KAPALANANG SMARA
SKRIP KARYA SENI
OLEH :
NI WAYAN SIYENTARINI NIM. 2009. 01. 015
PROGRAM STUDI S-1 SENI TARI JURUSAN SENI TARI
FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN INSTITUT SENI INDONESIA
DENPASAR
2013
i
SKRIP KARYA SENI
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar Sarjana Seni (S-1)
OLEH:
NI WAYAN SIYENTARINI NIM : 2009. 01. 015
PROGRAM STUDI S-1 SENI TARI JURUSAN SENI TARI
FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN INSTITUT SENI INDONESIA
DENPASAR
2013
ii
KAPALANANG SMARA SKRIP KARYA SENI
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar Sarjana Seni (S-1)
Menyetujui :
Pembimbing I, Pembimbing II,
Ni Nyoman Manik Suryani, SST., M.Si Ni Komang Sri Wahyuni, SST., M.Sn NIP. 19590521 1986 03 2002 NIP. 19671215 1994 03 2012
iii
Skrip Karya Seni ini telah diuji dan dinyatakan sah oleh Panitia Ujian Akhir Sarjana (S-1) Institut Seni Indonesia Denpasar, pada :
Hari/Tanggal :
Ketua : I Ketut Garwa, S.Sn., M.Sn. (……….)
NIP. 19681231 199603 1 007
Sekretaris : I Dewa Ketut Wicaksana, SSP., M.Hum. (...) NIP. 19641231 199002 1 040
Dosen Penguji :
1. Saptono, S.Sn., M.Si (……….)
NIP. 19640611 199203 1 010
2. I Gusti Agung Ayu Oka Partini, SST., M.Si (…….………...….) NIP. 19491231 198212 2 001
3. I Nyoman Sukerta, SSP., M.Si (……….….)
NIP. 19660627 199803 1 001
Disahkan pada tanggal: ...
Mengetahui:
Dekan Ketua Jurusan Tari
Fakultas Seni Pertunjukan Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Denpasar Institut Seni Indonesia Denpasar
I Ketut Garwa, S.Sn., M.Sn I Nyoman Cerita, SST., M.FA NIP. 19681231 199603 1 007 NIP. 19611231 199103 1 008
iv Om Swastyastu,
Puji syukur dan terima kasih penata panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha esa, atas ijin dan rahmat-Nya, penulisan Skrip Karya Seni ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Skrip karya ini merupakan pertanggungjawaban dan pokok pikiran penata yang dipersembahkan kepada dewan penguji guna memenuhi persyaratan mencapai Gelar Sarjana Seni Strata 1 (S-1) di Institut Seni Indonesia Denpasar tahun Akademik 2012 / 2013.
Pada kesempatan ini, penata ingin menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang telah memberikan dukungan dan dorongan dalam mewujudkan karya tari ini, tanpa bantuan dan dukungan serta kerjasama pihak-pihak yang terkait, karya ini tidak akan terwujud sebagaimana mestinya, tidak lupa penata sampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. I Gede Arya Sugiartha, S.Skar.,M.Hum, Rektor Institut Seni Indonesia Denpasar atas fasilitas yang diberikan.
2. Bapak I Ketut Garwa, S.Sn., M.Sn., Dekan Fakultas Seni Pertunjukan, Institut Seni Indonesia Denpasar yang telah menyediakan fasilitas dalam kelancaran akademik dan proses penggarapan.
3. Bapak I Nyoman Cerita, SST., M.FA., Ketua Jurusan Seni Tari sekaligus Pembimbing Akademik yang telah membimbing dan mendidik selama melakukan kegiatan akademik di kampus ISI Denpasar.
v
Wahyuni, SST., M.Sn pembimbing II Tugas Akhir yang telah membimbing,
memberikan masukan dan saran dalam penulisan skrip karya dan proses penggarapan karya seni.
5. I Ketut Sujena, S.Sn. sebagai penggarap karawitan tari Kapalanang Smara, yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk membantu dalam penggarapan karawitan Kapalanang Smara di dalam mendukung Karya Seni, sehingga proses penggarapan dapat berjalan dengan lancar.
6. Orang tua tercinta, Bapak I Nengah Sedana dan Ibu Ni Wayan Budiartini, yang telah memberikan doa restu dan semangat demi kelancaran tugas akhir ini.
7. Pendukung tari mahasiswa ISI Denpasar dan pendukung karawitan Sekaa Palegongan, Br. Binoh Kaja, Denpasar yang telah meluangkan waktu dan tenaga untuk ikut membantu terlaksananya proses garapan serta memberikan dorongan semangat dari awal proses penggarapan hingga penyajian karya tari.
8. Teman-teman dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang selalu memberikan dukungan dan saran dalam proses penggarapan.
vi
kemajuan penggarapan selanjutnya. Semoga karya ini dapat bermanfaat, diterima dan dijadikan sebagai inspirasi serta motivasi untuk menghasilkan karya-karya tari baru yang berkualitas serta dapat melestarikan kesenian yang ada di daerah Bali.
Om Santih, Santih, Santih Om
Denpasar, Mei 2013 Penata
Ni Wayan Siyentarini
vii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR LAMPIRAN... .. xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang... 1
1.2 Ide Garapan ... 5
1.3 Tujuan Garapan ... 6
1.3.1 Tujuan Umum... 6
1.3.2 Tujuan Khusus... 6
1.4 Manfaat Garapan ... 6
1.5 Ruang Lingkup ... 7
BAB II KAJIAN SUMBER ... 10
2.1 Sumber Literatur ... 10
2.2 Sumber Audio Visual ... 13
viii
BAB III PROSES KREATIVITAS... 14
3.1 Tahap Penjajagan (Exploration) ... 14
3.2 Tahap Percobaan (Improvisation) ... 21
3.3 Tahap Pembentukan (Forming) ... 25
BAB IV WUJUD GARAPAN ... 29
4.1 Deskripsi Garapan ... 29
4.2 Analisis pola Struktur ... 32
4.3 Analisa Estetik... .. 35
4.4 Analisa Simbol... .. 36
4.5 Analisa Materi... ... 37
4.6 Analisa Penyajian... 41
4.6.1 Tempat Pertunjukan, tata cahaya, dan dekorasi ... 41
4.7 Kostum dan Tata Rias ... 57
4.8 Musik Iringan ... 63
BAB V PENUTUP ... 65
5.1 Kesimpulan ... 65
5.2 Saran-saran ... 66 DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
ix
Gambar Halaman
Gamabr 1. Denah Stage……… 41
Gambar 2. Arah hadap penari………. 43
Gambar 3. Foto kostum Tari (Tampak Depan)………... 59
Gambar 4. Foto kostum Tari (Tampak Belakang)……….. 60
Gambar 5. Foto Tata Rias Wajah……… 62
Gambar 7. Foto Properti Kipas……….……… 63
x
Tabel Halaman
Tahap Penjajagan……… 18
Tahap Percobaan………. 22
Tahap Pembentukan……… 27
Pola Lantai, Pencahayaan, Ragam Gerak………….……….. 44
xi Lampiran
- Daftar Pendukung Tari Dan Karawitan - Daftar Informan
- Notasi Iringan - Sinopsis
- Daftar Susunan Panitia Pelaksana Ujian Akhir Institut Seni Indonesia Denpasar Tahun 2011/2012
- Dokumentasi Pementasan
Kapalanang Smara merupakan sepasang burung titiran yang sedang bercinta, dari cinta akan timbul rasa kesetiaan. Dalam bahasa Bali Kuna, Kapalanang berarti burung titiran, dan smara berarti cinta. Dalam perjalannya, burung yang sedang di mabuk asmara mulai di uji kesetiannya dengan datangnya burung titiran lain yang ingin memisahkan mereka. Untuk menunjukkan kesetiannya, salah satu pasangan burung mulai marah, berusaha mengusir burung titiran lain untuk mempertahankan hubungannya. Inspirasi ini menggugah pikiran penata untuk menuangkan dalam bentuk garapan tari kreasi baru palegongan dengan judul “Kapalanang Smara”
LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman seni budaya, termasuk didalamnya beranekaragam seni tari. Tari merupakan salah satu bagian dari seni dimana secara dominan unsur-unsurnya adalah gerak. Seni tari merupakan sarana komunikasi yang dapat dinikmati oleh siapa saja, dan kapan saja. Sebagai sarana komunikasi, tari memiliki peranan yang penting dalam kehidupan masyarakat sehingga tari mendapat perhatian besar di masyarakat.
Pada berbagai acara tertentu, tari dapat berfungsi menurut kepentingannya.
Masyarakat membutuhkan tari bukan saja untuk memenuhi kepuasan secara estetis, melainkan juga sebagai sarana untuk mendukung dan melengkapi upacara agama. Tari adalah ekspresi jiwa manusia yang diwujudkan melalui gerak-gerak ritmis yang indah serta diikat oleh nilai-nilai kultural dari kelompok individu yang mendukungnya.1 Seni tari sangat digemari masyarakat baik sebagai pertunjukan upacara maupun tontonan. Tari yang dipertunjukan untuk upacara pada umumnya diperlakukan sebagai seni sakral, namun tari untuk tontonan, adalah tarian untuk menghibur masyarakat, seperti tari kreasi atau garapan baru.
Di Bali, seni tari merupakan kesenian yang telah diwarisi secara turun- temurun dan menjadi bagian penting dari kehidupan masyarakat setempat. Seni tari kalau dilihat dari koreografi yaitu tari klasik, tari kreasi baru, dan tari kontemporer. Tari kreasi baru sebagai sebuah wujud perkembangan seni tari,
1 I Made Bandem dan I Wayan Dibia. Pengembangan Tari Bali. Proyek Pengembangan Institut Kesenian Indonesia.1982/1983. Hal 3
1
merupakan jenis tarian yang diberi pola-pola garapan baru atau yang diperbaharui dari segi cerita, lakon, kostum, iringan, perbendaharaan gerak serta aspek-aspek koreografi lainnya yang tidak terikat lagi pada pola-pola sebelumnya yang lebih menginginkan kebebasan dalam hal pengungkapannya. Sekalipun rasa geraknya masih berakar pada seni tradisi yang kuat sehingga penampilannya merupakan pengembangan bukan pengulangan atau peniruan karya seni yang telah ada.2 Salah satu contoh yaitu tari kreasi palegongan. Tari kreasi palegongan merupakan perkembangan dari seni pertunjukan tari klasik Legong. Meskipun ditampilkan dalam bentuk tari kreasi baru, namun tetap berpijak pada pola tradisi yang telah memiliki standarisasi tertentu dengan ciri khas dan keunikannya untuk tetap mempertahankan karakter tari Legong itu sendiri dengan pengembangan pembendaharaan gerak yang sangat dinamis, indah dan abstrak serta didalamnya tersembunyi gerak-gerak yang bersifat dramatis.3
Tari Legong Keraton merupakan salah satu bentuk seni klasik pertunjukan Bali yang hingga kini masih digemari masyarakat. Tarian ini masih dipertunjukan dalam kegiatan upacara, misalnya di Pura, Banjar, dan lain-lainnya. Selain itu tari Legong Keraton juga dijadikan seni kemasan untuk kepentingan wisatawan.
Biasanya setiap ada pertunjukan paket wisata, salah satunya adalah tari Legong Keraton. Di samping tetap dilestarikan, Legong Keraton terus dikembangkan tanpa menghilangkan kekhasannya. Langkah tersebut merupakan salah satu cara
2 I Wayan Dibia. 1979. Sinopsis Tari Bali. Denpasar. Sanggar Waturenggong. Hal. 4.
3 I Ketut Rota dkk. 1974/1985. Transformasi Wiracarita Mahabrata Dalam Seni Pertunjukan Bali.
Denpasar. Akademi Seni Tari Indonesia Denpasar. Hal. 96.
untuk mempertahankan kesenian dan memenuhi selera masyarakat sesuai dengan zamannya.4
Tari Legong Keraton yang merupakan tari klasik adalah salah satu jenis tari Bali yang penata gemari dari masa kanak-kanak hingga sekarang. Semasa kanak-kanak, penata sering melihat orang latihan tari Legong Keraton di sanggar Puri Semarabawa, Bangli. Seringnya melihat orang-orang berlatih, penata mulai tertarik untuk mengetahui dan mempelajarinya. Selain mempelajari Tari Legong Keraton, penata juga mempelajari beberapa jenis tari Bali lainnya seperti Tari Panyembrama, Tari Puspanjali, Tari Tenun, Tari Margapati, dan lain-lain.
Meskipun penata senang dengan semua tarian yang telah dipelajari, namun Tari Legong Keraton tetap menjadi favorit bagi penata. Selain itu penata juga merasa lebih terampil dalam membawakan tari Legong, maka penata terinspirasi untuk menarikan serta mengembangkan Tari Legong. Tarian yang mempunyai perbendaharaan yang lengkap ini, sering penata bawakan di pura-pura maupun acara-acara tertentu.
Dalam tari palegongan, memang sudah ada beberapa tarian yang mengisahkan tentang kehidupan binatang seperti: Kuntul, dan Goak Macok.
Semua garapan itu sangat menarik dan merupakan salah satu inspirasi sekaligus tantangan bagi penata dalam usaha mewujudkan garapan tari kreasi baru palegongan Kapalanang Smara yang mengisahkan burung Titiran (Perkutut).
Selain itu, hal-hal yang mendorong penata untuk menjadikan Titiran (Perkutut) sebagai garapan tari adalah tingkah laku dan gerak-geriknya sehingga penata merasakan sangat cocok untuk di transfer kedalam bentuk tari palegongan. Ide
4 Dibia, I Wayan. 1999. Selayang Pandang Seni Pertunjukan Bali. Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia. Hal 5
cerita yang dipergunakan dalam garapan ini, merupakan pengalaman yang penata saksikan secara langsung. Cerita ini mendapat inspirasi dari kehidupan nyata burung-burung Titiran (Perkutut), yang secara kebetulan penata saksikan di daerah bekas galian C Tukad Unda Kabupaten Klungkung, pada tanggal 16 September 2012. Cerita ini dimulai dari suasana sore hari di hamparan aliran sungai yang berisi pepohonan yang cukup banyak, dimana sepasang burung Titiran (Perkutut) turun dan hinggap di pinggir sungai yang tenang untuk meminum air. Sambil meminum air, kedua pasangan burung tersebut berkasih kasihan dengan isyarat dan bahasa yang sepertinya hanya dimengerti oleh mereka.
Ketika sedang asik bercumbu, tiba-tiba sepasang burung itu dikejutkan oleh datangnya seekor burung Titiran lain yang hendak memisahkan mereka. Salah satu burung mulai marah dan mengusir burung penggangu. Akhirnya burung pengganggu yang juga merupakan burung Titiran meninggalkan mereka dan pasangan tersebut terbang mencari tempat lain yang lebih aman dan nyaman untuk mereka.
Burung Titiran (Perkutut) dengan bahasa latinnya Geopelia striata adalah sebangsa merpati dengan warna ke abu-abuan, kaki berwarna merah jambu.
Dalam bahasa bali kuno burung Titiran secara umum bernama Kapalanang. Bulu dada bewarna orange kecoklatan, Burung Titiran (Perkutut) merupakan burung pemakan biji-bijian dan serangga.5
Nilai-nilai yang terkandung dalam suatu karya tari meliputi nilai estetis dan nilai filosofis. Nilai estetisnya dapat disaksikan dari gerak-gerak tari yang indah dan lincah dari burung Titiran (Perkutut) yang telah dituangkan, sesuai
5 http://bio.undip.ac.id/sbw/sp_daftar_indo.htm
dengan koreografi, kostum make-up dan musik pengiringnya. Nilai filosofisnya dapat dilihat dari temanya yaitu kesetiaan. Tema ini tersirat makna bahwa biarkanlah mereka secara bebas menentukan pasangannya sesuai dengan pilihan hatinya yang paling dalam. Biarkanlah mereka secara bebas beterbangan dan bercengkrama mencari makan sesuai dengan kodratnya.
Berdasarkan beberapa hal yang dikemukakan diatas, penata termotivasi menggarap sebuah tari kreasi baru palegongan yang mengisahkan tentang kehidupan nyata burung Titiran (Perkutut) dengan tema kesetiaan.
1.2 Ide Garapan
Ide Garapan merupakan tahapan awal yang muncul sebelum proses penggarapan. Ide dapat muncul dimana saja dan kapan saja yang sumbernya dapat ditemukan dalam sebuah buku atau rekaman-rekaman video ataupun melalui pengamatan secara langsung yang dapat dijadikan sebagai kajian sumber.
Ide juga bisa muncul dari pengalaman-pengalaman pribadi, seperti pengalaman sering menarikan Legong dari kecil hingga sekarang. Prinsipnya adalah penata ingin mewujudkan sebuah garapan tari kreasi Palegongan yang terinspirasi pada gerakan luwes dari Legong klasik yang sudah ada. Penggarapan tari kreasi Palegongan ini, muncul berdasarkan ide penata saat melihat sepasang burung Titiran (Perkutut) yang sedang meminum air di sebuah sungai bekas galian C di Tukad Unda yang terletak di Kabupaten Klungkung. Disamping itu penata tertarik untuk mengangkat sebagai garapan karena burung ini memiliki keistimewaan baik dari segi suaranya yang merdu dan kelincahan dari burung Titiran (Perkutut) tersebut, sehingga penata ingin mentranspormasikan kedalam
sebuah garapan tari palegongan dengan judul Kapalanang Smara. “Kapalanang”
6 dalam bahasa Bali Kuno berarti burung Titiran dan “Smara” 7 berarti cinta.
1.3 Tujuan Garapan
Tujuan dari garapan dapat dibedakan menjadi tujuan umum dan tujuan khusus.
1.3.1 Tujuan Umum
- Memperkaya kreativitas dan wawasan dalam bidang seni pertunjukan.
- Untuk memenuhi syarat mencapai jenjang sarjana (S1) di Institut Seni Indonesia Denpasar.
- Memperkaya deretan tari-tari ciptaan baru.
1.3.2 Tujuan Khusus
- Untuk menambah pengalaman dalam menata tari kreasi palegongan khususnya tari kreasi baru palegongan Kapalanang Smara yang berbeda dengan tarian sejenis yang telah ada sebelumnya.
- Ingin membuat garapan yang utuh dan dimengerti oleh penonton.
- Membuat/menghasilkan sebuah garapan palegongan kreasi baru.
1.4 Manfaat Garapan
Manfaat yang didapat dari garapan ini adalah:
- Menjadi sebuah pengalaman yang sangat berharga karena mendapat kesempatan untuk menggarap tari khususnya tari kreasi palegongan.
- Melestarikan tari palegongan secara mendasar.
6 Nengah Putu, I Gusti. 1909 Caka. Lontar Carcan Paksi Titiran. UPD Pusat Dokumentasi Kebudayaan Bali.
7 Zoet Mulder. P. J. dan Robson. S. O. 1995. Kamus Jawa Kuno Indonesia. Jakarta : Gramedia Pustaka.
- Dapat dijadikan inspirasi untuk menghasilkan karya-karya baru pada masa berikutnya.
- Agar lebih memahami dunia seni tari.
- Menambah daya kreativitas guna dapat melahirkan karya-karya seni yang berkualitas.
- Sebagai inspirasi bagi pencipta selanjutnya.
1.5 Ruang Lingkup
Garapan ini didukung oleh 5 orang penari putri yang nantinya memerankan burung Titiran (Perkutut) dan satu burung Titiran sebagai burung pengganggu. Kostum yang akan dipergunakan sesuai dengan kostum palegongan namun telah dimodifikasikan sesuai dengan kemampuan penggarap. Garapan ini diiringi dengan gamelan palegongan, dengan durasi kurang lebih 12 menit 30 detik.
Garapan tari kreasi baru palegongan mengisahkan tentang kehidupan burung Titiran (Perkutut). Adapun tema yang akan di angkat adalah kesetiaan.
Cerita yang akan dipergunakan dalam garapan ini merupakan realita kehidupan burung Titiran (Perkutut) di alam bebas. Cerita ini terinspirasi dari kehidupan nyata dari burung-burung Titiran (Perkutut) yang secara kebetulan penata saksikan di daerah bekas galian C Tukad Unda, Kabupaten Klungkung pada tanggal 16 September 2012. Cerita ini dimulai dari suasana sore hari di hamparan aliran sungai yang berisi pepohonan yang cukup banyak, sepasang burung Titiran (Perkutut) turun dan hinggap di pinggir sungai yang tenang untuk meminum air.
Sambil meminum air kedua pasangan burung tersebut terlihat berkasih-kasihan dengan pasangannya dengan isyarat, bahasa dan gerak-gerik yang hanya
dimengerti oleh mereka. Ketika sedang asik berkasih-kasihan, tiba-tiba sepasang burung itu dikejutkan oleh datangnya seekor burung Titiran lain yang hendak memisahkan sepasang burung tersebut. Salah satu burung mulai marah dan mengusir burung pengganggu. Akhirnya burung pengganggu meninggalkan sepasang burung dan pasangan tersebut terbang mencari tempat yang lain yang aman dan nyaman untuk mereka.
Dari cerita diatas, garapan yang dibuat ini memiliki batasan-batasan dan masih berpijak pada pola tradisi, namun susunan polanya tidak seperti tari Legong pada umumnya. Pada bagian ini penggarap memulainya dari bagian pangrangrang, papeson, pangawak, pangecet, pangetog, pasiat, pakaad. Adapun penjelasan dari struktur tersebut sebagai berikut :
1. Pangrangrang
Pada bagian pangrangrang penata menggambarkan 2 ekor burung Titiran (Perkutut) yang memadu kasih dan menunjukkan kesetiaan terhadap pasangannya.
2. Papeson
Pada bagian papeson penata menggambarkan keelokan dari burung Titiran (Perkutut) yang gerak-geriknya sangat lincah. Aktivitas burung Titiran (Perkutut) sehari-hari yaitu berkicau, nyiksik bulu, mandi, bercengkrama dengan pasangannya.
3. Pangawak
Bagian pangawak penata menggambarkan burung Titiran (Perkutut) yang sedang bermain-main dengan sesama burung Titiran (Perkutut).
Beterbangan kesana kemari dengan riangnya sambil sesekali bercengkrama dengan temannya.
4. Pangecet
Pada bagian pangecet penata menggambarkan 1 burung yang mulai mengganggu dan mulai tidak suka melihat kemesraan dari sepasang burung Titiran (Perkutut), serta ingin memisahkannya.
5. Pangetog
Pada bagian pangetog menggambarkan salah satu pasangan burung Titiran (Perkutut) mulai marah karena diganggu oleh burung lain.
6. Pasiat
Pada bagian pasiat penata menggambarkan perkelahian antara salah satu burung Titiran (Perkutut), dengan burung Titiran lain yang bukan pasangannya.
7. Pakaad
Di bagian pakaad penata menggambarkan kesetiaan sepasang burung Titiran (Perkutut) walaupun mendapat gangguan dari burung lain, namun burung tersebut tetap ingin mempertahankan kesetiaannya.
Garapan Kapalanang Smara ini diiringi oleh seperangkat gamelan palegongan yang nantinya dapat mendukung suasana yang terdapat dalam garapan. Iringan tari Kapalanang Smara ini ditata oleh I Ketut Sujena, S.Sn dan pendukung karawitan berasal dari Banjar Binoh Kaja, Denpasar.
BAB II KAJIAN SUMBER
Karya tari tidak semata-mata hanya menciptakan suatu garapan, namun karya tari membutuhkan dukungan berupa karya tulis yang tentunya dalam pembuatannya mengacu pada berbagai sumber baik tertulis maupun tidak tertulis.
Sumber yang berupa buku, dokumen dan hasil wawancara inilah yang nantinya akan dipakai pedoman pokok untuk menjelaskan garapan tari secara tertulis dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
2.1 Sumber Tertulis
Penangkaran perkutut (Titiran (Perkutut)) oleh Wahyu Dwi Widodo dan Eko M. Nurcahyo diterbitkan Penebar Swadaya, Jakarta, 2005. Buku ini memberikan penjelasan akan sifat-sifat burung Titiran (Perkutut) ciri-cirinya sehingga memberikan inspirasi sebelum penata memulai proses garapan tari.
Komposisi Tari Elemen-Elemen Dasar oleh Soedarsono, yang diterbitkan oleh Akademi Seni Tari Indonesia, Yogyakarta, 1975. Buku ini adalah terjemahan dari buku Dance Composition The Basis Elements, oleh La Meri. Buku ini berisikan pengetahuan dasar tentang komposisi tari, bagaimana mengembangkan gerak agar tampak indah serta membuat gerak-gerak dasar dengan berpatokan pada elemen-elemen dari komposisi tari. Adapun manfaat yang diperoleh dari buku ini adalah penata dapat memahami bagaimana cara membuat komposisi dalam berkoreografi.
10
Bergerak Menurut Kata Hati oleh Alma Hawkins, yang diterbitkan oleh Ford Foundation dan Masyarakat Seni Pertunjukkan Indonesia, Jakarta, 2003.
Buku ini adalah terjemahan dari buku Moving From Within oleh I Wayan Dibia.
Buku ini memberikan imajinasi gerak kepada penata sebelum memproses suatu garapan tari.
“ Tari Legong Dalam Modernisasi Budaya Bali” oleh DR. I Wayan Dibia, SST. MA. Tulisan ini merupakan sebuah paper yang di dalam “Mudra” Jurnal seni Budaya No. 7 th. VII, Februari 1999 terbitan STSI Denpasar, hal yang menarik yang penata dapatkan setelah membaca paper ini adalah pernyataan Dr. I Wayan Dibia SST.MA yang menjelaskan bahwa: “
Pertama, Legong masih tetap hidup di Bali dan unsur-unsurnya telah dibiakkan di dalam tari-tarian Bali yang lahir kemudian: kedua palegongan telah dijadikan salah satu konsep garapan tari oleh seniman muda di daerah ini untuk menghasilkan karya-karya baru: dan ketiga, di dalam beberapa decade ini telah lahir kreasi-kreasi legong, baik oleh seniman putra Bali maupun seniman luar, dengan memasukkan unsur-unsur seni pentas modern, yang tentu saja diharapkan akan dapat memperkaya khasanah seni palegongan.
Ketiga hal tersebut telah memberikan motivasi yang sangat kuat kepada penata untuk mewujudkan rencana garapan kreasi baru palegongan Kapalanang Smara.
Evolusi Tari Bali, oleh Prof. Dr. Made bandem, diterbitkan oleh Kanisius Yogyakarta, tahun 1996 (82 halaman). Buku ini memang sangat besar manfaatnya sebagai acuan, terutama lewat buku ini penulis dapat mempelajari evolusi tari bali khususnya evolusi tari legong. Bandem menyatakan bahwa:
Proses terjadinya tari legong sudah merupakan sebuah contoh sederhana seniman-seniman yang mampu berkreasi, mengambil elemen dari kerakyatan yang dikembangkan menjadi kesenian yang tinggi mutunya”
(hal 46-47). Selanjutnya dikatakan bahwa: “ meskipun pengaruh luar
cukup kuat, para pencipta tari bali tetap menggunakan bentuk lama sebagai bahan pokok” (hal 47).
Pekan Apresiasi Legong, diterbitkan oleh bengkel tari Ayu Bulan bekerjasama dengan Studio Rumah pertunjukan Bandung, Galeri Bandung dan Galeri hidayat, 1994. Hal yang menarik bagi penata adalah Legong telah menjadi inspirasi bagi seniman tari, pelukis, penyair, dan fotografer. Bukti ini menambah keyakinan penata untuk menggarap sebuah tari yang bertitik tolak dari palegongan.
Kaja and Kelod: Balinese Dance in Transition, oleh I Made Bandem and Fredrik Eugene Deboer, diterbitkan oleh Oxford University Press, 1981.
Mengenai Legong, dalam buku ini disebutkan sebagai berikut: Legong barangkali paling dikenal di dunia barat kalau dibandingkan dengan tari-tarian klasik bali lainnya. Legong ditarikan oleh dua atau tiga orang anak-anak dengan gerakan yang halus dan rumit. Para penari cilik itu mengenakan hiasan kepala dan kostum yang indah dan mempertunjukkan dramatari yang abstrak diiringi dengan gamelan palegongan. Pecinta tari dari beberapa negara akhirnya sangat menghargai keindahan legong itu setelah menyaksikannya lewat misi kesenian atau menontonnya lewat film. Keindahan kostum dan kerumitan gerak legong juga merupakan salah satu inspirasi bagi penata untuk menggarap tari kreasi baru palegongan Kapalanang Smara.
2.2 Sumber Audio Visual
Selain menggunakan sumber-sumber tertulis, juga digunakan sumber audio visual sebagai penunjang dan bahan perbandingan bagaimana menempatkan struktur garapan. Sumber-sumber audio visual yang digunakan sebagai berikut :
a. Rekaman video Legong Kanya Maya karya Rai Ayu Yati Darayani tahun 2007, rekaman ini memberikan inspirasi penata dalam mengembangkat motif-motif gerak tari Legong kreasi.
b. Rekaman video Tari Legong Sipta Purwaka karya Ni Nengah Ari Wijayani tahun 2012, memberikan inspirasi kepada penata dalam mendesain kostum yang akan digunakan dalam karya tugas akhir, agar terkesan sederhana, tidak ribet dan gerak-gerak yang akan ditonjolkan tidak ditutupi oleh kostum sehingga keindahan dari gerak tersebut lebih terlihat.
2.3 Sumber Wawancara
Pertama, penata mengadakan wawancara dengan I Wayan Nuradiasa (Tanggal 3 Oktober 2012), seorang seniman alam dan sekaligus pecinta burung Titiran. Dalam wawancara tersebut didapatkan informasi mengenai tingkah laku burung Titiran, ciri-ciri burung Titiran serta proses perkawinannya, perkembangan kehidupan burung tersebut, serta isyarat yang diperoleh ketika mendengarkan suara burung Titiran.
Kedua, penata mengadakan wawancara dengan peternak burung Titiran yang bernama I Wayan Sumantra. Hasil dari wawancara tersebut adalah bagaimana memilih, mencocokkan serta mengawinkan burung Titiran jantan dan burung Titiran betina. Beliau mengatakan susah-susah mudah dalam menyatukan burung Titiran, tergantung apakah burung tersebut cocok dan sesuai dengan pasangan yang diberikan.
BAB III
PROSES KREATIVITAS
Suatu karya tari tentu tidak dapat terwujud begitu saja. Terciptanya suatu karya tari tidak terlepas dari sebuah konsep yang merupakan rangkaian proses yang harus dilalui. Konsep meliputi rencana pemilihan tema, judul, bentuk garapan, kostum, iringan, maupun properti yang digunakan. Pada proses ini perlu dijelaskan beberapa hal yang dialami dalam menggarap kerya seni yang didalami, termasuk penemuan ide sampai pengembangan gerak yang diolah dari awal hingga terwujudnya suatu bentuk karya yang diinginkan.
Terwujudnya suatu karya tari memerlukan waktu dan proses yang panjang.
Proses yang dimaksud adalah langkah-langkah yang ditempuh mulai dari mendapatkan ide sampai garapan itu terwujud. Untuk memudahkan proses tersebut diperlukan beberapa teori yang menjadi landasan dasar. Sehubungan dengan proses penggarapan tari, menurut M. Hawkins dalam bukunya Creating Through Dance, berpendapat bahwa penciptaan tari ditempuh melalui tiga tahap yaitu eksplorasi (exploration), improvisasi (improvisation), dan pembentukan (forming).8
3.1. Tahap Penjajagan (Exploration)
Tahap penjajagan merupakan tahap awal dalam berkarya yaitu melalui pemikiran yang jernih dan perenungan yang mendalam tentang gagasan yang diinginkan. Tahap ini dilakukan pada bulan November 2012 dimulai dengan
8 Y. Sumandiyo Hadi. 1990, Mencipta Lewat Tari (Terjemahan Buku Creating Through Dance karya Alma M. Hawkins). Yogyakarta: Institut Seni Indonesia, p. 27-46.
14
mencari acuan pedoman tertulis maupun tidak tertulis serta mencari ide yang akan diangkat dalam garapan tari kreasi palegongan Kapalanang Smara
Tahap ini sudah dilaksanakan sejak perkuliahan koreografi VI pada semester VII. Setiap perkuliahan koreografi mahasiswa diminta untuk bisa menciptakan karya seni berupa karya tari. Hal ini bertujuan untuk mengasah dan menggali ide-ide baru dalam penciptaan karya seni untuk mempermudah pada saat Tugas Akhir (TA). Dampaknya yaitu sebelum penyusunan Tugas Akhir (TA), penata sudah mampu memunculkan ide baru dalam menciptakan karya seni berupa tari kreasi baru palegongan, akan tetapi dibutuhkan keyakinan dan pemikiran yang sangat mendalam untuk memantapkan ide berdasarkan kemampuan serta kemauan yang penata miliki sebagai dasar utama dalam proses penggarapannya.
Setelah mendapat keyakinan serta pemikiran yang kuat, maka penata mulai menentukan ide garapannya. Ide garapan ini diperoleh dari pengamatan secara langsung pada bulan-bulan sebelumnya. Cerita ini mendapat inspirasi dari kehidupan nyata burung-burung Titiran, ketika suatu kebetulan penata berada di sebuah sungai, dimana di daerah tersebut merupakan bekas galian C yang bernama Tukad Unda, terletak di Kabupaten Klungkung pada tanggal 16 September 2012. Pada sore hari di hamparan aliran sungai yang berisi pepohonan yang cukup banyak, secara tidak sengaja penata melihat beberapa burung Titiran, dari semua burung Titiran yang turun, ada sepasang burung Titiran yang selalu berdekatan, sepasang burung Titiran (Perkutut) hinggap di pinggir sungai yang tenang untuk meminum air. Sambil meminum air, kedua pasangan burung tersebut berkasih kasihan dengan isyarat dan bahasa yang mungkin hanya
dimengerti oleh mereka. Ketika sedang asik bermain dan berkasih-kasihan, tiba- tiba sepasang burung itu dikejutkan oleh datangnya seekor burung Titiran lain yang hendak memisahkan mereka. Salah satu pasangan burung mulai marah dan mengusir burung penggangu tersebut. Akhirnya burung pengganggu meninggalkan mereka dan pasangan tersebut terbang mencari tempat lain yang aman dan nyaman.
Dari pengalaman yang penata lihat secara langsung, akhirnya diputuskan mengangkat sebuah kisah tentang burung Titiran (Perkutut), untuk diangkat menjadi sebuah garapan tari kreasi palegongan. Selain itu juga ditempuh dengan cara melakukan pendekatan dan berdiskusi dengan beberapa seniman dan mencari informasi-informasi yang berhubungan dengan burung Titiran (Perkutut). Melihat keunikan burung Titiran (Perkutut) yang alami, dengan gerak-geriknya tenang tapi lincah, diperlukan eksplorasi yang lebih mendalam. Penata memutuskan untuk mewawancarai pecinta burung Titiran (Perkutut) sekaligus pengembangbiakan burung Titiran (Perkutut). Pada kesempatan yang bersamaan, penata juga mengamati burung Titiran (Perkutut) secara langsung di tempat pengembangbiakan. Tekhnik ini dilakukan sebagai upaya untuk dapat mengimajinasikan sekaligus mentransfer gerak gerik dari burung Titiran ke dalam gerak tari. Dalam perkembangannya, penata kembali mempersiapkan segala aspek yang berkaitan dengan proses garapan seperti penentuan ide, tema, bentuk garapan, kostum dan iringan. Setelah itu, penata mencoba mencari sumber-sumber yang ada kaitannya dengan burung Titiran (Perkutut), salah satunya yaitu mengadakan wawancara langsung dengan pecinta sekaligus peternak burung Titiran (Perkutut) yang bernama I Wayan Sumantra di Banjar Kawan Bangli, pada
bulan November 2012. Hal ini dapat membantu penata untuk menambah informasi sekaligus inspirasi untuk menggarap tari kreasi baru Kapalanang Smara.
Tari Kapalanang Smara ditarikan oleh lima orang penari wanita termasuk penata sendiri. Melalui proses penjajagan, penata berusaha mencari 4 orang pendukung tari dengan beberapa pertimbangan seperti mempunyai postur tubuh yang sama, kualitas gerak dan karakter gerak yang seimbang dengan penata.
Disamping itu kesanggupan meluangkan waktu untuk mengikuti latihan sangat diperlukan agar tidak menghambat jalannya latihan. Setelah mendapatkan 4 pendukung tari yang sesuai dengan pertimbangan penata, yaitu mahasiswa dari semester II sebanyak 1 orang dan dari semester IV sebanyak 3 orang yang semuanya mahasiswa ISI Denpasar. Selanjutnya penata mencari seorang penata tabuh, yang penata percayakan untuk iringan musik yang sesuai dengan suasana dan cerita yang diangkat dalam mendukung ujian Tugas akhir. Penggarap musik tari Kapalanang Smara penata percayakan kepada I Ketut Sujena, S.Sn yang merupakan alumni ISI Denpasar pada tahun 1998, dengan pendukung karawitan berasal dari Banjar Binoh Kaja, Denpasar.
Hal-hal lain yang perlu dipersiapkan dalam tahap penjajagan, yaitu gerak, kostum, dan penentuan jadwal latihan. Di samping persiapan terkait dengan garapan dan persiapan mental, persiapan secara niskala juga perlu dilakukan yaitu upacara di Bali yang biasa disebut nuasen, dengan mencari hari baik menurut kepercayaan orang Bali agar mendapatkan keselamatan, taksu, dan kekuatan dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Nuasen (mencari hari baik) dilakukan pada hari Sabtu tanggal 7 Maret 2013 di Pura Padmasana Ardhanareswari ISI Denpasar.
Tabel 1
Tahap Penjajagan (Eksplorasi) Bulan November dan Desember 2012 Periode
Waktu per Minggu
Kegiatan / Usaha yang
dilakukan Hasil yang didapat Minggu I
(November)
Pengonsepan ide dengan melakukan observasi berbagai karya tari kreasi.
Menemukan ide untuk menggarap tari kreasi palegongan.
Minggu II (November)
Masih mencari tambahan ide, dengan mengamati tari
Legong dengan tujuan melestarikan tari Legong itu sendiri.
Menemukan tambahan ide untuk menggarap tari kreasi palegongan dengan dasar pertimbangan dapat melestarikan tari Legong dan jenis tari yang sering ditarikan.
Minggu III (November)
Mempertimbangkan ide cerita yang akan diangkat,
melakukan diskusi dengan beberapa seniman dan alumni ISI Denpasar.
Disarankan untuk dapat mengangkat cerita dari kisah nyata, mengingat burung Titiran (Perkutut) merupakan burung yang hidup di alam bebas.
Minggu IV (November)
Merenungkan alur cerita yang baik untuk digarap sebagai sebuah karya seni tari.
Ditetapkan alur atau bagian cerita ketika burung Titiran (Perkutut) mulai diganggu oleh burung lain dan kesetian burung tersebut mulai di uji.
Minggu I (Desember)
Memantapkan ide dengan mencari beberapa referensi berupa buku bacaan yang terkait dengan karya seni yang akan digarap.
Mendapatkan beberapa pemahaman dan pengertian dalam memperjelas arah dan tujuan dari ide yang akan digarap.
Minggu II (Desember)
Memantapkan ide dan konsep yang ditetapkan per bagian, kemudian nantinya akan diberikan kepada penata iringan.
Memikirkan gamelan yang akan digunakan sebagai iringan tari.
Menetapkan penata iringan yang penata percayakan kepada I Ketut Sujena, S.Sn, alumni ISI Denpasar yang berasal dari Banjar Binoh Kaja, Denpasar.
Minggu III (Desember)
Melakukan diskusi dengan seniman karawitan di daerah Binoh Kaja, Denpasar sekaligus meminta bantuan untuk menggarap iringan tari.
Mengumpulkan teman-teman karawitan dengan usia muda untuk memohon kesediaan waktunya membantu proses penggarapan karya seni ini.
Memberikan alur cerita dan konsep yang telah disusun per bagian kepada penata iringan tari.
Menetapkan Gamelan palegongan sebagai iringannya.
Ditetapkan beberapa seniman karawitan dan untuk latihan iringan dilakukan di Banjar Binoh Kaja, Denpasar.
Ada beberapa masukan yang diberikan berkaitan dengan cerita yang akan digarap.
Minggu IV (Desember)
Mencari dan menetapkan pendukung tari.
Menetapkan empat orang penari wanita yang memiliki kemampuan menari yang baik.
3.2 Tahap Percobaan (Improvisation)
Tahap percobaan merupakan langkah kedua dalam proses kreativitas, pada fase ini penata mencoba-coba bergerak sesuai dengan karakter burung tanpa diiringi dengan musik iringan, namun dalam pencarian gerak penata hanya menggunakan hitungan. Selain itu penata juga menonton seni pertunjukan yang terkait dengan karya tari terutama tari palegongan. Hal ini akan merangsang penata dan memberikan inspirasi dalam menemukan motif-motif gerak baru untuk digunakan dalam garapan ini. Motif gerak dipilih kemudian dimodifikasi dengan gerak baru sesuai dengan karakter yang akan diangkat. Semakin banyak penata bergerak dengan bebas, maka semakin banyak motif gerakan yang didapatkan walaupun gerakan tersebut belum disusun sedemikian rupa. Penata juga selalu mencoba melihat, dan membayangkan burung Titiran di sangkar maupun di alam bebas untuk dapat dihayati serta dirasakan agar dapat mentransformasikannya dalam gerak tari.
Gerakan-gerakan ini dirangkai menjadi jalinan gerak yang sebelumnya telah diseleksi dan dipertimbangkan terlebih dahulu. Dalam hal ini, penata menemukan integritas, dan kesatuan dalam berbagai percobaan, namun juga harus tetap mempertahankan identitas maupun karakter garapan itu sendiri. Rangkaian gerak kemudian disesuaikan dengan musik iringan yang telah digarap, karena seperti yang diketahui tari Legong mengandung arti gerakan yang sangat diikat (terutama aksentuasinya) oleh gamelan yang mengiringinya. 9
Pada proses ini, gerakan dicoba agar menyatu dengan musik iringan walaupun terkadang ada gerakan yang tidak sesuai dengan musik iringan. Bagi
9 I Wayan Dibia, 1999, Selayang Pandang Seni Pertunjukan Bali, Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia dan arti.line, p. 37.
penata, musik dapat merangsang munculnya gerak-gerak baru dan memberikan inspirasi terbentuknya jalinan kesatuan antara gerak dan pengiringnya. Penata sesering mungkin hadir ke tempat latihan penabuh sehingga penata dapat memahami dan merasakan iringan musik dengan baik. Hal ini dilakukan agar proses penggarapan tari dan tabuh dapat berjalan dengan baik dan sesuai harapan.
Bimbingan-bimbingan juga perlu dilakukan dalam proses penggarapan agar mendapat saran-saran untuk kesempurnaan garapan tari yang diwujudkan, dan sudah dimulai sejak mendapatkan mata kuliah Koreografi VI di semester VII.
Tabel 2
Tahap Percobaan (Improvisasi) Bulan Pebruari dan Maret 2013
Periode Waktu per
Minggu
Kegiatan / Usaha yang
dilakukan Hasil yang didapat Minggu II
(Pebruari)
Mencoba dan membentuk motif gerak sesuai dengan jalan cerita yang dapat dijadikan sebagai agem pokok dalam tari kreasi palegongan ini secara individual untuk
menunjukkan ciri khasnya.
Menuangkan ide dan konsep yang akan digarap
Beberapa bentuk gerak yang digunakan sebagai agem pokok yang dikreasikan, motif gerak pangrangrang dan papeson
Terbentuknya bagian pangrangrang dan papeson
kepada pendukung tari.
Mengumpulkan pendukung tari dan melakukan latihan pertama di Kampus ISI Denpasar.
Melakukan latihan iringan untuk melanjutkan bagian pangawak
Minggu III (Pebruari)
Menuangkan ide dan mencari bagian pangawak
Garapan masih tetap pada tahap pencarian pangawak.
Minggu I (Maret)
Melakukan latihan pendukung tari pada bagian pangawak.
Mendengarkan kembali bagian iringan yang telah direkam secara berulang- ulang, untuk diisi ruang gerak yang sesuai dengan ritme dan angsel dari iringan yang digarap.
Terbentuknya bagian pangawak.
Beberapa motif gerak yang sesuai dengan ritme dan angsel pangawak.
Minggu III (Maret)
Melakukan latihan iringan untuk bagian pangecet dan
Terbentuknya bagian pangecet dan pangetog.
pangetog.
Melakukan latihan dengan pendukung tari pada bagian pangecet dan pangetog.
Terbentuknya bagian pangecet dan pangetog.
Minggu I (April)
Melakukan latihan iringan untuk bagian pasiat dan pakaad.
Melakukan latihan dengan pendukung tari pada bagian pasiat dan pakaad.
Terbentuknya bagian pasiat dan pakaad.
Terbentuknya bagian pasiat dan pakaad.
Minggu II (April)
Latihan untuk mengingat kembali bagian
pangrangrang, papeson, pangawak, pangecet, pasiat, dan pakaad.
Latihan iringan untuk memantapkan secara keseluruhan bagian.
Melakukan latihan dengan
Terbentuknya seluruh bagian dari garapan ini.
Beberapa perbaikan untuk penyempurnaan iringan baik dari segi ritme dan angsel.
Terbentuknya seluruh
pendukung tari, mengingat bagian pangrangrang, papeson, pangawak, pangecet, pasiat, dan pakaad.
bagian dari garapan ini.
3.3 Tahap pembentukan (Forming)
Tahap pembentukan merupakan tahapan akhir dari proses kreativitas.
Segala hasil yang diperoleh baik diproses penjajagan maupun proses percobaan akan ditata dan disempurnakan pada tahap ini. Penata juga harus memikirkan kesesuaian bentuk tari yang digarap dengan hal-hal mendasar yang ada dalam tarian, seperti gerak, ekspresi, irama, ruang, dan waktu.
Proses ini dilakukan secara bertahap dengan menjelaskan kepada pendukung mengenai ide dan konsep dari garapan palegongan, agar mereka mengetahui dan memiliki bayangan tentang cerita yang akan digarap. Hal ini bertujuan untuk memberikan wawasan kepada pendukung agar lebih mudah dalam berekspresi sesuai dengan karakter yang akan dibawakan.
Pada tahap pembentukan, juga dilakukan percobaan terhadap kostum, dan penentuan kecocokan kostum dengan warnanya agar dapat diketahui terganggu atau tidaknya gerakan saat menari, serta mengetahui kesesuaian efek dari tata lampu terhadap warna kostum tersebut. Setelah garapan tari kreasi palegongan ini terbentuk, latihan dilakukan secara lebih rutin untuk mendapatkan hasil semaksimal mungkin. Setiap proses latihan, akan dilakukan penyeragaman gerak serta pembentukan pola lantai. Dengan melakukan pemantapan pada setiap
gerakan, penyatuan rasa gerak dan ekspresi dari dalam dengan musik pengiring pada setiap adegan, serta mencari kekompakan, sehingga dapat terwujud garapan yang benar-benar utuh. Proses latihan akan sesering mungkin dilakukan di Gedung Natya Mandala, agar para penari terbiasa dengan pola lantai di panggung tersebut.
Selama proses kreativitas berlangsung, banyak hambatan dan halangan yang penata rasakan. Adapun hambatan yang masih ditemui antara lain adalah sulitnya menyamakan kualitas gerak serta ekspresi yang harus diwujudkan dalam sebuah garapan kelompok yang menuntut kekompakan. Kedisiplinan waktu beberapa pendukung yang masih kurang, karena selain mendukung mereka juga mempunyai kesibukan yang berbeda-beda, disamping itu mereka juga harus mengikuti studinya masing-masing.
Dibalik hambatan tersebut banyak faktor yang mendukung kelancaran proses penggarapan ini, antara lain adanya dukungan moral dan juga tenaga, serta kesanggupan pendukung yang merupakan motivasi penata untuk lebih semangat dalam berkarya. Kemampuan pendukung yang begitu cepat menerima setiap gerakan yang diberikan, dan dukungan penata karawitan dan pendukungnya yang kompak serta menampakkan rasa simpati dengan menyelesaikan iringan sesuai waktu yang diinginkan.
Perbaikan selalu didapatkan selama proses tersebut berlangsung melalui bimbingan-bimbingan yang terus dilakukan dengan dosen pembimbing. Hasil dari proses perbaikan dan bimbingan inilah yang digunakan untuk menyempurnakan dan sangat bermanfaat bagi penggarapan tari kreasi palegongan ini agar keutuhan garapan dapat diwujudkan.
Tabel 3
Tahap Pembentukan (Forming) Bulan April dan Mei 2013
Periode Waktu per
Minggu
Kegiatan / usaha yang dilakukan
Hasil yang didapat
Minggu III (April)
Melakukan latihan dengan pendukung tari pada bagian keseluruhan dan
memantapkan gerak serta pola lantai.
Latihan pendukung iringan untuk memantapkan keseluruhan iringan dan memperbaiki beberapa bagian yang dirasa perlu dirubah.
Terbentuknya keseluruhan bagian garapan
Beberapa perbaikan untuk penyempurnaan wujud garapan menjadi lebih baik.
Minggu IV(April)
Latihan dengan pendukung tari, mengkompakkan gerak tangan, kipas, dan lainnya yang berhubungan dengan gerak rampak.
Beberapa penyempurnaan dari segi angsel dan agem agar rasa dari tarian tersebut sama dengan pendukung.
Minggu I Latihan dengan pendukung Mendapatkan beberapa
(Mei) tari untuk mencari ekspresi yang diinginkan sesuai dengan konsep dan isi cerita.
penyempurnaan garapan dari segi ekspresi.
Minggu II (Mei)
Menghaluskan garapan yang sudah jadi secara kasar dengan mencari rasa gerak, penghayatan gerak dan penghayatan terhadap musik yang dilakukan di Panggung Natya Mandala.
Melakukan latihan bersama pendukung tari dan
pendukung iringan.
Latihan pemantapan dan penyempurnaan garapan dengan menggunakan lighting dan stage crew di Panggung Natya Mandala.
Garapan terwujud tanpa lighting.
Terjadi keharmonisan atau kesatuan bentuk gerak tari dengan iringannya
Garapan telah dapat dibawakan sesuai dengan konsep yang diangkat.
Minggu III (Mei)
Pelaksanaan gladi bersih.
Minggu IV (Mei)
Pelaksanaan ujian tugas akhir.
BAB IV WUJUD GARAPAN
Wujud merupakan salah satu bagian dari tiga elemen karya seni (wujud, isi/bobot, dan penampilan), serta menjadi elemen dasar yang terkandung dalam karya seni. Wujud adalah sesuatu yang dapat secara nyata dipersepsikan melalui mata atau telinga atau secara abstrak yang dapat dibayangkan atau dikhayalkan. 10
4.1 Deskripsi Garapan
Kapalanang Smara merupakan sebuah bentuk tari kreasi palegongan yang dikembangkan dari tari klasik Legong yang kemudian diubah dari segi ceritanya, kostum, struktur garapan, motif gerakan maupun dari segi iringan, tetapi tetap memperhatikan karakteristik dan ciri khas dari tari klasik Legong tersebut.
Garapan ini mengambil tema tentang kesetiaan, membentuk kelompok yang ditarikan oleh 5 orang penari wanita, dengan mengangkat sebuah cerita kisah sepasang burung Titiran (Perkutut) yang sedang memadu kasih. Suasana alam yang bebas dengan gemericik air sungai yang mengalir membuat pasangan burung Titiran tersebut sangat menikmati apa yang diperolehnya. Sesekali pasangan burung menghampiri pinggir sungai untuk meminum air dan membasahi tubuhnya. Namum secara tiba-tiba datang seekor burung yang mulai membuat pasangan burung Titiran (Perkutut) itu merasakan kondisi yang tidak nyaman.
Mendapat gangguan dari burung yang lain, pasangan burung tersebut mulai sedikit demi sedikit memunculkan perlawanan. Akhirnya demi mempertahankan hubungan, salah satu burung berkelahi dengan burung pengganggu dan akhirnya
10A. A. M. Djelantik, 1999, Estetika Sebuah Pengantar, Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia (MSPI), p. 17.
29
burung pengganggu kabur dan sepasang burung Titiran (Perkutut) mencari tempat lain yang aman dan nyaman. Tema inilah yang harus disesuikan dengan struktur garapannya agar menjadi satu kesatuan yang utuh. Struktur garapan tari kreasi palegongan Kapalanang Smara (Perkutut) yaitu pangrangrang, papeson, pangawak, pangecet, pangetog, pasiat, pakaad. Gerakan-gerakan yang dipergunakan dalam tari kreasi Palegongan Kapalanang Smara adalah pengembangan dari gerak-gerak tari Legong, seperti agem, dan angsel gerak yang muncul berdasarkan inspirasi penata sendiri. Tentunya dalam hal ini, penata menginginkan motif gerakan yang dipergunakan dalam garapan dapat berbeda dari gerak-gerak Legong yang telah ada sebelumnya.
Pesan yang ingin penata sampaikan dalam garapan tari kreasi palegongan Kapalanang Smara adalah kesetiaan. Pada hakekatnya setiap manusia sudah memiliki jalan hidup masing-masing, baik rejeki dan jodoh. Manusia dikodratkan untuk saling setia terhadap pasangannya, namun di zaman mordernisasi saat ini, hal tersebut mulai menyimpang dengan banyaknya pasangan yang sudah mengikat janji melalui proses pernikahan dirusak dengan adanya perselingkuhan. Dari foneomena tersebut penata mengangkat cerita ini agar setiap pasangan mulai sadar akan pentingnya kesetiaan. Binatang kecil seperti burung yang pada dasarnya tidak memiliki idep (pikiran) mempunyai rasa memiliki dan setia terhadap pasangan. Sedangkan manusia yang hakekatnya mempunyai pemikiran, kadang- kadang perilakunya menyimpang dan dikalahkan oleh binatang. Dari garapan ini mudah-mudahan pesan yang ingin disampaikan tentang kesetiaan bisa dimengerti oleh penonton dan bisa diterapkan dalam suatu hubungan.
Durasi waktu yang digunakan dalam garapan tari kreasi Palegongan Kapalanang Smara adalah kurang lebih 12 menit 30 detik, yang disajikan di panggung proscenium Gedung Natya Mandala ISI Denpasar. Berdasarkan durasi waktu yang digunakan, diharapkan garapan ini dapat tampil secara utuh, adanya suatu komunikasi, dan dapat dinikmati penontonnya.
Dalam penampilannya, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam garapan ini seperti tata rias dan busana, properti, serta iringan tari yang digunakan.
Kostum yang digunakan dalam garapan ini adalah konsep tradisi yang tidak berlebihan, dengan tujuan agar kostum nantinya tidak mengganggu ruang gerak penari. Kostum garapan ini menggunakan ciri khas palegongan yang telah ada, namun ada beberapa bagian yang diberi inovasi seperti motif dan warna agar dapat menampilkan nuansa baru. Tata rias yang digunakan dalam garapan ini adalah tata rias panggung putri halus. Warna kostum yang dominan digunakan dalam garapan ini adalah warna orange, hitam, abu-abu dan putih. Penggunaan warna ini disesuaikan dengan warna dari burung Titiran, tetapi sudah dimodifikasi. Selain itu, properti yang digunakan dalam garapan ini yaitu kipas, yang telah menjadi ciri khas dari tari palegongan.
Untuk memperkuat suasana yang ada dalam garapan tari Kapalanang Smara ini, tentu ada musik pengiringnya. Dalam garapan Kapalanang Smara ini diiringi oleh seperangkat gamelan palegongan untuk mendukung suasana yang terdapat dalam garapan. Iringan tari Kapalanang Smara ini ditata oleh I Ketut Sujena, S.Sn dan pendukung karawitan dari Banjar Binoh Kaja Denpasar. Penata kostum dalam garapan ini adalah I Wayan Balik Maharsa.
4.2 Analisa Pola Struktur
Garapan tari kreasi palegongan Kapalanang Smara ini terbagi menjadi 7 bagian. Pembagian ini dilakukan untuk mempermudah penggambaran dan penghayatan garapan, sehingga penonton mengerti maksud maupun pesan yang disampaikan. Adapun struktur tarinya terdiri dari pangrangrang, papeson, pangawak, pangecet, pangetog, pasiat, pakaad. Untuk lebih jelasnya, diuraikan sebagai berikut.
1. Pangrangrang
Pada bagian pangrangrang penata menggambarkan 2 ekor burung Titiran (Perkutut) yang memadu kasih dan menunjukkan kesetiaan terhadap pasangannya. Adapun gerak tari yang terdapat pada bagian ini, yaitu : Kedua penari melakukan gerakan putar di tempat, dan tiga penari datang dari wing kanan dengan gerakan nyregseg dan menghadap ke pojok bersimpuh dan melakukan gerakan ngotag. Kelima penari menghadap ke pojok kiri depan, dengan posisi diagonal kelima penari melakukan gerakan ngegol sambil memegang lamak. Dua penari nyregseg kesamping kanan dan kiri, tiga penari lagi melakukan gerakan yang sama yaitu nyregseg.
2. Papeson
Pada bagian papeson penata menggambarkan keelokan dari burung Titiran (Perkutut) yang sangat lincah. Aktivitas burung Titiran (Perkutut) sehari- hari yaitu berkicau, nyiksik bulu, mandi, bercengkrama dengan burung yang lain sebangsanya. Adapun gerak-gerak yang digunakan pada bagian ini, yaitu: Kelima penari melakukan gerakan kompak angkat kiri, ngeseh, kipas berada di atas, tangan kanan kemudian di bawah ke atas kepala, dan
lurus ke samping kanan, kaki kanan di silang gerakan ini diulang 2x, putar di tempat, tayung kaki kiri, nyregseg, miles kanan, agem kanan, naik turun, ngelier, nyeledet tengah pojok, maju kaki kanan, kipas di atas kepala, ngelier, nyeledet, turun 2x, kedua tangan lurus ke depan, kaki kiri mundur, nyegut, miles kiri, kipas kearah pojok, nyegut, angkat kaki kanan, badan mengarah ke pojok kiri, dengan posisi kipas di depan dada, dengan gerakan kipas naik turun 2x, tangan di buka, ngelier, nyeledet kiri badan ke pojok kanan, kipas menghadap ke pojok kanan, ngeseh, sogok kiri, muter kanan.
3. Pangawak
Bagian pangawak penata menggambarkan burung Titiran (Perkutut) yang sedang bermain-main dengan sesama burung Titiran (Perkutut).
Beterbangan kesana kemari dengan riangnya sambil sesekali bercengkrama dengan temannya. Adapun gerak tari yang terdapat pada bagian ini, yaitu : Ngotag, ngeliput, lurus tangan kiri, tangan kanan mengarah ke samping kanan, tangan kiri di depan dada, panjang tangan kiri, tayung kiri, nyregseg kanan putar ditempat, nyalud kanan, agem kanan, uluwangsul, badan naik, posisi kipas menghadap ke pojok kanan, sogok kanan, miles kiri, tangan keduanya ke pojok kiri, tangan ke samping kiri, ngeseh, rebah kanan, tayung kiri, tangan kiri di atas kepala, nyeledet kiri, ngotag, kipek pojok kanan, ngeliput, miles kanan, kipek kiri, miles kiri, tangan kiri di atas kepala, tangan kanan menghadap ke pojok kanan, sogok, lihat tangan kiri, nyeleog, tangan kanan berada di samping kepala,
angkat kiri, maju kanan, tangan kiri berada di samping kepala, tangan kanan turun, ngeliput kanan, ngeliput kiri, maju kanan, maju kiri, putar.
4. Pangecet
Pada bagian pangecet penata menggambarkan 1 burung pengganggu yang mulai tidak suka melihat kemesraan dari sepasang burung Titiran (Perkutut), dan ingin memisahkannya. Adapun gerak tari yang terdapat pada bagian ini, yaitu : Kelima penari melakukan gerakan maju kaki kanan, tangan keduanya ditekuk, tutup kaki kiri, ngambil sayap, nyeleog kanan, nyeleog kiri, maju kaki kanan, sogok kiri, sledet 2x, ngegol kanan, ngegol kiri pandangan ke pojok kanan, pojok kiri, puter kanan, sledet kiri, nyegut, ngegol, sogok kanan, nyregseg.
5. Pangetog
Pada bagian pangetog menggambarkan salah satu pasangan burung Titiran (Perkutut) mulai marah karena diganggu oleh burung Titiran lain. Adapun gerak tari yang terdapat pada bagian ini, yaitu : Kedua penari melakukan gerakan angkat kaki kiri, ngeseh, miles kanan, rebah badan ke kanan, miles kiri, tangan kiri di pojok kanan atas rebah kanan, rebah kiri, putar dengan arah yang berlawanan.
6. Pasiat
Pada bagian pasiat penata menggambarkan perkelahian antara salah satu burung Titiran (Perkutut), dengan burung Titiran lain yang bukan pasangannya. Adapun gerak tari yang terdapat pada bagian ini, yaitu : Tangan kanan berada di atas, dan tangan kiri berada di bawah sambil memegang sayap. Kedua sayap di ambil, kemudian terbang, satu penari di
bawah, dan penari yang satu di atas, putar dan satu penari terjatuh dan melakukan gerakan ulap-ulap. Ketiga penari ke belakang sambil terbang dan memegang sayap sambil sesekali menengok ke depan. Ketiga penari terbang sambil menyerang burung yang berada di pojok kanan, burung tersebut akhirnya terjatuh.
7. Pakaad
Dibagian pakaad penata menggambarkan kesetiaan sepasang burung Titiran (Perkutut) walaupun mendapat gangguan dari burung Titiran yang lain, namun burung tersebut tetap mempertahankan kesetiaannya. Adapun gerak tari yang terdapat pada bagian ini, yaitu : Kelima penari melakukan gerakan kompak ngotag, sambil ngeliput kipas, panjang tangan kiri, kipas menghadap ke samping kanan, panjang kiri, tayung kaki kiri, ngeliput sambil putar.
4.3 Analisa Estetik
Estetik merupakan nilai keindahan yang terkandung dalam suatu karya seni, karena dalam menikmati suatu karya seni, juga melihat keindahannya selain pada konsep yang diterapkan. Suatu karya seni yang disertai dengan keindahan akan membuat penikmatnya merasa senang dan nikmat saat melihatnya, bahkan dapat merasa kelangen. Setiap karya memiliki nilai keindahan yang berbeda, demikian pula dengan penikmatnya yang memiliki nilai keindahan berbeda sesuai dengan pengalaman estetis masing-masing. Unsur-unsur keindahan dalam suatu karya seni meliputi wujud, bobot atau isi dan penampilannya. 11 Selain itu,
11 A.A.M. Dejelantik, 1999, Estetika Sebuah Pengantar, Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia Hal 17.
unsur estetik dalam suatu karya seni terdapat keutuhan, penonjolan, dan keseimbangan.
Terkait dengan garapan tari kreasi palegongan Kapalanang Smara tetap mempertahankan ciri khas dan keunikan yang menjadi identitas dari garapan tari kreasi palegongan ini.
Wujud garapan tari Kapalanang Smara terdiri dari bentuk dan struktur garapan. Garapan ini berbentuk tari palegongan kreasi yang terdiri dari 5 orang penari wanita, Garapan ini memiliki 7 bagian struktur yaitu pangrangrang, papeson, pangawak, pangecet, pangetog, pasiat, pakaad.
Penampilan adalah penyajian garapan yang disajikan, didalam penampilan ada tiga unsur yang berperan yaitu bakat, keterampilan dan sarana. Bakat dan keterampilan adalah unsur yang sangat menunjang dalam garapan. Untuk menghasilkan nilai yang baik perlu adanya latihan berulang-ulang untuk mencapai hasil yang maksimal. Bakat dan keterampilan penari sangat diperlukan untuk memperoleh hasil yang baik. Dengan demikian penata memilih pendukung tari yang memiliki bakat dan keterampilan sesuai dengan kebutuhan garapan, serta kemampuan yang seimbang dengan penata. Walaupun demikian, perlu dilakukan latihan secara berkesinambungan dan intensif agar rasa yang dimiliki masing-masing penari setara.
4.4 Analisa Simbol
Simbol merupakan media penting sebagai penghubung atau jalinan suatu komunikasi dalam sebuah garapan tari yang dapat dipergunakan untuk menyampaikan maksud tertentu kepada penikmatnya. Dalam seni tari, biasanya terdapat beberapa simbol yang digunakan untuk menyampaikan maksud tertentu
kepada penonton, baik dalam simbol gerak yang mampu menggambarkan karakter dan jenis tari yang dibawakan maupun warna kostum yang digunakan, mampu memperlihatkan karakter tari serta makna warna kostum yang terkait dengan isi garapan.
Untuk dapat menikmati karya seni biasanya lebih mengutamakan nilai keindahan, sehingga sebagai seorang seniman harus mampu menampilkan nilai keindahan tersebut. Adapun unsur-unsur keindahan pada karya seni meliputi wujud, bobot dan penampilan.12
Garapan tari Kapalanang Smara ini akan menggunakan beberapa simbol gerak yang memiliki makna yang dapat dijadikan ciri khas. Adapun simbol tersebut seperti: Sikap kedua tangan dengan posisi yang berbeda mencerminkan seekor burung. Gerakan meloncat mencerminkan karakter burung Titiran (Perkutut) yang lincah dan enerjik. Pada gerakan nyrigsig mencerminkan kepiawaian burung saat beterbangan.
4.5 Analisa Materi
Suatu karya seni mengandung beberapa materi yang menjadi media penampilannya, seperti gerak, desain koreografi, dan properti yang digunakan.
Ketiga hal tersebut memiliki keterkaitan antara yang satu dengan yang lainnya, sehingga saling mendukung dalam penyajiannya. Perbendaharaan gerak pada tari kreasi palegongan Kapalanang Smara sudah terdapat pengembangan sesuai kebutuhan garapan sebagai hasil adanya rangsangan kreatif yang muncul dari
12Dr. A.A.M. Djelantik, 1990. Pengantar Dasar Ilmu Estetika. Sekolah Tinggi Seni Indonesia, Daenpsar.
dalam diri penata. Perbendaharaan gerak dalam garapan ini diharapkan dapat menjadi satu kesatuan yang utuh agar garapan dapat terlihat menarik.
Karya seni tari tidak pernah lepas dari gerak yang merupakan media penuangan dari penatanya. Terkait dengan garapan kreasi palegongan Kapalanang Smara ini terdapat beberapa motif gerak yang diambil dari gerak-gerak dasar tari Legong Kraton yang dikembangkan sesuai dengan konsep yang dipakai. Tari Kapalanang Smara adalah tari kreasi palegongan yang didalam penggarapannya masih berpijak dari pola-pola tradisi yang dikreasikan. Motif-motif gerak yang digunakan adalah sebagi berikut.
a. Agem : sikap atau pokok dalam tari Bali yang dilakukan dengan membusungkan dada ke depan dan perut dikempiskan.
b. Ngelier : gerakan perputaran dagu ke kanan atau ke kiri secara halus dan diikuti oleh gerakan mengecilkan salah satu mata.
c. Nyeledet : gerakan mata kekiri dan kekanan disertai dengan gerakan dagu dan kepala.
d. Nyegut : gerak mata disertai dengan gerakan kepala dengan mengerutkan kedua alis, pandangan jatuh ke bawah dan kembali ke atas dengan ekspresi tajam.
e. Makipekan : gerakan kepala menoleh kesamping seperti memalingkan muka.
f. Ngeed : posisi badan dengan level rendah setara dengan lutut yang ditekuk.
g. Ulu Wangsul : gerakan leher ke kanan dan ke kiri, dilakukan dengan lambat.
h. Ngumbang : gerakan peralihan dengan berjalan ngegol, berjalan mengikuti pukulan kajar, diikuti gerakan kepala.
i. Nyregseg : gerakan kaki yang dijinjit dalam posisi merendah dan bergeser ke kanan dan ke kiri secara cepat.
j. Ileg-ileg : gerakan leher diikuti gerakan kepala ke kanan dan ke kiri, dilakukan dengan cepat.
k. Ngekes : posisi tangan memegang kipas yang terbuka, ujung kipas menyentuh buah dada kanan
l. Ngepel : posisi tangan memegang kipas yang terbuka dengan cara dikepal.
m. Ngeliput : gerakan tangan yang terfokus pada pergelangan tangan, kipas memutar ke luar dan ke dalam.
n. Ngiluk : posisi tangan memegang kipas yang terbuka dengan melekukkan pergelangan tangan ke dalam, sehingga ujung kipas menyentuh buah dada kanan.
o. Ngegol : gerakan mengangkat kaki kanan atau kiri secara bergantian dalam posisi tubuh merendah, sehingga diikuti oleh gerakan pinggul dan kepala yang searah dengan gerakan kaki.
p. Ngelo : gerakan badan yang melengkung ke kanan dan ke kiri secara bergantian.
q. Ngeseh : gerakan memutar pundak atau bahu secara cepat.
r. Miles : gerakan kaki yang digunakan untuk merubah posisi agem.
s. Ngisi lamak : Tangan kiri memegang lamak dalam posisi ditekuk dan diangkat sampai setinggi dada.
4.5.1 Desain Koreografi
Mewujudkan suatu garapan tari yang berkualitas, tidak hanya menggunakan dan memikirkan gerakan, namun juga perlu dipikirkan mengenai desain koreografi yang digunakan. Garapan tari kreasi palegongan Kapalanang Smara termasuk dalam komposisi tari kelompok, dengan fondasi pokoknya yaitu desain lantai.13 Desain yang dimaksud, yaitu :
1. Desain serempak (unison)
Desain serempak atau unison merupakan desain yang mengutamakan kekompakan, kebersamaan atau keseragaman. Desain ini dipergunakan pada setiap bagian dalam garapan tari kreasi palegongan Kapalanang Smara.
2. Desain bergantian (canon)
Desain bergantian atau canon merupakan desain yang dilakukan secara bergantian antara penari satu dengan penari lain secara susul-menyusul.
Desain ini ada pada setiap bagian dalam garapan tari kreasi palegongan Kapalanang Smara .
3. Desain terpecah (broken)
Desain terpecah atau broken merupakan desain yang memberikan kesan ketidakberaturan yang penarinya melakukan gerakan antara penari satu dengan penari lainnya tidak sama dan arah berbeda dengan kesan kacau.
4. Desain berimbang (balanced)
13Soedarsono, 1986, Elemen-Elemen Dasar Komposisi Tari (terjemahan dari Dances Composition, the Basic Elements oleh La Meri), Yogyakarta: Lagaligo, p. 113.