• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.4.1 Pengertian dan Asal Usul Suku Jawa

Suku jawa adalah suku bangsa terbesar yang tinggal di Indonesia dengan jumlah sekitar 120 juta jiwa atau sekitar 45% populasi manusia di Nusantara. Bukan hanya tinggal di pulau Jawa, orang-orang dari suku ini juga menyebar ke seluruh pelosok Indonesia, terutama setelah dilakukannya program transmigrasi oleh pemerintahan Orde Baru pada 4 dasawarsa silam. Asal Usul Suku Jawa Suku Jawa kini memang telah menyebar ke seluruh nusantara, bahkan dunia. Namun tak banyak orang tahu tentang bagaimana sejarah dan asal usul orang Jawa hingga bisa tinggal dan menetap di pulau yang sekarang mereka sebut pulau Jawa itu.

Menurut Arkeolog Teori tentang asal usul suku Jawa yang pertama dikemukakan oleh para arkeolog. Ya, para arkeolog meyakini jika nenek moyang suku Jawa memang pribumi yang tinggal sejak satu juta tahun yang lalu di pulau Jawa. Berdasarkan penelitian yang mendalam, mereka telah menemukan beberapa fosil seperti Pithecanthropus Erectus dan Homo sapiens. Kedua fosil ini diperkirakan adalah manusia purba yang menjadi nenek moyang suku Jawa. Setelah dilakukan perbandingan, DNA manusia purba ini ternyata memang tidak berbeda jauh dengan Manusia suku Jawa saat ini.

Menurut Sejarawan Berbeda dengan pendapat para arkeolog, para sejarawan justru meyakini jika asal usul suku Jawa berasal dari orang-orang Yunan, China masa lampau yang melakukan pengembaraan ke seluruh wilayah nusantara. Pendapat ini sangat terkait erat dengan teori asal usul nenek moyang bangsa Indonesia dan memiliki cukup banyak bukti kuat. Untuk mengetahui bukti-bukti tersebut, Anda dapat berkunjung pada artikel ini.

Menurut Tulisan Kuno India Ada sebuah tulisan kuno yang berasal dari India menyebut jika beberapa pulau di Nusantara termasuk juga Nusa Kendang – sebutan pulau Jawa pada zaman itu adalah tanah yang menyatu dengan daratan Asia dan Australia. Pulau Jawa dan beberapa pulau lainnya kemudian terpisah oleh meningkatnya permukaan air laut dalam jangka waktu yang lama. Adapun dalam tulisan tersebut disebutkan pula bahwa seorang pengembara bernama Aji Saka adalah orang yang pertama kali menginjakan kaki di daratan Jawa ini. Ia menetap di sana bersama beberapa orang pengawalnya dan menjadikan mereka sebagai nenek moyang orang dari suku Jawa.

Menurut Surat Kuno Keraton Malang Sejarah tentang asal usul suku Jawa juga ditemukan dalam sebuah surat kuno dari keraton Malang. Dalam surat itu disebutkan bahwa asal usul orang Jawa dimulai ketika Raja Rum – Raja dari kesultanan Turki pada 450 tahun SM mengirim rakyatnya untuk membuka lahan di pulau kekuasaannya yang masih belum berpenghuni. Para rakyat yang dikirim terbagi menjadi beberapa gelombang ini merasa sangat senang karena menemukan pulau yang sangat subur. Tanaman mudah hidup dan bahan pangan mudah ditemukan. Salah satu tanaman yang banyak tumbuh liar di pulau ini adalah tanaman Jawi. Oleh orang-orang yang datang, nama tanaman ini kemudian dijadikan nama pulau tersebut, Pulau Jawi.

2.4.2 Filosofi Hidup Suku Jawa

1. Urip Iku Urup (Hidup itu Nyala) Hidup itu hendaknya memberi manfaat bagi orang lain disekitar kita, semakin besar manfaat yang bisa kita berikan tentu

akan lebih baik, tapi sekecil apapun manfaat yang dapat kita berikan, jangan sampai kita menjadi orang yang meresahkan masyarakat.

2. Memayu Hayuning Bawana, Ambrasta dur Hangkara Maksunya Manusia hidup di dunia harus mengusahakan keselamatan, kebahagiaan dan kesejahteraan; serta memberantas sifat angkara murka, serakah dan tamak). 3. Sura Dira Jayaningrat, Lebur Dening Pangastuti Artinya segala sifat keras

hati, picik, angkara murka, hanya bisa dikalahkan dengan sikap bijak, lembut hati dan sabar.

4. Ngluruk Tanpa Bala, Menang Tanpa Ngasorake, Sekti Tanpa Aji-Aji, Sugih Tanpa Bandha Artinya Berjuang tanpa perlu membawa massa, Menang tanpa merendahkan atau mempermalukan. Berwibawa tanpa mengandalkan kekuasaan, kekuatan, kekayaan atau keturunan, Kaya tanpa didasari kebendaan.

5. Datan Serik Lamun Ketaman, Datan Susah Lamun Kelangan Jangan gampang sakit hati manakala musibah menimpa diri; Jangan sedih manakala kehilangan sesuatu.

6. Aja Gumunan, Aja Getunan, Aja Kagetan, Aja Aleman.Jangan mudah terheran-heran, Jangan mudah menyesal, Jangan mudah terkejut-kejut, Jangan mudah kolokan atau manja.

7. Aja Ketungkul Marang Kalungguhan, Kadonyan lan Kemareman Janganlah terobsesi atau terkungkung oleh keinginan untuk memperoleh kedudukan, kebendaan dan kepuasan duniawi.

8. Aja Kuminter Mundak Keblinger, Aja Cidra Mundak Cilaka Jangan merasa paling pandai agar tidak salah arah, jangan suka berbuat curang agar tidak celaka.

9. Aja Milik Barang Kang Melok, Aja Mangro Mundak Kendo. Jangan tergiur oleh hal-hal yang tampak mewah, cantik, indah; Jangan berfikir mendua agar tidak kendor niat dan kendor semangat.

10. Aja Adigang, Adigung, Adiguno Maksudnya adalah Jaga kelakuan / tatakrama, jangan sombong dengan kekuatan, kedudukan, ataupun latarbelakangmu.

11. Alon-alon waton klakon Filosofi ini sebenarnya berisikan pesan tentang safety/keselamatan. Padahal kandungan maknanya sangat dalam. Filosofi ini mengisyaratkan tentang kehati-hatian, waspada, istiqomah, keuletan, dan yang jelas tentang safety.

12. Nerimo ing pandum. Makna dari kata tersebut mengandung Arti yang mendalam menunjukan pada sikap Kejujuran, keiklasan, ringan dalam bekerja dan ketidakinginan untuk korupsi. Inti filosofi ini adalah Orang harus iklas menerima hasil dari usaha yang sudah dia kerjakan.

13. Saiki jaman edan yen ora edan ora komanan, sing bejo sing eling lan waspodo.

Artinya sekarang zaman edan, yang gak enda gak bakal kebagian; Hanya orang yang ingat kepada Allah yang beruntung. disini saja juga tidak cukup dan waspada terhadap duri-duri kehidupan yang setiap saat bisa datang dan menghujam kehidupan, sehingga bisa mengakibatkan musibah yang berkepanjangan.

14. Mangan ora mangan sing penting ngumpul. Artinya Makan tidak makan yang terpenting adalah dapat berkumpul (kebersamaan). Filosofi ini adalah sebuah peribahasa. Kalimat peribahasa tidaklah tepat kalau diartikan secara aktual. Filosofi ini sangat penting bagi kehidupan berdemokrasi. Kalau bangsa kita mendasarkan demokrasi dengan falsafah diatas saya yakin negara kita pasti akan aman, tentram dan sejahtera. Istilah "Mangan ora mangan" melambangkan eforia demokrasi, yang mungkin satu pihak mendapatkan sesuatu (kekuasaan) dan yang lain pihak tidak. Yang tidak dapat apa-apa tetap legowo atau menerima dengan lapang dada. Dan kata dari "Sing penting ngumpul" melambangkan berpegang teguh pada persatuan, yang artinya bersatu untuk tujuan bersama. Filosofi dari kalimat peribahasa "Mangan ora mangan sing penting kumpul" adalah filosofi yang cocok yang bisa mendasari kehidupan demokrasi bangsa Indonesia agar tujuan bangsa ini tercapai. 15. Wong jowo iki gampang di tekuk - tekuk. Filosofi ini juga berupa ungkapan

peribahasa yang dalam bahasa Indonesia adalah 'Orang Jawa itu mudah ditekuk-tekuk'. Ungkapan ini menunjukan fleksibelitas dari orang jawa dalam kehidupan. Kemudahan bergaul dan kemampuan hidup di level manapun baik miskin, kaya, pejabat atau pesuruh sekali pun. Orang yang memegang filosofi ini akan selalu giat bekerja dan selalu ulet dalam meraih cita-citanya.