• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.5. Rancangan Model Usahatani Konservasi Berbasis Sumberdaya

5.5.3. Subsistem Kelembagaan Penerapan Model Usahatan

Menurut Syahyuti (2006), suatu kelembagaan suatu pemantapan perilaku (ways) yang hidup pada suatu kelompok orang, merupakan sesuatu yang stabil, mantap, dan berpola; berfungsi untuk tujuan-tujuan tertentu dalam masyarakat; ditentukan dalam sistem sosial tradisional dan modern, atau bisa berbentuk tradisional dan modern; dan berfungsi untuk mengefisienkan kehidupan sosial. Dengan demikian kelembagaan adalah kelompok-kelompok sosial yang menjalankan masyarakat.

Dalam konteks penerapan model usahatani konservasi, yang dimaksud dengan kelembagaan adalah suatu jaringan yang terdiri dari sejumlah orang dan lembaga untuk tujuan tertentu, memiliki aturan dan norma, serta memiliki struktur. Ada delapan bentuk kelembagaan yaitu: (1) kelembagaan penyediaan input usahatani, (2) kelembagaan penyediaan permodalan, (3) kelembagaan pemenuhan tenaga kerja, (4) kelembagaan penyediaan lahan dan air irigasi, (5) kelembagaan usahatani/usahaternak, (6) kelembagaan pengolahan hasil pertanian, (7) kelembagaan pemasaran hasil pertanian, dan (8) kelembagaan penyediaan informasi (teknologi, pasar, dll).

Hasil karakterisasi usahatani menunjukkan bahwa keberadaan kelembagaan usahatani sangat dirasakan manfaatnya oleh petani di hulu sub DAS Cikapundung. Petani merasa kesulitan apabila kelembagaan ini tidak ada. Hal ini menunjukkan bahwa keberhasilan penerapan model usahatani konservasi sangat dipengaruhi oleh kelembagaan tersebut.

Untuk memperoleh elemen kunci kelembagaan penerapan model usahatani konservasi dilakukan kajian mengenai keterkaitan antar elemen tujuan dan kendala penerapan model usahatani konservasi mengunakan program ISM.

1

2

3, 4

5

0

1

2

3

4

5

6

0

1

2

3

4

5

6

A. Tujuan Penerapan Model Usahatani Konservasi

Hasil identifikasi elemen tujuan penerapan model usahatani konservasi tanaman sayuran berbasis sumberdaya spesifik lokasi di hulu sub DAS Cikapundung diperoleh 5 subelemen tujuan, yaitu: (1) penurunan laju erosi dan sedimentasi, (2) peningkatan produktivitas dan pendapatan, (3) peningkatan peluang kerja dan usaha, (4) peningkatan pendapatan daerah, dan (5) pelestarian sumberdaya lahan dan lingkungan.

Hubungan kontekstual antar subelemen dapat digambarkan dalam plot kekuatan penggerak dan ketergantungan masing-masing subelemen tujuan penerapan model usahatani konservasi berbasis sumberdaya spesifik lokasi seperti diperlihatkan pada Gambar 24.

Gambar 24 memperlihatkan sebaran kelima subelemen sesuai dengan ordinatnya dan masuk ke dalam kategori dua sektor, independent dan dependent. Subelemen tujuan yang termasuk kategori independent adalah subelemen penurunan laju erosi dan sedimentasi serta pelestarian sumberdaya lahan dan lingkungan. Hal ini berarti bahwa ke dua subelemen tujuan tersebut memiliki kekuatan penggerak yang besar atau sebagai variabel bebas dalam penerapan model usahatani konservasi di hulu sub DA Cikapundung.

Gambar 24. Plot Driver Power-Dependent Penerapan Model Usahatani Konservasi di Hulu Sub DAS Cikapundung pada Elemen Tujuan

Independent Dependent Linkage Autonomous Dependent D a y a P en g g er a k ( D iv er P o w er )

3 4

2

5

1

Pada Gambar 24 juga terlihat bahwa subelemen peningkatan peluang kerja dan usaha serta peningkatan pendapatan daerah termasuk kedalam kategori

dependent. Subelemen tujuan tersebut tidak bebas sangat tergantung pada subelemen lainnya, berarti bahwa peningkatan peluang kerja dan usaha serta peningkatan pendapatan daerah sebagai akibat dari tindakan dari subelemen tujuan lainnya. Subelemen peningkatan produktivitas dan pendapatan berada pada kategori netral, artinya bahwa subelemen tujuan tersebut kekuatan dan keterkaitan yang seimbang dalam penerapan model usahatani konservasi.

Berdasarkan kekuatan penggerak dapat digambarkan diagram struktural dari elemen tujuan, seperti diperlihatkan pada Gambar 25.

Gambar 25. Struktur Kelembagaan Penerapan Usahatani Konservasi di Hulu Sub DAS Cikapundung pada Elemen Tujuan

Gambar 25 menunjukkan bahwa dari lima subelemen tujuan ada empat tingkat hierarki dimana subelemen tujuan 1, yaitu penurunan laju erosi berada pada level 4 merupakan elemen kuci keberhasilan penerapan model usahatani konservasi. Subelemen tujuan 2, yaitu peningkatan produktivitas dan pendapatan berada pada level 2 merupakan peubah linkages (pengait) untuk tercapainya sub elemen tujuan 3 dan 4, yaitu peningkatan peluang kerja dan usaha serta peningkatan pendapatan daerah. Sub elemen tujuan 5, yaitu pelestarian sumberdaya lahan dan lingkungan berada pada level 3 merupakan peubah bebas yang memiliki kekuatan penggerak besar namun sedikit ketergantungan terhadap program penerapan model usahatani konservasi.

1. Penurunan laju erosi dan sedimentasi,

2. Peningkatan produktivitas dan pendapatan,

3. Peningkatan peluang kerja dan usaha,

4. Peningkatan pendapatan daerah, dan 5. Pelestarian sumberdaya lahan dan

lingkungan. Level 2

Level 1

Level 3

B. Kendala Pengembangan Model Usahatani Konservasi

Hasil identifikasi elemen kendala penerapan model usahatani konservasi tanaman sayuran berbasis sumberdaya spesifik lokasi di hulu sub DAS Cikapundung diperoleh 5 subelemen kendala, yaitu: (1) kemampuan modal petani terbatas, (2) harga hasil usahatani fluktuatif, (3) tingkat pendidikan petani rendah, (4) kepemilikan lahan sempit, dan (5) informasi teknologi kurang/terbatas

Hubungan kontekstual antar subelemen dapat digambarkan dalam plot kekuatan penggerak dan ketergantungan masing-masing subelemen tujuan penerapan model usahatani konservasi berbasis sumberdaya spesifik lokasi seperti diperlihatkan pada Gambar 26.

Gambar 26. Plot Driver Power-Dependent Penerapan Model Usahatani Konservasi di Hulu Sub DAS Cikapundung pada Elemen Kendala

Gambar 26 memperlihatkan sebaran kelima subelemen sesuai dengan ordinatnya dan masuk ke dalam kategori tiga sektor, independent, dependent, dan

autonomous. Subelemen kendala yang termasuk kategori independent adalah subelemen tingkat pendidikan petani rendah dan informasi teknologi kurang/terbatas. Hal ini berarti bahwa ke dua subelemen kendala tersebut memiliki kekuatan penggerak yang besar atau sebagai variabel bebas dalam penerapan model usahatani konservasi di hulu sub DA Cikapundung.

1 2 3, 5 4 0 1 2 3 4 5 0 1 2 3 4 5 D a y a P en g g er a k ( D iv er P o w er ) Dependent Dependent Autonomous Independent Lingkage 4 3, 5

Subelemen kendala kemampuan modal petani terbatas dan kepemilikan lahan sempit termasuk kedalam kategori dependent. Artinya bahwa subelemen kendala tersebut tidak bebas sangat tergantung pada subelemen lainnya. Kemampuan modal terbatas dan kepemilikan lahan sempit dapat diatasi dengan tindakan dari subelemen kendala lainnya. Subelemen kendala harga hasil usahatani fluktuatif termasuk kedalam kategori autonomous, artinya bahwa subelemen kendala tersebut tidak berkaitan dengan sistem kelembagaan usahatani konservasi meskipun mempunyai hubungan yang sangat kuat. Hal ini menunjukkan bahwa fluktuasi harga tidak dapat dikendalikan oleh kelembagaan usahatani tetapi harus ada kelembagaan khusus yang menangani masalah tersebut. Kekuatan pasar tidak hanya ditentukan oleh kondisi di daerah setempat tetapi sangat tergantung pada kondisi pasar di daerah lain.

Berdasarkan kekuatan penggerak dapat digambarkan diagram struktural dari elemen tujuan, seperti diperlihatkan pada Gambar 27.

Gambar 27. Struktur Kelembagaan Penerapan Usahatani Konservasi di Hulu Sub DAS Cikapundung pada Elemen Kendala

Gambar 27 menunjukkan bahwa dari lima subelemen kendala ada tiga tingkat hierarki dimana subelemen kendala 3 dan 5, yaitu tingkat pendidikan petani rendah dan informasi teknologi rendah/terbatas merupakan elemen kunci keberhasilan penerapan model usahatani konservasi. Subelemen kendala 2, yaitu harga hasil usahatani fluktuatif berada pada level 2 merupakan peubah linkages

(pengait) untuk dapat mengatasi sub elemen tujuan 1 dan 4, yaitu kemampuan

1 4

2

3 5

1. Kemampuan modal petani terbatas

2. Harga hasil usahatani fluktuatif 3. Tingkat pendidikan petani rendah 4. Kepemilikan lahan sempit

5. Informasi teknologi kuran/terbatas Level 1

Level 2

modal terbatas dan kepemilikan lahan sempit dalam menerapkan model usahatani konservasi.

C. Rancangan Subsistem Kelembagaan Usahatani Konservasi

Kelembagaan Usahatani Konservasi (KUK) pada dasarnya adalah membangun suatu model percontohan yang selanjutnya dapat berperan sebagai laboratorium lapang. Berdasarkan elemen kunci pada elemen tujuan dan kendala, di dalam laboratorium lapang dikembangkan interaksi langsung antara kegiatan penelitian, penyuluhan, dan pelayanan pendukung.

Kegiatan penelitian dilakukan untuk mencapai elemen kunci tujuan, yaitu mengendalikan laju erosi dan sedimentasi yang akhirnya dapat meningkatkan produktivitas dan pendapatan. Kegiatan penyuluhan untuk mengatasi elemen kendala tingkat pendidikan rendah dan informasi teknologi rendah/terbatas. Pelayanan pendukung untuk mengatasi kendala harga hasil usahatani yang fluktuatif dan kenaikan harga sarana produksi. Hal ini dapat dilakukan baik berada dalam sistem kelembagaan maupun di luar sistem kelembagaan.

Ada tiga upaya pokok yang dikembangkan melalui pembentukan subsistem kelembagaan usahatani konservasi, yaitu:

(1) Meningkatkan hubungan sinergis peneliti dengan penyuluh di lapangan yang selama ini cenderung menurun dan terkesan bekerja sendiri-sendiri dengan adanya otonomi daerah. Kegiatan penelitian diintegrasikan langsung di lapangan dimana peneliti sebagai penyedia teknologi dan penyuluh sebagai penyampai informasi teknologi. Dengan demikian, KUK dapat berfungsi sebagai wadah untuk mengintegrasikan kegiatan penelitian dan penyuluhan serta sekaligus untuk merevitalisasi penyuluhan yang akhir-akhir ini terkesan mengalami penurunan.

(2) Meningkatkan hubungan sinergis peneliti dengan petani dan praktisi agribisnis, baik secara tidak langsung maupun dengan perantara penyuluh lapang. Praktisi agribisnis yang dimaksud disini adalah pelaku usahatani baik skala kecil maupun besar.

(3) Meningkatkan hubungan sinergis seluruh elemen yang terkait dengan kegiatan usahatani yang selama ini belum terjalin secara baik. Kegiatan

usahatani yang dimaksud disini adalah kegiatan usaha produksi sayuran, produksi dan penyedia sarana produksi pertanian, pemasaran hasil usahatani, dan pengolahan pasca panen jika diperlukan.

Berdasarkan ketiga upaya pokok tersebut subsistem kelembagaan usahatani konservasi (KUK) merupakan perpaduan antara elemen seperti terlihat pada Gambar 28.

Gambar 28. Kerangka Subsistem Kelembagaan KUK

Berkaitan dengan upaya pokok kelembagaan KUK dalam meningkatkan hubungan sinergis seluruh elemen yang terkait dalam kegiatan usahatani, antara lain kelembagaan produksi (kelompok tani) dengan penyedia sarana produksi dan pengelola sarana produksi pertanian khususnya penyediaan pupuk kandang, dapat dilakukan dengan sistem integrasi usahatani tanaman sayuran dengan ternak. Limbah sayuran baik dalam bentuk umbi, buah, batang, maupun daun dapat < H H 6 H % % Perguruan Tinggi Badan Litbang Pertanian (Balai Penelitian dan

Pengkajian) Lembaga Pasar Lembaga Keuangan (Bank) Pemerintah Daerah Badan Penyuluh Pertanian Laboratorium Lapang • Informasi teknologi • Informasi pasar • Informasi permodalan KELEMBAGAAN KUK PRODUKSI (Kelompok Tani) PEMASARAN HASIL PENGOLAHAN PASCA PANEN PERMODALAN (Lembaga keuangan di Desa) SARANA PRODUKSI DAN PENGOLAHAN SARANA PRODUKSI

dimanfaatkan sebagai pakan ternak dan ternak akan menghasilkan kotoran dan sisa-sisa pakan yang dapat dimanfaatkan sebagai pupuk. Sebagai ilustrasi dapat dilihat pada Gambar 29).

Gambar 29. Sistem Integrasi Usahatani Konservasi Tanaman Sayuran dengan Ternak Sapi.

Jenis ternak yang banyak diusahakan di hulu sub DAS Cikapundung adalah ternak sapi perah. Pemeliharaan ternak sapi perah memerlukan banyak curahan tenaga kerja, sehingga sebagian besar petani yang memelihara ternak sapi tidak berusahatani tanaman sayuran. Dengan demikian, sistem integrasi dalam suatu wadah kelembagaan KUK sangat tepat.

5.5.4. Evaluasi Erosi dan Analisis Jasa Lingkungan Penerapan Model

Dokumen terkait