• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gamabaran Perilaku Terhadap Tingginya Angka Pernikahan Dini di Kecamatan Siantar Martoba Kota Pematangsiantar Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gamabaran Perilaku Terhadap Tingginya Angka Pernikahan Dini di Kecamatan Siantar Martoba Kota Pematangsiantar Tahun 2015"

Copied!
130
0
0

Teks penuh

(1)

PERNIKAHAN DINI DI KECAMATAN SIANTAR MARTOBA KOTA PEMATANGSIANTAR TAHUN 2015

I. Identitas Informan

1. Nama :

2. Umur :

3. Pekerjaan :

4. Alamat :

5. Usia saat menikah :

II. Pedoman Wawancara A. Pendidikan

1. Apakah menurut anda pendidikan itu penting ? Probing :

a. Jelaskan mengapa anda menyatakan hal tersebut.

b. Pernah atau tidak anda mengenyam bangku sekolah ? c. Mengapa anda tidak melanjutkan sekolah ?

d. Apakah karena tidak mengenyam bangku sekolah anda memutuskan untuk menikah dini ?

B. Pengetahuan

1. Apa yang anda ketahui mengenai pernikahan dini ? Probing :

(2)

C. Ekonomi

1. Apakah sebelum menikah dini keluarga anda memiliki masalah ekonomi ? Probing :

a. Apakah dengan menikah di usia dini merupakan cara anda untuk mengurangi kebutuhan ekonomi keluarga ?

b. Apakah setelah menikah dini ekonomi keluarga anda menjadi lebih baik?

c. Apakah setelah menikah dini kebutuhan ekonomi informan sendiri lebih baik ?

D. Sosial Budaya

1. Apakah di lingkungan anda banyak yang menikah dini ? Probing :

a. Sudah menjadi hal yang biasakah menikah dini di lingkungan anda? b. Apakah anda menikah di usia muda karna takut menjadi perawan tua ? c. Apakah menikah di usia tua menandakan sebagai perempuan yang tidak

laku ?

d. Apakah menikah di usia tua merupakan aib bagi keluarga ? e. Berapa mahar anda sewaktu menikah ?

F. Sumber Informasi/Media Massa

1. Seberapa sering anda memanfaatkan media massa/media elektronik ? Probing :

a. Pernahkah anda mendapatkan informasi mengenai pernikahan dini dari media massa/media elektronik ?

(3)

G. MBA (Married By Accident)

1. Apakah sebelum menikah anda melakukan seks terlebih dahulu ? Probing :

a. Apakah anda dalam keadaan hamil melakukan pernikahan ? H. Peran Orangtua

1. Apakah orangtua/keluarga anda yang mengambil keputusan anda untuk menikah ?

Probing :

(4)

anda tidak melanjutkan sekolah ?Apakah karena tidak mengenyam bangku sekolah anda memutuskan untuk menikah dini ?

Responden ID : 1

Respons : Pentinglah kak, kalau nggak sekolah kita yaa mau jadi apa, sekarang pekerjaan paling dikit minimal SMA gitu baru diterima kerja. Kalo tamat SMP aja kerja sama cina-cina itu lah kak, jual-jualan di kios.

Pernah tapi cuman sampe kelas 2 SMA aja kak. Gara-gara nikah inilah kak nggak mungkin lanjut lagi. Responden ID : 2

Respons : Penting kak, kan makin tinggi pendidikan kita makin gampang nyari kerja kak.

Pernah kak sampai SMP aja.

Udalah kak sampai SMP aja uda syukur. Payah nanti kalo dilanjutin orangtua nggak sanggup putus ditengah jalan pula nanti.

Iya sih kak, mau ngapain lagi ya kan, lebih baik nikah kak daripada di rumah orangtua trus jadi nambah pikiran orangtua nanti.

Responden ID : 3

Respons : Jelas pentinglah, jaman sekarang payah kalau cuman tamatan SD, SMP gitu kak, SMA aja payah juga nyari kerja.

Pernah kak, tapi sampai SMA aja.

Nggak ada duit kak, biaya kuliah kan mahal.

Iya kak, biar lepas tanggungan dari orangtua juga, masih banyak adek soalnya.

Responden ID : 4

Respons : Penting kak, sekarang lagi kan makin banyak orang yang udah kuliah-kuliah gitu, pasti lebih diterima kerja kalo pendidikannya tinggi gitu. Jadi sebenarnya lebih enak kalau kita bisa kuliah kak.

Pernah kak. Sampai SMP aja. Karna malas sebenarnya kak, udah gitu payah juga biayanya. Bukannya dikit itu SMA biayanya.

Bisa dibilang iya lah kak. Supaya lepas juga tanggungan orangtua ini.

Responden ID : 5

Respons : Pendidikan itu yaa pasti penting. Kalau nggak sekolah wah payah lah mau kerja yang enak dan pasti gitu. Penerimaan PNS pun minimal SMA kan.

(5)

hahaha.

Mau kerja aja langsung, lagian kuliah pun besar kali biayanya. Mau masuk aja butuh jutaan.

Sebenarnya nggak juga sih. Tapi uda memang jodohnya datang umur segini hahaha.

Responden ID : 6

Respons : Penting kak. Yaa gimana yaa kak, kan kalau bisa sampe tamat SMA gitu lebih dipandang orang, kerja pun enak, nggak susah-susah kerjanya nanti.

Pernah kak, tapi gitulah kelas 1 SMA itu uda nggak sekolah lagi kak.

Karna inilah kak, kawin ini hahaha

Iya kak, karna kan nggak bisa sekolah kalau kita lagi hamil gitu.

Responden ID : 7

Respons : Penting lah itu. Kalau nggak tau apa-apa kita mau jadi apa. Minimal bisa baca sama ngitung-ngitung aja lumayan.

Kalau punya ilmu kita bisa kita kerja. Kalaupun nggak kerja yang lumayan buka kede kan bisa. Kalau ngitung sama baca aja nggak bisa kek mana mau buat usaha sendiri kita coba.

Pernah lah. Sampai tamat SMA.

Waduh kalau sampai kuliah nggak bisa lah, mahal kan kalau mau kuliah. Kalau pun kita ngejar beasiswa tetap aja pasti ada kebutuhan-kebutuhan lagi nanti. Harus bagus juga itu penghasilan orangtua. Mau kuliah sambil kerja nanti takutnya nggak fokus kuliahnya.

(6)

Question : Apa yang anda ketahui mengenai pernikahan dini ? Apa yang anda ketahui mengenai dampak/efek negatif dari menikah dini ?

Responden ID : 1

Respons : Pernikahan dini itu kayak nikah belum pas usianya. Misalnya perempuan nikahnya dibawah umur 17 tahun trus laki-laki dibawah 18 tahun.

Dampaknya apa yaa, oh dampaknya payah pas hamil katanya. Karna masih muda kan jadi agak payah mungkin. Responden ID: 2

Respons : Apa yaa, nikah dini yang ku tau pernikahan yang dilakukan remaja yang seharusnya masih cocok untuk sekolah. Umur-umur 17 tahun kebawah gitu lah.

Bisa payah pas hamil kayaknya kak. Apalagi melahirkan nanti.

Responden ID: 3

Respons : Pernikahan dini itu pernikahan yang dilakukan oleh wanita dibawah usia 19 tahun dan untuk pria dibawah 21 tahun. Dampaknya lebih ke kesehatan sih. Misalnya ada masalah pas persalinan nanti. Kan usia ibu masih muda jadi pasti lebih beresiko sebenarnya. Yang usia diatas 20 tahun aja mau ada masalah apalagi yang masi muda ya kan.

Responden ID: 4

Respons : Nikah dini orang yang menikah di usia yang masih muda. Misalnya usia 17 tahun atau 16 tahun kebawah gitu.

Dampaknya kurang tau juga sih, tapi ada yang bilang nanti payah rahimnya karna masih terlalu muda.

Responden ID: 5

Respons : Kalau menurutku pernikahan dini itu pernikahan yang dilakukan oleh remaja-remaja yang masih muda atau usianya masih dini.

Dampaknya ke kesehatan misalnya bisa payah melahirkan karna belum melebar pinggulnya kan, kalau ke rumah tangga lebih rentan cerai, kan masih muda jadi masih labil pastinya.

Responden ID: 6

Respons : Kurang tau sih kak, paling nikah yang dilakukan sama anak-anak yang belum dewasa lah.

Kalo dampaknya sih yang ku rasain sering berantem gitu, namanya juga masih kecil yaa kan.

Responden :ID 7

Respons : Kalau menurutku pernikahan dini itu perkawinan yang dilakukan oleh anak yang belum beranjak dewasa secara pemikiran dan perkembangan badannya.

(7)
(8)

Question : Apakah sebelum menikah dini keluarga anda memiliki masalah ekonomi ? Apakah dengan menikah di usia dini merupakan cara anda untuk mengurangi kebutuhan ekonomi keluarga ? Apakah setelah menikah dini ekonomi keluarga anda menjadi lebih baik? Apakah setelah menikah dini kebutuhan ekonomi informan sendiri lebih baik ?

Responden ID: 1

Respons : Masalah ekonomi ? Bisa dibilang iya kak, setauku pun orangtuaku ada juga ngutang-ngutang gitu, mana lagi adek-adekku pada masih SD gitu, jadi memang harus banyak duit lah.

Iya kak, apalagi anak paling besar, jadi kerja lah sambil bantu-bantu dikit.

Iya kak, karna lepas satu tanggungan gitu jadi tinggal adek ajalah yang di biayai.

Kalau dibilang lebih baik lumayan lah kak. Nggak sampai ngutang juga sana sini.

Responden ID: 2

Respons : Nggak juga sih kak. Bagus-bagus aja kok nggak seret-seret kali.

Nggak kak. Karna minta juganya dari orangtua tiap bulan walaupun dikit kan lumayan ngebantu.

Biasa aja kak kayak biasa. Nggak tau lah yaa kalau jadi makin terbeban pas aku uda nikah tapi masi minta duit hahaha. Nggak lah kak. Kalau lebih baik nggak mungkin minta sama orangtua. Ngga ada kerjaan pula, suami pun nggak pernah ngasih cukup.

Responden ID: 3

Respons : Nggak. Alhamdulillah masih cukup lah.

Bisa di bilang gitu lah, kan uda punya penghasilan sendiri juga.

Kalau dibilang lebih baik lumayan lah, karna aku uda nikah kan nggak mungkin ku minta lagi sama orangtuaku. Malu lah hahaha.

Cukup lah untuk makan sama kebutuhan yang penting. Kalau lebih baik sih bisa juga di bilang baik.

Responden ID: 4

Respons : Iya kak, kerja orangtuaku pun cuman ngebotot jadi agak pas-pasan kali memang.

Nggak juga sih kak. Sebelum nikah pun uda kerja aku, uda biaya sendiri lah bisa dibilang.

Nggak kak, masihnya payah walaupun aku uda kerja sama uda nikah gini.

(9)

Responden ID: 5

Respons : Iya, nggak lumayan kerjaan orangtuaku soalnya.

Iyalah, nggak orangtua lagi yang ngasih makan kan, ada suami.

Kayaknya iya lah, soalnya lepas beban satu orang hahaha. Lebih baik kali nggak lah. Pas-pasan juga. Kerja suami pun nggaknya bagus-bagus kali. Apalagi udah ada anak kan makin butuh duit.

Responden ID: 6

Respons : Nggak kak. Tapi kalau dibilang bagus nggak juga. Sedang lah. Nggak juga kak. Akupun masih tinggal di rumah orangtua, makanku pun masih di tanggung orangtua.

Gimana yaa kak, makin payah pun kayaknya ini.

Nggak lah kak, kerjaan aja nggak ada, makanpun ditanggung. Responden ID: 7

Respons : Memang agak susah kami ini. Makanya kerja semua kami, kalau mengharapkan uang dari bapak aja nggak lah bisa terbeli baju lagi.

Iya. Supaya nggak dibiayai sama bapak lagi.

Kayaknya iya, kan makan pun uda dari duit sendiri.

(10)

Question : Apakah di lingkungan anda banyak yang menikah dini ? Sudah menjadi hal yang biasakah menikah dini di lingkungan anda? Apakah anda menikah di usia muda karna takut menjadi perawan tua ? Apakah menikah di usia tua menandakan sebagai perempuan yang tidak laku ? Apakah menikah di usia tua merupakan aib bagi keluarga ?

Responden ID : 1

Respons : Kalau seumuranku nggak lah kak, paling diatas 20an gitu. Kalau dibilang biasa sih nggak kak, jarang. Ada pun 4 tahun yang lalu nikah umur-umur 17an juga.

Nggak lah kak, jaman sekarang kan biasa umur-umur 25an keatas gitu nikah.

Kalau dibilang tidak laku tergantung umurnya kali ya kak, kalau diatas 30an iya mungkin.

Malu mungkin iya kak, kan orangtua ini pun pening kalau anaknya nggak nikah-nikah gitu.

Responden ID: 2

Respons : Ada tiga orang juga kak yang setauku. Lumayan lah itu kan. Anak-anak disini yaa gitu kak, tamat SMA perempuannya kalau bisa langsung nikah.

Nggak juga kak, kan tergantung kita juga itu mau nikah cepat atau nggak.

Biasa juga kok kak usia tua sekarang baru nikah.

Kalau menurutku sih nggak kak, asal nggak tua-tua kali juga hahaha.

Responden ID: 3

Respons : Kalau banyak sih nggak juga, satu dua orang gitu lah.

Nggak biasa, tapi ada lah yang nikah muda 4 tahun sekali gitu kira-kira.

Perawan tua sih nggak, tapi pinginnya nggak jauh gitu jarak umur sama anak hahaha. Maunya kan jangan Nampak tua kali nanti kalaupun anak uda mulai agak besar.

Kalau menurutku sih iya, payah lah kalau perempuan udah agak berumur gitu baru nyari jodoh.

Ditanyain orangtua aja mungkin yaa, apalagi perempuan kan, takut pasti anaknya nggak nikah-nikah, ditanyain sama kawan-kawannya, pasti lah agak malu gitu kalau uda berumur anaknya tapi belum nikah-nikah juga.

Responden ID: 4

Respons : Lumayan juga lah kak, kawanku pun udah 3 orang yang udah nikah loh dikampung ini.

Iya kak, kayakmana lah yah soalnya disini pun jarangnya ada yang kuliah, jadi mungkin karna itu juganya itu, karna nggak lanjut lagi kan, bagus nikah.

(11)

Menurutku iya kak, perempuan kalau uda tua kali pun susah nanti nikahnya loh.

Aib mungkin nggak kak. Responden ID: 5

Respons : Nggak terlalu, tapi ada juga lah.

Nggak juga, jarangnya anak sini nikah cepat-cepat.

Hahaha nggak lah, memang karna nggak mau lagi jadi tanggungan orangtua kan bagus nikah, biar suami yang nanggung hidup.

Kalau tidak laku nggak juga, gini loh maunya ada batasan umurnya, jangan lah pula sampe kepala tiga, kalau itu orang pun beranggapan nggak laku nanti.

Aib sih nggak menurut aku, tergantung pemikiran orangtua sama lingkungan kitanya itu, kalau memang kitanya yang sibuk kerja sih nggak lah sampe aib itu kalau kita nikah tua tapi tetap lah ada batasan umur.

Responden ID: 6

Respons : Ada kak, tahun ini aja ada yang nikah juga, ada lagi ntah berapa tahun yang lalu gitu ada juga yang nikah masih umur-umur 16an gitu kak.

Iya kayaknya yaa kak, yang nggak sekolah-sekolah lagi pun nikahnya itu kadang mau.

Nggak lah kak hahaha

Kalau aku sih mikirnya iya kak, jarang disini perempuan nikah 20an tahunan gitu.

Iya kayaknya kak, taulah orang jawa ini kak. Responden ID: 7

Respons : Setauku nggak lah, 20 tahunan juga kok rata-rata perempuan disini nikahnya.

Jarang, mungkin pas jaman-jaman dulu sering.

Nggak takut, kan aku uda lama pacaran dulu, tamat SMA jadi langsung nikah aja lah mending pikirku orang nggak lanjut kuliah lagi kok.

Menurutku nggak, perempuan sekarang sampe S3 pun sekolahnya dikejar sebelum nikah, makin banyak itu yang mau laki-laki kan.

(12)

Question : Seberapa sering anda memanfaatkan media massa/media elektronik ? Pernahkah anda mendapatkan informasi mengenai pernikahan dini dari media massa/media elektronik ? Darimana media apa anda mendapatkan informasi tersebut ?

Responden ID : 1

Respons : Hampir tiap hari lah nonton tv kak.

Nggak pernah kak, di tv pun nggak ada iklannya ku liat. Responden ID : 2

Respons : Kalau tv yaa sering kak, tapi radio uda nggak lagi lah. Nggak pernah dengar aku kak kalau masalah pernikahan din gitu.

Responden ID : 3

Respons : Seringlah, nonton tv, radio kadang-kadang sih, koran pun agak jarang juga.

Pernah baca, tapi dari hp gitu, dari facebook pernah ngebaca tautan orang, tp pun cuman sekilas aja.

Responden ID : 4

Respons : Untuk nontonlah kak paling, radio pun lagu-lagu yang didengar.

Nggak pernah kak, soalnya iklan di radio tentang kesehatan-kesehatan gitu kan paling bahaya rokok aja yang sering ku dengar.

Responden ID : 5

Respons : Aku nonton tiap hari pun. Tapi kalau baca koran nggak pernah.

Nggak pernah aku dengar berita-berita gitu masalah pernikahan dini.

Responden ID : 6

Respons : Nonton lumayan lah kak. Nggak kak, nggak pernah pun. Responden ID : 7

Respons : Nonton tv tiap hari, radio pun sering kalau uda sore-sore gitu dengerinnya.

(13)

Question : Apakah sebelum menikah anda melakukan seks terlebih dahulu ?Apakah anda dalam keadaan hamil melakukan pernikahan ?

Responden ID : 1

Respons : Aduh kak, kayak mana yaa ceritainnya…. Aku dulu sering kali pergi-pergi gitu sama cowokku kak, awalnya yaa biasa lah, ciuman, trus bablas lah kak, makanya pun ini karna hamilnya nikah aku, sebetulnya kan kak nggaknya mau nikah aku, tapi maulah di usir betulan aku sama bapakku kalau nggak kawin awak sama cowok awak itu. Makanya berhenti aku sekolah pas kelas 2 itu lah.

Responden ID : 2

Respons : Iya kak pernah, cowokku itu yang ngajak kak, aku pun pas pula cinta-cintanya sama dia disitu jadi mau-mau aja. Nggak tau aku kalau uda hamil aja, uda 4 bulan baru sadar.

Responden ID : 3

Respons : Hahaha ciuman lah paling, meluk lah juga. Namanya juga pacaran kan hahaha.

Nggak lah sampai hamil duluan, masih mikirkan orangtua juga kan, maulah mati di tempat sempat anaknya kek gitu. Responden ID : 4

Respons : Seks yang berhubungan badan gitu yaa nggak lah kak. Ciuman iya lah pula pernah hahaha

Responden ID : 5

Respons : Pernah sekali, nyoba-nyoba, tapi dari situ nggak lagi lah, takut nanti hamil pula gawat, keenakan kan jadi lupa eh uda jadi aja nanti.

Responden ID : 6

Respons : Iya kak, pernah.

Kan gini kak, aku pernah ketauan ibu ku berduaan gitu, mungkin di kira ibuku aku uda diapa-apain atau hamil gitu lah, makanya di paksa nikah aku sama cowokku sebelum kelamaan, nggak ada lagi disitu meriksa-meriksa. Makanya ku kira aku hamil eh rupanya nggak. Uda terlanjur nikah pula.

Responden ID : 7

(14)

Question : Apakah orangtua/keluarga anda yang mengambil keputusan anda untuk menikah ? Apakah orangtua/keluarga mendukung anda untuk menikah dini ? Ada/tidaknya keluarga anda yang menikah dini ?

Responden ID : 1

Respons : Ada juga lah ikut ambil alih, karna posisi juga kepepet kan kak.

Mau nggak mau lah kak.

Mamakku dulu nikah pun masi muda juga kak, tapi karna nggak sekolah itu mungkin ya.

Responden ID : 2 Respons : Iya kak.

Mendukung lah kak, karna uda kejadian juga kak. Nggak ada kak.

Responden ID : 3

Respons : Nggak, aku sendiri yang uda mutuskan memang mau nikah aja.

Mendukung kok, selama jelas siapa calonnya. Nggak ada kalau keluarga dekat gitu.

Responden ID : 4

Respons : Mamakku yang nyuruh kak, dia pun yang ngebet kali ntah kenapa.

Mendukung kali pun kak, malah senang kayaknya. Kakakku lah kak, mamakku pun juga dulu katanya. Responden ID : 5

Respons : Aku sih, mamakku engge-engge wae aja nya.

Mendukung, nggak ada juga dilarang supaya jangan nikah dulu.

Nggak ada, baru aku sih. Responden ID : 6

Respons : Iya kak.

Mau ngga mau lah kak walaupun keberatan kali. Nggak ada kak, tapi mamakku cepat nikahnya juga itu. Responden ID : 7

Respons : Aku sendiri yang mau.

(15)
(16)
(17)
(18)

Ahmad, 2011. Dampak Sosial Pernikahan Usia Dini Studi Kasus di Desa Gunung Sindur-Bogor. FDK UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Ahmad, Bastiar. 2014. Pengaruh Pendidikan Seks Terhadap Sikap Mengenai Seks Pranikah Pada Remaja di Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar Tahun 2014. Skripsi Universitas Gunadharma.

Andrew and Boyle, 1995. Transcultural Concepts in Nursing Care. 2nd Edition. Philadephia: JB Lippincot Company.

Arikunto, Suharsimi. 2007. Managemen Penelitian. Cetakan VII. Malang : Rineka Cipta.

Arni, Noni. 2009. Kuatnya Tradisi, Salah Satu Penyebab Pernikahan Dini. http://www.dw.de/ kuatnya-tradidi-salah-satu-penyebab-pernikahan-dini/ a-4897834. Diakses 8 September 2015.

BkkbN. 2013. Direktorat Remaja dan Perlindungan Hak Reproduksi. Jakarta. Bungin, Burhan. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta : Kencana, hal

116.

Daradjat, Zakiah. 2003. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta : Bulan Bintang.

Darmawan. 2010. Faktor Pendidikan yang Memengaruhi Pernikahan Usia Muda di Kabupaten Asahan Tahun 2010. Medan : Universitas Sumatera Utara.

Darnita. 2013. Gambaran Faktor-Faktor Penyebab Pernikahan Usia Dini di Pemukiman Lhok Kaju di Kecamatan Indrajaya Kabupaten Pidie. Jurnal Ilmiah STIKES U’Budiyah, Banda Aceh.

Enda, 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta

Eridani. 2011. Pernikahan Anak di Indonesia. http://www.eridani/pernikahan -anak-di-indonesia. Diakses 8 September 2015.

Fatiyani. 2014. Pernikahan Dini Pada Remaja Aceh Di Kota Lhoksumawe Tahun 2014. Medan: Skripsi Universitas Sumatera Utara.

(19)

Green, Lawrence W. dan Marshall W. Kreuter. 2000. Health Program Planning : An Educational and Ecological Approach. Houston : Mayfield Publishing Company.

Grogger, J. & Bronars, S. 1993. The Socioeconomic Consequences of Teenage Cchildbearing: Findings from a Natural Experiment. Fam Plann Perspect.

Hafizah. 2010. Efek Buruk Pernikahan Dibawah Umur. http://kosmo.vivanews.com. Diakses 8 September 2015.

Hanum, S.H., 1997. Perkawinan Usia Belia. Yogyakarta: Kerjasama Pusat Penelitian Kependudukan Universitas Gadjah Mada dengan Ford Foundation Yogyakarta Universitas Gadjah Mada.

Hazairin. 1992. Tinjauan Mengenai Undang-Undang Perkawinan No.1 Tahun 1974. Jakarta : Tintamas, hal.6.

Hotnatalia. 2013. Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Pernikahan Usia Muda (Studi Kasus di Dusun IX Seroja Pasar VII Tembung Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang). Medan : Skripsi Universitas Sumatera Utara.

Hurlock, Elizabeth B. 2006. Psikologi, Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta : Erlangga.

Jannah, Faridatul. 2011. Pernikahan Dini dalam Pandangan Masyarakat Madura (Studi Fenomenologi di Desa Pandan Kecamatan Galis Kabupaten Pamekasan). Skripsi FS UIN, Malang.

Kartono, Kartini. 2005. Psikologi Anak. Bandung : Bandar Maju, hal 210.

Kusmiran. 2011. Pernikahan Pada Usia Muda. Semarang : Jurnal Universitas Diponegoro.

Lubis, Petti dan Lutfi Dwi Puji Astuti. 2012. Efek Buruk Pernikahan di Bawah Umur. http://kosmo.vivanews.com. Diakses 9 September 2015.

Maleong, Lexy J. 2007. Metode Penelitan Kualitatif. Edisi Revisi. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Malhotra. 1997. Pernikahan Dini di Jawa. Yrama Widya, Bandung.

(20)

Muzaffak. 2013. Pengaruh Tingkat Pendidikan dan Ekonomi Terhadap Pola Keputusan Orang Tua Untuk Mengawinkan Anaknya di Desa Karang Duwak Kecamatan Arobaya Kabupaten Bangkalan. Skripsi UNS, Surabaya.

Naibaho, Erni. 2012. Pengaruh Sosial Budaya Terhadap Pemenuhan Hak-Hak Reproduksi Wanita Pada Pasangan Usia Subur di Rumah Sakit Tingkat II DAM/BB di Kota Medan. Tesis FKM USU, Medan.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Pendidikan dan Promosi Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

.

__________, Soekidjo. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Puji Astute. 2009. Pembatasan Usia Kawin dan Persetujuan Calon Mempelai

dalam Perspektif Hukum Islam. Jurnal Asy-Syir’ah, Vol. 43, edisi khusus 2009, hal 37-38.

Puspitasari. 2009. Gambaran Faktor-Faktor Penyebab Pernikahan Usia Dini di Kota Lhok Kaju di Kecamatan Indrajaya Kabupaten Pidie. Lhoksumawe : Jurnal Universitas Syiah Kuala.

Rahman dan Kabir. 2005. Penyebab Pernikahan Usia Dini di Bangladesh. Jakarta.

Republik Indonesia. 1974. Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Lembaran Negara RI Tahun 1974. No. 1. Sekretariat Negara. Jakarta. Republik Indonesia. 2003. Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan.

Lembaran Negara RI Tahun 2003. No. 20. Sekretariat Negara. Jakarta. Riskesdas. 2013. Riset Kesehatan Indonesia 2013. Jakarta.

Rusiani. 2013. Motif Pernikahan Dini Dan Implikasinya Dalam Kehidupan Keagamaan Masyarakat Desa Girikarto Kecamatan Panggang Kabupaten Gunung Kidul. Yogyakarta : Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (UINSK).

Santrock, John. W. 2003. Adolescence : Perkembangan Remaja. Edisi VI. Jakarta : Erlangga.

Sarwono,S.W. 2007. Psikologi Remaja. PT.Raja Grafindo Persada: Jakarta. Soetjiningsih. 2004. Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahnnya. Jakarta:

(21)

Subadi, Tjipto. 2005. Metode Penelitian Kualitatif : Buku Ajar. Surakarta: Fkip UMS.

Suprajitno, M. Alfatih. 2004. Efek Pernikahan Dini: Sebuah Pertimbangan Bahaya Sosia dan Kesehatan. Musawa: Jurnal Studi Gender dan Islam, Vol. VIII, No. 2, Juli 2004. the Asia Foundation dan PSW UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, hal 29.

Surjandi, dkk. 2002. Kesehatan Reproduksi. Edisi I. Jakarta: Jaringan Epidemiologi Nasional.

Syamsulhuda. 2010. Akibat Pornografi Bagi Perkembangan Perilaku Remaja. http//www.intisari-online.com/read/pornografi-berpengaruh-terhadapperilaku-remaja-kota. Diakses 30 November 2015.

Syarifudin dan Mariam N. 2010. Sosial Budaya Dasar Untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta : Trans Info Media.

Yunita, Asri. 2014. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Pernikahan Usia Muda Pada Remaja Putri di Desa Pagerejo Kabupaten Wonosobo. Jurnal Ilmiah STIKES Nguni Waluyo Ungaran, Jawa Tengan.

Wahid. 2007. Akibat Kemudahan Remaja Memperoleh Informasi di Kota Banten Tahun 2007. Yogyakarta : Universitas Gajah Mada

WHO, 2012. Pernikahan anak : 39.000 setiap hari. http ://www .who.int/media centre /news/ releases/ 2013/child_marriage_20130307/en/. Diakses pada 12 September 2015.

WHO,2013. Pernikahan Anak. (http ://www

(22)

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian Kualitatif dengan menggunakan metode wawancara mendalam (indepth interview) yang bertujuan untuk mengetahui ”Gambaran Perilaku Terhadap Terjadinya Pernikahan Dini di Kecamatan Siantar Martoba Kota Pematangsiantar”.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Siantar Martoba Kota

Pematangsiantar. Adapun alasan memilih lokasi tersebut karena dari survey awal yang dilakukan di Kecamatan Siantar Mortoba memiliki tingkat pernikahan dini

yang tinggi dibandingkan dengan seluruh Kecamatan di Kota Pemantangsiantar serta ditemukannya kasus seperti abortus dan perceraian sehingga meningkatkan rasa keingintahuan penulis untuk melakukan penelitian di daerah tersebut. Serta belum pernah diadakannya penelitian mengenai pernikahan dini di daerah

Kecamatan Siantar Martoba Kota Pematangsiantar.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai dengan bulan Oktober

(23)

3.3 Pemilihan Informan

Pemilihan informan dalam penelitian ini adalah remaja yang menikah dari

tahun 2013 sampai dengan pertengahan tahun 2015 dan berdomisili di Kecamatan

Siantar Martoba. Informan yang dipilih berusia dibawah 19 tahun dan bersuku

Jawa. Karena pada survey awal di temukan lebih banyaknya suku Jawa yang

melakukan pernikahan dini.

3.4 Defenisi Istilah

1. Pernikahan usia dini merupakan pernikahan remaja dilihat dari segi umur masih belum cukup atau belum matang dimana didalam UU Nomor 1 tahun 1974 pasal 71 yang menetapkan batas maksimun pernikahan di usia muda adalah perempuan umur 16 tahun dan laki-laki berusia 19 tahun itu baru sudah boleh menikah. Tetapi dalam hal ini penulis mempunyai batas dalam pernikahan usia muda yakni yang menikah pada usia dibawah 20 tahun. 2. Pendidikan adalah jenjang sekolah formal yang ditamatkan atau diperoleh

oleh responden.

3. Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi setelah penginderaan terhadap suatu objek tertentu, dalam hal ini adalah pengetahuan tentang pernikahan dini serta dampak yang ditimbulkan akibat menikah dini,.

4. Ekonomi adalah penghasilan orangtua informan atau penghasilan informan sendiri dalam satu bulan.

(24)

6. Sumber informasi/ media massa adalah penyalahgunaan seks yang disebabkan oleh media massa yang menayangkan seks terlalu ekspos mengakibatkan kurangnya kemampuan remaja untuk mengarahkan emosinya secara positif.

7. Kehamilan sebelum menikah (married by accident) adalah pernikah dini yang disebabkan karena “kecelakaan” atau hamil sebelum menikah, mempunyai

motivasi untuk melakukan pernikahan dini karena ada suatu kepaksaan yaitu untuk menutupi aib yang terlanjur terjadi bukan atas dasar pentingnya pernikahan.

8. Peran orangtua adalah pernikahan dini yang disebabkan oleh dukungan dari orangtua bahkan keluarga. Orangtua atau keluarga meminta anaknya untuk menikah secepatnya padahal umur mereka belum matang untuk melangsungkan pernikahan, karena orang tua dan keluarga khawatir anaknya melakukan hal-hal yang tidak diinginkan karena anak perempuannya berpacaran dengan laki-laki yang sangat lengket sehingga segera menikahkan anaknya.

3.5 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang dilakukan yaitu melalui data primer dan data sekunder. Data primer dilakukan dengan cara wawancara mendalam (indepth interview) pada remaja yang melakukan pernikahan dini berdasarkan pada

(25)

Data sekunder diperoleh dari Kantor Urusan Agama Kecamatan Siantar Martoba Kota Pematangsiantar.

3.6 Metode Pengolahan dan Analisa Data

(26)

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Kecamatan Siantar Martoba adalah salah satu kecamatan di Kota Pematangsiantar, dengan luas wilayah 18,022 km² yang terdiri dari 7 desa/kelurahan dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :

Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Siantar Utara Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Siantar Timur Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Siantar Selatan Sebelah Barat Berbatasan dengan Kecamatan Siantar Barat 4.1.1 Demografi

[image:26.595.109.516.600.702.2]

Kecamatan Siantar Martoba mempunyai penduduk sebanyak 38.750 jiwa, yang terdiri dari laki-laki 19.368 jiwa dan wanita 19.382 jiwa (data demografi kecamatan siantar martoba), dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 10.424 KK. 4.1.2 Menurut Agama

Tabel 4.1

Persentase Penduduk Berdasarkan Agama

No Agama Persentase Penduduk (%)

1 Islam 59%

2 Protestan 36%

3 Khatolik 4,9%

4 Hindu 0,06%

5 budha 0,04%

Jumlah 100%

(27)

protestan sebanyak 36%. Sementara itu penganut agama Khatolik hanya 4,9%. Untuk penganut agama Budha sebanyak 0,04% dan penganut agama Hindu hanya sekitar 0,06%.

4.1.2 Menurut Mata Pencaharian

[image:27.595.108.516.333.492.2]

Jenis mata pencaharian Penduduk Desa Sambirejo Timur beragam-ragam. Berikut ini di sajikan data tentang Jenis mata pencarian penduduk.

Tabel 4.2

Persentase Penduduk Menurut Mata Pencaharian

NO Mata Pencaharian Jumlah KK

1 Buruh harian lepas 45 %

2 Petani 30 %

3 Pekerja Konstruksi 7 %

4 Pedagang 4,11 %

5 PNS 2,5 %

6 TNI/POLRI 0,35 %

7 Jasa 0,10 %

8 Pensiunan 1,44 %

9 Lainnya 9,44 %

Jumlah 100%

(28)
[image:28.595.109.519.569.758.2]

4.1.3 Fasilitas Pendidikan

Tabel 4.4

Fasilitas Pendidikan Kecamatan Siantar Martoba

No Sekolah Jumlah

1 TK 3

2 SD 18

3 SMP 3

4 SMA 2

5 SMK 1

TOTAL 27

Sarana pendidikan yang ada di Kecamatan Siantar Martoba memiliki 3 unittaman kanak-kanak, 18 unit Sekolah Dasar. Untuk tingkatan Sekolah Lanjutan Pertama terdiri dari 3unit SLTP, 2 unit SMA dan 1 unit SMK.

4.2 Gambaran Umum Karateristik Informan

Dalam penelitian ini diperoleh 7 orang informan yang merupakan remaja putri yang sudah menikah dan bersuku jawa di Kecamatan Siantar Martoba Kota Pematangsiantar dengan karateristik sebagai berikut :

Matrix 4.1

Distribusi Informan Berdasarkan Karateristik

NAMA UMUR PEKERJAAN ALAMAT USIA SAAT

MENIKAH Informan 1 19 tahun Pembantu

Rumah Tangga

Jl. Pdt J Wismar Saragih

17 tahun Informan 2 17 tahun Ibu rumah

tangga

Jl. Ronda Haim no.12

16 tahun Informan 3 19 tahun Karyawan

Ponsel

Jl. Simpang Kerang

19 tahun Informan 4 18 tahun Jualan Jl. Rakuta

Sembiring no. 70

17 tahun

Informan 5 21 tahun Pembantu Rumah Tangga

Jl. Rami Gg. Saudara

(29)

Informan 6 17 tahun Ibu rumah tangga

Jl. Perumahan Karang Sari Permai

16 tahun

Informan 7 21 tahun Ibu rumah tangga

Jl. Kebun Tanjung Pinggir Gg. Rame

19 tahun

4.3 Gambaran Perilaku Terhadap Tingginya Angka Pernikahan Dini di Kecamatan Siantar Martoba Kota Pematangsiantar

4.3.1 Tingkat Pendidikan

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan tentang pengaruh tingkat pendidikan informan terhadap pengambilan keputusan untuk menikah dini hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut :

Matrix 4.2

Ditribusi Pengaruh Tingkat Pendidikan Informan Terhadap Pernikahan Dini

Informan Pernyataan

1 Pentinglah kak, kalau nggak sekolah kita yaa mau jadi apa, sekarang pekerjaan paling dikit minimal SMA gitu baru diterima kerja. Kalo tamat SMP aja kerja sama cina-cina itu lah kak, jual-jualan di kios.

Pernah tapi cuman sampe kelas 2 SMA aja kak. Gara-gara nikah inilah kak nggak mungkin lanjut lagi.

Nggak lah kak, payah juga ngurus suami lagi ngurus anak lagi uangpun tak mendukung ya kan.

2 Penting kak, kan makin tinggi pendidikan kita makin gampang nyari kerja kak.

Pernah kak sampai SMP aja.

Udalah kak sampai SMP aja uda syukur. Payah nanti kalo dilanjutin orangtua nggak sanggup putus ditengah jalan pula nanti.

(30)

daripada di rumah orangtua trus jadi nambah pikiran orangtua nanti.

Aduh kak, malu lah uda nikah sekolah lagi, apa kata orang coba. Malu entah kita pas hamil misalnya pake baju sekolah.

3 Jelas pentinglah, jaman sekarang payah kalau cuman tamatan SD, SMP gitu kak, SMA aja payah juga nyari kerja.

Pernah kak, tapi sampai SMA aja.

Nggak ada duit kak, biaya kuliah kan mahal.

Iya kak, biar lepas tanggungan dari orangtua juga, masih banyak adek soalnya.

Kek mana ya kak, uang sih sebenarnya yang nggak ada.

4 Penting kak, sekarang lagi kan makin banyak orang yang udah kuliah-kuliah gitu, pasti lebih diterima kerja kalo pendidikannya tinggi gitu. Jadi sebenarnya lebih enak kalau kita bisa kuliah kak. Pernah kak. Sampai SMP aja. Karna malas sebenarnya kak, udah gitu payah juga biayanya. Bukannya dikit itu SMA biayanya. Bisa dibilang iya lah kak. Supaya lepas juga tanggungan orangtua ini.

Kalau uang memadai mau lah kak. Ini duit pun nggak ada.

5 Pendidikan itu yaa pasti penting. Kalau nggak sekolah wah payah lah mau kerja yang enak dan pasti gitu. Penerimaan PNS pun minimal SMA kan.

Pernah sampai tamat SMA aja. Uda lumayan lah itu kan hahaha. Mau kerja aja langsung, lagian kuliah pun besar kali biayanya. Mau masuk aja butuh jutaan.

Sebenarnya nggak juga sih. Tapi uda memang jodohnya datang umur segini hahaha.

Mau lah kalau bisa kak. Sekarang mana ada yang nikah masi sekolah kan.

(31)

Pernah kak, tapi gitulah kelas 1 SMA itu uda nggak sekolah lagi kak.

Karna inilah kak, kawin ini hahaha

Iya kak, karna kan nggak bisa sekolah kalau kita lagi hamil gitu. Malu lah kak, apa kata orang yak an. Kalo biasa-biasa aja pikiran orang yaa mau juga aku.

7 Penting lah itu. Kalau nggak tau apa-apa kita mau jadi apa. Minimal bisa baca sama ngitung-ngitung aja lumayan.

Kalau punya ilmu kita bisa kita kerja. Kalaupun nggak kerja yang lumayan buka kede kan bisa. Kalau ngitung sama baca aja nggak bisa kek mana mau buat usaha sendiri kita coba.

Pernah lah. Sampai tamat SMA.

Waduh kalau sampai kuliah nggak bisa lah, mahal kan kalau mau kuliah. Kalau pun kita ngejar beasiswa tetap aja pasti ada kebutuhan-kebutuhan lagi nanti. Harus bagus juga itu penghasilan orangtua. Mau kuliah sambil kerja nanti takutnya nggak fokus kuliahnya.

Salah satu alasannya lah itu hahaha. Pas pula kan uda kerja aku, jadi punya penghasilan sendiri trus dapat suami yang uda kerja juga, bagus nikah ajalah.

Mau sih, tapi tamat SMA aja uda cukuplah, bagus untuk biaya anak aja uangnya.

(32)

pertanyaan apakah jika di ijinkan pemerintah ingin sekolah lagi walaupun sudah menikah, 3 informan menyatakan ingin melanjutkan sekolah lagi namun ekonomi yang tidak mendukung, 4 informan menyatakan tidak karena malu jika telah menikah namun masih sekolah.

4.3.2 Pengetahuan tentang Pernikahan Dini

Dari hasil wawancara untuk mengetahui tingkat pengetahuan informan mengenai pernikahan dini dan dampaknya, maka dapat dilihat tingkat pengetahuan informan pada matrix berikut :

Matrix 4.3

Distribusi Pengetahuan Informan Tentang Pernikahan Dini

Informan Pernyataan

1 Pernikahan dini itu kayak nikah belum pas usianya. Misalnya perempuan nikahnya dibawah umur 17 tahun trus laki-laki dibawah 18 tahun.

Dampaknya apa yaa, oh dampaknya payah pas hamil katanya. Karna masih muda kan jadi agak payah mungkin.

Kan beda itu ukuran pinggul yang dewasa sama yang nggak. 2 Apa yaa, nikah dini yang ku tau pernikahan yang dilakukan

remaja yang seharusnya masih cocok untuk sekolah. Umur-umur 17 tahun kebawah gitu lah.

Bisa payah pas hamil kayaknya kak. Apalagi melahirkan nanti.

Payahnya ya misalnya karna pinggul kita masi kecil gitu. 3 Pernikahan dini itu pernikahan yang dilakukan oleh wanita

(33)

4 Nikah dini orang yang menikah di usia yang masih muda. Misalnya usia 17 tahun atau 16 tahun kebawah gitu.

Dampaknya kurang tau juga sih, tapi ada yang bilang nanti payah rahimnya karna masih terlalu muda.

5 Kalau menurutku pernikahan dini itu pernikahan yang dilakukan oleh remaja-remaja yang masih muda atau usianya masih dini.

Dampaknya ke kesehatan misalnya bisa payah melahirkan karna belum melebar pinggulnya kan, kalau ke rumah tangga lebih rentan cerai, kan masih muda jadi masih labil pastinya. 6 Kurang tau sih kak, paling nikah yang dilakukan sama

anak-anak yang belum dewasa lah.

Dewasa itu dari segi umur sama pemikirannya.

Kalo dampaknya sih yang ku rasain sering berantem gitu, namanya juga masih kecil yaa kan.

7 Kalau menurutku pernikahan dini itu perkawinan yang dilakukan oleh anak yang belum beranjak dewasa secara pemikiran dan perkembangan badannya.

Dampaknya setauku lebih ke rumah tangga kayaknya loh, karna belum dewasa pemikirannya jadi masalah kecil pun jadi besar, soalnya ada juga temanku yang menikah dini akhirnya cerai karena masih mau main-main dua-duanya.

(34)

4.3.3 Tingkat Ekonomi terhadap Pernikahan Dini

Dari hasil wawancara mengenai faktor ekonomi yang memengaruhi keputusan informan untuk melakukan pernikahan dini, dapat dilihat pada matrix berikut ini :

Matrix 4.4

Distribusi Pengaruh Tingkat Ekonomi Informan Terhadap Pernikahan Dini

Informan Pernyataan

1 Masalah ekonomi ? Bisa dibilang iya kak, setauku pun orangtuaku ada juga ngutang-ngutang gitu, mana lagi adek-adekku pada masih SD gitu, jadi memang harus banyak duit lah.

Iya kak, apalagi anak paling besar, jadi kerja lah sambil bantu-bantu dikit.

Iya kak, karna lepas satu tanggungan gitu jadi tinggal adek ajalah yang di biayai.

Kalau dibilang lebih baik lumayan lah kak. Nggak sampai ngutang juga sana sini.

2 Nggak juga sih kak. Bagus-bagus aja kok nggak seret-seret kali.

Nggak kak. Karna minta juganya dari orangtua tiap bulan walaupun dikit kan lumayan ngebantu.

Biasa aja kak kayak biasa. Nggak tau lah yaa kalau jadi makin terbeban pas aku uda nikah tapi masi minta duit hahaha.

Nggak lah kak. Kalau lebih baik nggak mungkin minta sama orangtua. Ngga ada kerjaan pula, suami pun nggak pernah ngasih cukup.

3 Nggak. Alhamdulillah masih cukup lah.

(35)

hahaha.

Cukup lah untuk makan sama kebutuhan yang penting. Kalau lebih baik sih bisa juga di bilang baik.

4 Iya kak, kerja orangtuaku pun cuman ngebotot jadi agak pas-pasan kali memang.

Nggak juga sih kak. Sebelum nikah pun uda kerja aku, uda biaya sendiri lah bisa dibilang.

Nggak kak, masihnya payah walaupun aku uda kerja sama uda nikah gini.

Biasa aja kak, mana lagi uda cerai kan nggaknya dapat nafkah dari suami.

5 Iya, nggak lumayan kerjaan orangtuaku soalnya.

Iyalah, nggak orangtua lagi yang ngasih makan kan, ada suami. Kayaknya iya lah, soalnya lepas beban satu orang hahaha. Lebih baik kali nggak lah. Pas-pasan juga. Kerja suami pun nggaknya bagus-bagus kali. Apalagi udah ada anak kan makin butuh duit.

6 Nggak kak. Tapi kalau dibilang bagus nggak juga. Sedang lah. Nggak juga kak. Akupun masih tinggal di rumah orangtua, makanku pun masih di tanggung orangtua.

Gimana yaa kak, makin payah pun kayaknya ini.

Nggak lah kak, kerjaan aja nggak ada, makanpun ditanggung. 7 Memang agak susah kami ini. Makanya kerja semua kami,

kalau mengharapkan uang dari bapak aja nggak lah bisa terbeli baju lagi.

Iya. Supaya nggak dibiayai sama bapak lagi.

Kayaknya iya, kan makan pun uda dari duit sendiri.

(36)

Dari matrix 4.4 diatas dapat dilihat bahwa dari keseluruhan informan, ada 4 informan yang mempunyai masalah ekonomi dalam keluarga mereka sebelum menikah dan 3 informan tidak mengalami masalah ekonomi dalam keluarga mereka sebelum menikah. Mengenai pertanyaan apakah dengan menikah di usia dini mengurangi beban keluarga, 4 informan menjawab iya dan 3 informan menjawab tidak. Setelah menikah dini 4 informan menyatakan bahwa ekonomi keluarga mereka menjadi lebih baik dan 3 informan menyatakan ekonomi keluarga mereka menjadi lebih berat lagi karena informan masih menjadi tanggungan walaupun sudah menikah. Sebagian besar informan menyatakan bahwa setelah menikah kebutuhan ekonomi informan sendiri tidak lebih baik dibandingkan sebelum menikah.

4.3.5 Sosial Budaya terhadap Pernikahan Dini

Dari hasil wawancara dilihat seberapa berpengaruh faktor sosial budaya terhadap pernikahan dini, dapat dilihat dari matrix berikut ini :

Matrix 4.5

Distribusi Pengaruh Sosial Budaya Terhadap Pernikahan Dini

Informan Pernyataan

1 Kalau seumuranku nggak lah kak, paling diatas 20an gitu.

Kalau dibilang biasa sih nggak kak, jarang. Ada pun 4 tahun yang lalu nikah umur-umur 17an juga.

Nggak lah kak, jaman sekarang kan biasa umur-umur 25an keatas gitu nikah.

Kalau dibilang tidak laku tergantung umurnya kali ya kak, kalau diatas 30an iya mungkin.

Malu mungkin iya kak, kan orangtua ini pun pening kalau anaknya nggak nikah-nikah gitu.

(37)

Uda lumayan lah itu kak

2 Ada tiga orang juga kak yang setauku. Lumayan lah itu kan. Anak-anak disini yaa gitu kak, tamat SMA perempuannya kalau bisa langsung nikah.

Nggak juga kak, kan tergantung kita juga itu mau nikah cepat atau nggak.

Biasa juga kok kak usia tua sekarang baru nikah.

Kalau menurutku sih nggak kak, asal nggak tua-tua kali juga hahaha.

Hahaa biasalah kak standart ratusan ribu gitu, nggak nyampe sejuta lah. 700an ada kayaknya.

Menurutku ya banyak lah segitu kak.

3 Kalau banyak sih nggak juga, satu dua orang gitu lah.

Nggak biasa, tapi ada lah yang nikah muda 4 tahun sekali gitu kira-kira.

Perawan tua sih nggak, tapi pinginnya nggak jauh gitu jarak umur sama anak hahaha. Maunya kan jangan Nampak tua kali nanti kalaupun anak uda mulai agak besar.

Kalau menurutku sih iya, payah lah kalau perempuan udah agak berumur gitu baru nyari jodoh.

Ditanyain orangtua aja mungkin yaa, apalagi perempuan kan, takut pasti anaknya nggak nikah-nikah, ditanyain sama kawan-kawannya, pasti lah agak malu gitu kalau uda berumur anaknya tapi belum nikah-nikah juga.

Satu juta kak.

Banyak lah itu kak, uang pesta kan dari yang laki-laki juga. 4 Lumayan juga lah kak, kawanku pun udah 3 orang yang udah

nikah loh dikampung ini.

Iya kak, kayakmana lah yah soalnya disini pun jarangnya ada yang kuliah, jadi mungkin karna itu juganya itu, karna nggak lanjut lagi kan, bagus nikah.

(38)

hahaha.

Menurutku iya kak, perempuan kalau uda tua kali pun susah nanti nikahnya loh.

Aib mungkin nggak kak. Kalau mahar 500 ribu kak. Standart keknya segitu kak. 5 Nggak terlalu, tapi ada juga lah.

Nggak juga, jarangnya anak sini nikah cepat-cepat.

Hahaha nggak lah, memang karna nggak mau lagi jadi tanggungan orangtua kan bagus nikah, biar suami yang nanggung hidup.

Kalau tidak laku nggak juga, gini loh maunya ada batasan umurnya, jangan lah pula sampe kepala tiga, kalau itu orang pun beranggapan nggak laku nanti.

Aib sih nggak menurut aku, tergantung pemikiran orangtua sama lingkungan kitanya itu, kalau memang kitanya yang sibuk kerja sih nggak lah sampe aib itu kalau kita nikah tua tapi tetap lah ada batasan umur.

Maharku yaa kak, satu juta ada lah kak.

Wah kalau untuk tamatan kek aku uda bisa lah itu kak.

6 Ada kak, tahun ini aja ada yang nikah juga, ada lagi ntah berapa tahun yang lalu gitu ada juga yang nikah masih umur-umur 16an gitu kak.

Iya kayaknya yaa kak, yang nggak sekolah-sekolah lagi pun nikahnya itu kadang mau.

Nggak lah kak hahaha

Kalau aku sih mikirnya iya kak, jarang disini perempuan nikah 20an tahunan gitu.

Iya kayaknya kak, taulah orang jawa ini kak. Nggak banyak lah kak, cuman 500 ribu. Haha bingung kak dibilang cukup yaa bisalah.

(39)

Jarang, mungkin pas jaman-jaman dulu sering.

Nggak takut, kan aku uda lama pacaran dulu, tamat SMA jadi langsung nikah aja lah mending pikirku orang nggak lanjut kuliah lagi kok.

Menurutku nggak, perempuan sekarang sampe S3 pun sekolahnya dikejar sebelum nikah, makin banyak itu yang mau laki-laki kan.

Kalau anaknya nggak kerja-kerja trus nggak nikah yah aib lah, pasti malu itu orangtua, tapi kalau anaknya pun sibuk kerja ngapain malu.

Satu juta kak maharnya.

Cukup kok itu kak, yang penting kan nggak dari situ lagi duit pestanya.

(40)

sewaktu menikah hanya uang sebanyak Rp.500.000-Rp.1000.000 dan semua informan menyatakan itu adalah jumlah yang cukup untuk mahar mereka.

4.3.6 Sumber Informasi/Media Massa terhadap Pernikahan dini

Dari hasil wawancara mengenai pengaruh sumber informasi/media massa terhadap pernikahan dini, dapat dilihat pada matrix berikut ini :

Matrix 4.6

Distribusi Pengaruh Sumber Informasi/Media Massa Terhadap Pernikahan Dini

Informan Pernyataan

1 Hampir tiap hari lah nonton tv kak.

Nggak pernah kak, di tv pun nggak ada iklannya ku liat. 2 Kalau tv yaa sering kak, tapi radio uda nggak lagi lah.

Nggak pernah dengar aku kak kalau masalah pernikahan din gitu 3 Seringlah, nonton tv, radio kadang-kadang sih, koran pun agak

jarang juga.

Pernah baca, tapi dari hp gitu, dari facebook pernah ngebaca tautan orang, tp pun cuman sekilas aja.

4 Untuk nontonlah kak paling, radio pun lagu-lagu yang didengar. Nggak pernah kak, soalnya iklan di radio tentang kesehatan-kesehatan gitu kan paling bahaya rokok aja yang sering ku dengar.

5 Aku nonton tiap hari pun. Tapi kalau baca koran nggak pernah. Nggak pernah aku dengar berita-berita gitu masalah pernikahan dini.

6 Nonton lumayan lah kak. Nggak kak, nggak pernah pun.

7 Nonton tv tiap hari, radio pun sering kalau uda sore-sore gitu dengerinnya.

(41)

Dari matrix 4.6 diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar informan hanya memanfaatkan media televisi dan radio sebagai sumber informasi. Terlihat minimnya informan untuk memanfaatkan media cetak seperti koran atau majalah sebagai penambah pengetahuan mereka. Seluruh informan juga menyatakan bahwa mereka tidak pernah mendapatkan informasi mengenai pernikahan dini dari media televisi maupun radio.

4.3.7 Kehamilan Sebelum Menikah (Married by Accident) terhadap Pernikahan Dini

Dari hasil wawancara mengenai pengaruh kehamilan sebelum menikah (married by accident) terhadap pernikahan dini, dapat dilihat pada matrix berikut ini :

Matrix 4.7

Distribusi Pengaruh Kehamilan Sebelum Menikah (Married by Accident) Terhadap Pernikahan Dini

Informan Pernyataan

1 Aduh kak, kayak mana yaa ceritainnya…. Aku dulu sering kali pergi-pergi gitu sama cowokku kak, awalnya yaa biasa lah, ciuman, trus bablas lah kak, makanya pun ini karna hamilnya nikah aku, sebetulnya kan kak nggaknya mau nikah aku, tapi maulah di usir betulan aku sama bapakku kalau nggak kawin awak sama cowok awak itu. Makanya berhenti aku sekolah pas kelas 2 itu lah.

2 Iya kak pernah, cowokku itu yang ngajak kak, aku pun pas pula cinta-cintanya sama dia disitu jadi mau-mau aja. Nggak tau aku kalau uda hamil aja, uda 4 bulan baru sadar.

(42)

Nggak lah sampai hamil duluan, masih mikirkan orangtua juga kan, maulah mati di tempat sempat anaknya kek gitu.

4 Seks yang berhubungan badan gitu yaa nggak lah kak. Ciuman iya lah pula pernah hahaha

5 Pernah sekali, nyoba-nyoba, tapi dari situ nggak lagi lah, takut nanti hamil pula gawat, keenakan kan jadi lupa eh uda jadi aja nanti.

6 Iya kak, pernah.

Kan gini kak, aku pernah ketauan ibu ku berduaan gitu, mungkin di kira ibuku aku uda diapa-apain atau hamil gitu lah, makanya di paksa nikah aku sama cowokku sebelum kelamaan, nggak ada lagi disitu meriksa-meriksa. Makanya ku kira aku hamil eh rupanya nggak. Uda terlanjur nikah pula.

7 Kalau kayak ciuman gitu iyalah kadang-kadang. Tapi kalau sampai main sama cowokku nggak lah, mau lah mati dibunuh ayahku aku sempat hamil duluan.

Dari matrix 4.7 diatas dapat dilihat semua informan menyatakan pernah melakukan seks terlebih dahulu sebelum menikah. Dan dari 7 informan, 2 informan menyatakan mereka melakukan pernikahan dikarenakan hamil terlebih dahulu.

4.3.8 Peran Orangtua/Keluarga terhadap Pernikahan Dini

(43)

Matrix 4.8

Distribusi Peran Orangtua/Keluarga Terhadap Perniakahan Dini

Informan Pernyataan

1 Ada juga lah ikut ambil alih, karna posisi juga kepepet kan kak. Mau nggak mau lah kak.

Mamakku dulu nikah pun masi muda juga kak, tapi karna nggak sekolah itu mungkin ya.

2 Iya kak.

Mendukung lah kak, karna uda kejadian juga kak. Nggak ada kak.

3 Nggak, aku sendiri yang uda mutuskan memang mau nikah aja. Mendukung kok, selama jelas siapa calonnya.

Nggak ada kalau keluarga dekat gitu.

4 Mamakku yang nyuruh kak, dia pun yang ngebet kali ntah kenapa.

Mendukung kali pun kak, malah senang kayaknya. Kakakku lah kak, mamakku pun juga dulu katanya. 5 Aku sih, mamakku engge-engge wae aja nya.

Mendukung, nggak ada juga dilarang supaya jangan nikah dulu. Nggak ada, baru aku sih.

6 Iya kak.

Mau ngga mau lah kak walaupun keberatan kali. Nggak ada kak, tapi mamakku cepat nikahnya juga itu. 7 Aku sendiri yang mau.

Mendukung, supaya lepas tanggungan juga kayaknya. Ada, kakak aku dulu nikah dini juga seumuran aku gini lah.

(44)
(45)

5.1 Gambaran Karakteristik Informan

Menikah adalah ibadah, itu berarti segala hal yang dilakukan dalam kerangka pernikahan bernilai ibadah dan mendapat pahala yang besar. Sebagai pelaku pernikahan usia dini, masyarakat memahami pernikahan sebagai tanda sahnya hubungan antara laki-laki dan perempuan sebagai pasangan suami istri. Dimulai dari pernikahan itulah kehidupan rumah tangga dijalani hingga akhirnya terbentuklah sebuah keluarga.

Pernikahan merupakan suatu peristiwa yang sangat penting dan tak pernah terlupakan dalam perjalanan hidup seseorang dalam membentuk dan membina keluarga bahagia. Untuk itu diperlukan perencanaan yang matang dalam mempersiapkan segala sesuatunya meliputi aspek fisik, mental, dan sosial ekonomi. Pernikahan akan membentuk suatu keluarga yang merupakan unit terkecil yang menjadi sendi dasar utama bagi kelangsungan dan perkembangan suatu masyarakat bangsa dan negara. Di dalam realitasnya, masih banyak remaja yang melakukan pernikahan tanpa kesiapan mental dan sosial ekonomi. Padahal beberapa masalah kesehatan dapat timbul jika fisik remaja belum utuh perkembangannya. Dampak negatif lain yang juga dapat timbul adalah terjadinya perceraian di karenakan psikologis remaja yang belum stabil.

(46)

banyaknya yang melakukan pernikahan dini bersuku jawa. Dilihat dari jenis pekerjaan, 2 informan bekerja sebagai pembantu rumah tangga, 3 informan menjadi ibu rumah tangga, 1 informan bekerja sebagai karyawan ponsel dan 1 informan berjualan.

5.2 Tingkat Pendidikan terhadap Pernikahan Dini

Dari hasil wawancara dengan informan dapat dilihat bahwa rata-rata pendidikan informan itu sendiri masih tergolong rendah. Tidak ada informan yang melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi, ini dikarenakan tingkat ekonomi keluarga mereka yang tidak mendukung.

Seperti penuturan informan berikut ini :

Informan lain juga mengatakan :

Dari hasil penelitian diketahui bahwa semua informan menyatakan pendidikan itu penting. Untuk mendapatkan pekerjaan yang layak dan baik. “Penting kak, kan makin tinggi pendidikan kita makin gampang nyari

kerja kak.

Pernah kak sampai SMP aja.

Udalah kak sampai SMP aja uda syukur. Payah nanti kalo dilanjutin

rumah orangtua trus jadi nambah pikiran orangtua nanti.”“Penting kak, sekarang lagi kan makin banyak orang yang udah kuliah

-kuliah gitu, pasti lebih diterima kerja kalo pendidikannya tinggi gitu.

Jadi sebenarnya lebih enak kalau kita bisa kuliah kak.

Pernah kak. Sampai SMP aja. Karna malas sebenarnya kak, udah gitu

(47)

Namun akibat keterbatasan biaya membuat informan tidak dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Seperti pernyataan informan berikut ini :

”Udalah kak sampai SMP aja uda syukur. Payah nanti kalo dilanjutin

orangtua nggak sanggup putus ditengah jalan pula nanti.”

Pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang, dengan pendidikan tinggi seseorang akan lebih mudah menerima atau memilih suatu perubahan yang lebih baik (Suprapto dkk., 2004). Tingkat pendidikan menggambarkan tingkat kematangan kepribadian seseorang dalam merespon lingkungan yang dapat mempengaruhi wawasan berpikir atau merespon pengetahuan yang ada di sekitarnya.

Namun mengenai pertanyaan apakah informan ingin melanjutkan sekolah lagi jika di ijinkan pemerintah walaupun dalam keadaan sudah menikah, 5 informan menyatakan tidak, karena alasan malu jika sudah menikah masih sekolah :

“Aduh kak nggak lah, malu lah uda nikah sekolah lagi, apa kata orang

coba. malu entah kita pas hamil misalnya pake baju sekolah.”

Dan juga dikarenakan ekonomi yang tidak mendukung untuk melanjutkan pendidikan lagi :

“Kek mana ya kak, uang sih sebenarnya yang nggak ada.”

(48)

yang berkaitan tinggi rendahnya usia kawin pertama adalah rendahnya akses kepada pendidikan.

Hasil penelitian menunjukkan, keseluruhan informan menyatakan bahwa pendidikan itu penting untuk memperoleh pekerjaan yang lebih baik dan layak, namun dikarenakan keterbatasan ekonomi menyebabkan informan tidak dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi. Tidak melanjutkan pendidikan juga menjadi salah satu faktor penyebab remaja untuk menikah di usia dini.

Pendapat yang sama terdapat pada penelitian Darmawan (2010) yang menyatakan bahwa masyarakat yang tergolong menengah kebawah biasanya tidak mampu melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, terkadang hanya sampai bisa melanjutkan pendidikan menengah saja atau bahkan tidak menempuh pendidikan sama sekali, sehingga menikah seakan-akan menjadi solusi yang mereka hadapi terutama bagi kaum hawa.

5.3 Pengetahuan Informan tentang Pernikahan Dini

Dari hasil wawancara dengan informan dapat dilihat bahwa sebagian besar informan memiliki pengetahuan yang belum bisa dikatakan baik mengenai pernikahan dini serta dampak negative yang dapat timbulkan. Pengetahuan informan mengenai batas usia yang tepat untuk menikah dalam segi kesehatan masih minim. Seperti yang disampaikan informan beikut :

“Apa yaa, nikah dini yang ku tau pernikahan yang dilakukan remaja

yang seharusnya masih cocok untuk sekolah.

(49)

Ke 5 informan yang lain juga mengutarakan hal yang sama bahwa pernikahan dini adalah pernikahan yang dilakukan oleh remaja yang belum dewasa :

“Kurang tau sih kak, paling nikah yang dilakukan sama anak-anak

yang belum dewasa lah.

Kalo dampaknya sih yang ku rasain sering berantem gitu, namanya

juga masih kecil yaa kan.”

Menurut Notoadmodjo, (2007) Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, penginderaan terjadi melalui panca indera manusia. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang .

Dari hasil jawaban informan pada pernyataan tersebut sejalan dengan banyaknya remaja yang melakukan pernikahan dini di Kecamatan Siantar Martoba Kota Pematangsiantar. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh pengetahuan informan yang menikah dini terhadap pernikahan dini.

(50)

5.4 Tingkat Ekonomi terhadap Pernikahan Dini

Dari hasil wawancara dengan informan dapat dilihat bahwa 4 informan mempunyai masalah ekonomi dalam keluarga mereka sebelum menikah dini. Seperti yang diungkapkan informan berikut :

“Masalah ekonomi ? Bisa dibilang iya kak, setauku pun orangtuaku ada

juga ngutang-ngutang gitu, mana lagi adek-adekku pada masih SD gitu,

jadi memang harus banyak duit lah.

Iya kak, apalagi anak paling besar, jadi kerja lah sambil bantu-bantu

dikit.

Iya kak, karna lepas satu tanggungan gitu jadi tinggal adek ajalah yang

di biayai.

Kalau dibilang lebih baik lumayan lah kak. Nggak sampai ngutang juga

sana sini.”

Kemudian 4 informan menyatakan alasan menikah dini sebagai cara informan mengurangi kebutuhan ekonomi keluarga. Seperti yang dikemukakan oleh Syafruddin dan Mariam (2010) bahwa pernikahan anak sering terjadi dikalangan ekonomi lemah. Menurut Alfiah (2010) dalam Jannah (2011) pernikahan dini terjadi karena keadaan keluarga yang hidup dibawah garis kemiskinan sehingga remaja menikah untuk anak perempuannya dengan orang-orang yang dianggap mampu untuk meringankan beban orang-orang tua. Seperti yang diutarakan informan berikut ini :

”Iya, nggak lumayan kerjaan orangtuaku soalnya.

(51)

Kayaknya iya lah, soalnya lepas beban satu orang hahaha.

Lebih baik kali nggak lah. Pas-pasan juga. Kerja suami pun nggaknya

bagus-bagus kali. Apalagi udah ada anak kan makin butuh duit.”

Dari hasil wawancara dengan informan mengenai apakah menikah dini dapat memperbaiki ekonomi, 3 informan menyatakan bahwa setelah menikah dini kehidupan informan semakin memburuk. Hal ini dikarenakan pekerjaan informan yang tidak memadai dan juga pendidikan informan yang kurang.

“Nggak lah kak, kerjaan aja nggak ada, makanpun ditanggung.”

Menurut teori Noor, NN, (2008). Sosial ekonomi adalah pendapatan atau penghasilan keluarga perhari atau perbulan. Kebutuhan yang dibutuhkan sehari-hari mencari uang untuk menghidupkan keluarga pada umumnya untuk memberi pelayanan kesehatan pada keluarga yang baik, didaerah perdesaan status ekonomi termiskin.

Kehidupan seseorang sangat ditunjang oleh kemampuan ekonomi keluarga, sebuah keluarga yang berada digaris kemiskinan akan sangat sulit untuk memenuhi kebutuhan dalam keluarga karena terdesak oleh kebutuhan ekonomi, dengan kemampuan ekonomi yang lemah, apalagi di zaman sekarang kebutuhan terus meningkat, beban yang ditanggung pun terasa semakin berat .

(52)

sangat mempengaruhi pernikahan seseorang. Keluarga relatif miskin dengan pendapatan yang cukup minim dan pendidikan yang relatif rendah sangat berpengaruh pada terjadinya pernikahan dini (Nargis, 2006).

Malhotra (1997) mengatakan bahwa orang tua di daerah Jawa terutama di pedesaan memiliki status ekonomi yang rendah. Penduduknya mayoritas bekerja pada sektor pertanian dan berpendidikan rendah. Situasi seperti ini sangat menentukan terjadinya pernikahan dini. Dijelaskan pula oleh Choe et al. (2001) bahwa pendidikan orang tua sangat mempengaruhi kondisi ekonomi keluarganya. Orang tua yang memiliki pendidikan rendah akan memiliki status ekonomi yang rendah pula. Pada umumnya orang tua yang demikian akan menikahkan anaknya pada usia dini.

Hal ini sesuai dengan penelitian Darnita (2013) di Lhok Kaju Kabupaten Pidie bahwa penyebab terjadinya pernikahan dini karena desakan ekonomi.

Dari pernyataan diatas menunjukkan bahwa tingkat ekonomi orang tua informan sebelum menikah tergolong lemah, sehingga orang tua menikahkan anaknya dengan segera untuk mengurangi beban hidup.

5.5 Sosial Budaya terhadap Pernikahan Dini

(53)

“Nggak terlalu, tapi ada juga lah.

Nggak juga, jarangnya anak sini nikah cepat-cepat.

Hahaha nggak lah, memang karna nggak mau lagi jadi tanggungan

orangtua kan bagus nikah, biar suami yang nanggung hidup.

Kalau tidak laku nggak juga, gini loh maunya ada batasan umurnya,

jangan lah pula sampe kepala tiga, kalau itu orang pun beranggapan

nggak laku nanti.

Aib sih nggak menurut aku, tergantung pemikiran orangtua sama

lingkungan kitanya itu, kalau memang kitanya yang sibuk kerja sih

nggak lah sampe aib itu kalau kita nikah tua tapi tetap lah ada batasan

umur.”

Hal yang sama juga diungkapkan oleh informan berikut :

“Setauku nggak lah, 20 tahunan juga kok rata-rata perempuan disini

nikahnya.

Jarang, mungkin pas jaman-jaman dulu sering.

Nggak takut, kan aku uda lama pacaran dulu, tamat SMA jadi langsung

nikah aja lah mending pikirku orang nggak lanjut kuliah lagi kok.

Menurutku nggak, perempuan sekarang sampe S3 pun sekolahnya

dikejar sebelum nikah, makin banyak itu yang mau laki-laki kan.

Kalau anaknya nggak kerja-kerja trus nggak nikah yah aib lah, pasti

(54)

Untuk pertanyaan mengenai mahar yang diterima informan sewaktu menikah, semua informan menyatakan mahar mereka hanya uang dengan jumlah Rp.500.000-Rp.1000.000 :

“Mahar nggak mahal lah, 500 ribuan gitu. Uda lumayan lah itu kak”

Hal senada juga dinyatakan oleh informan :

“Maharku yaa kak, satu juta ada lah kak. Wah kalau untuk tamatan kek

aku uda bisa lah itu kak.”

Dari pernyataan informan diatas bahwa jumlah mahar yang diberikan bukanlah merupakan hal yang terpenting untuk melangsungkan pernikahan. Nilai mahar dibawah Rp.1000.000 sudah dikatakan cukup oleh informan.

Menurut konsep budaya Lainingen (1978-1984) dalam Naibaho (2012), karakteristik budaya dapat digambarkan sebagai berikut :

a. Budaya adalah pengalaman yang bersifat univerbal sehingga tidak ada dua budaya yang sama persis.

b. Budaya bersifat stabil, tetapi juga dinamis karena budaya tersebut diturunkan kepada generasi berikutnya sehingga mengalami perubahan.

c. Budaya diisi dan tentukan oleh kehidupan manusia sendiri tanpa disadari. Menurut pandangan antropologi tradisional, budaya dibagi menjadi dua yaitu:

1. Budaya Material

Budaya material dapat beruapa objek, seperti makanan, pakaian, seni, benda-benda kepercayaan.

2. Budaya Non Material

(55)

a. Kepercayaan

Menurut Rousseau kepercayaan adalah bagian psikologis terdiri dari keadaan pasrah untuk menerima kekurangan berdasarkan harapan positif dari niat atau perilaku orang lain. Sedangkan menurut Robinson kepercayaan adalah harapan seseorang, asumsi-asumsi atau keyakinan akan kemungkinan tindakan seseorang akan bermanfaat, menguntungkan atau setidaknya tidak mengurangi keuntungan yang lainnya (Koentjaraningrat, 2006).

b. Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan ini terjadi melalui panca indera manusia yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagaian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2003).

c. Sikap

Menurut Notoatmodjo (2007), sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial.

d. Nilai

(56)

mengemukakan nilai adalah asumsi yang abstrak dan sering tidak disadari tentang apa yang dianggap penting dalam masyarakat.

d. Norma

Norma adalah kebiasaan umum yang menjadi patokan perilaku dalam suatu kelompok masyarakat dan batasan wilayah tertentu. Emil Durkheim mengatakan bahwa norma adalah sesuatu yang berada di luar individu, membatasi mereka dan mengendalikan tingkah laku mereka.

Menurut Enda (2010), sosial adalah cara tentang bagaimana para individu saling berhubungan. Sedangkan menurut Daryanto (1998) yang dikutip Naibaho (2012), sosial merupakan sesuatu yang menyangkut aspek hidup masyarakat.

Menurut Taylor (1989), budaya adalah keyakinan dan perilaku yang diaturkan atau diajarkan manusia kepada generasi berikutnya. Sedangkan menurut Sir Eduarel Baylor (1871) dalam Andrew dan Boyle (1995), budaya adalah sesuatu yang kompleks yang mengandung pengetahuan, kepercaayaan seni, moral, hukum, kebiasaan, dan kecakapan lain yang merupakan kebiasaan manusia sebagai anggota komunikasi setempat.

(57)

Hal ini bertolak belakang juga dengan penelitian Darnita (2013) di Lhok Kaju bahwa pernikahan dini terjadi karena adanya budaya dimasyarakat bahwa anak perempuan harus segera dinikahkan agar tidak menjadi perawan tua.

5.6 Sumber Informasi/Media Massa terhadap Pernikahan Dini

Dari hasil wawancara dengan informan berkaitan dengan pemanfaatan sumber informasi/media massa dapat dilihat bahwa semua informan memanfaatkan media elektronik seperti televisi sebagai sumber informasi yang paling sering digunakan, kurang dimanfaatkannya media cetak seperti koran dan majalah sebagai sumber informasi dikarenakan kurang berminatnya informan untuk membaca. Sebagian besar informan juga menyatakan tidak pernah mendapatkan informasi tentang pernikahan dini dari media yang mereka manfaatkan. Seperti yang dinyatakan oleh informan yang berikut ini :

“Hampir tiap hari lah nonton tv kak.

Nggak pernah kak, di tv pun nggak ada iklannya ku liat.”

Hal yang sama juga diungkapkan oleh informan lain :

“Kalau tv yaa sering kak, tapi radio uda nggak lagi lah.

Nggak pernah dengar aku kak kalau masalah pernikahan din gitu.”

(58)

Semua informan memanfaatkan media televisi sebagai sumber informasi mereka, ini dapat menjadi pintu masuk terhadap informasi mengenai pernikahan dini kepada informan. Infroman menyatakan bahwa media televisi tidak pernah memberikan informasi mengenai pernikahan dini. Hal ini menyebabkan kurangnya pengetahuan remaja mengenai pernikahan dini serta dampaknya bagi mereka.

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian oleh Wahid (2007) bahwa kemudahan seseorang untuk memperoleh informasi dapat membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru. Yang artinya kemudahan remaja untuk memperoleh informasi akan mempercepat

Gambar

Tabel 4.1
Tabel 4.2
Tabel 4.4
Gambar 1.1 Kerangka Pikir

Referensi

Dokumen terkait

disarankan agar Puskesmas Padang Bulan dan Puskesmas Polonia Medan rutin membagikan angket atau kuesioner kepada pasien rawat jalan peserta BPJS Kesehatan untuk

Berdasarkan hasil penelitian, diharapkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang dan Puskesmas Tanjung Morawa , agar mengadakan pelatihan untuk petugas IVA,

Berdasarkan hasil penelitian, diharapkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang dan Puskesmas Tanjung Morawa , agar mengadakan pelatihan untuk petugas IVA,

Dari tabel pelayanan prima dari unsur keadilan yang merata pada lembar observasi, tenaga kesehatan Puskesmas Tomuan memberikan pelayanan dengan baik.. Hal ini

Disarankan Kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Bireuen agar dapat meningkatkan promosi kesehatan kepada masyarakat Kabupaten Bireuen terutama di wilayah kerja Puskesmas

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan kasih karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “GAMBARAN PERILAKU TENAGA KESEHATAN

Dari hasil penelitian disarankan agar petugas kesehatan Puskesmas Tegal Sari Medan Denai dan instansi terkait untuk mengadakan penyuluhan dan sosialisasi tentang penanganan awal

Dari tabel pelayanan prima dari unsur keadilan yang merata pada lembar observasi, tenaga kesehatan Puskesmas Tomuan memberikan pelayanan dengan baik.. Hal ini