BAB V ANALISIS DATA
V.1 Implementasi Program Larasita (Layanan Rakyat Untuk Sertifikasi Tanah)
V.1.2 Sumber Daya
Sumber daya merupakan faktor penunjang lain untuk melaksanakan program LARASITA. Sumber daya juga merupakan faktor yang memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pelaksanaan program LARASITA. Karena tanpa sumber daya yang memadai, program LARASITA tidak akan mampu berjalan dengan baik. Sama seperti yang dikatakan oleh George Edward III,
sumber daya merupakan faktor penting dalam melaksanakan kebijakan publik. Jika para pelaksana kekurangan sumber-sumber yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan, maka implementasi cenderung tidak efektif.
Salah satu dari sumber daya tersebut adalah staf. Staf yang dimaksud adalah mereka atau tenaga yang akan diberdayakan atau dipakai untuk melaksanakan program ini. Berdasarkan hasil penelitian yang didapat melalui data sekunder yaitu SK Kepala Kantor Pertanahan Kota Binjai Nomor : 5/KEP.12.75/I/ 2014 tentang Penunjukan Pelaksana Program Layanan Rakyat Untuk Sertifikasi Tanah (LARASITA) Kantor Pertanahan Kota Binjai Tahun 2014 yang berjumlah sembilan orang. Dari segi jumlah staf yang terlibat jika dibandingkan dengan jenis pekerjaan yang akan dikerjakan sangat lah tidak sebanding. Mengingat tim pelaksana dari program LARASITA tidak hanya berfokus pada pencapaian target program LARASITA ini tetapi mengerjakan tugas dan tanggung yang diemban di kantor juga. Namun seperti yang dikatakan George Edward III, jumlah staf tidak selalu mempunyai efek positif bagi implementasi kebijakan. Hal ini berarti bahwa jumlah staf yang banyak tidak secara otomatis mendorong implementasi berhasil. Hal ini disebabkan oleh kurangnya kecakapan yang dimiliki oleh staf. Disisi lain jumlah staf yang sedikit akan mempengaruhi proses implementasi kebijakan secara efektif.
Menilik dari pernyataan tersebut, kecakapan dari tim pelaksana program larasita ini sebenarnya cukup baik dan dari segi jumlah tim pelaksana dirasakan sudah cukup memadai. Hal ini berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan
sedikit, tim pelaksana LARASITA mampu memaksimalkan tenaga yang ada. Dengan jumlah yang sedikit, tim LARASITA berbagi tugas dalam melaksanakannya. Sehingga dalam pelaksanaannya tidak semua orang yang terlibat dalam tim ikut turun. Hanya saja dibeberapa kondisi, seperti untuk tenaga ukur, tim merasakan kekurangan yang akhirnya berdampak pada penyesuaian jadwal tenaga ukur dengan tanah masyarakat yang akan diukur. Walau dengan kondisi seperti ini, tenaga ukur berdasarkan hasil wawancara merasakan cukup untuk tenaga LARASITA ini mengingat tidak setiap jadwal kunjungan tenaga ukur dipakai dan pembentukan tim LARASITA berdasarkan jumlah pegawai masing-masing Kantor Pertanahan.
Sumber daya kedua yang penting adalah wewenang. Dengan adanya wewenang yang jelas maka implementor dapat dengan mudah menjalankan apa yang menjadi bagiannya. Untuk program larasita ini, wewenang dari setiap orang yang terlibat dalam tim pelaksana program LARASITA tercantum dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia No. 4 tahun 2006 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan Kantor Pertanahan. Kewenangan yang dimiliki tidak ada bedanya dengan kewenangan yang dimiliki di kantor. Karena seluruh peraturan dan pelaksanaan program LARASITA sama dengan peraturan di kantor. Hanya saja yang membedakannya adalah program LARASITA bersifat mobile service atau “jemput bola” dimana pegawai Kantor Pertanahan yang langsung menjumpai masyarakat.
Hal ini bisa dilihat dari pernyataan para informan yang menyatakan bahwa untuk wewenang pelaksanaan LARASITA sama seperti wewenang yang berlaku di kantor. Tim pelaksana hanya mengambil berkas di lapangan dan untuk mengeluarkan hasilnya dalam bentuk sertifikat, itu kembali kepada kepala kantor yang memiliki wewenang penuh dalam setiap kegiatan layanan di Kantor Pertanahan. Selain itu berkas yang masuk lewat program ini, juga diproses sesuai dengan wewenang masing-masing tim yang terlibat. Seperti untuk pengukuran, maka petugas ukurlah yang berhak melakukan pengukuran. Sekalipun tim lainnya memiliki kemampuan dalam hal mengukur.
Dari pendapat informan dan data sekunder terlihat bahwa pegawai yang terlibat dalam pelaksanaan program ini telah memahami dengan baik apa yang menjadi posisinya serta wewenang yang dimilikinya. Sehingga pada pelaksanaannya, tim tidak lagi menjadi kewalahan dalam menerima berkas dan prosesnya. Hal ini hanya dapat terwujud dengan adanya kesadaran dari setiap staf yang menjadi tim dari program larasita akan tugas dan fungsi pokoknya.
Selain kedua faktor yang telah diuraikan tersebut, fasilitas juga merupakan faktor yang mendukung berjalannya implementasi suatu program atau kebijakan dengan efektif. Karena pemahaman staf yang baik terhadap isi program larasita tanpa didukung dengan fasilitas ibarat “tangan yang tak berdaya”, tujuan jelas tetapi tidak ada cara atau fasilitas yang mendukung untuk mencapainya. Seperti yang dikatakan oleh George Edward III, sumber daya ketiga yang tidak kalah penting yaitu fasilitas. Seorang pelaksana mungkin mempunyai jumlah staf yang
mempunyai wewenang unutk melakukan tugasnya, tetapi tanpa bangunan sebagai kantor untuk melakukan koordinasi, tanpa perlengkapan, tanpa perbekalan, maka besar kemungkinan implementasi yang direncanakan tidak akan berhasil.
Untuk program larasita sendiri dilengkapi dengan fasiltas yang cukup mendukung seperti layaknya kantor yang terdiri dari meja untuk melayani masyarakat, laptop, printer, tempat penyimpanan berkas, mobil yang diubah sebagai kantor bergerak, sepeda motor sebanyak 2 unit dan modem untuk mengentri data. Secara keseluruhan fasilitas yang ada sangat mendukung terlaksananya program ini. Hanya saja terkadang modem sering menjadi masalah karena tidak terhubung dengan server diakibatkan jaringan yang sangat susah di daerah pelosok. Apabila modem yang digunakan terhubung dengan baik, maka pengentrian akan segera dilakukan di lapangan dan kemudian berkas dibawa ke kantor untuk segera dikerjakan sesuai dengan jenis kegiatan permohonan yang diajukan. Walaupun demikian, hal ini tidak menjadi masalah yang krusial karena pengentrian data dapat dilakukan dengan segera di kantor.
Ditinjau dari segi pembiayaan atau sumber dana untuk program larasita ini berasal dari dua sumber yaitu DIPA dan biaya dari masyakarat. Berdasarkan hasil wawancara dari informan hal senada juga dikatakan. Dimana untuk biaya pengoperasian program larasita berasal dari DIPA dan biaya dari masyarakat disesuaikan dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2010 Tentang Jenis Dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Badan Pertanahan Nasional dan tidak ada dikenakan biaya pengurusan lain kecuali biaya BPHTB kepada masyarakat.
Jikalau dilihat dari Peraturan Pemerintah yang berlaku, maka pemungutan biaya sudah sesuai dilakukan dengan aturan yang berlaku. Dimana pemungutan disesuaikan biaya pajak yang dikenakan oleh dinas pajak pendapatan atas bangunan dan luas tanah yang dimiliki oleh masyarakat tersebut. Sehingga biaya yang dikenakan kepada masyarakat tidak terlalu besar sebenarnya untuk pengurusan sertifikat. Hanya saja masyarakat sering sekali beranggapan bahwa biaya pengurusan mahal. Padahal biaya yang dikenakan tersebut sesuai dengan peraturan yang ada. Ini lah yang sering sekali menjadi kendala bagi masyarakat untuk mengurus sertifikat tanah. Pemungutan biaya tersebut merupakan bentuk kerjasama yang dilakukan oleh Dinas Pendapatan dengan Kantor Pertanahan kota Binjai yang pembayarannya dilakukan melalui bank SUMUT. Kerjasama ini sebagai suatu upaya agar masyarakat membayar PBB yang dikenakan. Selain baiya yang dikenakan kepada masyarakat, untuk biaya operasional program larasita ini berasal DIPA. Hal ini sesuai dengan yang tertera pada SK Kepala Kantor Pertanahan Kota Binjai Nomor : 5/KEP.12.75/I/ 2014 tentang Penunjukan Pelaksana Program Layanan Rakyat Untuk Sertifikasi Tanah (LARASITA) Kantor Pertanahan Kota Binjai yang menyatakan biaya berasal dari DIPA. Biaya operasional ini digunakan untuk perbaikan atau memfasilitasi sarana prasana demi menunjang keberlangsungan program larasita.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pengelolaan sumber daya yang ada telah dilakukan sesuai dengan peraturan yang mengatur. Sehingga tindakan penyewelengan dana baik dari DIPA maupun masyarakat dapat diminimalisir.
Selain itu SOP dan kewenangan yang ada juga sudah jelas diatur sehingga mempermudah pelaksanaan program ini.