BAB II KAJIAN SUMBER
2.2 Sumber Audio Visual
Selain menggunakan sumber-sumber tertulis, juga digunakan sumber audio visual sebagai penunjang dan bahan perbandingan bagaimana menempatkan struktur garapan. Sumber-sumber audio visual yang digunakan sebagai berikut :
a. Rekaman video Legong Kanya Maya karya Rai Ayu Yati Darayani tahun 2007, rekaman ini memberikan inspirasi penata dalam mengembangkat motif-motif gerak tari Legong kreasi.
b. Rekaman video Tari Legong Sipta Purwaka karya Ni Nengah Ari Wijayani tahun 2012, memberikan inspirasi kepada penata dalam mendesain kostum yang akan digunakan dalam karya tugas akhir, agar terkesan sederhana, tidak ribet dan gerak-gerak yang akan ditonjolkan tidak ditutupi oleh kostum sehingga keindahan dari gerak tersebut lebih terlihat.
2.3 Sumber Wawancara
Pertama, penata mengadakan wawancara dengan I Wayan Nuradiasa (Tanggal 3 Oktober 2012), seorang seniman alam dan sekaligus pecinta burung Titiran. Dalam wawancara tersebut didapatkan informasi mengenai tingkah laku burung Titiran, ciri-ciri burung Titiran serta proses perkawinannya, perkembangan kehidupan burung tersebut, serta isyarat yang diperoleh ketika mendengarkan suara burung Titiran.
Kedua, penata mengadakan wawancara dengan peternak burung Titiran yang bernama I Wayan Sumantra. Hasil dari wawancara tersebut adalah bagaimana memilih, mencocokkan serta mengawinkan burung Titiran jantan dan burung Titiran betina. Beliau mengatakan susah-susah mudah dalam menyatukan burung Titiran, tergantung apakah burung tersebut cocok dan sesuai dengan pasangan yang diberikan.
BAB III
PROSES KREATIVITAS
Suatu karya tari tentu tidak dapat terwujud begitu saja. Terciptanya suatu karya tari tidak terlepas dari sebuah konsep yang merupakan rangkaian proses yang harus dilalui. Konsep meliputi rencana pemilihan tema, judul, bentuk garapan, kostum, iringan, maupun properti yang digunakan. Pada proses ini perlu dijelaskan beberapa hal yang dialami dalam menggarap kerya seni yang didalami, termasuk penemuan ide sampai pengembangan gerak yang diolah dari awal hingga terwujudnya suatu bentuk karya yang diinginkan.
Terwujudnya suatu karya tari memerlukan waktu dan proses yang panjang.
Proses yang dimaksud adalah langkah-langkah yang ditempuh mulai dari mendapatkan ide sampai garapan itu terwujud. Untuk memudahkan proses tersebut diperlukan beberapa teori yang menjadi landasan dasar. Sehubungan dengan proses penggarapan tari, menurut M. Hawkins dalam bukunya Creating Through Dance, berpendapat bahwa penciptaan tari ditempuh melalui tiga tahap yaitu eksplorasi (exploration), improvisasi (improvisation), dan pembentukan (forming).8
3.1. Tahap Penjajagan (Exploration)
Tahap penjajagan merupakan tahap awal dalam berkarya yaitu melalui pemikiran yang jernih dan perenungan yang mendalam tentang gagasan yang diinginkan. Tahap ini dilakukan pada bulan November 2012 dimulai dengan
8 Y. Sumandiyo Hadi. 1990, Mencipta Lewat Tari (Terjemahan Buku Creating Through Dance karya Alma M. Hawkins). Yogyakarta: Institut Seni Indonesia, p. 27-46.
14
mencari acuan pedoman tertulis maupun tidak tertulis serta mencari ide yang akan diangkat dalam garapan tari kreasi palegongan Kapalanang Smara
Tahap ini sudah dilaksanakan sejak perkuliahan koreografi VI pada semester VII. Setiap perkuliahan koreografi mahasiswa diminta untuk bisa menciptakan karya seni berupa karya tari. Hal ini bertujuan untuk mengasah dan menggali ide-ide baru dalam penciptaan karya seni untuk mempermudah pada saat Tugas Akhir (TA). Dampaknya yaitu sebelum penyusunan Tugas Akhir (TA), penata sudah mampu memunculkan ide baru dalam menciptakan karya seni berupa tari kreasi baru palegongan, akan tetapi dibutuhkan keyakinan dan pemikiran yang sangat mendalam untuk memantapkan ide berdasarkan kemampuan serta kemauan yang penata miliki sebagai dasar utama dalam proses penggarapannya.
Setelah mendapat keyakinan serta pemikiran yang kuat, maka penata mulai menentukan ide garapannya. Ide garapan ini diperoleh dari pengamatan secara langsung pada bulan-bulan sebelumnya. Cerita ini mendapat inspirasi dari kehidupan nyata burung-burung Titiran, ketika suatu kebetulan penata berada di sebuah sungai, dimana di daerah tersebut merupakan bekas galian C yang bernama Tukad Unda, terletak di Kabupaten Klungkung pada tanggal 16 September 2012. Pada sore hari di hamparan aliran sungai yang berisi pepohonan yang cukup banyak, secara tidak sengaja penata melihat beberapa burung Titiran, dari semua burung Titiran yang turun, ada sepasang burung Titiran yang selalu berdekatan, sepasang burung Titiran (Perkutut) hinggap di pinggir sungai yang tenang untuk meminum air. Sambil meminum air, kedua pasangan burung tersebut berkasih kasihan dengan isyarat dan bahasa yang mungkin hanya
dimengerti oleh mereka. Ketika sedang asik bermain dan berkasih-kasihan, tiba-tiba sepasang burung itu dikejutkan oleh datangnya seekor burung Titiran lain yang hendak memisahkan mereka. Salah satu pasangan burung mulai marah dan mengusir burung penggangu tersebut. Akhirnya burung pengganggu meninggalkan mereka dan pasangan tersebut terbang mencari tempat lain yang aman dan nyaman.
Dari pengalaman yang penata lihat secara langsung, akhirnya diputuskan mengangkat sebuah kisah tentang burung Titiran (Perkutut), untuk diangkat menjadi sebuah garapan tari kreasi palegongan. Selain itu juga ditempuh dengan cara melakukan pendekatan dan berdiskusi dengan beberapa seniman dan mencari informasi-informasi yang berhubungan dengan burung Titiran (Perkutut). Melihat keunikan burung Titiran (Perkutut) yang alami, dengan gerak-geriknya tenang tapi lincah, diperlukan eksplorasi yang lebih mendalam. Penata memutuskan untuk mewawancarai pecinta burung Titiran (Perkutut) sekaligus pengembangbiakan burung Titiran (Perkutut). Pada kesempatan yang bersamaan, penata juga mengamati burung Titiran (Perkutut) secara langsung di tempat pengembangbiakan. Tekhnik ini dilakukan sebagai upaya untuk dapat mengimajinasikan sekaligus mentransfer gerak gerik dari burung Titiran ke dalam gerak tari. Dalam perkembangannya, penata kembali mempersiapkan segala aspek yang berkaitan dengan proses garapan seperti penentuan ide, tema, bentuk garapan, kostum dan iringan. Setelah itu, penata mencoba mencari sumber-sumber yang ada kaitannya dengan burung Titiran (Perkutut), salah satunya yaitu mengadakan wawancara langsung dengan pecinta sekaligus peternak burung Titiran (Perkutut) yang bernama I Wayan Sumantra di Banjar Kawan Bangli, pada
bulan November 2012. Hal ini dapat membantu penata untuk menambah informasi sekaligus inspirasi untuk menggarap tari kreasi baru Kapalanang Smara.
Tari Kapalanang Smara ditarikan oleh lima orang penari wanita termasuk penata sendiri. Melalui proses penjajagan, penata berusaha mencari 4 orang pendukung tari dengan beberapa pertimbangan seperti mempunyai postur tubuh yang sama, kualitas gerak dan karakter gerak yang seimbang dengan penata.
Disamping itu kesanggupan meluangkan waktu untuk mengikuti latihan sangat diperlukan agar tidak menghambat jalannya latihan. Setelah mendapatkan 4 pendukung tari yang sesuai dengan pertimbangan penata, yaitu mahasiswa dari semester II sebanyak 1 orang dan dari semester IV sebanyak 3 orang yang semuanya mahasiswa ISI Denpasar. Selanjutnya penata mencari seorang penata tabuh, yang penata percayakan untuk iringan musik yang sesuai dengan suasana dan cerita yang diangkat dalam mendukung ujian Tugas akhir. Penggarap musik tari Kapalanang Smara penata percayakan kepada I Ketut Sujena, S.Sn yang merupakan alumni ISI Denpasar pada tahun 1998, dengan pendukung karawitan berasal dari Banjar Binoh Kaja, Denpasar.
Hal-hal lain yang perlu dipersiapkan dalam tahap penjajagan, yaitu gerak, kostum, dan penentuan jadwal latihan. Di samping persiapan terkait dengan garapan dan persiapan mental, persiapan secara niskala juga perlu dilakukan yaitu upacara di Bali yang biasa disebut nuasen, dengan mencari hari baik menurut kepercayaan orang Bali agar mendapatkan keselamatan, taksu, dan kekuatan dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Nuasen (mencari hari baik) dilakukan pada hari Sabtu tanggal 7 Maret 2013 di Pura Padmasana Ardhanareswari ISI Denpasar.
Tabel 1
Tahap Penjajagan (Eksplorasi) Bulan November dan Desember 2012 Periode
Waktu per Minggu
Kegiatan / Usaha yang
dilakukan Hasil yang didapat Minggu I
Masih mencari tambahan ide, dengan mengamati tari dan jenis tari yang sering ditarikan.
Minggu IV terkait dengan karya seni yang akan digarap.
Mendapatkan beberapa pemahaman dan pengertian dalam memperjelas arah dan tujuan dari ide yang akan digarap. S.Sn, alumni ISI Denpasar yang berasal dari Banjar Binoh Kaja, Denpasar.
Minggu III konsep yang telah disusun per bagian kepada penata iringan
3.2 Tahap Percobaan (Improvisation)
Tahap percobaan merupakan langkah kedua dalam proses kreativitas, pada fase ini penata mencoba-coba bergerak sesuai dengan karakter burung tanpa diiringi dengan musik iringan, namun dalam pencarian gerak penata hanya menggunakan hitungan. Selain itu penata juga menonton seni pertunjukan yang terkait dengan karya tari terutama tari palegongan. Hal ini akan merangsang penata dan memberikan inspirasi dalam menemukan motif-motif gerak baru untuk digunakan dalam garapan ini. Motif gerak dipilih kemudian dimodifikasi dengan gerak baru sesuai dengan karakter yang akan diangkat. Semakin banyak penata bergerak dengan bebas, maka semakin banyak motif gerakan yang didapatkan walaupun gerakan tersebut belum disusun sedemikian rupa. Penata juga selalu mencoba melihat, dan membayangkan burung Titiran di sangkar maupun di alam bebas untuk dapat dihayati serta dirasakan agar dapat mentransformasikannya dalam gerak tari.
Gerakan-gerakan ini dirangkai menjadi jalinan gerak yang sebelumnya telah diseleksi dan dipertimbangkan terlebih dahulu. Dalam hal ini, penata menemukan integritas, dan kesatuan dalam berbagai percobaan, namun juga harus tetap mempertahankan identitas maupun karakter garapan itu sendiri. Rangkaian gerak kemudian disesuaikan dengan musik iringan yang telah digarap, karena seperti yang diketahui tari Legong mengandung arti gerakan yang sangat diikat (terutama aksentuasinya) oleh gamelan yang mengiringinya. 9
Pada proses ini, gerakan dicoba agar menyatu dengan musik iringan walaupun terkadang ada gerakan yang tidak sesuai dengan musik iringan. Bagi
9 I Wayan Dibia, 1999, Selayang Pandang Seni Pertunjukan Bali, Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia dan arti.line, p. 37.
penata, musik dapat merangsang munculnya gerak-gerak baru dan memberikan inspirasi terbentuknya jalinan kesatuan antara gerak dan pengiringnya. Penata sesering mungkin hadir ke tempat latihan penabuh sehingga penata dapat memahami dan merasakan iringan musik dengan baik. Hal ini dilakukan agar proses penggarapan tari dan tabuh dapat berjalan dengan baik dan sesuai harapan.
Bimbingan-bimbingan juga perlu dilakukan dalam proses penggarapan agar mendapat saran-saran untuk kesempurnaan garapan tari yang diwujudkan, dan sudah dimulai sejak mendapatkan mata kuliah Koreografi VI di semester VII.
Tabel 2
Tahap Percobaan (Improvisasi) Bulan Pebruari dan Maret 2013
Periode Waktu per
Minggu
Kegiatan / Usaha yang
dilakukan Hasil yang didapat Minggu II
kepada pendukung tari.
pangetog. baik dari segi ritme dan angsel.
Terbentuknya seluruh
pendukung tari, mengingat bagian pangrangrang, papeson, pangawak, pangecet, pasiat, dan pakaad.
bagian dari garapan ini.
3.3 Tahap pembentukan (Forming)
Tahap pembentukan merupakan tahapan akhir dari proses kreativitas.
Segala hasil yang diperoleh baik diproses penjajagan maupun proses percobaan akan ditata dan disempurnakan pada tahap ini. Penata juga harus memikirkan kesesuaian bentuk tari yang digarap dengan hal-hal mendasar yang ada dalam tarian, seperti gerak, ekspresi, irama, ruang, dan waktu.
Proses ini dilakukan secara bertahap dengan menjelaskan kepada pendukung mengenai ide dan konsep dari garapan palegongan, agar mereka mengetahui dan memiliki bayangan tentang cerita yang akan digarap. Hal ini bertujuan untuk memberikan wawasan kepada pendukung agar lebih mudah dalam berekspresi sesuai dengan karakter yang akan dibawakan.
Pada tahap pembentukan, juga dilakukan percobaan terhadap kostum, dan penentuan kecocokan kostum dengan warnanya agar dapat diketahui terganggu atau tidaknya gerakan saat menari, serta mengetahui kesesuaian efek dari tata lampu terhadap warna kostum tersebut. Setelah garapan tari kreasi palegongan ini terbentuk, latihan dilakukan secara lebih rutin untuk mendapatkan hasil semaksimal mungkin. Setiap proses latihan, akan dilakukan penyeragaman gerak serta pembentukan pola lantai. Dengan melakukan pemantapan pada setiap
gerakan, penyatuan rasa gerak dan ekspresi dari dalam dengan musik pengiring pada setiap adegan, serta mencari kekompakan, sehingga dapat terwujud garapan yang benar-benar utuh. Proses latihan akan sesering mungkin dilakukan di Gedung Natya Mandala, agar para penari terbiasa dengan pola lantai di panggung tersebut.
Selama proses kreativitas berlangsung, banyak hambatan dan halangan yang penata rasakan. Adapun hambatan yang masih ditemui antara lain adalah sulitnya menyamakan kualitas gerak serta ekspresi yang harus diwujudkan dalam sebuah garapan kelompok yang menuntut kekompakan. Kedisiplinan waktu beberapa pendukung yang masih kurang, karena selain mendukung mereka juga mempunyai kesibukan yang berbeda-beda, disamping itu mereka juga harus mengikuti studinya masing-masing.
Dibalik hambatan tersebut banyak faktor yang mendukung kelancaran proses penggarapan ini, antara lain adanya dukungan moral dan juga tenaga, serta kesanggupan pendukung yang merupakan motivasi penata untuk lebih semangat dalam berkarya. Kemampuan pendukung yang begitu cepat menerima setiap gerakan yang diberikan, dan dukungan penata karawitan dan pendukungnya yang kompak serta menampakkan rasa simpati dengan menyelesaikan iringan sesuai waktu yang diinginkan.
Perbaikan selalu didapatkan selama proses tersebut berlangsung melalui bimbingan-bimbingan yang terus dilakukan dengan dosen pembimbing. Hasil dari proses perbaikan dan bimbingan inilah yang digunakan untuk menyempurnakan dan sangat bermanfaat bagi penggarapan tari kreasi palegongan ini agar keutuhan garapan dapat diwujudkan.
Tabel 3
Tahap Pembentukan (Forming) Bulan April dan Mei 2013
Periode dari segi angsel dan agem agar rasa dari tarian tersebut sama dengan pendukung.
Minggu I Latihan dengan pendukung Mendapatkan beberapa
(Mei) tari untuk mencari ekspresi yang diinginkan sesuai dengan konsep dan isi cerita.
penyempurnaan garapan lighting dan stage crew di Panggung Natya Mandala.
BAB IV WUJUD GARAPAN
Wujud merupakan salah satu bagian dari tiga elemen karya seni (wujud, isi/bobot, dan penampilan), serta menjadi elemen dasar yang terkandung dalam karya seni. Wujud adalah sesuatu yang dapat secara nyata dipersepsikan melalui mata atau telinga atau secara abstrak yang dapat dibayangkan atau dikhayalkan. 10
4.1 Deskripsi Garapan
Kapalanang Smara merupakan sebuah bentuk tari kreasi palegongan yang dikembangkan dari tari klasik Legong yang kemudian diubah dari segi ceritanya, kostum, struktur garapan, motif gerakan maupun dari segi iringan, tetapi tetap memperhatikan karakteristik dan ciri khas dari tari klasik Legong tersebut.
Garapan ini mengambil tema tentang kesetiaan, membentuk kelompok yang ditarikan oleh 5 orang penari wanita, dengan mengangkat sebuah cerita kisah sepasang burung Titiran (Perkutut) yang sedang memadu kasih. Suasana alam yang bebas dengan gemericik air sungai yang mengalir membuat pasangan burung Titiran tersebut sangat menikmati apa yang diperolehnya. Sesekali pasangan burung menghampiri pinggir sungai untuk meminum air dan membasahi tubuhnya. Namum secara tiba-tiba datang seekor burung yang mulai membuat pasangan burung Titiran (Perkutut) itu merasakan kondisi yang tidak nyaman.
Mendapat gangguan dari burung yang lain, pasangan burung tersebut mulai sedikit demi sedikit memunculkan perlawanan. Akhirnya demi mempertahankan hubungan, salah satu burung berkelahi dengan burung pengganggu dan akhirnya
10A. A. M. Djelantik, 1999, Estetika Sebuah Pengantar, Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia (MSPI), p. 17.
29
burung pengganggu kabur dan sepasang burung Titiran (Perkutut) mencari tempat lain yang aman dan nyaman. Tema inilah yang harus disesuikan dengan struktur garapannya agar menjadi satu kesatuan yang utuh. Struktur garapan tari kreasi palegongan Kapalanang Smara (Perkutut) yaitu pangrangrang, papeson, pangawak, pangecet, pangetog, pasiat, pakaad. Gerakan-gerakan yang dipergunakan dalam tari kreasi Palegongan Kapalanang Smara adalah pengembangan dari gerak-gerak tari Legong, seperti agem, dan angsel gerak yang muncul berdasarkan inspirasi penata sendiri. Tentunya dalam hal ini, penata menginginkan motif gerakan yang dipergunakan dalam garapan dapat berbeda dari gerak-gerak Legong yang telah ada sebelumnya.
Pesan yang ingin penata sampaikan dalam garapan tari kreasi palegongan Kapalanang Smara adalah kesetiaan. Pada hakekatnya setiap manusia sudah memiliki jalan hidup masing-masing, baik rejeki dan jodoh. Manusia dikodratkan untuk saling setia terhadap pasangannya, namun di zaman mordernisasi saat ini, hal tersebut mulai menyimpang dengan banyaknya pasangan yang sudah mengikat janji melalui proses pernikahan dirusak dengan adanya perselingkuhan. Dari foneomena tersebut penata mengangkat cerita ini agar setiap pasangan mulai sadar akan pentingnya kesetiaan. Binatang kecil seperti burung yang pada dasarnya tidak memiliki idep (pikiran) mempunyai rasa memiliki dan setia terhadap pasangan. Sedangkan manusia yang hakekatnya mempunyai pemikiran, kadang-kadang perilakunya menyimpang dan dikalahkan oleh binatang. Dari garapan ini mudah-mudahan pesan yang ingin disampaikan tentang kesetiaan bisa dimengerti oleh penonton dan bisa diterapkan dalam suatu hubungan.
Durasi waktu yang digunakan dalam garapan tari kreasi Palegongan Kapalanang Smara adalah kurang lebih 12 menit 30 detik, yang disajikan di panggung proscenium Gedung Natya Mandala ISI Denpasar. Berdasarkan durasi waktu yang digunakan, diharapkan garapan ini dapat tampil secara utuh, adanya suatu komunikasi, dan dapat dinikmati penontonnya.
Dalam penampilannya, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam garapan ini seperti tata rias dan busana, properti, serta iringan tari yang digunakan.
Kostum yang digunakan dalam garapan ini adalah konsep tradisi yang tidak berlebihan, dengan tujuan agar kostum nantinya tidak mengganggu ruang gerak penari. Kostum garapan ini menggunakan ciri khas palegongan yang telah ada, namun ada beberapa bagian yang diberi inovasi seperti motif dan warna agar dapat menampilkan nuansa baru. Tata rias yang digunakan dalam garapan ini adalah tata rias panggung putri halus. Warna kostum yang dominan digunakan dalam garapan ini adalah warna orange, hitam, abu-abu dan putih. Penggunaan warna ini disesuaikan dengan warna dari burung Titiran, tetapi sudah dimodifikasi. Selain itu, properti yang digunakan dalam garapan ini yaitu kipas, yang telah menjadi ciri khas dari tari palegongan.
Untuk memperkuat suasana yang ada dalam garapan tari Kapalanang Smara ini, tentu ada musik pengiringnya. Dalam garapan Kapalanang Smara ini diiringi oleh seperangkat gamelan palegongan untuk mendukung suasana yang terdapat dalam garapan. Iringan tari Kapalanang Smara ini ditata oleh I Ketut Sujena, S.Sn dan pendukung karawitan dari Banjar Binoh Kaja Denpasar. Penata kostum dalam garapan ini adalah I Wayan Balik Maharsa.
4.2 Analisa Pola Struktur
Garapan tari kreasi palegongan Kapalanang Smara ini terbagi menjadi 7 bagian. Pembagian ini dilakukan untuk mempermudah penggambaran dan penghayatan garapan, sehingga penonton mengerti maksud maupun pesan yang disampaikan. Adapun struktur tarinya terdiri dari pangrangrang, papeson, pangawak, pangecet, pangetog, pasiat, pakaad. Untuk lebih jelasnya, diuraikan sebagai berikut.
1. Pangrangrang
Pada bagian pangrangrang penata menggambarkan 2 ekor burung Titiran (Perkutut) yang memadu kasih dan menunjukkan kesetiaan terhadap pasangannya. Adapun gerak tari yang terdapat pada bagian ini, yaitu : Kedua penari melakukan gerakan putar di tempat, dan tiga penari datang dari wing kanan dengan gerakan nyregseg dan menghadap ke pojok bersimpuh dan melakukan gerakan ngotag. Kelima penari menghadap ke pojok kiri depan, dengan posisi diagonal kelima penari melakukan gerakan ngegol sambil memegang lamak. Dua penari nyregseg kesamping kanan dan kiri, tiga penari lagi melakukan gerakan yang sama yaitu nyregseg.
2. Papeson
Pada bagian papeson penata menggambarkan keelokan dari burung Titiran (Perkutut) yang sangat lincah. Aktivitas burung Titiran (Perkutut) sehari-hari yaitu berkicau, nyiksik bulu, mandi, bercengkrama dengan burung yang lain sebangsanya. Adapun gerak-gerak yang digunakan pada bagian ini, yaitu: Kelima penari melakukan gerakan kompak angkat kiri, ngeseh, kipas berada di atas, tangan kanan kemudian di bawah ke atas kepala, dan
lurus ke samping kanan, kaki kanan di silang gerakan ini diulang 2x, putar di tempat, tayung kaki kiri, nyregseg, miles kanan, agem kanan, naik turun, ngelier, nyeledet tengah pojok, maju kaki kanan, kipas di atas kepala, ngelier, nyeledet, turun 2x, kedua tangan lurus ke depan, kaki kiri mundur, nyegut, miles kiri, kipas kearah pojok, nyegut, angkat kaki kanan, badan mengarah ke pojok kiri, dengan posisi kipas di depan dada, dengan gerakan kipas naik turun 2x, tangan di buka, ngelier, nyeledet kiri badan ke pojok kanan, kipas menghadap ke pojok kanan, ngeseh, sogok kiri, muter kanan.
3. Pangawak
Bagian pangawak penata menggambarkan burung Titiran (Perkutut) yang sedang bermain-main dengan sesama burung Titiran (Perkutut).
Beterbangan kesana kemari dengan riangnya sambil sesekali bercengkrama dengan temannya. Adapun gerak tari yang terdapat pada bagian ini, yaitu : Ngotag, ngeliput, lurus tangan kiri, tangan kanan mengarah ke samping kanan, tangan kiri di depan dada, panjang tangan kiri, tayung kiri, nyregseg kanan putar ditempat, nyalud kanan, agem kanan, uluwangsul, badan naik, posisi kipas menghadap ke pojok kanan, sogok kanan, miles kiri, tangan keduanya ke pojok kiri, tangan ke samping kiri, ngeseh, rebah kanan, tayung kiri, tangan kiri di atas kepala, nyeledet kiri, ngotag, kipek pojok kanan, ngeliput, miles kanan, kipek kiri, miles kiri, tangan kiri di atas kepala, tangan kanan menghadap ke pojok kanan, sogok, lihat tangan kiri, nyeleog, tangan kanan berada di samping kepala,
angkat kiri, maju kanan, tangan kiri berada di samping kepala, tangan kanan turun, ngeliput kanan, ngeliput kiri, maju kanan, maju kiri, putar.
4. Pangecet
Pada bagian pangecet penata menggambarkan 1 burung pengganggu yang mulai tidak suka melihat kemesraan dari sepasang burung Titiran
Pada bagian pangecet penata menggambarkan 1 burung pengganggu yang mulai tidak suka melihat kemesraan dari sepasang burung Titiran