Pendahuluan
Huta Bargot merupakan salah satu kecamatan yang berada di Kabupaten Mandailing Natal. Di kecamatan tersebut, terdapat Pertambangan Emas Tanpa Ijin (PETI) yang dilakukan oleh masyarakat. Pertambangan Emas Tanpa Ijin (PETI) adalah usaha penambangan yang dilakukan oleh perseorangan, dan kelompok yang dalam operasinya tidak memiliki izin yang sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adanya aktivitas pertambangan emas tanpa izin tersebut sangat berpengaruh terhadap sosial masyarakat yang terlibat dalam kegiatan pertambangan baik secara langsung maupun tidak langsung, persepsi terhadap perubahan sosial tersebut bisa positif maupun negatif.
Persepsi dimaknakan dengan pendapat, sikap, dan penilaian terhadap suatu objek. Persepsi melibatkan aktivitas manusia terhadap obyek, sehingga persepsi menggambarkan pengalaman manusia terhadap obyek dan peristiwa yang diperoleh dengan cara menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan tentang obyek tersebut. Sarwono (1987) menyatakan bahwa presepsi itu tidak akan lepas dari peristiwa, obyek, dan lingkungan di sekitarnya, sehingga dapat tercapai komunikasi antara manusia dengan lingkungannya
Persepsi masyarakat mengenai lingkungannya sangat tergantung pada dampak langsung atau tidak langsung terhadap aktivitas dan sarana-sarana yang menunjang kehidupan masyarakat dari suatu kegiatan berupa faktor sosial ekonomi, budaya dan tingkat pendidikan (Liana 1994). Persepsi yang positif dari masyarakat terhadap suatu kegiatan yang akan tercermin dari respon yang positif terhadap kegiatan karena manfaat yang dirasakan dan masyarakat akan mendukung kegiatan tersebut. Persepsi negatif dari masyarakat terhadap suatu kegiatan yang akan tercermin dari respon yang negatif terhadap kegiatan tersebut karena dampak negatif yang dirasakan oleh masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa persepsi masyarakat terhadap perubahan sosial masyarakat akibat pertambangan emas dan menganalisa bentuk kearifan masyarakat terhadap pemanfaatan sumberdaya alam.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan terhadap masyarakat di Kecamatan Huta Bargot, Kabupaten Mandailing Natal, Propinsi Sumatera Utara. Pengambilan data dilakukan selama 3 bulan, mulai bulan Maret sampai dengan bulan Mei 2013. Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan melalui pengamatan langsung pada lokasi penelitian. Data sekunder diperoleh dari dokumen-dokumen tertulis baik yang berupa tulisan ilmiah ataupun dokumen resmi dari instansi terkait. Data sekunder diperoleh pada instansi terkait, yaitu kantor Kecamatan Huta Bargot, Dinas Kehutanan, Dinas Pertambangan dan Mineral, Dinas Pendapatan Daerah, dan tokoh masyarakat seperti Lurah dan Kepala Lingkungan, serta dari studi litelatur penelitian sebelumnya. Data primer didapatkan melalui pengamatan langsung pada lokasi penelitian.
22
1. Wawancara mendalam (indepth interview) yaitu mengumpulkan data dan informasi dengan melakukan wawancara secara langsung berdasarkan pedoman yang telah disusun sebelumnya dengan pihak yang berkompeten dan berwenang terkait masalah yang diteliti. Wawancara juga menggunakan wawancara terstruktur yaitu wawancara dengan panduan kuisioner. Hadi (2005) menyatakan bahwa pedoman pertanyaan hanya digunakan sebagai panduan, sehingga jawaban dari responden atau nara sumber bersifat terbuka. 2. Observasi, yaitu suatu teknik pengumpulan data dan informasi yang dilakukan
dengan cara pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala, peristiwa dan aspek-aspek yang diteliti di lokasi penelitian. Observasi sebagai teknik penghimpunan data, sangat efektif dalam memahami pola hubungan.
Penentuan responden dalam penelitian menggunakan metode purposive sampling, yaitu teknik penentuan sampel berdasarkan kebutuhan penelitian yang disesuaikan dengan tujuan (Sugiyono 2008). Kriteria yang dipertimbangkan adalah pengetahuan terhadap pertambangan yang sesuai dengan tujuan dan keterwakilan dari stakeholder (pemuka agama dan pemuka adat). Responden terdiri dari 30 orang penambang dan 30 orang bukan penambang, dengan 9 orang
key person yang memenuhi kriteria pertimbangan penentuan responden.
Metode yang digunakan dalam pengumpulan presepsi masyarakat adalah menggunakan metode Skala Likert. Jawaban setiap item yang menggunakan Skala Likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif, yang dapat berupa kata-kata antara lain: Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Ragu-ragu (R), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Dari kelima item tersebut akan diberi bobot dan nilai indeksnya di interpretasikan. Kategori dari indeks presepsi 30 responden penambang dan 30 responden bukan penambang adalah 4.2-5 (Sangat Setuju), 3.4-4.1 (Setuju), 2.6- 3.3 (Ragu-ragu), 1.8-2.5 (Tidak Setuju), dan 1-1.7 (Sangat Tidak Setuju).
Indeks Persepsi (IP) = ∑
Keterangan:
wij : nilai bobot jawaban responden j ke i
i : jawaban ke i = 1 (STS), 2 (TS), 3 (R), 4 (S), 5 (SS) ji : responden ke j
n : jumlah responden
Metode yang digunakan dalam menganalisis kearifan tradisional masyarakat adalah metode deskriptif. Analisis deskriptif dilakukan dengan cara mengumpulkan berbagai informasi terkait kearifan tradisional masyarakat lokal dalam pengelolaan sumberdaya alam di Kabupaten Mandailing Natal.
Hasil dan Pembahasan
Persepsi masyarakat terhadap dampak sosial akibat pertambangan
Persepsi masyarakat terhadap pertambangan emas adalah gambaran dari sikap dan pandangan masyarakat terhadap kegiatan pertambangan atas dampak yang ditimbulkan oleh pertambangan tersebut. Persepsi masyarakat dapat bersifat positif maupun negatif, yang didasari oleh dampak dan manfaat yang dirasakan.
23
Skala likert digunakan untuk melihat persentase pendapat dari responden terhadap kegiatan pertambangan yang sedang berlangsung, sehingga dampak positif maupun negatifnya dapat terlihat dari persentase yang ada. Persepsi responden terhadap keberadaan pertambangan dapat terlihat pada Tabel 11.
Tabel 11 Indeks persepsi responden terhadap keberadaan pertambangan emas
Uraian Persepsi Penambang Bukan penambang Rata-rata Kategori Keberadaan pertambangan emas
Pembinaan oleh pihak pemerintah daerah 4.000 3.067 1.933 3.800 2.967 3.433 Ragu-ragu Setuju
Indeks persepsi responden penambang terhadap keberadaan pertambangan emas adalah 4.000 yang masuk dalam kategori persepsi setuju, namun bukan penambang memiliki indeks yang kecil yaitu 1.933 yang berada dalam kategori tidak setuju. Perbedaan indeks tersebut mempengaruhi indeks akhir, sehingga indeks akhir terhadap keberadaan pertambangan emas masuk dalam kategori ragu-ragu. Presepsi tersebut dipengaruhi oleh responden yang merasakan dampak positif dengan peningkatan pendapatan, juga yang merasakan dampak negatif yang cukup besar, sehingga mulai ragu dengan keberadaan pertambangan.
Indeks persepsi responden penambang terhadap pembinaan oleh pemerintah daerah adalah 3.067 yang masuk dalam kategori indeks persepsi ragu-ragu, namun bukan penambang memiliki indeks yang cukup besar yaitu 3.800 yang berada dalam kategori setuju. Perbedaan indeks tersebut mempengaruhi indeks akhir, sehingga indeks akhir terhadap pembinaan oleh pemerintah daerah masuk dalam kategori setuju. Persepsi tersebut dipengaruhi oleh penambang yang mulai merasa dampak negatif dari pertambangan, sehingga menaruh harapan pada pemerintah daerah dalam pembinaan.
Pertambangan emas dapat berdampak pada perubahan sosial berupa perubahan yang bersifat negatif. Hal ini sesuai dengan pendapat Bebbington (2008) bahwa setiap aktivitas pembangunan akan berpengaruh terhadap sosial masyarakat, termasuk kegiatan penambangan yang dilakukan oleh masyarakat. Persepsi responden terhadap perubahan sosial dapat terlihat pada Tabel 12.
Tabel 12 Indeks persepsi responden terhadap perubahan sosial
Uraian Persepsi Penambang Bukan penambang Rata-rata Kategori Meningkatkan kriminalitas
Kecemburuan sosial Masyarakat lebih konsumtif
1.667 1.533 3.400 3.033 3.867 3.667 2.350 2.700 3.533 Tidak Setuju Ragu-ragu Setuju
Indeks persepsi yang diperoleh dari responden penambang dan bukan penambang masuk pada kategori tidak setuju untuk meningkatkan kriminalitas, persepsi ragu-ragu dalam kecemburuan sosial dan persepsi setuju dengan masyarakat yang konsumtif. Keragaman persepsi dalam perubahan sosial yang terjadi, menunjukkan adanya keraguan masyarakat dengan keberadaan perubahan sosial yang disebabkan oleh kegiatan pertambangan. Hal tersebut sejalan total indeks dari seluruh perubahan sosial masyarakat yaitu 2.861 yang masuk pada kategori ragu-ragu, sehingga dapat dilihat bahwa adanya ketidaksepakatan masyarakat terhadap dampak sosial yang ditimbulkan dari pertambangan emas.
24
Keberadaan pertambangan yang mengakibatkan kerusakan hutan perlu dilakukan rehabilitasi lahan. Dari hasil wawancara terhadap responden yang bukan penambang, terdapat beberapa pandangan terhadap lahan pasca tambang yang telah rusak dan tercemar. Persentase pandangan masyarakat bukan penambang terhadap lahan pasca tambang dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Pandangan masyarakat terhadap lahan pascatambang.
Responden bukan penambang menyatakan bahwa lahan pascatambang yang telah rusak dan tercemar perlu direhabilitasi oleh penambang dan pemerintah daerah, yaitu sebanyak 47%. Dalam kebijakan pengelolaan semberdaya alam dan lingkungan pemerintah daerah bekerja sama dengan penambang bertanggung jawab untuk memperbaiki lahan yang rusak agar dapat bermanfaat kembali bagi kehidupan masyarakat. Penambang bertanggung jawab akan kerusakan dan pemerintah dapat memberi biaya rehabilitasi, sehingga perpaduan keduanya akan lebih baik dalam merehabilitasi lahan. Sebanyak 37% responden menyatakan bahwa penambang yang harus merehabilitasi lahan, karena penambanglah yang bertanggung jawab akan kerusakan. Sebagian kecil responden berpandangan bahwa lahan pascatambang direhabilitasi oleh pemerintah daerah (10%) dan tidak dilakukan rehabilitasi lahan (7%).
Kearifan masyarakat dalam penngelolaan sumberdaya alam
Konsep sistem pengetahuan dan kearifan berakar dari sistem pengetahuan dan pengelolaan tradisional. Tradisi dan pengetahuan masyarakat lokal pemanfaatan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari telah berlangsung sejak lama. Kearifan tradisional merupakan nilai bukan guna, dimana nilai bukan guna meliputi manfaat yang tidak dapat diukur yang diturunkan dari keberadaan sumberdaya alam di luar nilai guna langsung dan tidak langsung. Masyarakat Huta Bargot dulunya memiliki kearifan tentang pengelolaan hutan dan pertambangan emas. Bentuk kearifan tradisional oleh masyarakat di Huta Bargot adalah kesadaran untuk tetap menjaga kuantitas dan kualitas pemanfaatan sumberdaya alam. Beberapa bentuk kearifan masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya alam adalah sebagai berikut:
rehabilitasi oleh penambang; 37% rehabilitasi oleh pemerintah daerah; 10% rehabilitasi oleh penambang dan pemerintah daerah; 47% tidak direhabilitasi; 7%
25
1. Pola galian lubang tambang emas dulunya hanya mengarah pada satu titik, sedangkan lubang tambang sekarang mengarah pada titik yang tidak beraturan. Lubang tambang sekarang mengakibatkan kerusakan yang lebih besar karena pengeboran lubang mengarah ke semua arah, dan penentuan lubang tambang juga tidak beraturan (Gambar 6).
Gambar 6 Lubang tambang emas dulu dan sekarang.
Sebagian besar kerusakan lahan hutan disebabkan oleh adanya pembukaan lahan pertambangan oleh penambang tanpa izin dengan proses penambangan yang tidak ramah lingkungan. Pembukaan lahan pertambangan tersebut dapat menyebabkan kerusakan vegetasi. Kerusakan tubuh tanah dapat terjadi pada saat penggalian lubang. Kerusakan tubuh tanah akan mengganggu kesuburan fisik, kimia, dan biologi tanah. Kerusakan tersebut akan membuat tanah sebagai media tumbuh tak dapat berfungsi dengan baik bagi tanaman nantinya dan tanpa adanya vegetasi penutup akan membuatnya rentan terhadap erosi baik oleh hujan maupun angin.
2. Terdapat cara untuk memasukkan hasil tambang ke dalam galundung, yaitu; (1) batuan dimasukkan ke dalam galundung bersamaan dengan merkuri, (2) memasukkan merkuri dulu baru batuan, (3) memasukkan batuan dulu baru merkuri. Kearifan lokal masyarakat pada saat pengolahan hasil tambang di galundung adalah menggunakan merkuri dalam jumlah sedikit dan menambahkan bahan lain dari tumbuhan, yaitu daun bambu (rintop). Daun bambu (rintop) mempunyai fungsi sebagai merkuri dapat membantu pemisahan emas, perunggu dan kandungan lainnya. Daun bambu (rintop) diremas-remas dan dimasukkan ke dalam galundung secara bersamaan dengan batuan dan merkuri.
26
Gambar 7 Daun bambu (rintop).
3. Hutan (harangan) menurut masyarakat Huta Bargot adalah suatu areal yang ditumbuhi oleh pepohonan yang besar, lebat dan rindang. Bentuk kearifan lokal oleh masyarakat di Huta Bargot adalah kesadaran untuk tetap menjaga fungsi hutan. Masyarakat adat Huta Bargot mempunyai aturan adat yang melarang masyarakatnya untuk memasuki harangan bolak (hutan adat), yaitu hutan tua yang sangat lebat dan sunyi, serta tidak pernah dimasuki oleh manusia. Hutan tersebut tidak boleh dimasuki oleh jika akan merusak hutan. Hutan tidak boleh dimasuki oleh jika akan merusak hutan. Masyarakat Huta Bargot memiliki kepercayaan jika aturan adat tersebut dilanggar maka alam akan terjadi bencana, seperti kebanjiran dan longsor, serta munculnya harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) di sekitar hutan, kebun bahkan dapat memasuki areal sekitar pemukiman penduduk.
Simpulan
1. Ketidaksepakatan persepsi masyarakat penambang dan masyarakat bukan penambang terhadap dampak sosial, yang sejalan dengan keraguan masyarakat terhadap keberadaan pertambangan. Berdasarkan rata-rata indeks persepsi terhadap perubahan sosial diperoleh bahwa masyarakat tidak setuju dengan adanya peningkatan kriminalitas, ragu-ragu dengan adanya kecemburuan sosial dan sutuju dengan masyarakat yang semakin konsumtif.
2. Masih tedapat bentuk kearifan tradisional oleh masyarakat di Huta Bargot p dalam pengelolaan sumberdaya alam yaitu enggunakan teknik tertentu dalam penataan lubang tambang, penggunaan daun bambu (rintop) dalam proses pemisahan emas dan tetap menjaga kelestarian fungsi hutan dengan aturan adat yang berlaku.