• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sumberdaya rantai pasok

Dalam dokumen 4 HASIL DAN PEMBAHASAN (Halaman 41-47)

Sumberdaya rantai pasok khususnya sumberdaya ikan merupakan faktor penting yang harus dijaga kelestariannya. Jika kelestarian sumberdaya ikan terganggu akan berdampak pada semakin susahnya nelayan (produsen) mendapatkan ikan (bahan baku produk). Penurunan produksi nelayan berdampak pada penurunan kinerja anggota rantai pasok lainnya. Pihak perusahaan juga akan mengalami kerugian yang cukup besar jika pasokan ikan dari nelayan tidak lancar bahkan pada tingkat kerugian tertentu perusahaan akan bangkrut.

Gambar 25 Trend produksi layur di PPN Palabuhanratu tahun 2003-2011.

Gambar 26 Trend produksi tuna di PPN Palabuhanratu tahun 2003-2011.

-50,000 100,000 150,000 200,000 250,000 300,000 Tahun Pr o d u k s i (K g ) Ikan Layur 114,591 145,537 188,993 222,642 246,691 203,203 103,230 36,730 147,864 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 -500,000 1,000,000 1,500,000 2,000,000 2,500,000 3,000,000 Tahun P ro d u ks i (K g ) Yellowfin tuna 178,089 641,702 1,495,105 677,842 683,271 590,557 542,584 1,730,949 1,069,438 Bigeye tuna 69,865 103,625 273,246 562,035 1,289,866 1,403,295 1,272,155 2,525,957 1,940,034 Rata-rata 123,977 372,664 884,176 619,939 986,569 996,926 907,370 2,128,453 1,504,736 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Gambar 25 menunjukkan bahwa produksi layur cenderung naik mulai tahun 2003 sampai 2007 kemudian cenderung turun hingga tahun 2010. Produksi layur tahun 2011 naik dibanding dua tahun sebelumnya tetapi tidak setinggi tahun 2007. Produksi layur tertinggi terjadi pada tahun 2007 yaitu mecapai 246.691 kg sedangkan produksi terendah terjadi pada tahun 2010 yang hanya mencapai 36.730 kg (15% dari produksi tertinggi yang dihasilkan pada tahun 2007). Produksi layur tahun 2011 hanya mencapai 60% dari produksi tertinggi yang pernah dicapai tahun 2007. Lubis dan Sumiati (2011) menganalisis data hasil tangkapan layur di PPN Palabuhanratu tahun 1996-2005 untuk memproyeksi hasil tangkapan layur 10 tahun ke depan dengan motode peramalan model dekomposisi multiaplikatif. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa proyeksi produksi layur tahun 2008-2017 cenderung menurun dibandingkan tahun-tahun sebelumya sehingga proyeksi tahun 2017 hanya mencapai 136,9 ton. Dijelaskan pula bahwa penurunan produksi tersebut dapat diantisipasi dengan meningkatkan pelayanan terhadap unit penangkapan pancing ulur agar mau mendaratkan hasil tangkapannya di PPN Palabuhanratu dan mendatangkan ikan layur dari TPI-TPI yang berada di Teluk Palabuhanratu.

Kondisi yang berlawanan terjadi pada sumberdaya ikan tuna (Gambar 26), di mana trend produksi cenderung naik sejak tahun 2003 hingga 2012. Akan tetapi jika dilihat dari jenis tunanya, terjadi fluktuasi produksi yang cukup tajam pada yellowin tuna. Trend produksi yellowfin naik pada periode tahun 2003-2005 dan kemudian trend produksi kembali turun pada periode tahun 2006-2008. Puncak produksi yelllowfin tertinggi selama 9 tahun terakhir terjadi pada tahun 2010 (1.730.949 kg), tetapi tahun 2011 produksinya kembali turun (1.069.438 kg). Pada jenis bigeye tuna, produksinya cenderung meningkat sejak tahun 2003-2010. Puncak produksi bigeye tuna terjadi pada tahun 2010 (2.525.957 kg) meskipun pada tahun 2011 produksinya kembali turun (1.940.034 kg). Fenomena yang menarik dan perlu dikaji lebih lanjut adalah terjadinya pergeseran dominasi hasil tangkapan bigeye tuna sejak tahun 2007 dimana pada beberapa tahun sebelumnya didomisasi oleh yelllowfin. Fenomena tersebut diduga karena terjadi perubahan struktur komunitas sumber daya tuna di perairan Selatan Jawa. Perubahan struktur komunitas dapat terjadi akibat terjadinya perubahan pola migrasi ikan tuna atau

pun gejala over fishing dan over capacity. Perubahan struktur komunitas tuna tersebut kemungkinan direspon nelayan dengan melakukan adaptasi unit penangkapan yang digunakan. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa jumlah armada longline semakin meningkat sejak tahun 2007 dimana hasil tangkapannya didominasi oleh jenis bigeye tuna. Proyeksi produksi tuna PPN Palabuhanratu menurut Lubis dan Sumiati (2011) cenderung meningkat hingga tahun 2017 dengan proyeksi produksi mencapai 1.2911,2 ton. Proyeksi ikan tuna di PPN Palabuhanratu yang menunjukkan peningkatan, dapat menjadi peluang untuk meningkatkan produktivitas industri pengolahan ikan berbahan baku ikan tuna.

Trend produksi tuna dan layur yang terjadi selama 9 tahun terakhir di

Palabuhanratu harus menjadi perhatian pihak pemerintah (pengambil kebijakan) dan pihak anggota rantai pasok. Pemerintah harus dapat mengkaji dan memahami fonomena trend produksi tuna dan layur untuk mengetahui sejauh mana gejala

over fishing telah terjadi pada sumberdaya ikan tersebut. Selain itu, perlu dikaji

dan dipahami juga mengenai optimalisasi alokasi unit penangkapan tuna dan layur. Proses kajian tersebut tidak harus dilakukan sendiri oleh pihak pemerintah tetapi dapat dilakukan melalui kerja sama dengan perguruan tinggi terkait. Dalam kasus ini, link and match antara pihak perguruan tinggi, pihak pemerintah dan pihak industri perikanan merupakan faktor penting yang harus dipahami oleh ketiga pihak tersebut.

Selain suberdaya ikan, sumberdaya fisik (infrastruktur transportasi, pelabuhan dan telekomunikasi) harus dapat mendukung pengembangan industrialisasi perikanan di PPN Palabuhanratu. Kondisi transportasi darat di Palabuhanratu relatif cukup baik, namun masih perlu beberapa peningkatan kualitas jalan sehingga dapat mempercepat proses distribusi produksi ikan. Kemacetan jalur Sukabumi-Jakarta merupakan masalah yang dikeluhkan pihak perusahaan sedangkan kualitas jalan dari TPI/PPI lain ke PPN Palabuhanratu merupakan masalah yang dikeluhkan pihak pedagang pengumpul. Menurut Dinas Kelautan dan Perikanan (2010), pengembangan kawasan minapolitan Palabuhanratu akan didukung dengan rencana makro Jawa Barat tentang penuntasan jalan lintas selatan Jawa Barat. Sepanjang 376,53 km, jalan lintas selatan Jawa Barat yang semula non status dan jalan provinsi menjadi jalan

nasional. Gambar 27 menunjukkan bahwa jalan lintas selatan Jawa Barat yang diusulkan berstatus jalan nasional terdiri dari 3 segmen yaitu:

1) Segmen 1 (status Provinsi):

(1) Bagbagan (Palabuhanratu) - Surade (Sukabumi Selatan) : 57,74 km

(2) Cilautereun - Pameungpeuk : 10,43 km

2) Segmen 2 (Non Status) :

(1) Surade - Kalapagenep (Ciamis) : 257,75 km 3) Segmen 3 (Status Provinsi) :

(1) Kalapagenep - Pangandaran (Ciamis) : 50,25 km (2) Kalipucang-Batas Jawa Tengah : 0,36 km

Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan (2010)

Gambar 27 Rencana penuntasan jalan lintas selatan Jawa Barat.

Selain rencana pengembangan infrastruktur jalan lintas selatan Jawa Barat, rencana pengembangan PPN Palabuhanratu menjadi Pelabuhan Perikanan Samudera merupakan salah satu solusi untuk mempercepat proses industrialisasi perikanan di kawasan PPN Palabuhanratu. Dalam rangka mewujudkan status PPN menjadi PPS, KKP telah merencanakan lokasi pengembangan PPN seluas 120 hektar (Gambar 28). Pada tahun 2011, KKP telah mengalokasikan dana 8 milyar untuk membebasan lahan 20 hektar guna pengembangan darmaga III (kolam

pelabuhan beserta fasilitasnya). Akan tetapi, Panitia 9 yang dibentuk oleh Pemda gagal merealisasikannya karena kendala waktu yang terlalu singkat. Akibatnya, dana harus dikembalikan ke kas negara. Sebagai tindak lanjut, pada tahun 2012, KKP telah menyetujui alokasi anggaran sebesar 3,2 milyar. Total pembangunan darmaga III membutuhkan angaran sekitar 25 milyar dimana realisasi pembangunannya akan dilakukan secara bertahap. Dalam mewujudkan kawasan industri perikanan di PPN Palabuhanratu, telah dibuat rencana lokasi kawasan industri perikanan seluas 100 haktar. Pembiayaan rencana tersebut diharapkan dari Pemda (propinsi dan kabupaten), namun realisasinya sangat tergantung dari kebijakan anggaran Pemda.

Sumber: (PPN Palabuhanratu 2012c)

Gambar 28 Rencana lokasi industri perikanan dan pengembangan pelabuhan di kawasan PPN Palabuhanratu.

Menurut Lamatta (2011), PPN Palabuhanratu telah memiliki rencana kegiatan prioritas di kawasan inti minapolitan sampai tahun 2014, yaitu 1) kegiatan prioritas di kawasan inti minapolitan tahun 2011 meliputi pengembangan areal pelabuhan berupa kegiatan pembebasan lahan dan pensertifikatan tanah serta pembangunan pasar ikan lanjutan, 2) kegiatan prioritas di kawasan inti minapolitan tahun 2012 berupa pembangunan darmaga III untuk kapal di atas 500

GT, 3) kegiatan prioritas di kawasan inti minapolitan tahun 2013 berupa kegiatan areal industri pelabuhan perikanan meliputi kegiatan pembebasan lahan dan pensertifikatan tanah, 4) kegiatan prioritas di kawasan inti minapolitan tahun 2014 berupa pembangunan areal industri pelabuhan perikanan dengan penataan unit bisnis perikanan terpadu.

Hasil studi review masterplan dan detail pengembangan PPN Palabuhanratu tahuan III (Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu 2011b) menyebutkan bahwa rencana pengembangan PPN Palabuhanratu akan diimplementasikan dalam tiga tahapan, antara lain;

1) Pengembangan jangka pendek

Pengembangan jangka pendek (Lampiran 9) diarahkan pada penyediaan fasilitas yang dapat digunakan untuk menampung operasional armada yang sudah ada dan merangsang pertumbuhan armada sehingga dapat memanfaatkan potensi perikanan yang ada. Kegiatan yang dilakukan pada tahap pengembangan jangka pendek adalah membangun fasilitas pelabuhan, yaitu ;

(1) Membangun fasilitas pokok pelabuhan yang meliputi a) breakwater yang membentuk kolam pelabuhan baru, b) pengerukan kolam pelabuhan sampai dengan kedalaman -5,5 m LWS dan membuat alur pelayaran, c) dermaga yang dapat menampung pertumbuhan armada kapal, d) rambu navigasi, e) jaringan jalan agar pelabuhan dapat diakses dengan mudah dan f) jaringan drainase.

(2) Membangun fasilitas fungsional pelabuhan yang meliputi a) fasilitas muat termasuk gudang perbekalan, tempat distribusi BBM, dan pabrik es, b) fasilitas bongkar ikan tuna segar berupa cool room, c) fasilitas bongkar ikan tuna beku berupa cold storage, d) tempat perbaikan jaring, e) kantor pelabuhan perikanan, dan f) toilet umum.

(3) Membangun fasilitas fungsional pelabuhan yang meliputi a) jaringan komunikasi, b) jaringan listrik, c) unit pengolahan limbah baik padat dan cair, serta d) tempat pembuangan sampah.

2) Pengembangan jangka menengah

Pengembangan jangka menengah (Lampiran 10) diarahkan untuk meningkatkan dan melengkapi fasilitas laut dan darat pelabuhan agar dapat berjalan sesuai proyeksi sebagai Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS). Pada tahap ini, kegiatan-kegiatan yang dilakukan adalah:

(1) Membangun dan melengkapi fasilitas dasar yang meliputi a) keperluan dermaga muat dan tambat untuk kapal dengan kapasitas sampai dengan 500 GT, b) pengerukan kolam pelabuhan sampai dengan kedalaman -6,0 m LWS sehingga dapat mempertahankan kedalaman kolam -5,5 m LWS, dan c) menambah jaringan drainase;

(2) Membanguna dan melengkapi fasilitas fungsional pelabuhan, meliputi a) pembanguna shelter nelayan, b) tempat perbaikan termasuk bengkel dan gudang peralatan, c) pembangunan ruang genset dan utilitas, serta d) pembangunan pos jaga pelabuhan;

(3) Membangun dan melengkapi fasilitas penunjang pelabuhan, meliputi a) pembangunan gedung serbaguna, b) fasilitas umum termasuk kantin, c) pembanguna tempat rekreasi, dan d) persiapan lahan untuk zona industri di wilayah pelabuhan perikanan.

3) Pengembangan jangka panjang

Pengembangan jangka panjang (Lampiran 11) diarahkan untuk mencapai kelas pelabuhan sebagai pelabuhan perikanan samudera dengan melengkapi dan meningkatkan fasilitas yang ada. Kegiatan yang dilakukan untuk mencapai arahan pengembangan jangka panjang tersebut adalah (1) pemeliharaan terhadap fasilitas pokok pelabuhan, termasuk di dalamnya yaitu pengerukan berkala, (2) melengkapi dan merawat fasilitas fungsional yang sudah ada, (3) melengkapi dan merawat fasilitas penunjang yang telah dibangun sebelumnya, dan (4) persiapan lahan untuk zona industri II di sekitar wilayah pelabuhan.

Dalam dokumen 4 HASIL DAN PEMBAHASAN (Halaman 41-47)

Dokumen terkait