• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2. Substrat atau Sedimen

Substrat merupakan parameter yang sangat penting bagi kehidupan kerang darah sebagai habitat atau tempat hidupnya. Tipologi substrat di perairan PLTU Labuan, Teluk Lada pada umumnya adalah pasir hingga lempung berpasir, sedangkan di perairan Bojonegara, Teluk Banten adalah pasir berlempung hingga lempung berpasir (Tabel 4).

Tabel 4. Tipologi substrat di perairan PLTU Labuan, Teluk Lada dan Bojonegara, Teluk Banten

Lokasi

Stasiun

pengamatan Pasir (%) Debu (%) Liat (%) Tipe substrat

PLTU Labuan, Teluk Lada

Muara Bama 92,73 3,84 3,43 Pasir

Tegal Papak 77,02 8,24 14,74 Pasir berlempung Muara Panimbang 67,74 15,36 16,90 Lempung berpasir Bojonegara, Teluk Banten Kali Teratai 85,97 8,48 5,55 Pasir berlempung Kali Wadas 69,14 18,35 12,51 Lempung berpasir

Stasiun Muara Bama memiliki tipe substrat yaitu berupa pasir dengan komposisi fraksi tanah yang terdiri dari 92,73% pasir; 3,84% debu; dan 3,43% liat. Stasiun Tegal Papak memiliki tipe substrat yaitu berupa pasir berlempung dengan komposisi fraksi tanah yang terdiri dari 77,02% pasir; 8,24% debu; dan 14,74% liat. Stasiun Muara Panimbang memiliki tipe substrat yaitu berupa lempung berpasir

16,90% liat. Stasiun Kali Teratai memiliki tipe substrat yaitu berupa pasir berlempung dengan komposisi fraksi tanah yang terdiri dari 85,97% pasir; 8,48% debu; dan 5,5% liat. Sementara itu stasiun Kali Wadas memiliki tipe substrat yaitu berupa lempung berpasir dengan komposisi fraksi tanah yang terdiri dari 69,14 % pasir; 18,35% debu; dan 12,51% liat.

Spesies kerang darah banyak ditemukan di stasiun Muara Bama, perairan PLTU Labuan, Teluk Lada dengan tipe substrat berupa pasir, sedangkan di stasiun Tegal Papak dan Muara Panimbang belum ditemukannya kerang darah selama waktu pengamatan. Menurut Phatansali (1966) in Hery (1998) bahwa semua spesies

Anadara umumnya mendiami substrat yang lunak dan dapat ditemukan pada

substrat lumpur berpasir tetapi densitas tertinggi di daerah intertidal berbatasan dengan mangrove. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan kondisi habitat saat di lokasi pengamatan dengan literatur yang didapatkan. Kerang darah di perairan PLTU Labuan, Teluk Lada, diduga memiliki kemampuan adaptasi yang cukup tinggi terhadap tipe substrat berupa pasir namun belum ada kajian lebih lanjut. Penelitian tentang populasi alami kerang darah pada dua lokasi di pantai Selangor, Malaysia, ditemukan bahwa lokasi tersebut memiliki kandungan pasir sebesar 80-90% (diameter partikel > 63 µm) yang menunjukkan bahwa substrat didominasi oleh pasir (Broom 1988 in Hery 1998). Stasiun Kali Teratai dan Kali Wadas pada perairan Bojonegara, Teluk Banten, masing-masing-masing memiliki tipe substrat berupa pasir berlempung dan lempung berpasir. Hal ini menunjukkan bahwa kerang darah dapat hidup di kedua lokasi pengamatan tersebut.

4.3. Suhu

Kondisi perairan merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan biota kerang darah yang ada di perairan. Suhu di perairan PLTU Labuan, Teluk Lada berkisar antara 28-32 °C, sedangkan suhu di perairan Bojonegara, Teluk Banten berkisar antara 26-30°C (Gambar 8).

Stasiun Muara Bama memiliki suhu yaitu 29 °C, 29 °C, dan 32 °C pada bulan Desember, Maret, dan Mei. Stasiun Tegal Papak memiliki suhu yaitu 28 °C, 29 °C, dan 31 °C pada bulan Desember, Maret, dan Mei. Stasiun Muara Panimbang memiliki suhu yaitu 28 °C, 28 °C, dan 31 °C pada bulan Desember, Maret, dan Mei.

(a) (b)

Gambar 8. Suhu di perairan (a) PLTU Labuan, Teluk Lada,(b) Bojonegara, Teluk Banten

Sementara itu, stasiun Kali Teratai memiliki suhu yaitu 28 °C, 30 °C, dan 30 °C pada bulan Desember, April, dan Mei. Stasiun Kali Wadas memiliki suhu yaitu 26 °C, 30 °C, dan 30 °C pada bulan Desember, April,dan Mei. Sebaran suhu yang diperoleh memiliki kisaran yang sempit, relatif homogen, dan berbeda nyata pada pengamatan tiap bulannya.

Stasiun Muara Bama memiliki suhu yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan Stasiun Muara Panimbang dan Tegal Papak. Hal ini dikarenakan stasiun pengamatan tersebut lebih dekat ke arah muara sungai sehingga mendapat bahang dari limpasan daratan yang menyebabkan suhu relatif lebih tinggi. Menurut Nontji (2002) bahwa suhu air di dekat pantai biasanya sedikit lebih tinggi daripada yang di lepas pantai. Suhu di stasiun Kali Teratai dan Kali Wadas memiliki kisaran suhu yang relatif sama karena pada ke dua lokasi terletak di daerah estuari yang mendapat masukan bahang dari limpasan daratan.

Suhu pada bulan Desember lebih rendah daripada bulan Maret, April, dan Mei di perairan PLTU Labuan, Teluk Lada dan Bojonegara, Teluk Banten. Hal ini dikarenakan pada bulan tersebut merupakan musim barat dimana curah hujan cukup tinggi. Pada musim barat pusat tekanan udara tinggi berkembang diatas benua Asia dan pusat tekanan udara rendah terjadi diatas benua Australia sehingga angin berhembus dari barat laut menuju Tenggara. Setiap bulan November, Desember, dan Januari Indonesia bagian barat sedang mengalami musim hujan dengan curah hujan yang cukup tinggi (Wyrtki 1961).

Suhu di perairan PLTU Labuan, Teluk Lada relatif lebih tinggi dibandingkan dengan perairan Bojonegara, Teluk Banten. Hal ini dikarenakan pada daerah pengamatan di perairan PLTU Labuan, Teluk Lada terdapat buangan limbah cair panas dari PLTU Labuan 2 dengan suhu 40 °C setiap harinya ke dalam perairan. Suhu perairan sangat berpengaruh dalam mengatur proses-proses alamiah organisme akuatik baik pengaturan terhadap aktifitas metabolisme untuk pertumbuhan, fisiologi, maupun reproduksinya. Menurut Clark (1974) bahwa suhu juga berpengaruh terhadap efisiensi metabolisme organisme dalam suatu ekosistem perairan. Suhu perairan di daerah penelitian masih cukup baik bagi kehidupan kerang darah seperti yang dijelaskan oleh Squires et al. (1975) in Hery (1998),

Anadara spp. hidup pada kisaran suhu antara 26,0-37,5 °C.

4.4. Arus

Arus adalah gerakan air yang mengakibatkan perpindahan horizontal massa air. Angin yang mendorong bergeraknya air permukaan, menghasilkan suatu gerakan arus horizontal yang mampu mengangkat massa air yang sangat banyak. Kecepatan arus di perairan PLTU Labuan, Teluk Lada pada bulan Desember, Maret, dan Mei berkisar antara 2,67–36,10 cm/detik (Tabel 5), sedangkan di perairan Bojonegara, Teluk Banten memiliki kecepatan arus pada bulan Desember, April, dan Mei berkisar antara 4,79–15,91 cm/detik (Tabel 6).

Tabel 5. Kecepatan arus (cm/detik) di perairan PLTU Labuan, Teluk Lada

Stasiun pengamatan

Desember Maret Mei

Kec. arus (cm/detik) Arah (°) Kec. arus (cm/detik) Arah (°) Kec. arus (cm/detik) Arah (°) Muara Bama 10,19 21 2,85 230 3,92 225 Tegal Papak 15,29 320 2,81 263 3,27 320 Muara Panimbang 36,10 205 2,77 270 2,67 335

Tabel 6. Kecepatan arus (cm/detik) di perairan Bojonegara, Teluk Banten

Stasiun pengamatan

Desember April Mei

Kec. arus (cm/detik) Arah (°) Kec. arus (cm/detik) Arah (°) Kec. arus (cm/detik) Arah (°) Kali Teratai 15,26 210 2,20 145 15,91 95 Kali Wadas 14,17 135 9,46 35 5,32 250

Stasiun Muara Bama memiliki kecepatan arus pada bulan Desember, Maret, dan Mei yaitu 10,19 cm/detik; 15,29 cm/detik; dan 36,10 cm/detik. Stasiun Tegal Papak memiliki kecepatan arus pada bulan Desember, Maret, dan Mei yaitu 2,85 cm/detik; 2,81 cm/detik; dan 2,77 cm/detik. Stasiun Muara Panimbang memiliki kecepatan arus pada bulan Desember, Maret, dan Mei yaitu 3,92 cm/detik; 3,27 cm/detik; dan 2,67 cm/detik. Stasiun Kali Teratai memiliki kecepatan arus pada bulan Desember, April, dan Mei yaitu 15,26 cm/detik; 2,20 cm/detik; dan 15,91 cm/detik. Stasiun Kali Wadas memiliki kecepatan pada bulan Desember, April, dan Mei yaitu 14,17 cm/detik; 9,46 cm/detik; dan 5,32 cm/detik.

Dengan kisaran nilai tersebut kedua perairan ini termasuk kedalam perairan berarus sangat lemah sekali hingga sedang dimana organisme bentik dapat menetap, tumbuh dan bergerak bebas, pencampuran mulai berkurang, begitu pula dengan pembaruan gas-gas terlarut dan bahan-bahan penting lain (Wood 1987). Pola arus di perairan PLTU Labuan, Teluk Lada dominan menunjukkan ke arah barat, sedangkan pola arus di perairan Bojonegara, Teluk Banten menunjukkan ke arah barat-timur. Umumnya sifat perairan muara sungai, kecepatan dan arah arus di perairan PLTU Labuan, Teluk Lada dan Bojonegara, Teluk Banten tidak mengikuti pola tertentu (Lampiran 1), dikarenakan kondisi perairan yang sangat kompleks yang disebabkan oleh pengaruh kombinasi beberapa faktor, seperti pasang surut dan aliran dari sungai.

4.5. Salinitas

Salinitas di perairan PLTU Labuan, Teluk Lada pada bulan Desember, Maret, dan Mei berkisar antara 25,0–36,0 ‰, sedangkan di perairan Bojonegara, Teluk Banten memiliki salinitas rata-rata pada bulan Desember, April, dan Mei berkisar

antara 19,0–30,0 ‰ (Gambar 9). Stasiun Muara Bama memiliki salinitas pada bulan Desember, Maret, dan Mei yaitu 34,0 ‰; 25,0 ‰; dan 36,0 ‰. Stasiun Tegal Papak memiliki salinitas pada bulan Desember, Maret, dan Mei yaitu 35,0 ‰; 26,0 ‰; dan 29,0 ‰. Stasiun Muara Panimbang memiliki salinitas pada bulan Desember, Maret, dan Mei yaitu 35,0 ‰; 25,0 ‰; dan 29,0 ‰. Stasiun Kali Teratai memiliki salinitas pada bulan Desember, April, dan Mei yaitu 20‰, 19‰, dan 23‰. Stasiun Kali Wadas memiliki salinitas rata-rata pada bulan Desember, April, dan Mei yaitu 30,0 ‰; 20,0 ‰; dan 27,0 ‰.

(a) (b)

Gambar 9. Salinitas (‰) pada (a) perairan PLTU Labuan, Teluk Lada dan (b) perairan Bojonegara, Teluk Banten

Kadar salinitas di perairan PLTU Labuan, Teluk Lada dan Bojonegara, Teluk Banten berfluktuasi. Fluktuasi nilai salinitas di perairan daerah pasang surut umumnya dipengaruhi oleh penguapan besar, curah hujan, dan berbagai aktivitas manusia, terutama di daerah pesisir dekat muara sungai yang mengeluarkan sejumlah besar air tawar (Venberg dan Venberg 1972). Salinitas di perairan Bojonegara memiliki kisaran yang relatif rendah daripada di perairan PLTU Labuan. Hal ini dikarenakan pada lokasi tersebut berdekatan dengan muara sungai sehingga masukan air tawar lebih memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai salinitas pada stasiun pengamatan tersebut. Nilai salinitas di kedua lokasi tersebut masih cukup baik untuk kehidupan kerang darah. Menurut Setyobudiandi (1995) in Ippah (2007) bahwa salinitas optimum bagi bivalvia berkisar antara 2,0–36,0 ‰. Kisaran salinitas yang sangat besar ini menunjukkan bahwa stasiun pengamatan terpengaruh

dengan kondisi pasang, dimana pada saat ini aliran laut lebih berperan mendorong air sungai masuk ke dalam sungai.

Dokumen terkait