paliyan pada awal penunjukan cukup memprihatinkan karena sekitar 80% kawasan ini dirambah oleh masyarakat sebagai areal perladangan. Perambahan dilakukan sejak kawasan ini masih berstatus hutan produksi dengan ± 600 petani penggarap. Masyarakat peladang sangat menggantungkan hidup dari hasil usaha mengolah lahan di kawasan SM Paliyan. Rehabilitasi lahan pernah dilakukan di kawasan SM Paliyan, namun tidak berhasil karena sebagian besar tanaman rehabilitasi mati. Disamping itu hasil yang diupayakan dari rehabilitasi berupa kayu, sedangkan masyarakat tidak diperbolehkan mengambil hasil kayu tersebut, hal ini dapat menjadi salah satu penyebab hilangnya penghasilan masyarakat sekitar kawasan SM Paliyan (Balai KSDA Yogyakarta 2005).

17 Sesudah penetapan kawasan SM Paliyan, kegiatan yang dilakukan di kawasan ini adalah kegiatan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL) tahun 2003 dan 2004 di petak 137 dan 138. Selain melalui GNRHL, rehabilitasi kawasan kawasan ini selain itu ada kegiatan rehabilitasi lahan kritis, juga dilakukan penanaman melalui program hibah oleh PT Mitsui Sumitomo Insurance dengan jenis tanaman pokok buah-buahan. Program rehabilitasi ini dilakukan mulai tahun 2005 s/d tahun 2010/2011. Wilayah area yang direhabilitasi direncanakan seluruhnya kecuali beberapa areal yang sudah ada tanaman kayu-kayuannya yaitu tanaman GNRHL di petak 137 dan 138 serta tanaman sisa dari penjarahan (BKSDA Yogyakarta 2007).

Tanah

Tanah SM Paliyan terbentuk dan berkembang pada batuan induk batu gamping/batu kapur yang berasal dari formasi Wonosari, Oyo dan Kepek. Jenis tanah Mediteran, Grumusol, Litosol, dan Rendzina merupakan tanah yang dominan dijumpai di kawasan SM Paliyan. Pada umumnya tanah ini bersifat alkali (Alkaline Soils) (BKSDA Yogyakarta 2007).

Fisiografi dan Topografi

Mengacu pada hasil penelitian Van Bemmelen (Balai KSDA Yogyakarta 2005), Suaka Margasatwa Paliyan tercakup dalam kategori Gunung Sewu (Pegunungan Seribu), yang secara geomorfologik daerah ini disebut dengan topografi karst. Ekosistem karst SM Paliyan merupakan ekosistem yang unik ditinjau dari aspek fisik, biotik dan sosial masyarakatnya. Keunikan bentang alam karst ditandai oleh ciri-ciri spesifik yang ada seperti ciri permukaan (lembah kering, telaga, pola aliran yang masuk dalam tanah) dan ciri bawah permukaan seperti (sungai bawah tanah, goa, dan ornamennya serta kehidupan yang ada). Bentang alam karst dapat berkembang dengan baik akibat kerja proses solusi di bawah kontrol iklim. Aspek iklim sangat menentukan pembentukan ekosistem karst. Karakteristik hujan, temperatur, kelembaban mempengaruhi laju proses solusi yang bekerja pada batuan yang bersifat mudah terlarut (soluble rock). Proses solusional dapat disebabkan oleh : air hujan, aliran permukaan, perkolasi,

18 aliran sungai bawah tanah dan kerja ombak. Dari aspek hidrologis air permukaan terdapat pada dolin, uvala, dan polye, sedangkan air tanah terkontrol oleh sistem goa dan sungai bawah tanah. Patahan dan sistem rekahan dapat menghasilkan mata air (Balai KSDA Yogyakarta 2007).

Hidrologi

Air permukaan yang dijumpai di kawasan ini adalah sungai dan telaga. Sungai-sungai yang ada merupakan bagian dan sistem Sungai Oyo yang bersifat musiman (intermittent). Sedangkan telaga yang dijumpai umumnya bersifat semi permanen, artinya pada musim kering volumenya sangat kecil atau bahkan kebanyakan pada musim kering yang panjang, airnya kering. Kawasan SM Paliyan merupakan bagian dari sub daerah aliran Sungai Oya. Aliran permukaan dari kawasan ini mengalir melalui Sungai Asat dan Sungai Ares. Kedua sungai ini bermuara di Sungai Oya (BKSDA Yogyakarta 2007).

Fauna

Satwa utama di SM Paliyan adalah monyet ekor panjang M. fascicularis. Keberadaan satwa ini sering dianggap sebagai pengganggu bagi masyarakat yang ada di sekitar kawasan. Berdasar persepsi masyarakat setempat/ penduduk di sekitar hutan, monyet ekor panjang dianggap sebagai binatang hama pertanian karena sering merusak tanah pertanian milik penduduk. Kawanan monyet ekor panjang sering menyerang daerah pertanian yang berada di pinggir hutan, memakan tanaman apa saja, bahkan pada musim kering makan beberapa bagian dari tanaman keras seperti buah kapuk randu dan buah-buah yang tidak lazim dimakan manusia. Tanaman yang tidak disukai seperti cabe, tembakau, tidak dimakan tetapi dirusak seperti dipatahkan rantingnya atau dikupas batangnya (Djuwantoko 1998). Tidak jarang kawanan ini juga masuk ke rumah penduduk atau tempat jaga ladang dan mencuri makanan serta minuman yang ada.

Menurut informasi masyarakat, jumlah monyet ekor panjang di kawasan ini tergolong besar. Untuk jumlah secara pasti belum diketahui, karena sifat satwa ini yang hidup berkoloni, pindah-pindah, dan kemunculannya pada pagi hari menjelang subuh atau pada sore hari menjelang maghrib, disamping juga peka

19 terhadap kehadiran manusia, sehingga populasi satwa ini sulit untuk dihitung (BKSDA Yogyakarta 2007).

Di kawasan SM Paliyan ditemukan 20 spesies burung yang tergabung dalam 14 famili, terbagi dalam lima spesies frugivorous-insectivorous, duabelas spesies

insectivorous, dan dua spesies nectarinivorous serta satu jenis carnivorous.

Adapun jenis-jenis burung yang mempunyai kepadatan populasi tertinggi yaitu : kutilang (14,6 individu/ha), pentet/bentet kelabu (10,8 individu/ha), Olive backed

sunbird (5 individu/ha) dan tekukur dengan kepadatan 4,7 individu/ha. Dari empat

jenis yang dominan tersebut, terdapat dua jenis burung yang sangat mendominasi yaitu kutilang dan pentet/bentet kelabu. Kedua spesies ini adalah pemakan buah dan pemakan serangga (BKSDA Yogyakarta 2007).

Untuk jenis serangga, pada semua lokasi di SM Paliyan, Formicidae (semut) merupakan taksa yang dominan. Presentase Formicidae berkisar antara 46 – 86% dari total serangga. Fungsi semut dalam ekosistem cukup beragam ada yang berfungsi sebagai predator, scavenger, decomposer dan pemakan tumbuhan Disamping itu, di kawasan ini terdapat taksa Carabidae dan taksa Isoptera (rayap). Jumlah individu taksa ini cukup melimpah. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh banyaknya tonggak-tonggak kayu yang juga merupakan sumber makanan dan

breeding site bagi taksa Isoptera. Isoptera merupakan dekomposer yang penting di

daerah tropik. Serangga predator yang banyak terdapat juga di SM Paliyan adalah famili Staphylinidae. Habitat serangga ini adalah seresah hutan, rekahan kulit pohon dan ada yang bersifat parisitik (BKSDA Yogyakarta 2007).

Flora

Jenis pohon yang ada di SM Paliyan terdiri dari Jati dan Sono Keling yang merupakan tanaman GNRHL, sedangkan tanaman hasil rehabilitasi oleh PT Sumitomo Forestry Co.Ltd antara lain asam jawa, duwet, flamboyan, gamal, jambu kluthuk, johar, lamtoro, mahoni, mangga, melinjo, mete, mimbo, nangka, petai, saga, secang, sirsak, srikaya, tayuman, turi, waru, sawo, pace, dan jambu air (BKSDA Yogyakarta 2007). Saat ini pertumbuhan tanaman ini cukup berhasil dan telah mencapai tingkat tiang dengan ketinggian rata-rata 1.5 meter dan bahkan beberapa diantaranya sudah berbuah.

20

Dokumen terkait