• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sumberdaya Fisik atau Alam

VI. ANALISIS DAYA SAING

6.3. Analisis Keunggulan Kompetitif Komoditas Ikan Tuna Nasional

6.3.1. Kondisi Faktor Sumberdaya

6.3.1.1. Sumberdaya Fisik atau Alam

Sumberdaya fisik atau alam ini menyangkut ketersediaan ikan tuna di negara Indonesia. Sumberdaya perikanan yang mempengaruhi daya saing ikan tuna di pasar internasional meliputi, ketersedian daerah penangkapan, ketersediaan kapal dan biaya yang terkait dalam penangkapan ikan tuna. Ketersediaan daerah penangkapan seperti yang telah dijelaskan pada bab pendahuluan (Tabel 2), wilayah Indonesia masih memiliki daerah yang cukup luas untuk penangkapan ikan tuna. Aktivitas penangkapan masih terfokus di daerah Selat Malaka dan Laut Jawa karena umumnya Bandar pelabuhan yang paling aktif terletak di wilayah Jakarta, Pelabuhan Ratu, Cilacap dan Bali.

Ketersediaan terhadap kapal untuk menangkap juga mempengaruhi daya saing ikan tuna nasional. Kapal yang tersedia sangat berguna untuk penangkapan ikan. Ikan tuna memiliki sifat mudah bermigrasi, sehingga untuk penangkapannya dibutuhkan kapal berukuran besar. Ketersediaan kapal untuk pengangkapan ikan tuna ditampilkan pada Tabel 19.

Tabel 20 menunjukkan bahwa nelayan Indonesia umumnya melaut dengan kapal tanpa motor dengan ukuran perahu yang kecil. Persentase penggunaan kapal tanpa motor pada tahun 2007 sebesar 41 persen, kapal dengan motor temple 31 persen, dan kapal motor sebanyak 28 persen. Rendahnya nilai penggunaan kapal motor membuat jumlah ikan yang mampu diekspor sangat sedikit, sebab penggunaan kapal tanpa motor tidak dilengkapi dengan alat penyimpan ataupun es batu. Hal ini menyebabkan saat sampai ke daratan ikan sudah tidak segar lagi.

1) Kapal besar. Kapal ini terbuat dari besi yang berukuran >200 GT dan dilengkapi fasilitas ruang pendingin (deep freezing) yang dapat menyimpan ikan dalam jangka waktu berbulan-bulan.

2) Kapal fresh tuna. Kapal ini terbuat dari kayu atau fiber glass yang berukuran 50-200 GT dan dilengkapi dengan ruang pendingin dengan temperature 400C yang cukup menjaga kesegaran ikan hingga tiga minggu. 3) Kapal kecil. Kapal ini terbuat dari kayu atau fiber glass yang berukuran <50

GT yang membawa es batu, air es, atau flake ice di dalam palkanya dan biasanya untuk kegiatan penangkapan satu atau beberapa hari.

Tabel 20. Jumlah Kapal Motor Berdasarkan Ukurannya Tahun 2002-2007 (unit)

Jenis 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Kenaikan rata-rata 2002-2007 (%) Perahu Tanpa Motor 219.079 250.469 256.830 244.471 249.955 241.889 2,21 Perahu dengan Motor Tempel 130.185 158.411 165.337 165.314 185.983 185.509 7,66 Kapal Motor dengan ukuran (gross ton) < 5 GT 74.292 79.218 90.148 102.456 106.609 114.273 9,06 5-10 GT 20.208 24.358 22.917 26.841 29.899 30.617 9,11 10-20 GT 5.866 5.764 5.952 6.968 8.190 8.194 7,24 20-30 GT 3.382 3.131 3.598 4.553 5.037 5.345 10,16 30-50 GT 2.685 2.338 800 1.092 970 913 -11,85 50-100 GT 2.430 2.698 1.740 2.160 1.926 1.832 -3,21 100-200 GT 1.612 1.731 1.342 1.403 1.381 1.322 -3,28 >200 GT 559 559 436 323 367 420 -3,97 Total 460.298 528.677 549.100 555.581 590.317 590.314 5,23 Sumber: BPS 2007

Biaya yang terkait dalam penangkapan ikan tuna dengan alat tangkap Long

Line .(rawai tuna) dengan asumsi seperti berikut:

1) Kapal yang digunakan ukuran 30 GT dengan kebutuhan Solar 7.000 liter per trip

2) Satu kali trip selama 20 hari dan dalam hanya ada Sembilan kali trip.

Perhitungan biaya ikan tuna dalam setahun berdasarkan asumsi di atas dijelaskan pada Tabel 21. Biaya yang paling besar dikeluarkan terletak pada kebutuhan bahan bakar dengan persentase sebesar 13,07 persen.

Tabel 21. Estimasi Biaya Penangkapan Ikan Tuna per Tahun

Jenis Biaya Jumlah Biaya

Biaya Investasi

1. Biaya pengadaan kapal 1.500.000.000

2. Biaya pengadaan mesin 50.500.000

3. Biaya pengadaan alat tangkap (pancing) 60.000.000 Biaya Produksi

1. Biaya tetap per tahun

a. Perawatan kapal 20.000.000

b. Perawatan mesin 20.000.000

c. Perawatan alat tangkap 4.800.000

2. Biaya operasional (tidak tetap pertahun)

a. Solar (9 trip x 7.000 lt @ Rp.4.500) 283.500.000

b. Perbekalan 186.300.000

c. Es (1000 balok @ Rp.10.000) 10.000.000

d. Umpan Lemuru (5.000 kg @ Rp.3.000) 15.000.000 e. Umpan Layang (3.000 kg @ Rp. 6.250) 18.750.000

Total Biaya Per Tahun 2.168.850.000

Sumber: Hikmayani dan Asnawi 2007

Kondisi faktor sumberdaya alam untuk komoditas ikan tuna dilihat dari segi ketersediaan daerah penangkapan masih baik, namun untuk kondisi ketersediaan kapal dan biaya terkait dengan penangkapan ikan tuna terdapat kendala yaitu rendahnya kapal berukuran besar yang beroperasi dan tinggi biaya yang dikeluarkan terutama untuk bahan bakar. Daya saing komoditas ikan tuna nasional akan meningkat jika kualitas dan kuantitas ikan tuna juga meningkat, maka diperlukan upaya untuk menjaga ketersediaan ikan tuna diperairan dan memperbanyak jumlah kapal motor agar dapat melakukan penangkapan di laut lepas.

6.3.1.2. Sumberdaya Manusia

Sumberdaya manusia merupakan faktor penentu dalam peningkatan dinamika pembangunan suatu negara. Sumberdaya manusia merupakan faktor penggerak sumberdaya lain yang besifat statis. Sumberdaya manusia sangat penting untuk meningkatkan daya saing terutama dalam suasana persaingan yang sangat ketat. Sumberdaya manusia yang terkait dengan perdagangan ikan tuna dan mempengaruhi daya saing ikan tuna di pasar internasional ini meliputi jumlah tenaga kerja yang tersedia baik di bagian hulu dan hilir, kemampuan dan keterampilan yang dimiliki oleh sumberdaya manusia tersebut.

Jumlah penduduk Indonesia yang saat ini berprofesi sebagai nelayan menurut Tabel 22 terbagi menjadi tiga jenis, yaitu nelayan penuh, nelayan sebagai pekerjanan sampingan utama, dan nelayan sebagai pekerjaan sampingan tambahan. Persentase nelayan penuh dari tahun 2006-2007 mengalami penurunan sebesar 15,32 persen, untuk nelayan sampingan utama naik sebesar 28,58 persen, dan untuk nelayan sampingan tambahan naik sebesar 16,82 persen. Nelayan penuh mengalami penurunan sebab banyak nelayan yang tidak dapat melaut karena keterbatasan modal dan beralih ke pekerjaan lain atau berubah menjadi nelayan sampingan. Keterampilan penangkapan ikan pun dikategorikan masih tradisional, jika dibandingkan dengan negara lain yang kapal untuk penangkapan sudah dilengkapi dengan alat pendeteksi ikan. Alat ini sangat berguna untuk mengetahui letak gerombolan ikan tuna. Nelayan yang telah bekerjasama dengan perusahaan pengolahan atau eksportir memiliki pengetahuan dan penguasaan teknologi yang cukup baik serta kapal yang digunakan sudah memiliki ruang pendingin dan alat pendeteksi ikan.

Tabel 22. Jumlah Nelayan menurut Kategori Nelayan Tahun 2002-2007

Tahun Nelayan Penuh (Full time) (Part time-major)Sambilan Utama Sambilan Tambahan (Part time-minor)

2002 1.277.129 923.322 371.591 2003 1.729.671 1.112.217 469.933 2004 1.182.604 826.206 337.972 2005 1.145.653 648.591 263.742 2006 1.293.530 626.065 283.817 2007 1.095.399 805.011 331.557 Kenaikan rata-rata 2002-2007 (%) -0,35 4,28 0,17 Kenaikan 2006-2007 (%) -15,32 28,58 16,82 Sumber: BPS 2007

Tingkat pengetahuan dan keterampilan sumberdaya manusia untuk pengolahan pasca panen dan pemasaran yang dimiliki masih dibawah standar. Indikator dari rendahnya tingkat pengetahuan dan keteremapilan terlihat dari sedikitnya perusahaan yang mampu menghasilkan ikan tuna sesuai dengan selera konsumen dan adanya keterbatasan jumlah perusahaan yang mampu mendapatkan ijin ekspor. Ikan tuna Indonesia banyak yang terkena isu keamanan pangan yang menandakan rendahnya pengawasan mutu baik setelah penangkapan maupun saat pengolahan. Sumberdaya manusia untuk komoditas ikan tuna nasional

memerlukan pembenahan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas ikan tuna nasional.