• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gamabaran Perilaku Terhadap Tingginya Angka Pernikahan Dini di Kecamatan Siantar Martoba Kota Pematangsiantar Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gamabaran Perilaku Terhadap Tingginya Angka Pernikahan Dini di Kecamatan Siantar Martoba Kota Pematangsiantar Tahun 2015"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

2.1 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pernikahan Dini

Menurut Alfiah (2010) dalam Jannah (2011), faktor-faktor yang mempengaruhi pernikahan dini yaitu:

a. Faktor Ekonomi

Terjadi pada masyarakat yang tergolong menengah ke bawah. Biasanya berawal dari ketidakmampuan mereka melanjutkan pendidikan mereka ke jenjang yang lebih tinggi. Terkadang mereka hanya bisa melanjutkan sampai sekolah menengah saja atau bahkan tidak bisa mengenyam sedikitpun kenikmatan pendidikan, sehingga menikah merupakan sebuah solusi dari kesulitan yang mereka hadapi. Terutama bagi perempuan, dimana kondisi ekonomi yang sulit, para orangtua lebih memilih mengantarkan putri mereka untuk menikah, karena paling tidak beban mereka akan berkurang. Tetapi berbeda bagi anak laki-laki yang mempunyai peran dalam kehidupan berumah tangga sangatlah besar, sehingga bagi kaum adam minimal harus mempunyai keterampilan terlebih dahulu sebagai modal awal membangun rumah tangga mereka. Bagi sebuah keluarga yang miskin, pernikahan usia dini dapat menyelamatkan masalah sosial ekonomi keluarga.

b. Faktor Pendidikan

(2)

tanpa memiliki bekal yang cukup tentang dampak bagi kesehatan reproduksi, mereka tentu tidak tahu. Untuk itu perlu sosialisasi dampak negatif ini, karena rata-rata mereka hanya lulusan SD. Padahal pentingnya untuk memberikan pendidikan seks mulai anak berusia dini. Hal ini bertujuan agar anak nantinya setelah dewasa mengetahui betul perkembangan reproduksi mereka, bagaimana menjaga kesehatan reproduksi mereka, dan kapan atau pada usia berapa mereka sudah bisa memantaskan diri untuk siap melakukan hubungan yang sehat.

c. Kekhawatiran Orang Tua

Orang tua khawatir kena aib karena anak perempuannya berpacaran dengan laki-laki sangat dekat sehingga segera mengawinkan anaknya.

d. Media Massa

Banyaknya media massa yang menayangkan seks menyebabkan remaja modern kian permisif (suka membolehkan) terhadap seks.

e. Faktor Adat

(3)

Menurut R.T. Akhmad Jayadiningrat, sebab-sebab utama dari perkawinan usia muda adalah:

a. Keinginan untuk segera mendapatkan tambahan anggota keluarga.

b. Tidak adanya pengertian mengenai akibat buruk perkawinan terlalu muda, baik bagi mempelai itu sendiri maupun keturunannya.

c. Sifat kolot orang jawa yang tidak mau menyimpang dari ketentuan adat. Kebanyakan orang desa mengatakan bahwa mereka itu mengawinkan anaknya begitu muda hanya karena mengikuti adat kebiasaan saja.

Terjadinya perkawinan usia muda menurut Hollean dalam Suryono disebabkan oleh:

a. Masalah ekonomi keluarga

b. Orang tua dari gadis meminta masyarakat kepada keluarga laki-laki apabila mau mengawinkan anak gadisnya.

c. Bahwa dengan adanya perkawinan anak-anak tersebut, maka dalam keluarga gadis akan berkurang satu anggota keluarganya yang menjadi tanggung jawab (makanan, pakaian, pendidikan, dan sebagainya) (Soekanto, 1992).

Menurut teori Syafrudin dan Mariam, 2010. Faktor yang menyebabkan pernikahan usia dini adalah :

1. Pendidikan

(4)

Pendidikan secara umum dapat didefenisikan adalah suatu usaha pembelajaran yang direncanakan untuk mempengaruhi individu ataupun kelompok sehingga mau melaksanakan tindakan-tindakan untuk menghadapi masalah-masalah dan meningkatkan kesehatannya. Berkaitan dengan defenisi tersebut, maka pendidikan dibedakan atas tiga jenis yaitu pendidikan formal, pendidikan informal, dan pendidikan nonformal.

Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan formal terdiri dari pendidikan formal berstatus negeri dan pendidikan formal berstatus swasta.

Semakin muda usia menikah, maka semakin rendah tingkat pendidikan yang dicapai oleh seorang anak. Pernikahan anak seringkali menyebabkan anak tidak lagi bersekolah, karena kini ia mempunyai tanggungjawab baru, yaitu sebagai istri dan sebagai calon ibu, atau kepala keluarga dan calon ayah, yang lebih banyak berperan mengurus rumah tangga dan anak yang akan hadir. Pola lainnya yaitu karena biaya pendidikan yang tak terjangkau, anak berhenti sekolah dan kemudian dinikahkan untuk mengalihkan beban tanggungjawab orangtua menghidupi anak tersebut kepada pasangannya (UNICEF, 2006). Dari berbagai penelitian didapatkan bahwa terdapat korelasi antara tingkat pendidikan yang rendah dan usia saat menikah.

2. Ekonomi

(5)

kalangan keluarga miskin, meskipun terjadi pula di kalangan keluarga ekonomi atas. Di banyak negara, pernikahan anak seringkali terkait dengan kemiskinan. Sayangnya, pernikahan gadis ini juga menikah dengan dengan pria berstatus ekonomi tak jauh berbeda, sehingga menimbulkan kemiskinan baru.

3. Sosial Budaya

Budaya adalah satu kesatuan yang kompleks, termasuk didalamnya pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, adat istiadat, dan kesanggupan serta kebiasaan yang diperolah manusia sebagai anggota masyarakat. Latar belakang budaya mempunyai pengaruh yang penting terhadap aspek kehidupan manusia, yaitu kepercayaan, tanggapan, emosi, bahasa, agama, bentuk keluarga, diet, pakian, bahasa tubuh.

a. Adat Istiadat

Di banyak daerah di Indonesia ada semacam anggapan jika anak gadis yang telah dewasa belum berkeluarga dipandang merupakan aib keluarga. Untuk mencegah aib tersebut, para orangtua berupaya secepat mungkin menikahkan anak gadis yang dimilikinya, yang pada akhirnya mendorong terjadinya pernikahan dini.

b. Pandangan dan kepercayaan

Di banyak daerah masih ditemukan adanya pandangan dan kepercayaan yang salah, misalnya kedewasaan seseorang dinilai dari status pernikahan, adanya anggapan bahwa status janda lebih baik daripada perawan tua, adanya anggapan bahwa kejantanan seseorang dinilai dari seringnya melakukan pernikahan.

UNICEF mengemukakan dua alasan utama terjadinya pernikahan dini

(6)

1. Pernikahan dini sebagai sebuah strategi untuk bertahan secara ekonomi (early

marriage as a strategy for economic survival).

Kemiskinan adalah faktor utama yang menyebabkan timbulnya pernikahan dini. Ketika kemiskinan semakin tinggi, remaja putri yang dianggap menjadi beban ekonomi keluarga akan dinikahkan dengan pria lebih tua darinya dan bahkan sangat jauh jarak usianya. Hal ini adalah strategi bertahan sebuah keluarga.

2. Untuk melindungi wanita (protecting girls)

Pernikahan dini adalah salah satu cara untuk memastikan bahwa anak perempuan yang telah menjadi istri benar-benar terlindungi, melahirkan anak yang sah, ikatan perasaan yang kuat dengan pasangan, dan sebagainya. Menikahkan anak di usia muda merupan salah satu cara untuk mencegah anak dari perilaku seks pranikah. Kebanyakan masyarakat sangat menghargai nilai keperawanan dan dengan sendirinya hal ini memunculkan sejumlah tindakan untuk melindungi anak perempuan mereka dari perilaku seksual pranikah.

Mathur, Greene, dan Malhotra (2003) dalam International Center for

Research On Women (ICRW), juga mengungkapkan beberapa penyebab

pernikahan dini, yaitu:

(7)

masa remaja untuk berhasil di sekolah, membuktikan seksualitasnya, ikut serta dalam olahraga dan aktivitas fisik, mengembangkan kelompok sosial dengan teman sebayanya, menunjukkan kemampuan mereka dalam menangani ekonomi keluarga dan tanggung jawab finansial. Remaja putri mengalami hal yang berlawanan. Pengalamam masa remaja bagi para remaja putri di banyak negara berkembang lebih difokuskan pada masalah pernikahan, menekankan pada pekerjaan rumah tangga dan kepatuhan, serta sifat yang baik untuk menjadi istri dan ibu.

2. Nilai virginitas dan ketakutan mengenai aktivitas seksual pranikah (value of

virginity and fears about premarital sexual activity)

Beberapa budaya di dunia, wanita tidak memiliki kontrol terhadap seksualitasnya, tetapi merupakan properti bagi ayah, suami, keluarga, atau kelompok etnis mereka. Oleh karena itu, keputusan untuk menikah, melakukan aktivitas seksual, biasanya anggota keluarga yang menentukan, karena perawan atau tidaknya seseorang sebelum menikah menentukan harga diri keluarga. Ketika anak perempuan mengalami menstruasi, ketakutan akan aktivitas seksual sebelum menikah dan kehamilan menjadi perhatian utama keluarga.

3. Pernikahan sebagai usaha untuk menggabungkan dan transaksi (ma rriage

alliances and transactions)

(8)

4. Kemiskinan (the role of proverty)

Kemiskinan dan tingkat ekonomi lemah juga merupakan alasan yang penting menyebabkan pernikahan dini pada remaja putri. Remaja putri yang tinggal di keluarga yang sangat miskin, sebisa mungkin secepatnya dinikahkan untuk meringankan beban keluarga.

Adapun pernikahan usia remaja yang disebabkan oleh faktor dari diri sendiri, yaitu:

1. Menurut Sarwono (2006), pernikahan muda atau pernikahan dini banyak terjadi pada masa pubertas karena remaja sangat rentan terhadap perilaku seksual yang membuat mereka melakukan aktivitas seksual sebelum menikah sehingga menyebabkan kehamilan yang kemudian solusinya adalah dengan menikahkan mereka.

2. Sanderowitz dan Paxman dalam Sarwono (2006) menyatakan bahwa pernikahan muda juga sering terjadi karena remaja berpikir secara emosional untuk melakukan pernikahan. Mereka berpikir telah saling mencintai dan siap untuk menikah. Faktor penyebab lain pernikahan muda adalah perjodohan orangtua. Perjodohan sering terjadi akibat putus sekolah dan permasalahan ekonomi.

(9)

2.2 Perilaku Pernikahan Dini

2.2.1 Pengertian Perilaku

Perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik dapat diamati secara langsung maupun tidak dapat diamati oleh pihak luar. Dimana perilaku terdiri dari persepsi (perception), respon terpimpin (guided respons), mekanisme

(mechanisme), adaptasi (adaptation) (Notoatmodjo, 2003).

Faktor penentu atau determinan perilaku manusia sulit untuk dibatasi karena perilaku merupakan hasil dari perubahan dari berbagai faktor, baik internal maupun eksternal (lingkungan). Pada garis besarnya perilaku manusia dapat terlihat dari 3 aspek yaitu aspek fisik, psikis, dan sosial. Dari aspek tersebut sulit untuk ditarik garis yang tegas dalam mempengaruhi perilaku manusia. Secara lebih terperinci perilaku manusia sebenarnya merupakan refleks dari berbagai gejala kejiwaan seperti pengetahuan, keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi, sikap.

Dalam perkembangannya, Teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan yakni:

1. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia yakni, indra penglihatan, pendengaran, penciuman, raba dan rasa. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

(10)

1. Awareness (kesadaran), orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).

2. Interest (tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Di sini sikap subjek sudah mulai timbul.

3. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

4. Trial (mencoba), subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai denbgan apa yang dikehendaki oleh stimulus.

5. Adoption (berperilaku baru), subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

Penerimaan perilaku baru yang didasari oleh pengetahuan akan menyebabkan perilaku baru yang bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya, apabila perilaku itu tidak disadari oleh pengetahuan dan kesadaran akan tidak berlangsung lama. Tingkat pengetahuan di Dalam Domain Kognitif :

1. Tahu (know)

a. Diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari .

b. Termasuk tingkat pengetahuan yang paling rendah yakni mengingat kembali terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima.

c. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain: menyebutkan,menguraikan, mendefinisikan, menyatakan. 2. Memahami (comprehension).

(11)

b. Orang yang telah paham harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan.

3. Aplikasi (aplication)

a. Kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).

b. Dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode dan prinsip.

4. Analisis (analysis)

a. Merupakan kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen, tetapi masih dalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitan satu sama lain.

b. Kemampuan analisis dapat dilihat dari penggunaan kata kerja. 5. Sintesis (synthesis)

a. Merupakan kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.( menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada).

6. Evaluasi (evaluation)

a. Kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.

b. Penilaian berdasarkan kriteria sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada.

(12)

sedangkan kedalaman pengetahuan dapat diukur berdasarkan tingkatan pengetahuan.

2. Sikap

Sikap masih merupakan reaksi tertutup, tidak dapat langsung dilihat , merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas.

Dari batasan-batasan diatas dapat disimpulkan bahwa manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosial, menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksana motif tertentu.

Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas akan tetapi merupakan predisposisi tindakan atau perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup bukan merupakan reaksi terbuka tingkah laku yang terbuka. Lebih dapat dijelaskan lagi bahwa sikap merupakan reaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek.

Sikap terdiri dari 3 komponen pokok, Allport (1954):

1. Kepercayaan (keyakinan), ide, konsep terhadap suatu obyek 2. Kehidupan emosional terhadap suatu obyek

(13)

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berpikir, keyakinan dan emosi memegang peranan penting. Suatu contoh seorang ibu telah mendengarkan penyakit polio (penyebabnya, akibatnya, pencegahannya, dan sebagainya). Pengetahuan ini akan membawa ibu untuk berpikir dan berusaha supaya anaknya tidak terkena polio.

Dalam berpikir ini, komponen emosi dan keyakinan ikut bekerja sehingga ibu tersebut berniat akan mengimunisasikan anaknya untuk mencegah supaya anaknya tidak terkena polio. Sehingga ibu ini mempunyai sikap tertentu terhadap objek yang berupa penyakit polio ini. Tingkatan sikap dapat dibagi menjadi : 1. Menerima (receiving).

Orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). 2. Merespon (responding).

Merespon yaitu memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan. Usaha tersebut menunjukkan bahwa orang menerima ide.

3. Menghargai (valuing).

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah. 4. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko. Bertanggung jawab merupakan sikap yang paling tinggi.

Pengukuran sikap dapat dibagi :

(14)

2. Secara tidak langsung dapat dibuat pernyataan-pernyataan hipotesis.

3. Tindakan (Praktek)

Tindakan merupakan suatu perbuatan nyata yang dapat diamati atau dilihat. Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam bentuk tindakan (overt behavior). Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas.

Sikap ibu yang sudah positif terhadap imunisasi tersebut harus mendapat konfirmasi dari suaminya, dan ada fasilitas imunisasi yang mudah dicapai, agar ibu tersebut mengimunisasikan anaknya. Disamping faktor fasilitas juga diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain, misalnya suami atau isteri, orang tua atau mertua sangat penting untuk mendukung praktek keluarga berencana. Pengukuran praktek :

1. Tidak langsung : wawancara terhadap kegiatann yang telah dilakukan beberapa jam,hari atau bulan yang lalu.

2. Langsung :mengobservasi tindakan atau kegiatan responden. Adapun tingkatan dalam tindakan terbagi menjadi : 1. Persepsi (perception)

Persepsi merupakan mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil.

2. Respon terpimpin (guided response).

(15)

3. Mekanisme (mecanism).

Mekanisme yaitu dapat melakukan dengan benar, secara otomatis/ kebiasaan 4. Adopsi (adoption).

Adopsi merupakan tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Dengan kata lain, dapat memodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut. Tinggi berdasarkan bahan- bahan yang murah dan sederhana.

2.2.2 Faktor-Faktor Perilaku

Perilaku seseorang atau subjek dipengaruhi atau ditentukan oleh faktor-faktor baik dari dalam maupun dari luar subjek. Dalam perilaku kesehatan menurut Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2003) terbagi tiga teori penyebab masalah kesehatan yaitu :

a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing faktors) yaitu faktor-faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang, antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi.

b. Faktor pemungkin (enabling factors) adalah faktor-faktor yang memungkinkan atau menfasilitasi perilaku atau tindakan. Artinya faktor pemungkin adalah sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan.

c. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors) adalah faktor-faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku.

2.2.3 Pengertian Pernikahan Dini

(16)

mengandung kebolehan melakukan hubungan suami istri dengan lafaz perkawinan/pernikahan atau yang semakna dengan itu.

Dalam pengertian yang luas pernikahan adalah suatu akad atau perikatan untuk menghalalkan hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan dalam rangka mewujudkan kebahagiaan hidup berkeluarga yang diliputi rasa ketentraman serta kasih sayang dengan cara yang diridhoi Allah.

Usia muda menunjukkan usia belia, ini bisa digunakan untuk menyebutkan sesuatu yang dilakukan sebelum batas usia minimal. Undang-Undang perkawinan No. 1 Tahun 1974, pasal 1 merumuskan arti perkawinan sebagai ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Pasal 6 ayat 2 UU No. 1 Tahun 1974 menyatakan bahwa untuk melangsungkan suatu perkawinan seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat ijin dari kedua orang tua. Seperti halnya juga telah dijelaskan dalam UU Repoblik Indonesia Nomor 1 pasal 1 tahun 1974 tentang perkawinan, yang menyatakan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

(17)

Padahal pernikahan yang ideal untuk perempuan adalah 20-25 tahun sementara laki-laki 24-28 tahun. Karena di usia itu organ reproduksi perempuan secara psikologis sudah berkembang dengan baik dan kuat serta siap untuk melahirkan keturunan secara fisik pun mulai matang. Sementara laki-laki pada usia itu kondisi psikis dan fisiknya sangat kuat, hingga mampu menopang kehidupan keluarga untuk melindungi baik sera psikis emosional, ekonomi dan sosial.

Melakukan perkawinan tanpa kesiapan dan pertimbangan yang matang dari satu sisi dapat mengindikasikan sikap tidak affresiatif terhadap makna nikah dan bahkan lebih jauh bisa merupakan pelecehan terhadap kesakralan sebuah perkawinan. Sebagian masyarakat yang melangsungkan perkawinan usia muda ini dipengaruhi karena adanya beberapa faktor-faktor yang mendorong mereka untuk melangsungkan perkawinan usia muda atau di bawah umur.

Dan setelah melihat uraian diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa perkawinan usia muda adalah perkawinan remaja dilihat dari segi umur masih belum cukup atau belum matang untuk membentuk sebuah keluarga. Sedangkan menurut kesehatan melihat perkawinan usai muda itu sendiri yang ideal adalah perempuan diatas 20 tahun sudah boleh menikah, sebab perempuan yang menikah dibawah umur 20 tahun beresiko terkena kanker leher rahim. Dan pada usia remaja, sel-sel leher rahim belum matang, maka kalau terpapar human papiloma Virus HPV pertumbuhan sel akan menyimpang menjadi kanker (Nugroho Kompono, 2007).

(18)

masalah perkawinan, disebabkan setiap pasangan laki-laki dan perempuan belum memiliki sikap kedewasaan yang merupakan salah satu tolak ukur dalam memasuki sebuah kehidupan berkeluarga. Memang disatu sisi harus didasari bahwa kedewasaan seseorang tidak tidak bergantug pada umur, tetapi disisi lain kitapun perlu menyadari bahwa masa remaja adalah masa peralihan dari usia kanak-kanak ke usia dewasa.

Yang mana masa keremajaan merupakan gejala sosial yang bersifat sementara, sifat sementara dan kedudukannya itu mengakibatkan remaja masih mencari identitasnya, yang artinya pada masa peralihan itu sangat jarang ditemukan remaja yang betul-betul memiliki sikap kedewasaan, yang pada dasarnya untuk menempuh suatu kehidupan rumah tangga yang bahagia, salah satu persyaratan mutlak yang harus dimiliki yaitu sikap kedewasaan tersebut.

Sikap kedewasaan masing-masing pasangan remaja dalam kehidupan keluarganya, sedikit banyaknya akan mempengaruhi pola perilaku anak yang dilahirkannya, sebuah pernikahan yang harmonis diharapakan menghasilkan anak-anak yang baik yang mempunyai watak yang menyenangkan.

Maka dari itu remaja sebelum melangkah kejenjang perkawinan atau hidup berkeluarga sebaiknya terlebih dahulu mempersiapkan dirinya sedemikian rupa, sehingga keluarga yang akan dibentuknya tidak terlalu banyak mengalami masalah yang akan membawa pada perceraian.

(19)

menikah, haruslah siap secara fisik/ ekonominya maupun secara mental dalam arti bahwa adanya sikap kedewasaan dalam memandang arti dari perkawinan itu sendiri, agar keluarga yang dibangunnya adalah keluarga yang sejahtera.

2.2.4 Dampak Akibat Pernikahan Dini

1. Dampak Positif a. Dukungan Emosional

Dengan dukungan emosional maka dapat melatih kecerdasan emosional dan spiritual dalam diri setiap pasangan (ESQ).

b. Dukungan Keuangan

Dengan menikah di usia dini dapat meringankan beban ekonomi menjadi lebih menghemat.

c. Kebebasan yang Lebih

Dengan berada jauh dari rumah maka menjadikan mereka bebas melakukan hal sesuai keputusannya untuk menjalani hidup mereka secara finansial dan emosional.

d. Belajar Memikul Tanggung Jawab di Usia Dini

Banyak pemuda yang waktu masa sebelum nikah tanggung jawabnya masih kecil karena ada orang tua mereka. Dengan menikah, mereka harus dapat mengatur urusan mereka tanpa bergantung pada orang tua.

e. Terbebas dari Perbuatan Maksiat

(20)

2. Dampak Negatif 1. Segi kesehatan

Dilihat dari segi kesehatan, pasangan usia muda dapat berpengaruh pada tingginya angka kematian ibu yang melahirkan, kematian bayi serta berpengaruh pada rendahnya derajat kesehatan ibu dan anak. Menurut ilmu kesehatan, bahwa usia yang kecil resikonya dalam melahirkan adalah antara usia 20-35 tahun, artinya melahirkan pada usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun mengandung resiko tinggi. Ibu hamil usia 20 tahun ke bawah sering mengalami prematuritas (lahir sebelum waktunya) besar kemungkinan cacat bawaan, fisik maupun mental, kebutaan dan ketulian.

2. Kanker leher rahim

Perempuan yang menikah dibawah umur 20 tahun beresiko terkena kanker leher rahim. Pada usia remaja, sel-sel leher rahim belum matang. Jika terpapar

human papiloma virus atau HPV pertumbuhan sel akan menyimpang menjadi

(21)

3. Neoritis depresi

Depresi berat atau neoritis depresi akibat pernikahan dini ini, bisa terjadi pada kondisi kepribadian yang berbeda. Pada pribadi introvert (tertutup) akan membuat si remaja menarik diri dari pergaulan. Dia menjadi pendiam, tidak mau bergaul, bahkan menjadi seorang yang schizophrenia atau dalam bahasa awam yang dikenal orang adalah gila. Sedang depresi berat pada pribadi

ekstrovert (terbuka) sejak kecil, si remaja terdorong melakukan hal-hal aneh

untuk melampiaskan amarahnya. Seperti, perang piring, anak dicekik dan sebagainya. Dengan kata lain, secara psikologis kedua bentuk depresi sama-sama berbahaya.

Dalam pernikahan dini sulit membedakan apakah remaja laki-laki atau remaja perempuan yang biasanya mudah mengendalikan emosi. Situasi emosi mereka jelas labil, sulit kembali pada situasi normal. Sebaiknya, sebelum ada masalah lebih baik diberi prevensi daripada mereka diberi arahan setelah menemukan masalah. Biasanya orang mulai menemukan masalah kalau dia punya anak. Begitu punya anak, berubah 100 %. Jika berdua tanpa anak, mereka masih bisa senang, apalagi kalau keduanya berasal dari keluarga cukup mampu, keduanya masih bisa menikmati masa remaja dengan bersenang-senang meski terikat dalam tali pernikahan.

(22)

4. Segi fisik

Pasangan usia muda belum mampu dibebani suatu pekerjaan yang memerlukan keterampilan fisik, untuk mendatangkan penghasilan baginya, dan mencukupi kebutuhan keluarganya. Faktor ekonomi adalah salah satu faktor yang berperan dalam mewujudkan dalam kesejahteraan dan kebahagiaan rumah tangga. Generasi muda tidak boleh berspekulasi apa kata nanti, utamanya bagi pria, rasa ketergantungan kepada orang tua harus dihindari.

5. Segi mental/jiwa

Pasangan usia muda belum siap bertanggung jawab secara moral, pada setiap apa saja yang merupakan tanggung jawabnya. Mereka sering mengalami kegoncangan mental, karena masih memiliki sikap mental yang labil dan belum matang emosinya.

Secara psikis anak juga belum siap dan mengerti tentang hubungan seks, sehingga akan menimbulkan trauma psikis berkepanjangan dalam jiwa anak yang sulit disembuhkan. Anak akan murung dan menyesali hidupnya yang berakhir pada perkawinan yang dia sendiri tidak mengerti atas putusan hidupnya. Selain itu, ikatan perkawinan akan menghilangkan hak anak untuk memperoleh pendidikan (Wajar 9 tahun), hak bermain dan menikmati waktu luangnya serta hak-hak lainnya yang melekat dalam diri anak.

6. Segi pendidikan

(23)

7. Segi kependudukan

Perkawinan usia muda di tinjau dari segi kependudukan mempunyai tingkat fertilitas (kesuburan) yang tinggi, sehingga kurang mendukung pembangunan di bidang kesejahteraan. Fenomena sosial ini berkaitan dengan faktor sosial budaya dalam masyarakat patriarki yang bias gender, yang menempatkan perempuan pada posisi yang rendah dan hanya dianggap pelengkap seks laki-laki saja. Kondisi ini sangat bertentangan dengan ajaran agama apapun termasuk agama Islam yang sangat menghormati perempuan (Rahmatan lil Alamin). Kondisi ini hanya akan melestarikan budaya patriarki yang bias gender yang akan melahirkan kekerasan terhadap perempuan.

8. Segi kelangsungan rumah tangga

Perkawinan usia muda adalah perkawinan yang masih rawan dan belum stabil, tingkat kemandiriannya masih rendah serta menyebabkan banyak terjadinya perceraian. Berbagai konsekuensi yang diakibatkan dari pernikahan dini dikemukakan dari beberapa penelitian. Menurut Shawky (2010) yang melakukan penelitian di Jedah Saudi Arabia tentang pernikahan dini dan konsekuensi kehamilan, hasilnya mengatakan mereka yang menikah di usia dini akan berisiko dua kali untuk mengalami keguguran secara spontan dan empat kali risiko mengalami kematian janin dan kematian bayi

(24)

buruk, bila dilakukan oleh remaja?. Pernikahan dini memiliki dua dampak cukup berat. Dari segi fisik, remaja itu belum kuat, tulang panggulnya masih terlalu kecil sehingga bisa membahayakan proses persalinan. Oleh karena itu pemerintah mendorong masa hamil sebaiknya dilakukan pada usia 20-30 tahun. Dari segi mental pun, emosi remaja belum stabil.

Kestabilan emosi umumnya terjadi pada usia 24 tahun, karena pada saat itulah orang mulai memasuki usia dewasa. Masa remaja, boleh dikatakan baru berhenti pada usia 19 tahun. Dan pada usia 20-24 tahun dalam psikologi, dikatakan sebagai usia dewasa muda atau lead adolescent. Pada masa ini, biasanya mulai timbul transisi dari gejolak remaja ke masa dewasa yang lebih stabil. Maka, kalau pernikahan dilakukan di bawah 20 tahun secara emosi si remaja masih ingin bertualang menemukan jati dirinya. Bayangkan kalau orang seperti itu menikah, ada anak, si istri harus melayani suami dan suami tidak bisa ke mana-mana karena harus bekerja untuk belajar tanggung jawab terhadap masa depan keluarga. Ini yang menyebabkan gejolak dalam rumah tangga sehingga terjadi perceraian, dan pisah rumah.

(25)

kelanjutan sekolah, masalah pengasuhan anak dan problema ekonomi merupakan bagian dari komplikasi yang diakibatkan dari perkawinan dan kehamilan usia muda.

Trussel (2010) juga mengemukakan bahwa kehamilan di kalangan remaja berimplikasi negatif terhadap tingkat pendidikan yang dicapai oleh wanita, posisi ekonomi di kemudian hari dan partisipasi angkatan kerja. Hal senada disampaikan UNICEF (2011), tentang konsekuensi yang diakibatkan oleh pernikahan usia dini pada anak perempuan adalah penolakan terhadap pendidikan, anak perempuan cenderung tidak melanjutkan sekolah setelah menikah sehingga mendorong terjadinya kemiskinan, mengalami masalah kesehatan termasuk kehamilan usia remaja (adolescent pregnancy), terisolasi secara sosial. Adhikari (2011) menyatakan bahwa konsekuensi dari pernikahan dini dan melahirkan di usia remaja adalah berisiko untuk melahirkan prematur dan berat badan lahir rendah.

(26)

2.2.5 Peran Agama Dalam Pernikahan Dini

Sebenarnya, dalam fikih atau hukum Islam tidak ada batasan minimal usia pernikahan. Jumhur atau mayoritas ulama mengatakan bahwa wali atau orang tua boleh menikahkan anak perempuannya dalam usia berapapun. Dalam Al-Qur’an yaitu QS At-Thalaq : 4 dan QS. An-Nisa : ayat 3 dan 127 :

”Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara

perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya) maka iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid. Dan perempuan-perempuan-perempuan-perempuan yang hamil, waktu idah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. Dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya”.

Namun karena pertimbangan maslahat, beberapa ulama memakruhkan praktik pernikahan usia dini. Makruh artinya boleh dilakukan namun lebih baik ditinggalkan. Anak perempuan yang masih kecil belum siap secara fisik maupun psikologis untuk memikul tugas sebagai istri dan ibu rumah tangga, meskipun dia sudah aqil baligh atau sudah melalui masa haid. Karena itu menikahkan anak perempuan yang masih kecil dinilai tidak maslahat bahkan bisa menimbilkan

mafsadah (kerusakan). Pertimbangan maslahat-mafsadah ini juga diterima dalam

madzab Syafii.

(27)

merupakan tuntutan yang tidak mengandung keharusan (thalab ghair jazim) atau berhukum sunnah, tidak wajib. Namun hukum asal sunnah ini dapat berubah menjadi hukum lain, tergantung keadaan orang yang melaksanakan hukum nikah.

Rasulullah SAW menyarankan kepada orang yang sudah mampu agar segera menikah, sementara kepada yang belum mampu Rasul memberi jalan keluar untuk menangguhkan pernikahan yaitu dengan melaksanakan Shaum, karena shaum merupakan benteng. Ungkapan ini merupakan isyarat bahwa kita diperbolehkan menangguhkan pernikahan untuk lebih mematangkan persiapan. Oleh karena itu, para ahli fiqih mendudukkan hukum pernikahan pada empat hukum :

1. Wajib menikah bagi orang yang sudah punya calon istri atau suami dan mampu secara fisik, psikis, dan material, serta memiliki dorongan seksual yang tinggi sehingga dikhawatirkan kalau pernikahan itu ditangguhkan akan menjerumus-kannya pada zina.

2. Sunnah (thatawwu') menikah bagi orang yang sudah punya calon istri atau

suami dan sudah mampu secara fisik, psikis, dan material, namun masih bisa menahan diri dari perbuatan zina.

3. Makruh (tidak dianjurkan) menikah bagi orang yang sudah punya calon istri

atau suami, namun belum mampu secara fisik, psikis, atau material. Karenanya, harus dicari jalan keluar untuk menghindarkan diri dari zina, misalnya dengan

shaum dan lebih meningkatkan taqarrub diri kepada Allah dengan

(28)

4. Haram menikah bagi mereka yang seandainya menikah akan merugikan pasangannya serta tidak menjadi kemashlahatan (kebaikan). Maupun menikah dengan tujuan menyakiti pasangannya.

Adapun menikah dini, yaitu menikah dalam usia remaja atau muda, bukan usia tua, hukumnya menurut syara’ adalah sunnah (mandub). Pernikahan dini hakikatnya adalah menikah juga, hanya saja dilakukan oleh mereka yang masih muda dan segar, seperti para pelajar, mahasiswa atau mahasiswi yang masih kuliah. Maka dari itu hukum yang berkaitan dengan nikah dini ada yang secara umum harus ada pada semua pernikahan, namun ada pula hukum yang memang khusus yang bertolak dari kondisi khusus, seperti kondisi pelajar yang masih sekolah, bergantung pada orang tua dan belum mempunyai penghasilan sendiri, mahasiswa yang masih kuliah yang mungkin belum mampu memberi nafkah. Hukum umum tersebut yang terpenting adalah kewajiban memenuhi syarat-syarat sebagai persiapan sebuah pernikahan. Kesiapan nikah dalam tinjauan

fiqih paling tidak diukur dengan 3 (tiga) hal :

1. Kesiapan ilmu, yaitu kesiapan pemahaman hukum-hukum fiqih yang berkaitan dengan urusan pernikahan, baik hukum sebelum menikah, pada saat nikah, maupun sesudah nikah

(29)

suatu ilmu kepada isterinya. Adapun kebutuhan primer, wajib diberikan dalam kadar yang layak yaitu setara dengan kadar nafkah yang diberikan kepada perempuan lain

3. Kesiapan fisik/kesehatan khususnya bagi laki-laki, yaitu maksudnya mampu menjalani tugasnya sebagai laki-laki, tidak impoten. Imam Ash Shanâani dalam kitabnya Subulus Salam juz III hal. 109 menyatakan bahwa al ba`ah dalam hadits anjuran menikah untuk para syabab di atas, maksudnya adalah jimaâ. Ini menunjukkan keharusan kesiapan fisik sebelum menikah.

2.3 Remaja

2.3.1 Pengertian Remaja

Masa remaja adalah masa yang penuh gejolak, masa yang penuh dengan pengenalan dan petualangan akan hal-hal yang baru termasuk pengalaman berinteraksi dengan lawan jenis sebagai bekal untuk mengisi kehidupan kelak.

Remaja selalu berusaha untuk menemukan pengalaman baru karena rasa keingintahuan yang besar dari remaja. Sayangnya, banyak di antara mereka yang tidak sadar bahwa terkadang pengalaman yang menyenangkan justru dapat menjerumuskan. Dalam masa remaja terjadi masa strom and stress di mana terjadi pergolakan emosi yang disebabkan karena perubahan fisik dan perubahan psikis yang cepat. Pergolakan emosi yang terjadi ini akan berpengaruh terhadap munculnya perilaku.

Beberapa pengertian tentang remaja:

(30)

badan, sikap dan cara berpikir dan bertindak, tetapi bukan orang dewasa yang telah matang.

b. Menurut WHO remaja adalah usia 12 tahun sampai 24 tahun. Namun jika pada usia remaja sudah menikah maka ia tergolong dalam dewasa, atau bukan lagi remaja. Sebaliknya jika usia sudah bukan lagi remaja tetapi masih bergantung pada orngtua (tidak mandiri) maka dimasukkan dalam remaja.

c. Menurut Konopka (1973) yang dikutip Pikunas (1976) menjelaskan bahwa masa remaja dimulai pada usia 12 tahun dan diakhiri pada usia 15 tahun. d. Menurut Monks (1998) remaja berlangsung antara umur 12 dan 21 tahun

dengan pembagian 12-15 tahun masa muda awal, 15-18 tahun masa muda pertengahan, 18-21 tahun masa muda akhir.

e. Menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 mengenai kesejahteraan anak, remaja adalah individu yang belum mencapai 21 tahun dan belum menikah. f. Menurut Stanley Hall dalam Santrock (2003), usia remaja berada pada rentang

12-23 tahun.

g. Menurut Papalia dan Olds (2001), masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal 21 tahun.

h. Menurut bkkbn (Direktorat Remaja dan Perlindungan Hak Reproduksi), batasan usia remaja adalah 10-21 tahun.

(31)

1. Masa remaja awal/dini (early adolescence): umur 11-13 tahun 2. Masa remaja pertengahan (middle adolescence): umur 14-16 tahun 3. Masa remaja lanjut (late adolescence): umur 17-20 tahun.

j. Menurut Sarwono (2006), batasan usia remaja adalah usia 11 sampai 24 tahun dan belum menikah, dengan pertimbangan sebagai berikut:

1. Usia 11 tahun adalah usia dimana pada umumnya tanda-tanda seksual sekunder mulai nampak.

2. Pada masyarakat Indonesia, usia 11 tahun sudah dianggap akil baligh baik adat maupun agama, sehingga masyarakat tidak lagi memperlakukan mereka sebagai anak-anak.

3. Pada usia tersebut mulai ada tanda-tanda penyempurnaan perkembangan jiwa.

4. Batasan usia 24 tahun merupakan batas maksimum untuk memberi peluang kepada mereka yang sampai batas usia tersebut masih menggantungkan diri pada orang tua.

5. Remaja yang sudah menikah dianggap dan diperlakukan sebagai dewasa penuh dilihat dari sudut pandang hukum.

2.3.2 Ciri-Ciri Masa Remaja

a. Masa Remaja Sebagai Periode yang Penting

(32)

dapat menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan perlunya membentuk sikap, nilai, dan minat baru (Hurlock,1999).

b. Masa Remaja Sebagai Periode Peralihan

Peralihan tidak berarti terputus atau berubah dari apa yang terjadi sebelumnya, tetapi peralihan yang dimaksud adalah dari satu tahap perkembangan ke tahap berikutnya. Artinya, apa yang telah terjadi sebelumnya akan meninggalkan bekasnya pada apa yang terjadi sekarang dan yang akan datang. Bila anak beralih dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, anak harus meninggalkan segala sesuatu yang bersifat kekanak-kanakan dan juga harus mempelajari pola perilaku dan sikap baru untuk menggantikan perilaku dan sikap yang sudah ditinggalkan (Hurlock,1999).

c. Masa Remaja Sebagai Usia Bermasalah

Masalah pada masa remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi baik oleh anak laki-laki maupun anak perempuan. Terdapat dua alasan bagi kesulitan itu, yaitu (1) sepanjang masa kanak-kanak, masalah anak-anak sebagian diselesaikan oleh orang tua dan guru-guru, sehingga kebanyakan remaja tidak berpengalaman dalam mengatasi masalah. (2) Para remaja merasa mandiri, sehingga mereka ingin mengatasi masalahnya sendiri, menolak bantuan orangtua dan guru-guru. Ketidakmampuan remaja untuk mangatasi sendiri masalahnya, maka memakai menurut cara yang mereka yakini.

(33)

untuk mencoba mengatasi masalah pokok, yang disebabkan oleh pertumbuhan dan perkembangan seksual yang normal (Hurlock, 1999).

d. Masa Remaja Sebagai Masa Mencari Identitas

Sepanjang usia kelompok pada akhir masa kanak-kanak, penyesuaian diri dengan standar kelompok adalah jauh lebih penting bagi anak yang lebih besar daripada individualitas. Seperti bagi anak yang lebih besar, ingin cepat seperti teman-teman kelompoknya. Tiap penyimpangan dari standar kelompok dapat mengancam keanggotaannya dalam kelompok (Hurlock, 1999).

2.3.3 Masa Pubertas Remaja

Dalam ilmu kedokteran dan ilmu faal, remaja dikenal sebagai suatu tahap perkembangan fisik dimana alat-alat kelamin manusia mencapai kematangan, secara anatomis berarti alat kelamin pada khususnya dan keadaan tubuh yang sempurna dan secara faal alat–alat kelamin sudah berfungsi secara sempurna pula. Tahap ini dinamakan masa pubertas (Sarwono, 2006).

(34)

hormon-hormon seks sehingga alat reproduksi telah berfungsi dan tubuh mengalami perubahan.

Pubertas berasal dari bahasa Inggris “puberty”yang artinya usia

kedewasaan (the age of manhord) dan berasal dari bahasa latin “pubescere” yang artinya masa pertumbuhan rambut di daerah tulang “pusic” (di wilayah kemaluan) (Sarwono, 2006).

Pertumbuhan fisik pada remaja ini lebih dikenal sebagai tanda-tanda seksualsekunder. Perubahan fisik yang dialami antara lain:

a. Pada remaja perempuan akan mengalami menstruasi, pertumbuhan payudara, tumbuh rambut di daerah tertentu, dan lain–lain.

b. Pada remaja laki–laki akan mengalami mimpi basah, perubahan suara, tumbuh rambut halus di wajah dan daerah lainnya, dan lain–lain.

2.3.4 Tugas Perkembangan Remaja

Menurut Havighurst dalam Santrock (2003), tugas perkembangan adalah tugas-tugas yang harus diselesaikan individu pada fase-fase atau periode kehidupan tertentu, dan apabila berhasil mencapainya akan membawa kebahagiaan dan kesuksesan ke tugas perkembangan selanjutnya. Tetapi jika gagal akan menyebabkan ketidakbahagiaan pada individu yang bersangkutan dan mengalami kesulitan-kesulitan dalam menuntaskan tugas berikutnya. Adapaun yang menjadi sumber daripada tugas-tugas perkembangan adalah kematangan fisik, tuntutan masyarakat atau budaya, dan nilai-nilai, serta aspirasi individu. Tugas-tugas perkembangan remaja sebagai berikut:

(35)

c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakannya secara efektif.

d. Mencapai kemandirian emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya. e. Mencapai jaminan kemandirian ekonomi.

f. Memilih dan mempersiapkan karir (pekerjaan). g. Belajar merencanakan hidup berkeluarga. h. Mengembangkan keterampilan intelektual.

i. Mencapai tingkah laku yang bertanggung jawab secara sosial.

j. Memperoleh seperangkat nilai dan sistem etika sebagai petunjuk/pembimbing dalam bertingkah laku.

k. Mengamalkan nilai-nilai keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan dalam kehidupan sehari-hari, baik pribadi maupun sosial.

Menurut Hurlock (1999), tugas-tugas dalam perkembangan mempunyai tiga macam tujuan, yaitu:

a. Sebagai petunjuk bagi individu untuk mengetahui apa yang diharapkan masyarakat dari mereka pada usia-usia tertentu.

b. Dalam memberi motivasi kepada setiap individu untuk melakukan apa yang diharapkan dari mereka oleh kelompok sosial pada usia tertentu sepanjang kehidupan mereka.

(36)

2.4 Suku Jawa

2.4.1 Pengertian dan Asal Usul Suku Jawa

Suku jawa adalah suku bangsa terbesar yang tinggal di Indonesia dengan jumlah sekitar 120 juta jiwa atau sekitar 45% populasi manusia di Nusantara. Bukan hanya tinggal di pulau Jawa, orang-orang dari suku ini juga menyebar ke seluruh pelosok Indonesia, terutama setelah dilakukannya program transmigrasi oleh pemerintahan Orde Baru pada 4 dasawarsa silam. Asal Usul Suku Jawa Suku Jawa kini memang telah menyebar ke seluruh nusantara, bahkan dunia. Namun tak banyak orang tahu tentang bagaimana sejarah dan asal usul orang Jawa hingga bisa tinggal dan menetap di pulau yang sekarang mereka sebut pulau Jawa itu.

Menurut Arkeolog Teori tentang asal usul suku Jawa yang pertama dikemukakan oleh para arkeolog. Ya, para arkeolog meyakini jika nenek moyang suku Jawa memang pribumi yang tinggal sejak satu juta tahun yang lalu di pulau Jawa. Berdasarkan penelitian yang mendalam, mereka telah menemukan beberapa fosil seperti Pithecanthropus Erectus dan Homo sapiens. Kedua fosil ini diperkirakan adalah manusia purba yang menjadi nenek moyang suku Jawa. Setelah dilakukan perbandingan, DNA manusia purba ini ternyata memang tidak berbeda jauh dengan Manusia suku Jawa saat ini.

(37)

Menurut Tulisan Kuno India Ada sebuah tulisan kuno yang berasal dari India menyebut jika beberapa pulau di Nusantara termasuk juga Nusa Kendang – sebutan pulau Jawa pada zaman itu adalah tanah yang menyatu dengan daratan Asia dan Australia. Pulau Jawa dan beberapa pulau lainnya kemudian terpisah oleh meningkatnya permukaan air laut dalam jangka waktu yang lama. Adapun dalam tulisan tersebut disebutkan pula bahwa seorang pengembara bernama Aji Saka adalah orang yang pertama kali menginjakan kaki di daratan Jawa ini. Ia menetap di sana bersama beberapa orang pengawalnya dan menjadikan mereka sebagai nenek moyang orang dari suku Jawa.

Menurut Surat Kuno Keraton Malang Sejarah tentang asal usul suku Jawa juga ditemukan dalam sebuah surat kuno dari keraton Malang. Dalam surat itu disebutkan bahwa asal usul orang Jawa dimulai ketika Raja Rum – Raja dari kesultanan Turki pada 450 tahun SM mengirim rakyatnya untuk membuka lahan di pulau kekuasaannya yang masih belum berpenghuni. Para rakyat yang dikirim terbagi menjadi beberapa gelombang ini merasa sangat senang karena menemukan pulau yang sangat subur. Tanaman mudah hidup dan bahan pangan mudah ditemukan. Salah satu tanaman yang banyak tumbuh liar di pulau ini adalah tanaman Jawi. Oleh orang-orang yang datang, nama tanaman ini kemudian dijadikan nama pulau tersebut, Pulau Jawi.

2.4.2 Filosofi Hidup Suku Jawa

(38)

akan lebih baik, tapi sekecil apapun manfaat yang dapat kita berikan, jangan sampai kita menjadi orang yang meresahkan masyarakat.

2. Memayu Hayuning Bawana, Ambrasta dur Hangkara Maksunya Manusia hidup di dunia harus mengusahakan keselamatan, kebahagiaan dan kesejahteraan; serta memberantas sifat angkara murka, serakah dan tamak). 3. Sura Dira Jayaningrat, Lebur Dening Pangastuti Artinya segala sifat keras

hati, picik, angkara murka, hanya bisa dikalahkan dengan sikap bijak, lembut hati dan sabar.

4. Ngluruk Tanpa Bala, Menang Tanpa Ngasorake, Sekti Tanpa Aji-Aji, Sugih Tanpa Bandha Artinya Berjuang tanpa perlu membawa massa, Menang tanpa merendahkan atau mempermalukan. Berwibawa tanpa mengandalkan kekuasaan, kekuatan, kekayaan atau keturunan, Kaya tanpa didasari kebendaan.

5. Datan Serik Lamun Ketaman, Datan Susah Lamun Kelangan Jangan gampang sakit hati manakala musibah menimpa diri; Jangan sedih manakala kehilangan sesuatu.

6. Aja Gumunan, Aja Getunan, Aja Kagetan, Aja Aleman.Jangan mudah terheran-heran, Jangan mudah menyesal, Jangan mudah terkejut-kejut, Jangan mudah kolokan atau manja.

(39)

8. Aja Kuminter Mundak Keblinger, Aja Cidra Mundak Cilaka Jangan merasa paling pandai agar tidak salah arah, jangan suka berbuat curang agar tidak celaka.

9. Aja Milik Barang Kang Melok, Aja Mangro Mundak Kendo. Jangan tergiur oleh hal-hal yang tampak mewah, cantik, indah; Jangan berfikir mendua agar tidak kendor niat dan kendor semangat.

10. Aja Adigang, Adigung, Adiguno Maksudnya adalah Jaga kelakuan / tatakrama, jangan sombong dengan kekuatan, kedudukan, ataupun latarbelakangmu.

11. Alon-alon waton klakon Filosofi ini sebenarnya berisikan pesan tentang safety/keselamatan. Padahal kandungan maknanya sangat dalam. Filosofi ini mengisyaratkan tentang kehati-hatian, waspada, istiqomah, keuletan, dan yang jelas tentang safety.

12. Nerimo ing pandum. Makna dari kata tersebut mengandung Arti yang mendalam menunjukan pada sikap Kejujuran, keiklasan, ringan dalam bekerja dan ketidakinginan untuk korupsi. Inti filosofi ini adalah Orang harus iklas menerima hasil dari usaha yang sudah dia kerjakan.

13. Saiki jaman edan yen ora edan ora komanan, sing bejo sing eling lan waspodo.

(40)

14. Mangan ora mangan sing penting ngumpul. Artinya Makan tidak makan yang terpenting adalah dapat berkumpul (kebersamaan). Filosofi ini adalah sebuah peribahasa. Kalimat peribahasa tidaklah tepat kalau diartikan secara aktual. Filosofi ini sangat penting bagi kehidupan berdemokrasi. Kalau bangsa kita mendasarkan demokrasi dengan falsafah diatas saya yakin negara kita pasti akan aman, tentram dan sejahtera. Istilah "Mangan ora mangan" melambangkan eforia demokrasi, yang mungkin satu pihak mendapatkan sesuatu (kekuasaan) dan yang lain pihak tidak. Yang tidak dapat apa-apa tetap legowo atau menerima dengan lapang dada. Dan kata dari "Sing penting ngumpul" melambangkan berpegang teguh pada persatuan, yang artinya bersatu untuk tujuan bersama. Filosofi dari kalimat peribahasa "Mangan ora mangan sing penting kumpul" adalah filosofi yang cocok yang bisa mendasari kehidupan demokrasi bangsa Indonesia agar tujuan bangsa ini tercapai. 15. Wong jowo iki gampang di tekuk - tekuk. Filosofi ini juga berupa ungkapan

(41)

2.5 Kerangka Pikir

Gambar 1.1 Kerangka Pikir

Kerangka pikir diatas mengacu kepada teori Lawrence Green. Green menyatakan faktor perilaku terbagi dari tiga, yaitu :

a. Faktor predisposisi (predisposing faktors) yaitu faktor-faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang, antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi.

b. Faktor pemungkin (enabling factors) adalah faktor-faktor yang memungkinkan atau menfasilitasi perilaku atau tindakan. Artinya faktor pemungkin adalah sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan.

c. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors) adalah faktor-faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku.

Faktor Predisposisi :

1. Pendidikan 2. Pengetahuan 3. Ekonomi 4. Sosial Budaya

Faktor Pemungkin :

1. Sumber Informasi/ Media Massa

2. Kehamilan Sebelum Menikah (Marriage By Accident)

Faktor Penguat :

1. Peran Orangtua/Keluarga

Gambar

Gambar 1.1 Kerangka Pikir

Referensi

Dokumen terkait

Sebagian besar responden pada kedua SMA termasuk memiliki pusat pengendali diri dari dalam, akan tetapi pada remaja SMA Negeri 1 Baturraden kelompok ini lebih banyak

Penurunan konsentrasi estrogen oleh aromatase inhibitor mengakibatkan banyaknya hormon testosteron yang diproduksi sehingga mengarahkan kelamin ikan menjadi jantan

PENETAPAN SISWA PENERIMA MANFAAT INDONESIA PINTAR TINGKAT MTs TAHUN AJARAN 2015/2016 SEMESTER II PERIODE JANUARI – JUNI.. DAFTAR SISWA PENERIMA MANFAAT PROGRAM INDONESIA

Terkait dengan kursus dan pelatihan fotografi, maka pembelajaran lampau yang dapat diakui sebagai bagian dari capaian pembelajaran khusus adalah seseorang yang

a. Kemampuan motorik halus. a) Stimulasi yang perlu di lanjutkan. 1) Memasukan benda kedalam wadah. 2) Bermain dengan mainan yang mengapung di air. 3) Menggambar, menyusun kubus

Konsekuensi dari kondisi ini adalah bahwa rencana proyek pada akhirnya juga harus uptodate apabila pada saat pelaksanaan memungkinkan dilakukannya perubahan-perubahan baik

Berikut perusahaan yang digunakan dalam penelitian sekarang yang telah sesuai dengan kriteria pengambilan sampel penelitian ( purposive sampling ), antara

Berdasarkan potensi lahan tambak yang ada, dan jika laju pembukaan lahan tambak baru rata-rata 19,57% pertahun maka dalam kurun waktu 5 (lima) tahun potensi lahan tambak di