• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.2 Teori Job Stressor .1 Pengertian Stressor .1 Pengertian Stressor

2.1.2.2 Sumber Stres (Stressor Kerja)

Sebagian besar dari waktu manusia digunakan untuk bekerja, oleh karena itu lingkungan pekerjaan mempunyai pengaruh yang besar terhadap kesehatan seseorang yang bekerja. Sumber stres yang dapat mempengaruhi kesehatan seseorang dalam lingkup pekerjaannya dapat lebih dari satu macam stressor.

Yang termasuk dalam faktor intrinsik ialah kondisi pekerjaan yang buruk, kerja gilir (shift), beban kerja berlebih, beban kerja terlalu sedikit, dan hubungan antar karyawan/pegawai.

a. Kondisi Fisik Pekerjaan

Beberapa stressor fisik yang biasa dijumpai pada lingkungan kerja yang dapat memperburuk stres di tempat kerja adalah bising, suhu, pencahayaan, masalah ergonomi, getaran, sanitasi lingkungan, dan tata ruang (Munandar, 2001)

1) Bising

Selain dapat menimbulkan gangguan sementara atau tetap pada alat pendengaran, juga dapat merupakan stressor kerja yang menyebabkan penurunan kewaspadaan. Hal ini dapat memudahkan timbulnya kecelakaan kerja. Pajanan terhadap bising dapat menimbulkan rasa lelah, sakit kepala, lekas tersinggung, dan ketidakmampuan untuk berkonsentrasi. Akibat paparan tersebut dalam bentuk perilaku misalnya akan terjadi penurunan produktivitas kerja, terjadinya kecelakaan kerja, penurunan perilaku membantu, bersikap lebih negatif terhadap oranglain, rasa bermusuhan yang lebih terbuka dan agresi. Tingkat kebisingan yang nyaman pada umumnya diharapkan antara 40 – 60 dBA. Pengukuran kebisingan ini dilakukan dengan Sound Level Meter (SLM).

2) Panas

Kondisi suhu suatu lingkungan kerja berhubungan dengan iklim dan lokasi kerja. Efek dari kondisi suhu selama melakukan pekerjaan

tergantung pada jenis pakaian yang digunakan, lama terpajan, temperatur, arus angin, jumlah panas radiasi, dan status kesehatan tenaga kerja yang terpajan. Fungsi mental dapat terganggu karena heat stress, yang ditandai dengan gejala awal berupa perubahan pada tingkat aktivitas seseorang. Untuk Indonesia, suhu nyaman adalah 24oC - 28oC. Perbedaan suhu di dalam dan di luar ruangan sebaiknya tidak lebih dari 5 oC. Sehingga dapat diketahui bahwa suhu di luar ruangan sebaiknya tidak lebih dari 33oC.

3) Pencahayaan

Tiap-tiap pekerjaan memerlukan tingkat pencahayaan tersendiri. Biasanya untuk pekerjaan yang membutuhkan tingkat ketelitian tinggi akan diberikan tambahan pencahayaan disamping pencahayaan umum. Sistim pencahayaan yang buruk dapat menimbulkan ketidaknyamanan dan kelelahan mata sehingga dapat menimbulkan stres kerja.

4) Faktor Ergonomi

Lingkungan yang tidak ergonomi dapat menimbulkan masalah seperti ketidaknyamanan, kelelahan dan meningkatkan stres kerja apabila tidak disesuaikan dengan kondisi tuntutan pekerjaan.

5) Sanitasi Lingkungan Kerja

Lingkungan yang kotor dan tidak sehat merupakan salah satu stressor kerja. Pada pekerja industri / pabrik sering menggambarkan kondisi kotor, akomodasi pada waktu istirahat yang kurang baik, juga toilet yang

kurang memadai. Hal ini dinilai oleh pekerja sebagai faktor penyebab stres.

b. Kerja Gilir (Shift)

Penelitian menunjukkan bahwa kerja shift merupakan sumber yang berpotensi untuk terjadinya stres kerja bagi pekerja di pabrik (Monk dalam Munandar, 2001:383- 389). Menurut Cooper (dalam Munandar, 2001) shift kerja merupakan tuntutan tugas yang dapat menyebabkan stres kerja. Pengaruhnya adalah emosional dan biologis karena gangguan ritme circadian dari tidur / daur keadaan bangun (wake cycle), pola suhu, dan ritme pengeluaran adrenalin. Sharpe (dalam Maurits & Widodo, 2008) menyatakan bahwa pekerja pada shift malam memiliki resiko 28% lebih tinggi mengalami cidera atau kecelakaan.

Wijono (2006) menyatakan bahwa pekerja yang mengalami stres rendah mempunyai jumlah jam kerja/minggu antara 37 hingga 40 jam, sedangkan pekerja yang mengalami stres kerja sedang mempunyai jumlah jam kerja/minggu antara 61 hingga 71 jam. Sebaliknya, pekerja yang mengalami stres kerja tinggi mempunyai jumlah jam kerja/minggu antara 41 hingga 60 jam. Sehingga hal ini menjadi beban kerja tinggi bagi pekerja yang memicu terjadinya stres.

c. Beban Kerja

Beban kerja dibedakan atas beban kerja berlebih (work overload) dan beban kerja terlalu sedikit (work underload). Dibedakan lagi atas beban kerja

berlebih kuantitatif dan beban kerja berlebih kualitatif (Ivancevich, dkk., 2006).

1) Beban Kerja Berlebih Kuantitatif

Beban kerja berlebih secara kuantitatif terutama berhubungan dengan desakan waktu. Setiap tugas diharapkan dapat diselesaikan secepat mungkin secara tepat dan cermat. Berdasarkan kondisi ini, orang harus bekerja berkejaran dengan waktu. Sampai taraf tertentu, adanya batas waktu (deadline) dapat meningkatkan motivasi. Namun bila desakan waktu melebihi kemampuan individu maka dapat menimbulkan banyak kesalahan dan menyebabkan kondisi kesehatan seseorang berkurang. 2) Beban Kerja Kuantitatif Terlalu Sedikit

Penggunaan mesin di dunia kerja akan berdampak pada pekerja dikarenakan sering terjadi efisiensi kerja. Pada pekerjaan sederhana yang banyak melakukan pengulangan gerak akan menimbulkan rasa bosan yang dapat menjadi sumber stres.

3) Beban Kerja Berlebih Kualitatif

Kemajuan tekhnologi membuat pekerjaan yang menggunakan tangan menjadi berkurang sehingga lama kelamaan titik berat pekerjaan beralih ke pekerjaan otak. Pekerjaan makin menjadi majemuk dan mengakibatkan adanya beban berlebih kualitatif. Semakin tinggi tingkat stres apabila kemajemukannya memerlukan teknik dan intelektual yang lebih tinggi daripada yang dimiliki pekerja. Sampai pada titik tertentu, hal ini dapat menjadi tantangan kerja dan motivasi. Namun apabila

melebihi kemampuan individu maka akan timbul kelelahan mental, reaksi emosional, juga reaksi fisik yang merupakan respon dari stres. 4) Beban Kerja Kuantitatif dan Kualitatif Berlebih

Proses pengambilan keputusan merupakan suatu kombinasi yang unik dari kondisi beban kuantitatif dan kualitatif berlebih. Faktor – faktor yang dapat menentukan besarnya stres dalam mengambil keputusan adalah akibat dari suatu keputusan, derajat kemajemukan keputusan, siapa yang bertanggungjawab dan lain sebagainya.

2. Peran Individu dalam Organisasi

Setiap pekerja bekerja dengan perannya masing-masing, artinya setiap pekerja mempunyai tugas-tugas yang ia lakukan sesuai dengan yang diharapkan oleh perusahaan tempat ia bekerja. Walaupun demikian, pekerja tidak selalu berhasil dalam menjalankannya. Kurang berfungsinya peran adalah merupakan salah satu pembangkit stres yaitu berupa konflik peran (role conflict) dan ketaksaan peran (role ambiguity) (Ivancevich, dkk., 2006).

a. Ketaksaan Peran (Role Ambiguity)

Terjadi bila tidak ada informasi yang jelas mengenai prosedur yang harus dilakukan seseorang, termasuk kertidakjelasan tujuan objektif pekerjaan dan ruang lingkup tanggungjawab seseorang. Stres timbul karena ketidakjelasan itu sendiri atau ketidakmampuan individu untuk menempatkan diri pada posisi yang tepat.

Terjadi bila terdapat dua atau lebih harapan yang saling berkompetisi untuk mendapatkan pemuasan secara berrsamaan tidak dapat terpenuhi. Konflik dapat terjadi apabila seseorang mempunyai beberapa peran sekaligus namun tidak memiliki kemampuan untuk memenuhi keduanya. Sehingga individu tersebut mengalami stres.

c. Pengembangan Karir

Everly dan Girdano menganggap bahwa untuk menghasilkan kepuasan pekerjaan dan mencegah timbulnya frustasi pada pekerja perlu diperhatikan unsur penting pengembangan karir yaitu peluang untuk menggunakan keterampilan jabatan sepenuhnya, peluang mengembangkan keterampilan yang baru dan penyuluhan karir untuk memudahkan keputusan-keputusan yang mencakup karir. Pengembangan karir merupakan pembangkit stres yang sangat potensial yang mencakup ketidakpastian pekerjaan (job insecurity), promosi yang berlebihan (over promotion) dan promosi yang kurang (under promotion) (Sopiah, 2008). Job insecurity merupakan perubahan-perubahan lingkungan menimbulkan masalah baru yang mempunyai dampak pada perusahaan. Sebagai akibat adanya pekerjaan lama yang hilang dan adanya pekerjaan yang baru. Setiap reorganisasi menimbulkan ketidakpastian pekerjaan, yang merupakan stressor kerja yang potensial.

Over dan Under promotion adalah peluang kecil untuk promosi yang dapat menjadi stressor pada pekerja yang merasa sudah waktunya mendapatkan promosi. Stres yang timbul karena over promotion

memberikan kondisi yang sama seperti beban kerja berlebih, harga diri yang rendah dihayati oleh pekerja yang mendapatkan promosi terlalu dini, atau yang dipromosikan ke jabatan yang menuntut pengetahuan dan keterampilan yang tidak sesuai dengan bakatnya.

d. Hubungan di dalam Pekerjaan

Komunikasi dengan orang lain adalah hal yang dibutuhkan oleh setiap orang, namun hal tersebut dapat menjadi sumber stres. Kondisi hubungan kerja antara sesama rekan kerja atau atasan dapat mempengaruhi kondisi stres pekerja. Penelitian menunjukkan bahwa tingginya tingkat dukungan sosial dari teman kerja maupun atasan dapat menghilangkan stres.

e. Struktur dan Iklim Organisasi

Faktor - faktor seperti kebijakan perusahaan, komunikasi yang tidak efektif, tidak disertakan dalam pengambilan keputusan dan pembatasan perilaku diduga menjadi penyebab timbulnya stres. Penelitian menunjukkan bahwa dukungan dari perusahaan kepada pekerja dapat meningkatkan produktivitas, kepercayaan diri serta menurunkan tingkat gangguan fisik dan mental.

3. Faktor Individu

Kepekaan individu dipengaruhi oleh banyak hal, antara lain ciri kepribadian dan pola perilaku yang didasarkan pada sikap, kebutuhan, nilai-nilai, pengalaman masa lalu, keadaan kehidupan, usia dan kecakapan (intelegensia, pendidikan, pelatihan dan pembelajaran). Tanggung jawab terhadap orang lain merupakan salah satu faktor individu dimana sebuah resiko atau konsekuensi

dari sebuah hal yang diberikan orang lain atau ketika mendapatkan sebuah tugas atau tanggungan dari orang lain harus dapat ditanggungjawabi oleh individu tersebut. Sehingga menurut Ivancevich (2006) semakin banyak orang lain yang menjadi tanggung jawab seorang individu di dalam pekerjaan maka akan pekerja tersebut dapat mengalami stres apabila individu tersebut tidak dapat mengorganisirnya dengan baik. Selain itu ada beberapa faktor yang menentukan bagaimana individu bereaksi terhadap stres potensial.

a. Kepribadian

Kepribadian merupakan faktor predisposisi dalam menentukan respon tubuh terhadap stres. Kepribadian tipe A dan B merupakan jenis-jenis kepribadian yang terdapat pada individu. Kepribadian tipe A bercirikan perilaku yang agresif, tak sabaran, cenderung berkompetisi, tergesa-gesa, sering menelantarkan aspek-aspek kehidupan seperti keluarga dan sosial. Sedangkan keperibadian tipe B, digambarkan sebagai individu easy going dan santai.

b. Kecakapan

Kecakapan meliputi intelegensia, pendidikan, latihan dan keahlian. Individu yang tidak mampu memecahkan masalah namun situasi tersebut merupakan ancaman bagi dirinya dan ia mengalami stres dan menimbulkan ketidakberdayaan, disebut distress. Sebaliknya, jika merasa mampu, dan merasa ditantang dan motivasinya meningkat, maka dinamakan eustress. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin banyak target

yang dibuat. Hal ini akan berpotensi menimbulkan stres apabila individu tersebut tidak dapat mencapainya.

c. Umur

Umur merupakan faktor yang sangat rentan untuk terjadinya gangguan mental emosional. Seiring bertambahnya umur, maka semakin rentan individu mengalami gangguan mental emosional. Walaupun demikian, orang yang berumur sangat muda dan sangat tua lebih mudah mengalami gangguan mental emosional apabila menghadapi stres.

d. Jenis Kelamin

Faktor perbedaan jenis kelamin berpengaruh untuk beradaptasi terhadap stres. Banyak penelitian yang menunjukkan tidak adanya perbedaan yang bermakna antara pria dan wanita. Secara biologis, pekerja wanita dan pria berbeda terutama untuk pekerjaan yang menuntut aktivitas fisik berlebih. Dalam kondisi ini wanita cenderung lebih mudah mengalami stres daripada pria.

Menurut Mangkunegara (2008:157) Penyebab stress kerja, antara lain beban kerja yang dirasakan terlalu berat, waktu kerja yang mendesak, kualitas pengawasan kerja yang rendah, iklim kerja yang tidak sehat, otoritas kerja yang tidak memadai yang berhubungan dengan tanggung jawab, konflik kerja, perbedaan nilai antara karyawan dengan pemimpin yang frustasi dalam kerja.

Menurut Handoko (2001:201) kondisi-kondisi yang cenderung menyebabkan stres disebut stressor. Meskipun stres dapat diakibatkan oleh hanya satu stressor, biasanya karyawan mengalami stres karena kombinasi stressor. Ada

dua kategori penyebab stres, yaitu on-the-job dan off-the-job. Ada sejumlah kondisi kerja di dalam perusahaan yang sering menyebabkan stres bagi para karyawan. Di antara kondisi-kondisi kerja yang menyebabkan stres “on-the- job” tersebut adalah sebagai berikut:

1. Beban kerja yang berlebihan 2. Tekanan atau desakan waktu 3. Kualitas supervisi yang jelek 4. Iklim politik yang tidak aman

5. Umpan balik tentang pelaksanaan kerja yang tidak memadai

6. Wewenang yang tidak mencukupi untuk melaksanakan tanggung jawab 7. Memenduaan peranan (role ambiguity)

8. Frustasi

9. Konflik antar pribadi dan antar kelompok

10. Perbedaan antar nilai-nilai perusahaan dan karyawan 11. Berbagai bentuk perubahan

Di lain pihak, stres kerja juga dapat disebabkan masalah-masalah yang terjadi di luar perusahaan yang dapat menyebabkan stres bagi para karyawan. Adapun penyebab-penyebab stres ”off-the-job” antara lain:

1. Kekhawatiran finansial

2. Masalah-masalah yang bersangkutan dengan anak 3. Masalah-masalah fisik

4. Masalah-masalah perkawinan (misal; perceraian) 5. Perubahan-perubahan yang terjadi di tempat tinggal

6. Masalah-masalah pribadi lainnya, seperti kematian sanak saudara.

Menurut Robbins (2001:565-567) ada tiga sumber utama yang dapat menyebabkan timbulnya stress yaitu :

1.Faktor Lingkungan

Keadaan lingkungan yang tidak menentu akan dapat menyebabkan pengaruh pembentukan struktur organisasi yang tidak sehat terhadap karyawan. Dalam faktor lingkungan terdapat tiga hal yang dapat menimbulkan stress bagi karyawan yaitu ekonomi, politik dan teknologi. Perubahan yang sangat cepat karena adanya penyesuaian terhadap ketiga hal tersebut membuat seseorang mengalami ancaman terkena stress. Hal ini dapat terjadi, misalnya perubahan teknologi yang begitu cepat. Perubahan yang baru terhadap teknologi akan membuat keahlian seseorang dan pengalamannya tidak terpakai karena hampir semua pekerjaan dapat terselesaikan dengan cepat dan dalam waktu yang singkat dengan adanya teknologi yang digunakannya.

2.Faktor Organisasi

Didalam organisasi terdapat beberapa faktor yang dapat menimbulkan stress yaitu role demands, interpersonal demands, organizational structure dan organizational leadership.

Pengertian dari masing-masing faktor organisasi tersebut adalah sebagai berikut :

a. Role Demands

Peraturan dan tuntutan dalam pekerjaan yang tidak jelas dalam suatu organisasi akan mempengaruhi peranan seorang karyawan untuk

memberikan hasil akhir yang ingin dicapai bersama dalam suatu organisasi tersebut.

b. Interpersonal Demands

Mendefinisikan tekanan yang diciptakan oleh karyawan lainnya dalam organisasi. Hubungan komunikasi yang tidak jelas antara karyawan satu dengan karyawan lainnya akan dapat menyeba bkan komunikasi yang tidak sehat. Sehingga pemenuhan kebutuhan dalam organisasi terutama yang berkaitan dengan kehidupan sosial akan menghambat perkembangan sikap dan pemikiran antara karyawan yang satu dengan karyawan lainnya.

c. Organizational structure

Mendefinisikan tingkat perbedaan dalam organisasi dimana keputusan tersebut dibuat dan jika terjadi ketidak jelasan dalam struktur pembuat keputusan atau peraturan maka akan dapat mempengaruhi kinerja seorang karyawan dalam organisasi.

d. Organizational Leadership

Berkaitan dengan peran yang akan dilakukan oleh seorang pimpinan dalam suatu organisasi. Karakteristik pemimpin menurut The Michigan group (Robbins, 2001:316) dibagi dua yaitu karakteristik pemimpin yang lebih mengutamakan atau menekankan pada hubungan yang secara langsung antara pemimpin dengan karyawannya serta karakteristik pemimpin yang hanya mengutamakan atau menekankan pada hal pekerjaan saja. Empat faktor organisasi di atas juga akan menjadi batasan dalam mengukur tingginya tingkat stress. Pengertian dari tingkat stress itu sendiri adalah

muncul dari adanya kondisi-kondisi suatu pekerjaan atau masalah yang timbul yang tidak diinginkan oleh individu dalam mencapai suatu kesempatan, batasan-batasan, atau permintaan-permintaan dimana semuanya itu berhubungan dengan keinginannya dan dimana hasilnya diterima sebagai sesuatu yang tidak pasti tapi penting (Robbins, 2001:563). 3. Faktor Individu

Pada dasarnya, faktor yang terkait dalam hal ini muncul dari dalam keluarga, masalah ekonomi pribadi dan karakteristik pribadi dari keturunan. Hubungan pribadi antara keluarga yang kurang baik akan menimbulkan akibat pada pekerjaan yang akan dilakukan karena akibat tersebut dapat terbawa dalam pekerjaan seseorang. Sedangkan masalah ekonomi tergantung dari bagaimana seseorang tersebut dapat menghasilkan penghasilan yang cukup bagi kebutuhan keluarga serta dapat menjalankan keuangan tersebut dengan seperlunya. Karakteristik pribadi dari keturunan bagi tiap individu yang dapat menimbulkan stress terletak pada watak dasar alami yang dimiliki oleh seseorang tersebut. Sehingga untuk itu, gejala stress yang timbul pada tiap-tiap pekerjaan harus diatur dengan benar dalam kepribadian seseorang.

2.1.3 Teori Stres Kerja