• Tidak ada hasil yang ditemukan

Coping stress pada perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Coping stress pada perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga."

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

RAKHEL RIRIN ANDANASARI (039114096) , COPING STRESS PADA

PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA, FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA. Penelitian ini merupakan studi deskriptif fenomenologi yang memahami

tentang bagaimana coping stress dilakukan oleh perempuan yang bertahan dalam KDRT. Penelitian ini menggunakan tiga orang wanita sebagai subyek dimana mereka memiliki karakteristik yang sama yakni bekerja dan memiliki penghasilan serta bertahan dalam kekerasan yang dialami.

Metode yang digunakan adalah wawancara dengan subyek dan orang terdekat subyek. Hasil yang diperoleh yakni ketiga subyek paling banyak menggunakan Coping Problem dengan bentuk perilaku yang digunakan Active dan Assertive Confrontation. Mekanisme coping yang kedua yang juga sering digunakan adalah Seeking Social Support dengan bentuk perilaku Help and Guidance dan terakhir adalah Emotional Focused dengan perilaku Escape Avoidance.

Kata kunci: Coping stress, Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Wanita

(2)

ABSTRACT

RAKHEL RIRIN ANDANASARI (039114096), COPING STRESS PADA PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA,

PSYCHOLOGY FACULTY, SANATA DHARMA UNIVERSITY

This research is about Phenomenology descriptive study that understand how this coping done by the women who survive in the marital abuse. This research used three women as the subject who has same characteristic that is they are working and they have their own salary and also survive in their marital abuse.

The method of this research is interview with subject and the significant others. The result is these three subject used dominant coping is Problem Focused Coping with Active and Assertive Confrontation. Second is Seeking Social Support with the real attitude Help and Guidance and also Emotional Focused Coping with Escape Avoidance.

Key words: Stress Coping, Marital Abuse, Women

(3)

i

COPING STRESS PADA PEREMPUAN KORBAN

KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Skripsi

Diajukan Sebagai Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Fakultas Psikologi

Disusun Oleh:

RAKHEL RIRIN ANDANASARI

039114096

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(4)

COPING STRESS PADA PEREMPUAN KORBAN

KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Skripsi

Diajukan Sebagai Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Fakultas Psikologi

Disusun Oleh:

RAKHEL RIRIN ANDANASARI

039114096

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2008

(5)
(6)
(7)

PERSEMBAHAN

I dedicated this Undegraduate Thesis to:

א My Savior, Papa Jesus

א My Wisely and beloved parents, Andreas Supriyadi and Debora Anik Setiati

א My Brother, Stefanus Danu Apriyanto

א My Sister, Ruth Ratri Andanasari

א My Best Friend, Theresia Tami Dwi Astuti

(8)

MOTTO

אHIDUP adalah sebuah perjuangan untuk menjadi orang yang berkenan di HadapanNYa

אKEGAGALANbukanlah suatu kesuksesan yang tertunda, melainkan Kegagalan adalah anak-anak tangga yang HARUS kita lewati untuk mencapai apa yang kita inginkan.

אKESUKSESAN hidup tidak hanya sekedar menjadi kaya, melainkan menjadi orang yang bisa menjadi bagian dalam setiap pernyataan KemuliaanNya.

אTUHAN tidak pernah berjanji bahwa badai dan topan akan berlalu dariku jika aku mengikut DIA, tapi Dia berjanji akan selalu memberiku kekuatan.

אCINTA adalah sepersepuluh keindahan yang Tuhan berikan bagi manusia dan masih ada sembilan persepuluh bagian yang pantas untuk kita perjuangkan.

Rakhel Ririn Andanasari

(9)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesuangguhnya bahwa skripsi yang saya tulis

tidak memuat karya orang lain kecuali yang telah disebutkan dalam daftar pustaka

seperti yang tertera dalam karya ilmiah.

Yogyakarta, 8 Maret 2008

Penulis

(10)

ABSTRAK

RAKHEL RIRIN ANDANASARI (039114096) , COPING STRESS PADA PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA, FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA. Penelitian ini merupakan studi deskriptif fenomenologi yang memahami

tentang bagaimana coping stress dilakukan oleh perempuan yang bertahan dalam KDRT. Penelitian ini menggunakan tiga orang wanita sebagai subyek dimana mereka memiliki karakteristik yang sama yakni bekerja dan memiliki penghasilan serta bertahan dalam kekerasan yang dialami.

Metode yang digunakan adalah wawancara dengan subyek dan orang terdekat subyek. Hasil yang diperoleh yakni ketiga subyek paling banyak menggunakan Coping Problem dengan bentuk perilaku yang digunakan Active dan Assertive Confrontation. Mekanisme coping yang kedua yang juga sering digunakan adalah Seeking Social Support dengan bentuk perilaku Help and

Guidance dan terakhir adalah Emotional Focused dengan perilaku Escape

Avoidance.

Kata kunci: Coping stress, Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Wanita

(11)

ABSTRACT

RAKHEL RIRIN ANDANASARI (039114096), COPING STRESS PADA PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA, PSYCHOLOGY FACULTY, SANATA DHARMA UNIVERSITY

This research is about Phenomenology descriptive study that understand how this coping done by the women who survive in the marital abuse. This research used three women as the subject who has same characteristic that is they are working and they have their own salary and also survive in their marital abuse.

The method of this research is interview with subject and the significant others. The result is these three subject used dominant coping is Problem Focused Coping with Active and Assertive Confrontation. Second is Seeking Social Support with the real attitude Help and Guidance and also Emotional Focused Coping with Escape Avoidance.

Key words: Stress Coping, Marital Abuse, Women

(12)
(13)

KATA PENGANTAR

Segala Puji Syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat, hikmat,

kekuatan dan pengharapan pada penulis sehingga penulis akhirnya bisa

menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya.

Penyusunan skripsi ini merupakan syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana

Psikologi pada Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang

sedalam-dalamnya atas segala bantuan baik moril maupun materiil dari berbagai

pihak sehingga skripsi ini akhirnya dapat terselesaikan. Penulis ingin

mengucapkan terima kasih kepada:

1. P.Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si, selaku Dekan Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Sylvia Carolina, M.Y.M, S.Psi, M.Si, selaku Kepala Program Studi

Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Agnes Indar Etikawati, S.Psi., Psi., M.Si, selaku Dosen Pembimbing

Akademik yang telah bersedia membantu penulis selama menyelesaikan

studi di fakultas ini dan menjadi tempat berbagi dengan penulis.

4. C.Wijoyo Adinugroho, S.Psi. selaku Dosen Pembimbing I yang telah

membantu penulis mengelola stress sehingga penulis tidak merasa terlalu

berat menjalani skripsi.

5. Y.Heri Widodo, S.Psi., M.Psi. selaku Dosen Pembimbing II atas

kesabarannya membimbing, mengarahkan penulis serta yang selalu

(14)

menyediakan waktu bagi penulis untuk melakukan bimbingan skripsi ini

sampai selesai.

6. Seluruh Staff Fakultas Psikologi, Mas Gandung, Pak Gi, Mb.Nanik, Mas

Mudji, Mas Doni dan seluruh staff perpustakaan atas bantuannya selama

penulis menyelesaikan studi di fakultas Psikologi.

7. Kedua orang tua penulis, Drs.Andreas Supriyadi dan Debora Anik Setiati

yang tidak henti-hentinya mendoakan dan mendampingi selama penulis

menyelesaikan skripsi ini.

8. Kedua saudara penulis, Stefanus Danu Apriyanto dan Ruth Ratri

Andanasari atas bantuan yang tidak ternilai. Terima kasih sudah

membantu mengulang skripsi ini.

9. Mama, Pakde Trubus, Tante Enni, Riza, Christa, Pak Johar, Ibu Endang,

seluruh staff RPK Poltabes Surakarta yang telah membantu penulis

mendapatkan subyek penelitian sehingga penulis tidak merasa berjuang

sendirian.

10. Teman dan sahabatku, Tami, Miss Enno, Martha, Wendy, Binbot, Devita,

Etha, Sr. Hedwig, Sisca, Gilang, Mb.Ria, Mb.Dewi, Mb.Pita, Wiwid,

Anna, Nonix, Dion, Dhani, Sri, Watie, Mb.Yenot, Mb.Katrin, Janu, Otic

atas bantuan dan dukungan kepada penulis selama menyelesaikan skripsi

ini.

11. Dua orang yang pernah sangat berarti bagi penulis, Kelik dan Ko Ivan atas

kasih sayang dan pengalaman yang telah diberikan sehingga penulis

mengerti arti kasih dan berjuang untuk hidup.

(15)

12. Teman-teman tim doa dari Salatiga, Kak Hebrew, Mb.Adi, Tante Lilik,

Ciung yang senantiasa setia mendukung penulis agar bisa segera selesai

skripsi ini.

13. Teman-teman KKN, Willy, Mitha, Otic, Ketut, Andre, Endang, Uci,

Kristin, Sondang yang menjadi inspirasi bagi penulis untuk bisa

menyelesaikan skripsi ini secepatnya.

14. Semua teman dan pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu,

penulis mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan dan kerjasama

yang diberikan kepada penulis selama ini mulai dari awal kuliah sampai

menyusun skripsi ini hingga selesai.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak terdapat kekurangan

dalam penulisan skripsi ini, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran

yang berguna untuk kesempurnaan karya skripsi ini. Akhirnya penulia berharap

semoga karya skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan juga pembaca

sekalian.

Yogyakarta, 15 Februari 2008

Penulis

(16)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL……….………... i

HALAMAN PERSETUJUAN……… ii

HALAMAN PENGESAHAN ………...………iii

HALAMAN MOTTO……… iv

HALAMAN PERSEMBAHAN………. v

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...vi

ABSTRAK………...vii

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI ………...ix

KATA PENGANTAR………...……….….x

DAFTAR ISI……….xiii

DAFTAR TABEL………xvii

BAB I: PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG……….1

B. RUMUSAN MASALAH ………7

C. TUJUAN PENELITIAN………..7

D. MANFAAT PENELITIAN………..7

BAB II: LANDASAN TEORI A. COPING STRESS 1. STRESS a. PENGERTIAN……… 9

b. SUMBER-SUMBER STRES ..………..11

(17)

2. COPING

a. PENGERTIAN………...12

b. STRATEGI COPING 1) EMOTION FOCUSED COPING………...13

2) PROBLEM FOCUSED COPING………...14

3) SEEKING SOCIAL SUPPORT………...15

c. SUMBER-SUMBER COPING………..18

d. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SESEORANG DALAM MEMUTUSKAN PEMILIHAN COPING……….19

3. COPING STRESS………22

B. KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT) 1. PENGERTIAN...………..23

2. BENTUK-BENTUK KDRT a. KEKERASAN FISIK……….25

b. KEKERASAN PSIKOLOGIS.……...………...25

c. KEKERASAN EKONOMI………26

d. KEKERASAN SEKSUAL……….26

3. FAKTOR PENYEBAB KDRT………27

4. HAL-HAL YANG MEMPENGARUHI KEAKRABAN SUAMI- ISTRI………31

BAB III: METODE PENELITIAN A. JENIS PENELITIAN……….33

B. SUBJEK PENELITIAN………....34

(18)

C. METODE PENGUMPULAN DATA………34

WAWANCARA…...……….34

D. PROSES PENGOLAHAN DATA 1. ORGANISASI DATA ………36

2. PENGKODEAN ……….36

E. ANALISIS DATA ………37

F. PEMERIKSAAN KEABSAHAN DATA………..38

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. PROSES PENGUMPULAN DATA 1. PROSES PEROLEHAN SUBYEK ………..40

2. PROSES RAPPORT ……….41

3. PROSES PENGAMBILAN DATA UTAMA ………..43

4. DATA DEMOGRAFI SUBJEK………43

B. HASIL PENELITIAN 1. SUBJEK I a. LATAR BELAKANG ………44

b. FAKTOR PENDUKUNG TERJADINYA KDRT…………..48

c. ANALISIS HASIL PENELITIAN 1) PROBLEM FOCUSED COPING ………..49

2) EMOTION FOCUSED COPING ………..52

3) SEEKING SOCIAL SUPPORT ………..56

2. SUBJEK II a. LATAR BELAKANG ………58

(19)

b. FAKTOR PENDUKUNG TERJADINYA KDRT…………..63

c. ANALISIS HASIL PENELITIAN 1) PROBLEM FOCUSED COPING ………..64

2) EMOTION FOCUSED COPING ……….…..67

3) SEEKING SOCIAL SUPPORT ……….…...71

3. SUBJEK III a. LATAR BELAKANG ………73

b. FAKTOR PENDUKUNG TERJADINYA KDRT…………..76

c. ANALISIS HASIL PENELITIAN 1) PROBLEM FOCUSED COPING ………..78

2) EMOTION FOCUSED COPING ………..80

3) SEEKING SOCIAL SUPPORT ………...81

C. PEMBAHASAN ………...83

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN………..91

B. SARAN ……….91

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

(20)

DAFTAR TABEL

Halaman

TABEL1 : PANDUAN WAWANCARA ………..………...36

TABEL 2: KODE ANALISIS HASIL WAWANCARA ……….38

(21)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kasus kekerasan dalam rumah tangga ( KDRT ) di Indonesia

meningkat setiap tahun. Pihak yang sering menjadi korban kekerasan

dalam rumah tangga adalah perempuan. Pelaku kekerasan sebagian besar

adalah suami. Banyak pihak yang terkait sangat menyayangkan hal

tersebut. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) telah banyak melakukan

penelitian mengenai KDRT. Kirana (dalam Almubarok, 2006)

menyebutkan bahwa perempuan yang mengalami tindak kekerasan pada

tahun 2005 ada sekitar 20.391 kasus dan 82 persennya merupakan kasus

kekerasan dalam rumah tangga. Ia menyebutkan bahwa kasus kekerasan

yang tersebut di atas merupakan peningkatan sebesar 45 persen dari data

tahun 2004 dan jumlah ini belum meliputi keseluruhan. Kasus KDRT

merupakan fenomena “gunung es” dimana jumlah yang tidak tampak

lebih banyak dibandingkan jumlah yang dikemukakan.

Masyarakat menganggap bahwa kekerasan dalam rumah tangga

terutama terhadap istri adalah “bukan masalah”. Chusairi (2000)

mengungkapkan hal serupa dengan menyertakan tiga alasan penyebab

yang dipandang dari budaya tradisional, antara lain : Pertama, masyarakat

memandang bahwa kekerasan yang dilakukan oleh suami dalam rumah

tangga merupakan hak suami. Kedua, KDRT termasuk kekerasan

(22)

mungkin akan dialami oleh setiap wanita yang berumah tangga. Hal

terakhir yang memprihatinkan yakni pihak istri selaku korban menyetujui

anggapan-anggapan yang berlaku dalam masyarakat. Istri yang menyetujui

anggapan tersebut tidak akan berusaha untuk menyelesaikan kasus

kekerasan yang dialami di luar kompromi dalam keluarga.

Masyarakat umum menganggap tindakan KDRT dapat dikatakan

sebagai tindak penganiayaan apabila terdapat luka fisik. Perilaku KDRT

yang dilakukan oleh suami terhadap istri meliputi berbagai macam aspek.

Aspek-aspek itu antara lain aspek fisik, psikologis, seksual dan ekonomi.

KDRT tidak harus meliputi keempat aspek tersebut, bisa terjadi hanya

salah satu saja yang dialami oleh para istri yang menjadi korban KDRT.

Faktor-faktor yang mempengaruhi munculnya tindak kekerasan

ada beberapa macam. Djannah (2003) mengemukakan bahwa faktor-faktor

tersebut dapat dibagi dalam dua kategori. Pertama, faktor eksternal berupa

penyebab yang dipengaruhi oleh legalisasi norma-norma dari masyarakat

yang kadang disalahgunakan. Kedua, faktor internal berupa kondisi psikis

dan kepribadian suami sebagai pelaku tindak kekerasan. Perlakuan

kekerasan akan menyebabkan munculnya berbagai macam akibat yang

berbeda-beda pada setiap orang. Namun, secara keseluruhan akan

berdampak pada kondisi psikologis seseorang.

Kekerasan dalam rumah tangga menimbulkan berbagai macam

akibat. Sulastri dan Retnowati (2003) menemukan berbagai akibat yang

(23)

KDRT dari dua sisi yakni dari sisi fisik dan psikologis. Akibat secara fisik

antara lain, badan memar-memar, sakit di area perut, pipi, sakit kepala

terus menerus, tidak enak makan, rasa sakit di area vagina. Akibat secara

psikologis yang sering muncul antara lain, merasa diri tidak berguna,

trauma berkepanjangan, takut dan khawatir berlebihan, sakit hati sehingga

mengalami stres, kurang siap melakukan hubungan seks, dan mengalami

kecemasan.

Perempuan yang mengalami tindak kekerasan senantiasa

menghadapi dua pilihan yakni, tetap bertahan dalam pernikahan atau

memilih untuk bercerai. Perempuan korban KDRT tidak jarang yang

memilih untuk bercerai. Perempuan korban KDRT dapat dengan mudah

memutuskan untuk bercerai, mengingat masyarakat tidak lagi menganggap

tabu perceraian atau status janda bercerai. Salah satu hal yang mendorong

perempuan korban KDRT untuk bercerai yakni, adanya kemandirian

dalam bidang ekonomi dan tidak mampu bertahan dalam kekerasan yang

dialami. Perempuan yang memilih untuk bertahan dalam pernikahan

memiliki berbagai macam alasan. Beberapa alasan yang sering muncul

yakni adanya nilai-nilai yang dianut, takut kehilangan anak atau karena

ketergantungan baik secara materi atau non materi. Pada akhirnya mereka

memutuskan untuk menerima kondisi tersebut sebagai garis hidupnya.

Salah satu nilai yang dianut adalah nilai-nilai agama yang menganggap

bahwa perceraian merupakan sesuatu yang sangat dibenci oleh Tuhan.

(24)

memunculkan perilaku baru. Beberapa perempuan yang mengalami tindak

kekerasan akan menggunakan perilaku baru tersebut. Perilaku itu disebut

dengan coping, yakni perilaku yang digunakan oleh seseorang untuk bisa

menurunkan kecemasan atau tekanan yang dialami.

Passer dan Smith (2003) mengemukakan bahwa terdapat tiga

macam strategi coping yang bisa digunakan saat menghadapi stres.

Pertama, Emotion Focused Forms of Coping merupakan strategi yang

berusaha untuk mengatur respon-respon emosional akibat dari situasi yang

menimbulkan stres. Kedua, Problem Focused Forms of coping yakni

strategi yang mencoba untuk menghadapi dan menangani langsung

tuntutan dari situasi atau upaya untuk mengubah situasi tersebut sehingga

tidak lagi menimbulkan stres. Ketiga, Seeking Social Support yakni

strategi yang berusaha mencari bantuan dari orang lain dan dukungan

emosional ketika menghadapi stres. Dukungan dari orang lain umumnya

sangat penting bagi korban KDRT.

Para istri korban KDRT yang bertahan dalam pernikahan akan

menghadapi dua pilihan lagi yakni melakukan penyelesaian yang adaptif

atau menyerah pada perlakuan suami. Perempuan yang melakukan

penyelesaian secara adaptif bisa dilakukan dengan cara melakukan coping.

Terdapat berbagai macam coping yang bisa digunakan untuk menghadapi

masalah. Pada kenyataannya banyak perempuan yang melakukan coping

yang tidak tepat. Perempuan yang tidak mampu melakukan coping dengan

(25)

apabila tidak teratasi akan merugikan baik bagi korban maupun pelaku

KDRT. Salah satu bentuk coping yang tidak tepat yakni melampiaskan

perasaan kemarahan kepada anak atau orang lain. Hal ini seperti yang

dialami oleh Nursalmah (Maranoes, 2008) dimana ia melampiaskan rasa

kesal dengan menghajar anaknya sampai babak belur. Ia melakukan hal

tersebut karena merasa kesal dan benci dengan perilaku suami yang tidak

pernah memberi nafkah dan meninggalkan dia dengan wanita lain. Pada

akhirnya wanita tersebut harus mendekam di penjara dengan tuduhan

penganiayaan. Ini adalah salah satu contoh perilaku coping yang tidak

tepat yang menyebabkan individu tidak mampu mengembangkan diri

karena harus di penjara. Perilaku coping yang lain yang tidak tepat

diantaranya membunuh suami atau bunuh diri, memotong alat kelamin

suami yang memiliki kelainan seksual. Perempuan yang mampu

melakukan coping dengan tepat akan dapat mengembangkan diri dan

bertahan lama dalam menghadapi kekerasan dari suami. Seringkali

ditemukan perempuan yang bertahan hingga puluhan tahun dalam

pernikahannya meskipun menghadapi kekerasan. Namun, ada pula

perempuan yang bercerai pada tahun pertama pernikahannya setelah

mendapat penganiayaan dari suami. Tidak jarang perempuan yang

bertahan hingga puluhan tahun masih dapat meniti karier dan bergabung

dengan lingkungan sosialnya serta tidak memiliki hambatan dalam

(26)

tepat akan dapat mengembangkan dirinya, baik dalam keluarga maupun

dalam lingkungan masyarakat.

Beberapa orang telah melakukan penelitian mengenai coping

dengan subjek yang berbeda-beda. Billing dan Moos (dalam Pramadi dan

Lasmono, 2003) menemukan bahwa wanita lebih cenderung berorientasi

pada emosi sehingga wanita diprediksi akan lebih sering menggunakan

emotion focused coping dan pria yang berfokus pada tugas akan lebih

cenderung berorientasi pada penggunaan problem focused coping.

Aldwin dan Revenson (dalam Indrastuti, 2003) mengemukakan

beberapa hal yang mempengaruhi seseorang dalam menentukan coping

yang akan digunakan antara lain, usia, pendidikan, status sosial ekonomi,

jenis kelamin dan pengalaman. Penelitian ini ingin melihat bagaimana

perilaku coping dilakukan oleh perempuan dengan kondisi sebagai korban

kekerasan dalam rumah tangga dan bertahan? Strategi coping apa saja

yang digunakan untuk bisa mengurangi tekanan dan kecemasan terutama

pada perempuan yang bekerja dan memiliki kemandirian dalam ekonomi?

Pertanyaan tersebut diatas yang menjadi alasan mengapa topik ini

penting diteliti. Penelitian tentang kasus kekerasan dalam rumah tangga

telah banyak dilakukan. Penelitian tentang coping yang telah dilakukan

jarang yang mencoba meneliti tentang perilaku coping secara khusus pada

istri yang bekerja dan memiliki kemandirian ekonomi serta memutuskan

untuk bertahan dalam kekerasan. Penelitian lain yang dilakukan oleh

(27)

yang dialami dan memberikan penjelasan secara singkat mengenai reaksi

yang dilakukan oleh subjek. Pada penelitian tersebut tidak melihat pada

perempuan yang memiliki kemandirian secara ekonomi. Penelitian ini

memiliki kekhasan yakni melihat strategi coping pada perempuan korban

KDRT, terutama oleh perempuan yang bekerja dan memiliki kemandirian

ekonomi serta memutuskan untuk bertahan dalam pernikahan.

B. RUMUSAN MASALAH

Bagaimana strategi coping dilakukan oleh perempuan korban

KDRT yang bekerja dan bertahan dalam kondisi kekerasan yang dialami?

C. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini ingin melihat bagaimana strategi coping yang

dilakukan oleh korban KDRT yang bekerja serta bertahan dalam kondisi

kekerasan yang dialami.

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat Teoritis

a. Bagi Psikologi Sosial

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pemahaman baru

mengenai kekerasan yang dialami oleh perempuan yang menjadi

korban KDRT. Peneliti mengharapkan agar hasil penelitian ini

dapat digunakan untuk mengembangkan ilmu Psikologi Sosial

(28)

b. Bagi Psikologi Kesehatan

Peneliti mengharapkan agar hasil penelitian ini dapat digunakan

untuk memperluas wawasan para praktisi maupun ilmuwan

Psikologi Kesehatan terutama berkaitan dengan penggunaan

coping stress dan aplikasinya dalam kehidupan nyata.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Perempuan Korban KDRT

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu para perempuan

korban KDRT yang bekerja, berkaitan dengan perilaku coping

yang dapat dilakukan, terutama perempuan yang memutuskan

untuk bertahan dalam rumah tangga.

b. Bagi Pendamping Korban KDRT

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu Konselor, LSM

dan lembaga-lembaga yang ikut mendampingi wanita korban.

Pemahaman yang baru yang dimiliki tersebut diharapkan dapat

membantu perempuan dalam menentukan langkah-langkah yang

(29)

9 BAB II

LANDASAN TEORI

A. COPING STRESS

1. Stres

a. Pengertian

Pemahaman tentang stres semakin jelas, mengingat

pembahasan ini sering dibicarakan oleh hampir semua orang.

Setiap orang memiliki pemahaman yang berbeda mengenai stres.

Stres digambarkan sebagai sebuah respon tubuh terhadap tuntutan

yang ada pada dirinya dan ini tidak tampak secara nyata (Selye

dalam Huffman, dkk,1997).

Tidak terdapat batasan yang jelas untuk mengungkapkan

bahwa seseorang mengalami stres. Pada dasarnya hampir setiap

orang mengalami stres, hanya memiliki kadar yang berbeda. Pada

setiap individu pasti berusaha untuk menyesuaikan diri dan

mencoba mengatur posisi dirinya dengan lingkungan. Gatchel dan

Baum (dalam Worchel dan Shebilske, 1989 :318) mengemukakan

“...stress is not an emotion but is the process by which the individual respond to environmental and psychological events that are perceived as threatening or challenging….”

Hal tersebut diatas menjelaskan bahwa stres merupakan

sebuah proses individu dalam memberi respon dan bukan suatu

(30)

Individu yang melakukan proses penyesuaian diri ini memerlukan

energi fisik dan seringkali akan memunculkan berbagai bentuk

emosi negatif. Taylor (1999) mengemukakan bahwa hal tersebut

mungkin terjadi apabila lingkungan yang dihadapi merupakan

sesuatu yang mengancam dan mengganggu aktivitas keseharian

individu.

Stres memunculkan bentuk perilaku yang berbeda-beda

pada setiap orang. Perilaku yang muncul adalah bentuk reaksi

tubuh dimana ini biasanya berasal dari dalam diri individu, pikiran

individu atau lingkungan di luar diri individu (Huffman, 1997 ).

Secara garis besar stres diartikan sebagai bentuk tekanan fisik dan

psikologis yang dialami oleh tubuh. Tekanan ini muncul sebagai

akibat adanya persepsi terhadap ketakutan dan kecemasan (Kartono

dan Dali, 2000).

Dalam hidup sehari-hari kita membutuhkan stres hanya

pada batas tertentu. Stres yang berada pada tingkat yang cukup

tinggi akan dapat mengganggu kehidupan individu yang

mengalaminya. Stres akan dianggap mengganggu apabila

memunculkan perilaku yang sulit diterima individu, masyarakat

atau menyebabkan gangguan kesehatan (Pestonjee, 1992). Tidak

semua orang dapat terhindar dari situasi penyebab stres yang biasa

(31)

b. Sumber-sumber Stres

Terdapat beberapa hal yang menjadi sumber-sumber stres

yang dikemukakan oleh Worchel dan Shebilske (1989) antara lain :

1) Perubahan

Perubahan yang terjadi dalam kehidupan baik yang

positif atau negatif keduanya dapat menjadi penyebab stres,

tetapi ketiadaan perubahan juga dapat menjadi sumber

stres.

2) Ketidakpastian

Ketidakpastian dapat menjadi sumber stres karena

individu tidak dapat merencanakan sesuatu karena segala

sesuatu terjadi secara acak.

3) Ketiadaan Kontrol

Seseorang memiliki kemampuan untuk mengontrol

tingkat stres berdasarkan pengalaman yang dimiliki. Stres

akan muncul jika orang kehilangan kontrol tersebut.

4) Konflik

Individu dihadapkan pada dua atau lebih tujuan

yang sama-sama menguntungkan atau merugikan dan

individu diharuskan memilih salah satunya. Hal tersebut

(32)

2. Coping

a. Pengertian

Perilaku coping biasanya akan dilakukan oleh orang yang

mengalami stres. Perilaku coping dinilai sebagai perilaku yang

secara konstan mengubah tingkah laku seseorang. Perilaku itu

bertujuan untuk mengatur atau menyesuaikan dengan tekanan, baik

internal atau eksternal yang secara khusus dinilai melebihi

kemampuan seseorang (Lazarus & Folkman, 1984). Pengertian

tentang coping juga dikemukakan oleh Sternberg (2000: 216) yakni

“… coping is the process of managing the internal and external changes presented by challenging situation….”

Berdasarkan pernyataan tersebut diatas menunjukkan bahwa

coping merupakan suatu proses mengatur perubahan internal dan

eksternal dengan cara mengubah situasi.

Perilaku coping merupakan proses berpikir seseorang.

Proses tersebut tentu saja akan berlangsung dalam waktu yang

lama. Perilaku coping digambarkan sebagai usaha untuk

menghilangkan atau setuju dengan stressor dengan cara mengubah

arah pemikiran seseorang tentang stressor untuk membuat mereka

tidak merasakan gangguan yang terlalu banyak sehingga dapat

tetap berkonsentrasi pada manajemen reaksi emosi yang

(33)

b. Strategi Coping

Terdapat tiga tipe yang secara umum merupakan strategi

coping yang dikemukakan oleh Passer & Smith (2003) yakni:

1) Emotion Focused Forms of Coping

Strategi yang berusaha untuk mengatur respon-respon

emosional akibat dari situasi yang menimbulkan stres. Srategi

ini lebih banyak digunakan oleh kaum perempuan dalam

menghadapi masalah-masalah yang terjadi dalam hidupnya.

Bentuk-bentuk perilaku yang termasuk di dalamnya antara

lain:

a) Positive reinterpretation yakni mengambil sisi positif

dari setiap kejadian yang dialami dan menganggap

bahwa setiap kejadian yang dialami berguna untuk

perkembangan pribadinya dan hidupnya.

b) Acceptance yakni berupa sikap menerima kejadian yang

dihadapi sebagai jalan hidupnya.

c) Denial yakni berupa mengurangi kesadaran akan

peristiwa-peristiwa tertentu, pengalaman atau perasaan

yang mungkin menyakitkan untuk diakui.

d) Repression yakni berupa pengeluaran ide, konsep dan

emosi dari kesadaran untuk menghindari konflik atau

(34)

e) Escape-Avoidance yakni bentuk coping dimana

individu melarikan diri atau menghindar dari masalah

yang dialami.

f) Wishful thinking yakni bentuk coping yang berpikir

bahwa masih ada harapan untuk bisa menghadapi

masalahnya.

g) Controlling Feeling yakni bentuk coping dengan cara

mengatur perasaan individu seperti mencoba

memahami perasaan dan mencoba memahami

permasalahan yang dialami oleh individu.

2) Problem Focused Forms of coping

Strategi yang mencoba untuk menghadapi dan

menangani langsung tuntutan dari situasi atau upaya untuk

mengubah situasi tersebut sehingga tidak lagi menimbulkan

stres. Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan

sebelumnya mengenai strategi coping, strategi ini yang dinilai

paling efektif untuk menghadapi masalah. Bentuk perilaku

yang termasuk di dalamnya, antara lain:

a) Active Coping, yakni berupa langkah nyata yang

digunakan untuk memecahkan masalah beserta dengan

keputusan-keputusan untuk menyelesaikan masalah

(35)

b) Planning, yakni cara yang diambil oleh seseorang untuk

membuat rencana menghadapi stressor atau untuk

menyelesaikan masalah.

c) Suppression of Competing activities, yakni berupa

pemusatan pikiran pada masalah yang dihadapi

sehingga tidak terlalu banyak menghabiskan energi

pada masalah lain.

d) Excercising Restraint coping yakni usaha yang

dilakukan individu dengan cara menunggu saat yang

tepat untuk melakukan sesuatu berkaitan dengan proses

penyelesaian masalah.

e) Assertive Confrontation yakni usaha yang dilakukan

dengan cara mempertegas kondisi yang dialami dan

melakukan pembelaan secara tegas.

3) Seeking Social Support

Strategi yang dilakukan oleh individu yang mengalami

stres dengan cara meminta pertolongan dari orang lain.

Pertolongan yang diharapkan dari orang lain dapat berupa

materi atau non materi. Bentuk perilaku yang termasuk di

dalamnya antara lain:

a) Help and Guidance yakni mencoba untuk mencari

bantuan dan arahan dari orang lain yang mungkin

(36)

yang sedang dihadapi oleh individu.

b) Seeking social support for emotional reasons yakni

mencari dukungan sosial yang digunakan oleh individu

sebagai kekuatan untuk bertahan menghadapi

masalahnya.

c) Affirmation of Worth yakni dengan cara mencari

penegasan dari orang lain mengenai nilai atau manfaat

yang bisa diambil dari apa yang telah dialami.

d) Tangible Aid yakni mencari dukungan nyata dari orang

lain berupa materi seperti mendapatkan uang atau

penghasilan.

Stephen Worchel dan Wayne Shebilske (1989)

mengemukakan pendapat yang sedikit berbeda dari yang telah

diungkapkan di atas mengenai strategy coping yakni meliputi :

1) Cognitive Responses

a) Reappraisal

Melihat dan mencari sesuatu yang baik dari hal buruk

yang dialami oleh seseorang.

b) Belief in self efficacy

Percaya terhadap diri dan perasaan bahwa diri sendiri

(37)

2) Informational Responses

Mencari informasi terkait dengan situasi yang

membuat seseorang tertekan dan membantu dalam proses

pemecahan masalah serta dapat juga mengembangkan

tanggapan yang efektif untuk mengatasi tekanan yang

dialami.

3) Behavioral Responses

Mencari dukungan sosial pada orang-orang yang

sudah benar-benar paham terhadap situasi yang menekan

individu.

Caplan (dalam Ismudiyati, 2003) menegaskan bahwa

kehadiran sumber-sumber dukungan yang sesuai merupakan

determinan utama bagi penyesuaian diri individu dalam

menghadapi peristiwa-peristiwa yang menekan.

Aldwin dan Ravenson (dalam Setianingsih, 2003)

memberikan pandangan yang lain mengenai aspek perilaku coping

yang digunakan untuk meredakan ketegangan emosi antara lain:

1) Pelarian diri dari masalah yaitu usaha dari individu untuk

meninggalkan masalah dengan membayangkan hal-hal

yang lebih baik.

2) Pengurangan beban masalah, yaitu usaha untuk menolak

merenungkan sesuatu masalah dan bertindak seolah-olah

(38)

3) Penyalahan diri yakni tindakan pasif yang berlangsung

dalam batin kemudian baru pada masalah yang dihadapi

dengan jalan menganggap bahwa masalah terjadi karena

kesalahannya.

4) Pencarian arti yakni usaha untuk menemukan kepercayaan

baru atau sesuatu yang penting dari kehidupan.

c. Sumber-sumber Coping

Pada setiap orang memerlukan energi yang dijadikan

sumber kekuatan dalam memecahkan setiap permasalahan yang

dihadapi. Sumber-sumber coping ini dapat digunakan untuk

membantu menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi. Hal-hal

ini akan membantu mendukung kesuksesan proses coping dari

setiap individu yang dikemukakan oleh Lazarus dan Folkman

(1984), yaitu :

1) Health and Energy

Kesehatan merupakan hal yang penting untuk coping.

Orang yang merasa dirinya lebih kuat dan lebih sehat akan

lebih bisa bertahan terhadap stres.

2) Positive Beliefs

Pandangan terhadap diri seseorang secara positif dan

memiliki perilaku positif dapat menjadi sumber coping

(39)

3) Internal Locus of Control

Apabila seseorang mempunyai internal locus of control,

dapat memiliki perasaan bahwa mereka dapat mengatur

semua hal yang terjadi dalam hidupnya.

4) Social skills

Kemampuan untuk bersosialisasi menjadi hal yang penting

untuk bisa menghadapi situasi yang penting, memulai

pembicaraan dan mengekspresikan diri mereka.

5) Social Support

Dukungan sosial sangat diperlukan terutama pada situasi

stres seperti dilukai orang lain, tragedi yang dialami,

kehilangan orang yang dicintai.

6) Material Resources

Uang dapat meningkatkan jumlah pilihan untuk

menghilangkan situasi penyebab stres.

d. Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam memutuskan

pemilihan coping

Terdapat beberapa hal yang mempengaruhi seseorang

dalam memutuskan coping apa yang akan digunakan. Hal tersebut

diungkapkan oleh Aldwin dan Ravenson (dalam Setianingsih,

(40)

1) Usia

Perilaku coping yang digunakan akan berbeda pada setiap

tingkat usia. Pada orang yang memiliki usia matang akan

cenderung menggunakan Problem Focused Coping

2) Pendidikan

Semakin tinggi tingkat pendidikan, akan mempunyai

penilaian yang lebih realistis. Individu yang memiliki

tingkat pendidikan yang tinggi akan cenderung memilih

untuk memecahkan masalah.

3) Status sosial ekonomi

Orang yang mempunyai status sosial ekonomi yang rendah

akan mempunyai tingkat stres yang tinggi terutama dalam

masalah ekonomi. Orang yang memiliki penghasilan yang

cukup akan memiliki kepercayaan diri untuk menyelesaikan

masalaha yang dihadapi.

4) Dukungan sosial

Dukungan sosial yang positif berhubungan dengan

berkurangnya kecemasan dan depresi. Individu yang

memiliki komunitas yang memberi dukungan terhadap

dirinya akan lebih mudah dalam menyelesaikan suatu

(41)

5) Jenis Kelamin

Jenis kelamin pria dan wanita mempunyai cara yang

berbeda dalam menghadapi suatu masalah. Pria seringkali

berfokus pada penyelesaian masalah sedangkan wanita

lebih sering berfokus pada penurunan emosi.

6) Karakteristik kepribadian

Pada setiap karakteristik kepribadian akan mempunyai

perilaku coping yang berbeda. Individu yang ekstravert

apabila menghadapi suatu masalah akan berusaha

menyelesaikannya dan seringkali juga akan melibatkan

orang lain. Sedangkan orang yang intravert lebih cenderung

tidak menyelesaikan masalah, biasanya hanya menurunkan

emosi (Emotion Focused Coping)

7) Pengalaman

Pengalaman merupakan bahan acuan atau perbandingan

individu dalam menghadapi suatu kejadian yang hampir

sama. Individu yang sering menghadapi suatu masalah,

seringkali lebih mampu menyelesaikan masalah dengan

bertolak pada pengalaman-pengalaman yang pernah

dialami.

Jung (dalam Sriningsih, 2004) membedakan kepribadian

manusia menjadi dua kategori beserta dengan kekhasannya, antara

(42)

1) Introvert

Individu ini memiliki kecenderungan pemalu dan lebih

suka menyendiri. Energi psikisnya ditujukan ke dalam

dunia subjektif. Cenderung memikirkan dunianya sendiri

dan sulit dipengaruhi oleh dunia luar, apabila dihadapkan

situasi penyebab stres cenderung menarik diri.

2) Ekstravert

Individu ini memiliki kecenderungan tidak pemalu, lebih

banyak menggunakan waktunya bersama-sama dengan

orang lain daripada sendirian. Energi psikisnya ditujukan ke

arah dunia luar. Golongan ini biasanya ramah, optimistis,

dan apabila berhadapan dengan situasi penyebab stres akan

mencari kelompok dan kemudian membahasnya.

Bem (dalam Pujibudojo dan Prihanto, 2000) memberikan

pendapat bahwa pada wanita ada yang memiliki karakteristik

androgin. Individu yang mampu menyesuaikan diri dengan lebih baik,

karena mereka akan mampu memerankan karakteristik yang lebih

adaptif sesuai dengan tuntutan yang ada. Individu ini memiliki harga

diri yang tinggi , lebih kompeten, lebih fleksibel dan lebih efektif

dalam hubungan interpesonal.

3. Coping Stress

Coping stress adalah bentuk perilaku yang secara konstan

(43)

diri dengan tekanan. Tekanan itu dapat berupa tekanan fisik maupun

psikologis yang secara khusus dinilai melebihi kemampuan seseorang.

Tekanan itu muncul sebagai akibat adanya persepsi terhadap ketakutan

dan kecemasan. Coping stress merupakan suatu proses yang akan

dilakukan oleh setiap orang secara terus menerus sampai tahap

individu tidak lagi mengalami tekanan atau dapat kembali menemukan

kenyamanan dalam hidupnya.

B. Kekerasan Dalam Rumah Tangga

1. Pengertian

Kekerasan dalam rumah tangga merupakan hal yang sulit untuk

didefiniskan mengingat batasan yang kurang jelas tentang suatu

tindakan dinyatakan sebagai bentuk kekerasan. Kesulitan untuk

mendefinisikan dikarenakan pelaku tindak kekerasan biasanya adalah

orang terdekat yakni suami dan dalam ikatan perkawinan yang sah. R.

Langley Richard D dan Levy C dalam Prastyowati (2003)

mengemukakan bahwa tindak kekerasan dalam rumah tangga adalah

tindakan individu yaitu suami yang dilakukan terhadap individu istri,

baik sengaja atau tidak sengaja, langsung atau tidak langsung telah

menimbulkan rasa sakit pada istri baik fisik maupun non fisik.

Poerwandari dalam Roechaeti (2005) mengartikan kekerasan

dalam rumah tangga sebagai bentuk penyalahgunaan kekuasaan oleh

salah satu anggota keluarga kepada anggota keluarga lain yang

(44)

seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya

kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis,

dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk

melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan

secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga ( Pasal 1

Undang-undang No 23 th 2004 dalam Rochaeti 2005).

Kekerasan terhadap istri semata-mata bukan karena latar

belakang pendidikan, gaji yang lebih tinggi tetapi lebih dikarenakan

budaya patriarkhi yang menganggap bahwa wanita adalah orang kelas

dua dan pria adalah pihak yang mendominasi. Budaya patriarkhi

membuat masyarakat melegalkan tindak kekerasan terhadap istri dan

menganggap kekerasan sebagai hal yang wajar. Hasil penelitian dari

Prastyowati (2003) mendukung pernyataan tersebut. Ia menyebutkan

bahwa kekuasaan dan tindak kekerasan yang dilakukan oleh suami

didukung oleh norma sosial dan norma agama. Pada norma-norma

tersebut cenderung mempertahankan dominasi laki-laki dalam budaya

patriarkhi. Sebagian besar masyarakat menganggap bahwa seorang

istri harus tunduk dan menerima perlakuan apa pun dari suami.

Anggapan masyarakat tersebut membuat suami merasa berhak

melakukan tindak kekerasan terhadap istri. Para akhirnya aparat

penegak kebenaran mengalami kesulitan untuk memberikan dakwaan

(45)

2. Bentuk-bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Masyarakat menganggap bahwa tindak kekerasan baru bisa

dianggap tindak kekerasan apabila meninggalkan luka secara fisik.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh R.

Langley Richard D dan Levy C dalam Prastyowati, 2003 menyatakan

bahwa terdapat empat aspek kekerasan antara lain :

a. Kekerasan Fisik

Meliputi dipukul, ditampar, dilempar, dijambak,

ditendang yang dilakukan dengan sengaja baik secara langsung

atau tidak langsung dan akibatnya dirasakan langsung oleh

istri. Seorang perempuan beranggapan bahwa dirinya

mengalami tindak kekerasan jika mereka mengalami kekerasan

ini, sehingga jarang yang berani melapor kepada pihak

berwajib jika tidak sampai mengalami luka secara fisik.

b. Kekerasan Psikologis

Meliputi hinaan, pengabaian (bersikap masa bodoh),

penolakan, tuduhan, ejekan, melarang bergaul dengan teman

laki-laki, termasuk menerima telepon dan lain sebagainya yang

menimbulkan perasaan tidak menyenangkan bagi istri, baik

secara langsung maupun tidak langsung. Perlakuan suami yang

demikian sering dianggap wajar oleh masyarakat dan korban

(46)

demikian membuat para korban KDRT menganggap bahwa

dirinya memang pantas direndahkan.

c. Kekerasan Ekonomi

Kekerasan ini meliputi perilaku suami yang tidak jujur

atau tidak adil dalam memberikan uang gaji kepada istri,

menyembunyikan sebagian penghasilannya, mengambil harta

istri tanpa ijin. Perilaku yang lain yakni memberi uang belanja

yang tidak seimbang dengan kebutuhan atau tidak memberi

uang sama sekali, menuntut istri memperoleh penghasilan yang

lebih tinggi dan tidak membenarkan istri mendapatkan karir.

d. Kekerasan Seksual

Meliputi :

1) Pelecehan seksual, baik dengan kata-kata maupun perbuatan

yang merendahkan kemampuan seksual perempuan,

melakukan perbuatan yang tidak senonoh.

2) Kekerasan seksual, melakukan hubungan seksual tanpa

persetujuan istri yang oleh sebagian orang dikatakan

sebagai tindakan perkosaan

3) Tidak memenuhi kebutuhan seksual istri. Suami mau

melakukan hubungan seksual hanya jika menginginkan

untuk memuaskan kebutuhan seksual suami sendiri dan

(47)

Dampak yang terjadi pada para istri yang mengalami

tindak kekerasan seksual ini adalah adanya perasaan rendah diri

dan merasa diri tidak berguna.

3. Faktor Penyebab Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Kekerasan dalam rumah tangga tidak serta merta muncul begitu

saja. Beberapa orang menyatakan bahwa kekerasan yang dilakukan

oleh suami mungkin memang sifat pelaku demikian. Secara umum

terdapat beberapa faktor yang dimungkinkan menjadi faktor

munculnya tindak kekerasan dalam rumah tangga yang dikemukakan

oleh Lori Heise (1998):

a. Personnel History

Latar belakang keluarga tempat pelaku (suami) dan

korban (istri) dibesarkan. Proses belajar dari ayah yang sering

melakukan tindak kekerasan pada istri atau pada anak, sehingga

pelaku tindak kekerasan berpikir bahwa tindakan kekerasan

merupakan pemecahan masalah yang paling mudah termasuk

untuk “menaklukkan” istri.

b. Micro system

Dominasi figur keluarga, konflik dalam rumah tangga

dan alkohol. Hal yang seringkali menjadi pemicu yakni adanya

masalah-masalah dimana suami tidak dapat memecahkannya

dan berakhir dengan minum-minuman beralkohol sehingga

(48)

Hilangnya kontrol diri membuat suami semakin mudah

melakukan tindak kekerasan terlebih jika keinginannya tidak

terpenuhi.

c. Exo system

Status sosial ekonomi dan pengaruh lingkungan. Adanya

perbedaan status sosial ekonomi, baik yang wanita lebih kaya

atau yang pria lebih kaya. Pada intinya kekerasan yang

dilakukan oleh suami untuk menunjukkan kekuasaannya

terhadap hidup istrinya.

d. Macro system

Dominasi budaya patriarkhi dan toleransi terhadap

kekerasan. Sebagian besar masyarakat Indonesia menganut

budaya patriarkhi. Pada budaya ini masyarakat menganggap

bahwa pria memiliki status yang lebih tinggi sehingga harus

disegani dan diikuti kemauannya. Budaya ini membuat

kekerasan yang dilakukan oleh suami semakin dilegalkan.

Pada pembahasan yang lebih luas terdapat beberapa faktor

yang mendukung terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (dalam

Rini, 2006) antara lain:

a. Hasil belajar sosial (Social Learning )

Klein, dkk (1997) berpendapat bahwa suami yang melakukan

tindak kekerasan terhadap istri seringkali adalah anak yang

(49)

baik menimpa dirinya atau orang di lingkungannya. Suami

yang sebelumnya berperan sebagai anak memandang bahwa

kekerasan sebagai satu-satunya cara untuk menyelesaikan

masalah.

b. Hasil sosialisasi peran gender

Chusairi (2000) mengemukakan bahwa kekerasan terhadap

istri merupakan gambaran adanya ketidakadilan gender yang

menempatkan perempuan subordinat suami. Istri dianggap

sebagai milik suami.

c. Adanya sifat-sifat tertentu yang menyebabkan suami

cenderung lebih sering melakukan kekerasan terhadap istri

Suami yang bertindak sebagai pelaku tindak kekerasan dalam

rumah tangga biasanya memiliki penerimaan diri yang rendah.

Suami yang demikian cenderung membenarkan tindakan yang

telah dilakukan dengan alasan untuk memberikan pelajaran

bagi korbannya (Langley dan Levy, 1987). Lebih lanjut

dikemukakan bahwa suami memiliki sifat-sifat tertentu antara

lain sulit berkomunikasi, kurang kontrol terhadap impuls,

penerimaan diri yang rendah, kebutuhan untuk mengontrol

orang lain.

d. Adanya dukungan budaya

Berdasarkan penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh

(50)

diperoleh yakni faktor-faktor sosial sangat mempengaruhi

KDRT. Faktor-faktor itu tidak dapat dilepaskan dari

keyakinan serta kebiasaan yang hidup dalam masyarakat

tersebut.

e. Adanya penggunaan alkohol dan obat-obatan terlarang

Pada saat suami kehilangan kontrol diri akan mudah

melakukan tindak kekerasan terhadap istri. Langley dan Levy

(1987) menemukan bahwa terdapat 45% sampai 90% kasus

kekerasan terhadap istri dikarenakan adanya pengaruh alkohol.

f. Problema seksual

Penelitian yang dilakukan oleh Retnowati dan Sulastri (2003)

menunjukkan bahwa kekerasan dalam rumah tangga seringkali

terjadi karena adanya ketidakpuasan dalam kehidupan

seksualnya.

g. Kondisi ekonomi keluarga

Perekonomian keluarga seringkali menjadi pemicu munculnya

pertengkaran yang pada akhirnya berujung pada tindak

kekerasan. Pada penelitian yang dilakukan oleh Tarigan, dkk

(dalam Retnowati dan Sulastri, 2003) mengemukakan bahwa

kesulitan ekonomi menjadi salah satu faktor pemicu kekerasan

terhadap istri. Suami yang menganggur, suami di PHK serta

beban hutang besar seringkali menjadi pemicu adanya tindak

(51)

h. Kurangnya komunikasi

Kurangnya komunikasi menyebabkan hal-hal kecil yang

seharusnya dapat dibicarakan secara baik-baik menyebabkan

munculnya pertengkaran yang hebat.

4. Hal-hal yang Mempengaruhi Keakraban Suami-istri

Wibowo (2003) mengemukakan bahwa terdapat beberapa

faktor yang mempengaruhi kemampuan wanita dalam menikmati

keakraban suami istri antara lain

a. Kesehatan Fisik, orang yang sehat secara fisik akan lebih

dapat menikmati dan dapat mendukung kehidupan

pasangannya.

b. Keadaan Mental atau intelek yang mencakup cara pandang

terhadap sesuatu. Hal ini juga berkaitan dengan keadaan

imajinasi ini, seseorang dapat bersikap objektif saat

menghadapi masalah atau lebih cenderung menggunakan

simbol-simbol emosional.

c. Cara pemecahan masalah dan cara pengambilan keputusan

terhadap suatu hal. Pasangan yang dapat mengambil

keputusan dengan tepat dimana bisa mencapai kesepakatan di

antara kedua belah pihak akan bisa menikmati kehidupan

dengan pasangannya.

d. Keadaan emosi, termasuk cara mengekspresikan emosi dan

(52)

dengan tepat dan sesuai pada kondisi akan membantu

pasangan dalam menanggapi perasaan pasangannya.

e. Tingkat religiusitas atau spiritualitas, setiap pasangan yang

memiliki kedekatan dan tekun melakukan ibadahnya akan

mudah menjalani kehidupan rumah tangganya dan

disesuaikan dengan nilai-nilai yang ada pada keyakinannya.

f. Pengalaman masa lalu, yang mencakup hubungan seseorang

dengan orang tuanya. Khususnya hubungan masa

kanak-kanak dan masa gadis dengan sang ibu, yang bisa

menciptakan rasa aman.

g. Lamanya pernikahan, semakin lama pernikahan seseorang

akan membantu dalam proses pengenalan dan penerimaan

pribadi pasangan yang lain. Hal ini akan berujung pada

kemampuan seseorang untuk menjalani kehidupan dengan

pendampingnya.

h. Budaya/ Suku bangsa, pada suatu budaya dan suku bangsa

tertentu ada yang menentukan peraturan mengenai kehidupan

berumah tangga. Apabila peraturan ini dijalankan dan ditaati

akan sangat membantu dalam menjalani kehidupan rumah

tangganya.

i. Keadaan ekonomi/ penghasilan, ketimpangan penghasilan

seringkali menjadi pemicu pertengkaran dan kesalah

(53)

33 BAB III

METODE PENELITIAN

A. JENIS PENELITIAN

Jenis penelitian yang akan digunakan pada penelitian ini adalah

studi deskriptif fenomenologi. Fenomenologi adalah metode penelitian

dimana tujuan utama adalah mendeskripsikan makna pengalaman hidup

beberapa orang tentang suatu konsep atau fenomena yang dalam hal ini

adalah perilaku coping (Cresswell, 1997). Peneliti akan melihat aktivitas

subjek terutama berkaitan dengan teknik coping yang digunakan oleh

perempuan yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga.

Penelitian dengan menggunakan metode kualitatif tidak mengenal

validitas dan reliabilitas. Pada penelitian ini validitas dikenal dengan

kredibilitas yang terletak pada keberhasilannya mencapai maksud

mendeskripsikan proses coping yang dilakukan oleh subjek. Peneliti akan

mendeskripsikan secara mendalam mengenai perilaku coping dan

dikaitkan dengan konteks kekerasan dalam rumah tangga. Peneliti juga

akan melakukan wawancara pada keluarga subjek atau orang-orang yang

dekat dengan subjek untuk memperoleh kebenaran dari pernyataan subjek.

Pada penelitian kualitatif, reliabilitas dikenal dengan transferability yakni

hasil penelitian dapat diterapkan pada situasi lain yakni perilaku coping

dalam konteks kekerasan tetapi pada subjek yang berbeda. Lincoln &

(54)

pada penelitian ini dengan cara membandingkan hasil penelitian dengan

teori-teori yang ada dan terkait dengan coping dan KDRT.

B. SUBJEK PENELITIAN

Subjek penelitian yang akan digunakan pada penelitian ini adalah

istri yang memiliki penghasilan dan menjadi korban kekerasan dalam

rumah tangga serta masih bertahan dalam pernikahan. Subjek yang akan

digunakan sebanyak 4 orang yang memiliki penghasilan dan bertahan

dalam kekerasan. Peneliti tidak melihat latar belakang pendidikan, usia

pernikahan.

C. METODE PENGUMPULAN DATA

Wawancara

Teknik pengumpulan data dengan wawancara yakni percakapan

dan tanya jawab yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu

(Poerwandari, 1998). Peneliti akan melakukan wawancara kepada subjek

mengenai bagaimana subjek melakukan teknik coping selama mengalami

kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh suami.

Teknik wawancara yang digunakan yakni wawancara semi

terstruktur. Peneliti melengkapi diri dengan pedoman umum wawancara

yang akan digunakan untuk mengingatkan peneliti mengenai aspek-aspek

yang harus dibahas.

Proses wawancara akan dimulai dengan melakukan pendekatan

(55)

merasa nyaman dengan keberadaan peneliti maka penelitian baru akan

dilakukan dengan seijin subjek. Rencana proses wawancara akan

dilakukan sebanyak empat kali untuk masing-masing subjek. Proses

wawancara akan dilakukan selama sebulan, dengan jadwal seminggu

sekali.

Tabel 1. Panduan Wawancara

Topik Utama Pertanyaan

Problem Focused Coping a. Active Coping b. Planning

c. Suppression of Competing d. Excercising Restraint e. Assertive Confrontation

Tindakan apa saja yang Anda lakukan untuk menghadapi kekerasan dari suami? Apa tujuannya?

Apa saja yamg Anda rencanakan? Bagaimana Anda menjalankan rencana Anda

Bagaimana Anda memikirkan masalah yang Anda hadapi? Pada kondisi seperti apa, Anda merasa dapat menyelesaikan masalah yang Anda hadapi?

Pembelaan seperti apa yang sering Anda lakukan terhadap suami Anda?

Emotion Focused Coping a. Positive Reinterpretation b. Acceptance

c. Denial d. Reppression e. Escape-Avoidance f. Wishful-Thinking g. Controlling Feeling

Makna apa yang Anda dapatkan dari masalah Anda? Sejauh mana Anda menerima kejadian yang Anda alami? Bagaimana Anda menerima kejadian yang Anda alami? Hal-hal apa saja yang Anda lakukan untuk hindari konflik? Sejauh mana Anda menghadapi kekerasan dari suami Anda? Harapan-harapan apa saja yang Anda miliki terhadap suami Anda?

Bagaimana Anda menghadapi perasaan Anda saat menghadapi kekerasan dari suami?

Seeking Social Support a. Help and Guidance b. Emotional Reasons c. Affirmation of Worth d. Tangible Aid

Bantuan atau arahan seperti apa yang Anda cari dari orang lain? Bagaimana peran lingkungan sosial dalam membantu Anda menghadapi masalah Anda?

Bagaimana pendapat orang lain tentang nilai-nilai yang Anda peroleh?

(56)

D. PROSES PENGOLAHAN DATA

1. Organisasi Data

Organisasi data yakni proses menyusun data secara rapi dan

sistematik yang digunakan untuk membantu peneliti memperoleh

kualitas data yang baik serta memudahkan dalam penelusuran data.

Data yang akan disimpan dan diorganisasikan antara lain :

a. Data mentah berupa kaset rekaman dan data yang sudah

diproses (transkrip dan catatan lapangan peneliti).

b. Pengkategorian dari pengkodean yang dilakukan

2. Pengkodean

Koding dimaksudkan untuk dapat mengorganisasi dan

mensistemisasi data secara lengkap dan mendetail sehingga dapat

memunculkan gambaran tentang perilaku coping stress dalam

menghadapi kekerasan dalam rumah tangga. Langkah-langkah dalam

koding :

a. Menyusun transkrip verbatim (kata demi kata dan memberi dua

ruang kosong di sebelah kanan yang akan digunakan untuk

memberi kode dan catatan).

b. Lakukan penomoran untuk tiap-tiap baris dan catatan lapangan

untuk memudahkan apabila hendak dipakai lagi.

c. Peneliti memberi nama untuk masing-masing berkas dengan

(57)

Misal pada bagian koding dalam kategorisasi:

C.Pf.Pln : coping dengan Problem Focused Planning

S1.W1.3-7 : subyek 1 wawancara pertama baris 3 sampai 7

Tabel 2 : Kode Analisis Hasil Wawancara

Topik Sub Topik Koding

Perilaku coping 1. Active Coping

2. Planning

3. Suppression Coping

4. Excercising Restraint Coping

5.Assertive Confrontation

6. Positive Reinterpretation

7. Acceptance

8. Denial

9.Reppression 10. Escape-Avoidance 11. Wishful-Thinking 12. Controling feeling 13. Help and Guidance

14. Seeking support for emotional 15. Affrimation of Worth 16. Tangible Aid

C. Pf. Atv

E. ANALISIS DATA

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode

ilustratif, yaitu mengaplikasikan teori tertentu terhadap suatu situasi sosial

konkret tertentu atau menginterpretasikan data berdasarkan teori tertentu

yang sudah ada. Langkah-langkah analisisnya adalah sebagai berikut

(Newman, 2000):

1. Memilih satu atau serangkaian teori tertentu yang sudah ada untuk

dijadikan sejenis “kotak penampung”. Serangkaian teori yang

dipakai dalam penelitian ini adalah teori tentang Coping Stress dari

(58)

strategi coping yakni emotion focused coping, problem focused

coping dan seeking social support.

2. Memeriksa apakah bisa dikumpulkan data evidensi yang diisikan

ke dalam kotak-kotak penampung tersebut. Data-data dikoding

sesuai dengan kode yang telah ditentukan sebelumnya dan

dimasukkan ke dalam teori-teori yang dipakai (seperti dalam no 1

di atas)

3. Data evidensi itu mengukuhkan atau menggugurkan teori yang

dipilih selanjutnya fakta ini dipakai sebagai saran

menginterpretasikan realitas sosial yang menjadi objek penelitian.

Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian

sebelumnya yang dilakukan oleh Sulastri dan Retnowati (2003)

mengenai kasus KDRT. Masing-masing subjek dalam penelitian

ini memiliki karakterisktik yang khas, maka generalisasi hasil yang

diperoleh dari hasil penelitian ini tidak dapat diterapkan pada

sembarang populasi. Generalisasi hasil dapat dikategorikan valid

jika paparan temuan dan simpulan dapat diikuti dengan baik

rasionalnya, serta dapat dibuktikan dengan melihat data mentah

(Poerwandari, 2005).

F. PEMERIKSAAN KEABSAHAN DATA

Peneliti akan melakukan pemeriksaan keabsahan data dengan

menggunakan teknik triangulasi. Teknik triangulasi data adalah teknik

(59)

data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap

data yang ada (Moleong, 2002). Triangulasi yang digunakan adalah

triangulasi sumber, dengan cara membandingkan keadaan dan perspektif

subjek dengan pendapat dan pandangan orang lain. Sumber lain yang akan

digunakan adalah hasil wawancara dengan keluarga, orang terdekat atau

(60)

40 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. PROSES PENGUMPULAN DATA

1. Proses Perolehan Subjek

Peneliti melakukan proses perolehan subjek dengan cara

mencari informasi pada pihak – pihak terkait dengan kekerasan dalam

rumah tangga. Salah satunya adalah Kepolisian Kota Besar dan

Lembaga Penanganan korban kekerasan dalam rumah tangga. Peneliti

juga mencari informasi pada rekan–rekan sejawat dan masyarakat serta

pemimpin di lingkungan masyarakat. Pada tahap awal, peneliti

mendapatkan satu orang subjek tetapi dalam proses rapport

memutuskan untuk berhenti dengan alasan ketatnya pengawasan dari

pihak suami dan keluarga. Pada akhirnya, subjek tersebut berkenan

melanjutkan proses penelitian. Hal itu terjadi karena suami menjadi

buronan polisi dengan tuduhan memperkosa anak gadis di bawah

umur. Pada tahap selanjutnya subjek ini akan disebut sebagai Subjek I.

Peneliti mendapatkan dua orang subjek di daerah Yogyakarta

berdasarkan informasi dari masyarakat setempat. Pada awal proses

pengambilan data, kedua subjek memutuskan untuk berhenti karena

akhirnya mereka memilih untuk meninggalkan suaminya. Pada kedua

subjek tersebut akhirnya satu orang pulang ke rumah orang tua di

Palembang dan yang lain menetap bersama anaknya di Bali. Kedua

(61)

tidak bercerai, karena mereka menikah secara Katholik, dimana pada

agama ini memiliki prosedur yang rumit untuk bercerai.

Peneliti memiliki informasi mengenai subjek keempat dari

rekan peneliti di kampus. Rekan peneliti akhirnya menjadi

penghubung antara peneliti dengan subjek tersebut. Subjek tersebut

mengajukan diri untuk bergabung dengan penelitian ini dan menjadi

nara sumber. Pada tahap selanjutnya, subjek ini akan disebut sebagai

Subjek II.

Peneliti memperoleh data wanita korban KDRT dari Kepolisian

Kota Besar Surakarta dan Kantor Kejaksaan Tinggi Surakarta

sebanyak tiga orang. Pada akhirnya, hanya satu orang saja yang

bersedia untuk menjadi nara sumber. Sementara dua subjek yang lain

tidak bersedia karena adanya rasa takut terhadap suami. Pada

penelitian ini, subjek tersebut akan disebut sebagai Subjek III.

Pada bulan November akhir, peneliti hanya mampu

mendapatkan tiga orang subjek yang bersedia menjadi nara sumber

dalam penelitian. Ketiga subjek yang bersedia menjadi nara sumber

dalam penelitian ini memiliki karakteristik yang sama, yakni istri

korban kekerasan dalam rumah tangga, memiliki penghasilan sendiri

serta masih bertahan dalam rumah tangga ( tidak bercerai ).

2. Proses Rapport

Peneliti melakukan proses rapport yang cukup lancar dan tidak

(62)

sebanyak empat kali pertemuan. Subjek I pada awalnya masih merasa

canggung dengan peneliti, tetapi akhirnya bisa terbuka. Pada saat

melakukan rapport, pemilik rumah yang adalah tetangga subjek

memberikan bantuan yang cukup berarti bagi peneliti. Peneliti

melakukan pengambilan data di rumah tetangga subjek. Hal ini

dilakukan peneliti untuk menghindari resiko yang harus ditanggung

olah subjek di kemudian hari.

Peneliti sangat mudah untuk menjalin hubungan dengan subjek

II. Salah satu hal yang mendukung yakni subjek tersebut yang

memutuskan sendiri untuk bergabung dalam penelitian ini dan menjadi

nara sumber. Keterbukaan subjek sangat membantu peneliti dalam

menggali informasi bahkan sampai pada hal yang mendetil. Subjek

memiliki waktu yang terbatas karena ketatnya pengawasan dari pihak

suami. Hal ini yang menjadi hambatan dalam melakukan proses

pengambilan data.

Peneliti mengalami sedikit kendala pada Subjek III yakni

sulitnya mengatur waktu pertemuan antara subjek dengan peneliti.

Salah satu alasannya karena subjek bekerja hingga larut malam. Subjek

selalu mendapat pengawasan yang ketat dari suami, walaupun suami

subjek tidak lagi memarahi atau memukul subjek setelah keluar dari

penjara. Suami subjek sempat beberapa kali menunjukkan wajah yang

kurang bersahabat dengan peneliti karena alasan yang peneliti sendiri

(63)

3. Proses Wawancara dan Pengambilan Data Utama

Peneliti mengambil data dengan metode wawancara semi

terstruktur. Peneliti menggunakan panduan pertanyaan berkaitan

dengan coping stress pada perempuan korban kekerasan dalam rumah

tangga. Peneliti mengajukan pertanyaan seputar latar belakang subjek

dan suami, berikutnya pertanyaan mengenai kekerasan dalam rumah

tangga serta coping stress yang dilakukan.

Peneliti melakukan wawancara sebanyak dua kali untuk setiap

subjek. Proses pengambilan data berjalan cukup lama, yakni dari bulan

September sampai dengan bulan November. Salah satu penyebabnya

adalah subjek dan peneliti harus mencari waktu yang tepat yakni ketika

subjek dalam kondisi aman dan memiliki waktu senggang.

4. Data Demografi Subjek

Karakteristik Subjek I Subjek II Subjek III

Usia 26 tahun 53 tahun 27 tahun

Suku Jawa Jawa Jawa

Pendidikan SMP SMU SMEA

Usia Pernikahan 7 tahun 34 tahun 8 tahun

Jumlah anak 2 4 2

Agama Islam Katholik Islam

Pekerjaan Pengelola Toko PNS Swasta

Interview nara

sumber utama

3 Sept 2007

1 Okt 2007

5 Oktober 2007

3 Sept 2007

27 Sept 2007

3 Des 2007

(64)

B. HASIL PENELITIAN

1. Subjek I

a. Latar Belakang

1) Subjek

Subjek I berasal dari keluarga yang kurang mampu.

Subjek hanya mampu menyelesaikan pendidikannya sampai

jenjang pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Subjek

I mendapat keterampilan menjahit di sekolahnya dan hingga

kini, keterampilan ini digunakan untuk memperoleh

penghasilan. Kedua orang tua subjek memiliki pekerjaan

sebagai petani dan penghasilannya sering tidak tetap. Meskipun

demikian, kedua orang tua subjek sering menolong subjek,

terutama dalam memenuhi kebutuhannya bahkan hingga

berumah tangga.

Pada kehidupan sehari – hari, subjek adalah seorang

yang tertutup dan jarang bergaul. Hal ini dimulai dari pergaulan

subjek di dalam keluarga, subjek jarang berbicara dan hanya

berbicara apabila memang diperlukan. subjek juga sering

mengalah dan jarang mengemukakan keinginannya. Hal

tersebut terus menerus berlangsung hingga subjek menikah dan

mengalami penganiayaan dari pihak suami. Subjek tidak

Gambar

TABEL 2: KODE ANALISIS HASIL WAWANCARA ……………………….38
Tabel 1. Panduan Wawancara

Referensi

Dokumen terkait

Mahasiswa Program Studi Ekonomi Islam UII juga dituntut untuk selalu aktif dalam melakukan kegiatan pembelajaran yang dilakukan di laboratorium agar memaksimalkan fungsi

Untuk menguji pengaruh variabel kualitas pelayanan terhadap loyalitas konsumen nasabah dilakukan dengan membandingkan t-hitung sebesar 15,991 dan t-tabel 1,623 yang berarti

laporan kewangan untuk 3 bulan terakhir yang telah disahkan). e) Borang Sebutharga Kerja / Lampiran Q tersebut hendaklah ditandatangani oleh seorang pemilik syarikat atau

Hasil analisis yang dilakukan pada ikan tuna dalam penelitian ini menghasilkan lama waktu pengosongan lambung pada ikan tuna jenis mata besar, sirip biru selatan, maupun

Fitur yang di sediakan juga menarik, selain berkirim pesan ataupun bertukar informasi, dengan SoundCloud, pengguna berkesempatan untuk berkomunikasi dan berbagi konten

Akan tetapi hak cipta juga dapat didaftarkan, namun tidak menjadi kewajiban bagi pencipta untuk mendaftarkan asil karya ciptaanya (Atsar, 2017). Pendaftaran hak cipta ini

Selain work-family conflict, kepuasan kerja karyawan juga merupakan faktor penentu didalam keberhasilan suatu perusahaan dimana seorang manager dituntut bersikap jeli dalam

Sehingga potensi untuk terkena dermatitis kontak lebih besar dibandingkan dengan pekerja (pekerja tua) yang berada pada pekerjaan yang tidak menggunakan banyak