• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

B. HASIL PENELITIAN

3. SUBJEK III

a. Latar Belakang 1) Subjek

Subjek memiliki latar belakang pendidikan terakhir Sekolah Menengah Ekonomi Atas (setara dengan SMA). Subjek berasal dari latar belakang keluarga yang sederhana sehingga tidak mampu melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Subjek saat ini bekerja sebagai pengelola sebuah toko tekstil. Subjek dipercaya untuk mengelola toko tersebut. Ayah Subjek bekerja sebagai seorang supir truk dan ibunya sebagai ibu rumah tangga. Ayah Subjek jarang berada di rumah.

Subjek memiliki relasi yang cukup luas baik di tempat kerja atau di lingkungan tempat tinggalnya. Subjek merasa cukup nyaman bergaul dengan siapa saja bahkan dengan orang yang baru dikenalnya. Subjek sangat senang membantu orang lain dan banyak orang yang mengenal subjek. Subjek adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Subjek dapat melindungi adik-adiknya begitu pula sebaliknya. Sifat yang melekat pada diri subjek yakni sikap mandiri dan tidak mau bergantung pada orang lain.

Subjek memiliki pola pikir yang berorientasi ke depan. Subjek juga memiliki wawasan yang luas. Pada saat

menghadapi masalah, subjek memilih untuk bisa segera menyelesaikannya. Subjek terkadang menyertakan perasaan-perasaan sentimental dalam memecahkan suatu masalah.

Subjek termasuk orang yang cukup tegar dalam menghadapi suatu masalah. Subjek mampu mengelola perasaannya dengan sangat baik. Subjek tetap mampu mengikutsertakan logika meskipun berada dalam kondisi yang sangat sulit.

Kedua orang tua subjek mendidik subjek dengan cara menjadikan subjek sebagai anak yang mandiri terutama pada saat menghadapi suatu masalah. Orang tua subjek mendidik subjek agar selalu tegar menghadapi apapun masalah yang terjadi dalam hidup subjek. Dalam keluarga subjek diterapkan sikap saling terbuka terutama apabila sedang mengahadapi masalah. Subjek juga melakukan hal yang sama ketika harus menghadapi kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan suami.

2) Suami

Suami subjek memiliki latar belakang pendidikan yang hampir sama yakni setara SMA, tetapi suami subjek adalah lulusan Sekolah Teknik Menengah. Keluarga suami subjek adalah keluarga yang sederhana. Ibu mertua subjek bekerja sebagai seorang buruh di rumah makan sedangkan ayah

mertuanya diam di rumah karena menderita sakit mata katarak. Suami subjek memutuskan untuk tidak melanjutkan pendidikannya karena tidak ada biaya sama halnya dengan subjek. Suami subjek memutuskan untuk bekerja menjadi satpam di salah satu pabrik di daerahnya.

Suami subjek kurang begitu baik dalam menjalin hubungan dengan orang-orang di lingkungannya. Hal tersebut terjadi karena sikapnya yang cenderung kurang bersahabat dan mau menang sendiri serta mudah memberikan respon negatif terhadap lingkungan. Suami subjek adalah anak pertama dari dua bersaudara, dan memiliki seorang adik perempuan. Suami subjek juga sering memaksakan kehendak kepada kedua orang tuanya maupun pada adiknya. Suami subjek sering melakukan kekerasan terhadap orang lain apabila keinginannya tidak dipenuhi.

Suami subjek cenderung memiliki pola pikir yang sempit dan selalu terburu-buru. Sebagai contoh yakni ketika suami subjek memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya tanpa berpikir panjang. Suami subjek memutuskan hal itu di saat keluarga sedang membutuhkan banyak uang karena subjek saat itu sedang hamil tua dan akan segera melahirkan. Hal tersebut juga sering terjadi pada beberapa kesempatan dimana

suami subjek selalu mendahulukan emosinya daripada logikanya.

Suami subjek dalam mengelola emosinya termasuk rendah. Suami subjek sering mudah tersinggung oleh gurauan-gurauan teman-temannya dan pada akhirnya selalu terjadi perkelahian. Kelemahan suami subjek dalam mengelola emosi membuat subjek selalu menjadi korban kekesalan hati. Suami subjek seringkali merasa setiap orang harus mengikuti keinginannya.

Kedua orang tua suami selalu memenuhi semua keinginan suami subjek dan akhirnya suami subjek tumbuh menjadi orang yang egois. Dalam keluarga suami subjek, apabila suami melakukan tindak kekerasan terhadap istrinya adalah sesuatu hal yang wajar. Hal tersebut terjadi pada hampir seluruh laki-laki yang berumah tangga yang memiliki satu garis keturunan dengan suami subjek. Perilaku orang yang lebih tua dari suami subjek membuatnya menganggap bahwa itu sesuatu yang bisa dilakukan untuk menaklukkan istri.

b. Faktor-Faktor Pendukung Terjadinya Kekerasan Dalam Rumah Tangga

1) Fakta Sebelum Pernikahan

Subjek dan calon suami berpacaran sejak mereka duduk di bangku SMA kelas 3. Subjek sudah mengetahui bahwa

pacarnya saat itu sering melakukan kekerasan terhadap orang lain. Calon suami subjek mulai berhenti melakukan kekerasan pada orang lain saat mereka sama-sama bekerja di pabrik. Subjek beranggapan bahwa pacarnya sudah berubah. Subjek juga merasa bahwa dia sudah cukup mengenal pacar dan akhirnya mereka memutuskan untuk menikah setelah dua tahun bekerja pada satu perusahaan yang sama.

2) Faktor lain

Keluarga besar calon suami memiliki kebiasaan yang sama yakni memperlakukan istri mereka dengan semena-mena. Hampir semua pria dalam keluarga suami subjek melakukan hal tersebut bahkan ada yang hingga lumpuh atau meninggal. Perilaku demikian ini dicontoh oleh suami subjek dan dianggap sebagai sesuatu hal yang wajar.

Subjek tinggal di rumah mertua setelah menikah. Suami subjek mendapat dukungan penuh atas apa yang dilakukan. Kedua orang tua dan adik ipar subjek cenderung selalu menempatkan subjek di posisi yang salah sehingga wajar bila diperlakukan demikian.

Kedua orang tua suami subjek selalu memenuhi segala keinginan suami subjek sehingga perilakunya terus berkembang. Mertua subjek selalu membiarkan perilaku anaknya dan tidak menegur sama sekali bahkan ketika kepala

bapak mertua subjek dipukul, keluarga suami subjek menganggap seperti tidak terjadi sesuatu.

c. Analisis Hasil Penelitian 1) Problem Focused Coping

a) Active Coping

Subjek menggunakan perilaku coping ini saat menghadapi kekerasan fisik, ekonomi dan psikologis. Subjek menghadapi kekerasan dari suaminya dengan cara diam, menghindar dan bekerja untuk mendapatkan uang. Pada saat subjek menghadapi kekerasan ekonomi, subjek memilih untuk bekerja. Hal tersebut seperti tertera pada kutipan berikut:

“aku cari uang sendiri dengan bekerja dan ada juga nyari sambilan dengan menjual seprei jadi saya engga harus bergantung sama gaji suami saya (S3.W1. 38-41, 48-49, 171-172) saya kerja, untungnya saya itu dipercaya sama orang yang di Psr.Klwn untuk kelola tokonya jadinya saya bisa dapat uang dari situ dan saya juga membuat seprei ya untuk biaya tambahan” ( S3.W1.51-54).

Subjek memilih untuk menyelesaikan masalah keuangan dengan bekerja. Subjek tetap dapat bertahan dan mampu menghidupi keluarga meskipun suami subjek tidak bekerja. Kedua orang tua subjek mampu mendidik dan membesarkan subjek menjadi pribadi yang mandiri. Hal ini membantu subjek untuk menyelesaikan masalah ekonomi

yang dialami. Ibu subjek mengemukakan hal yang sama yang menyatakan bahwa subjek bekerja untuk menghidupi keluarga dan Ibu subjek juga sering membantu subjek menjahit seprei.

b) Assertive Confrontation

Pada fase awal pernikahan, subjek tidak mau membalas perlakuan kasar suami. Subjek mulai berani membalas perlakuan suami pada saat mengandung anak pertama karena subjek merasa sudah tidak bisa lagi menerima semua perlakuan suami. Pernyataan ini tertera pada kutipan:

“saya mulai membalas karena saya juga engga mau kalau diperlakukan seperti itu terus menerus makanya saya beranikan diri untuk membalas dia” (S3.W1.157-160)

Subjek mulai merasa tidak mampu menahan rasa sakitnya, karena itu subjek memutuskan untuk membalas perilaku kasar suami. Sikap assertive dan kemandirian subjek, mampu membuat subjek menurunkan frekuensi kekerasan dari suami. Ibu subjek pernah mengingatkan subjek agar diam saja dan jangan membalas, tetapi subjek memberanikan diri untuk membalas perilaku suaminya. Subjek merasa tidak bisa terima diperlakukan demikian.

2) Emotion Focused Coping a) Acceptance

Subjek melakukan coping ini pada awal-awal pernikahan. Subjek belum tahu benar apa yang harus dilakukan selain menerima perlakuan suami. Perlakuan kasar dari suami seringkali membuat subjek merasa rendah diri dan bahkan tidak jarang menyalahkan diri sendiri. Hal ini sesuai dengan pernyataan subjek berikut:

“waktu awal-awal dulu saya terima kadang malah saya berpikir apa saya yang salah” (S3.W1.82-84)

Pemikiran subjek yang demikian membuat subjek harus berpikir ulang apabila hendak melakukan sesuatu. Subjek secara tidak langsung mengalami ketakutan apabila melakukan kesalahan karena takut dimaki-maki oleh suaminya. Ibu subjek menyatakan bahwa subjek seringkali menanyakan apakah tindakannya benar atau salah. Hal ini memperkuat pernyataan subjek.

b) Controlling feeling

Subjek mencoba memahami keadaan suami agar dapat menenangkan dirinya sendiri. Subjek melakukan hal ini saat pertama kali mengalami kekerasan secara fisik. Pada awal pernikahan suami masih bekerja dan kadang sampai pagi, hal itu menjadi alasan mengapa subjek tidak

marah atau membalas perilaku suami. Subjek mencoba memahami kondisi suami, seperti tertera pada kutipan berikut:

“Saya hanya berpikir kalau dia mungkin masih lelah habis pulang dari kerja” (S3.W1.378-380)

Pada saat suami masih berstatus sebagai pegawai, subjek seringkali mengelola perasaannya sendiri dan menganggap bahwa mungkin suaminya sudah lelah sehingga wajar jika marah-marah. Ibu subjek menyatakan bahwa adik subjek seringkali meminta subjek untuk membalas perlakuan suami, tetapi subjek justru memberikan penjelasan seperti tertera di atas.

3) Seeking Social Support a) Help and Guidance

Subjek merupakan orang yang tegar dan mandiri. Namun demikian, subjek tetap membutuhkan bantuan orang lain minimal untuk bisa berbagi cerita. Subjek melakukan hal ini untuk mengurangi beban dalam hati. Dukungan dan arahan dari orang lain sangat membantu subjek dalam menjalani kehidupannya, seperti pada kutipan berikut:

“saya akan bilang sama tetangga saya atau teman di pabrik biar beban saya agak berkurang dan siapa tahu dapat solusi saya harus gimana. (S3.W1.382-385) Tetangga

saya dari dulu itu bilang suruh lapor sama polisi biar suami saya ngrasain gimana berurusan sama kepolisian, rasanya dipenjara. Tetangga mendukung saya semua”. (S3.W1.387-390)

Dukungan dan solusi pada subjek memberikan kekuatan bagi subjek dalam menjalani rumah tangganya. Subjek juga memiliki keberanian untuk melaporkan suami pada pihak berwenang perihal penganiayaan yang dialami. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ibu subjek yang menyatakan bahwa ibu-ibu pengajian juga tahu tentang kondisi anaknya dan mereka sering memberikan arahan kepada subjek.

Dokumen terkait