• Tidak ada hasil yang ditemukan

Surat al-'Alaq

Dalam dokumen Syuhada Subir Metodologi Tafsir Al Qur (Halaman 148-153)

METODOLOGI TAFSIR MODERN ALA IZZAH DARWAZAHH

B. Respon Akademik Terhadap Gagasan Kronologi Pewahyuan al-Qur`ân

2. Surat al-'Alaq

Selain surat al-Fâtihah, terdapat surat lain yang menjadi ikon utama dalam kajian mengenai surat atau ayat yang pertama turun yaitu surat al-'Alaq. Beberapa riwayat kuat menyatakan demikian, dan inilah yang menjadi landasan konsesus para ulama untuk menjadikannya sebagai urutan pertama dalam tartîb nuzûlî. Jika tabel di atas dipelajari ulang, hampir seluruh mushaf menempatkannya pada posisi pertama. Alasan penempatan ini berangkat dari riwayat 'Aisyah mengenai lima ayat pertama yang turun di gua Hira sebagai tanda dimulainya keNabian Muhammad. Dimana riwayat 'Aisyah ini mengindikasikan bahwa kelima ayat tersebut turun pada salah satu malam bulan Ramadhan di gua Hirâ, saat sang Nabi sedang beri'tikaf, demikian hasil pengkajian ulang Darwazah tentang wahyu al-Qur`ân yang pertama turun kepada Nabi.103

Sebagai sebuah surat yang mengandung beberapa ayat yang pertama turun, surat al-'Alaq ini berisi tentang dasar dan program dakwah Nabi ke depan, serta sebagai pengumuman misi keNabian Muhammad. Saat itu pulalah ajaran Islam untuk yang pertama kalinya diturunkan kepadanya. Sebagai ajaran yang pertama disampiakan pastilah merupakan ajaran yang sangat vital dan urgen.

103

Riwayat dari 'Aisyah ini adalah:

ﻢﻠﺳو ﮫﯿﻠﻋ ﷲا ﻰﻠﺻ ﻲﺒﻨﻟا جوز ﺔﺸﺋﺎﻋ نأ هﺮﺒﺧأ ﺮﯿﺑﺰﻟا ﻦﺑا ةوﺮﻋ نأ بﺎﮭﺷ ﻦﺑا ﻲﻧﺮﺒﺧأ

ﺖﻟﺎﻗ

:

ىﺮ ﯾ ﻻ نﺎ ﻜﻓ مﻮ ﻨﻟا ﻲﻓ ﺔﻗدﺎﺼﻟا ﺎﯾؤﺮﻟا ﻢﻠﺳو ﮫﯿﻠﻋ ﷲا ﻰﻠﺻ ﷲا لﻮﺳر ﮫﺑ ئﺪﺑ ﺎﻣ لوأ نﺎﻛ

ﺤﻠﯾ نﺎ ﻜﻓ ءﻼ ﺨﻟا ﮫ ﯿﻟإ ﺐ ﺒﺣ ﻢ ﺛ ﺢﺒﺼﻟا ﻖﻠﻓ ﻞﺜﻣ تءﺎﺟ ﻻإ ﺎﯾؤر

ﮫ ﯿﻓ ﺚ ﻨﺤﺘﯿﻓ ءاﺮ ﺣ رﺎ ﻐﺑ ﻖ

لﺎ ﻗ

ﺪﺒﻌﺘﻟا ﺚﻨﺤﺘﻟاو

ﺔ ﺠﯾﺪﺧ ﻰ ﻟإ ﻊ ﺟﺮﯾ ﻢ ﺛ ﻚﻟﺬ ﻟ دوﺰ ﺘﯾو ﮫ ﻠھأ ﻰ ﻟإ ﻊ ﺟﺮﯾ نأ ﻞ ﺒﻗ دﺪﻌﻟا تاوذ ﻲﻟﺎﯿﻠﻟا

ﻰﻠ ﺻ ﷲا لﻮ ﺳر لﺎ ﻘﻓ أﺮ ﻗا لﺎ ﻘﻓ ﻚ ﻠﻤﻟا هءﺎ ﺠﻓ ءاﺮﺣ رﺎﻏ ﻲﻓ ﻮھو ﻖﺤﻟا ﮫﺌﺠﻓ ﻰﺘﺣ ﺎﮭﻠﺜﻤﺑ دوﺰﺘﯿﻓ

ﻢﻠﺳو ﮫﯿﻠﻋ ﷲا

)

ئرﺎﻘﺑ ﺎﻧأ ﺎﻣ

. (

لﺎﻗ

)

ﺘﺣ ﻲﻨﻄﻐﻓ ﻲﻧﺬﺧﺄﻓ

أﺮ ﻗا لﺎ ﻘﻓ ﻲﻨﻠ ﺳرأ ﻢ ﺛ ﺪ ﮭﺠﻟا ﻲﻨﻣ ﻎﻠﺑ ﻰ

ﺎ ﻧأ ﺎ ﻣ ﺖ ﻠﻗ أﺮ ﻗا لﺎ ﻘﻓ ﻲﻨﻠ ﺳرأ ﻢ ﺛ ﺪ ﮭﺠﻟا ﻲ ﻨﻣ ﻎ ﻠﺑ ﻰ ﺘﺣ ﺔ ﯿﻧﺎﺜﻟا ﻲ ﻨﻄﻐﻓ ﻲﻧﺬ ﺧﺄﻓ ئرﺎﻘﺑ ﺎﻧأ ﺎﻣ ﺖﻠﻗ

لﺎﻘﻓ ﻲﻨﻠﺳرأ ﻢﺛ ﺪﮭﺠﻟا ﻲﻨﻣ ﻎﻠﺑ ﻰﺘﺣ ﺔﺜﻟﺎﺜﻟا ﻲﻨﻄﻐﻓ ﻲﻧﺬﺧﺄﻓ ءىرﺎﻘﺑ

﴿

ﻖ ﻠﺧ يﺬ ﻟا ﻚ ﺑر ﻢ ﺳﺎﺑ أﺮﻗا

.

ﻖﻠﻋ ﻦﻣ نﺎﺴﻧﻹا ﻖﻠﺧ

.

مﺮﻛﻷا ﻚﺑرو أﺮﻗا

.

يﺬﻟا

ﻢﻠﻘﻟﺎﺑ ﻢﻠﻋ

.

ﮫﻟﻮﻗ ﻰﻟإ تﺎﯾﻵا

﴿

ﺎ ﻣ نﺎﺴﻧﻹا ﻢﻠﻋ

ﻢﻠﻌﯾ ﻢﻟ

.

لﺎ ﻘﻓ ﺔ ﺠﯾﺪﺧ ﻰﻠﻋ ﻞﺧد ﻰﺘﺣ هرداﻮﺑ ﻒﺟﺮﺗ ﻢﻠﺳو ﮫﯿﻠﻋ ﷲا ﻰﻠﺻ ﷲا لﻮﺳر ﺎﮭﺑ ﻊﺟﺮﻓ

)

ﻲﻧﻮﻠﻣز ﻲﻧﻮﻠﻣز

(

Lihat: Al-Bukhârî, Sahîh Bukhârî, juz I, (Kairo: Dâr al-Hadîth: 2004) no. hadits 3, h. 5.

Seluruh riwayat tentang aransemen kronologi turunnya surat, mendudukkan surat ini sebagai surat yang "tertua". Hal ini karena lima ayat pertamanya merupakan bagian al-Qur`ân yang pertama turun, pendapat ini dipegangi mayoritas ulama tafsir. Selain itu, ayat-ayat berikutnya juga termasuk sederetan ayat yang turun pertama, karena dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama ayat-ayat ini menyusul kelima ayat yang terdahulu tersebut.104

Asumsi kandungan surat al-'Alaq diatas, menghantarkan Darwazah untuk membagi surat ini dalam peanfsirannya kedalam dua kelompok, dimana pada kelompok ayat pertama terdiri dari ayat 1-5, dan kelompok kedua ayat-ayat setelahnya. Dalam kelompok ayat pertama, meskipun tidak terdapat perintah secara eksplisit untuk berdakwah, akan tetapi ayat-ayat ini mengindikasikan peringatan dan memberikan persiapan untuk keberlangsungan dakwah Nabi ke depan.105

Sedangkan pada kelompok ayat ke dua telah berbicara tentang dinamika dakwah di awal masa keNabian dan sikap yang harus dilakukan Nabi dalam menghadapi para oposan dakwahnya. Hal ini secara umum tercermin dalam beberapa poin dari kelompok ayat ini, yaitu: (1) Pernyataan tentang perilaku manusia, yang pada umumnya menyukai sesuatu yang berlebihan yang dilatarbelakangi oleh kesombongan, merasa kuat dan tidak butuh bantuan sesamanya. Dan untuk menyikapi hal ini, al-Qur`ân menggunakan uslûb tandîdî.106 (2) Peringatan keras bahwa manusia pasti akan dikembalikan kepada

104

Darwazah, al-Tafsîr al-Hadîts, juz I, h. 315

105

Hal-hal yang berkenaan dengan dakwah ini terlihat dalam ayat mengenai Dengan demikian, semakin jelas bahwa surat ini tidak turun sekaligus. Ayat 6 sampai dengan terakhir turun setelah beberapa ayat atau surat lain mendahuluinya.

106

uslûb tandîdî merupakan gaya bahasa yang bernada mengecam sesuatu yang dianggap menyimpang dari yang semestinya. Gaya bahasa seperti ini banyak terjadi, misalnya ketika berbicara tentang azab. Dalam surat al-'Alaq, uslub ini terdapat dalam ayat 6 dan 7. Menurut al-Suyûthi, ayat ini turun berkenaan dengan perilaku Abu Jahal yang merasa sombong atas kekayaannya, sehingga tidak lagi membutuhkan bantuan orang lain. Lihat Jalâluddîn 'Abd al-Rahmân bin Abî Bakr al-Suyûtî al-Durr al-Mantsûr, juz VIII, (Beirut-Lebanon: Dâr al-Kutub al-'Ilmiyah, 1990), h. 565.

Allah, kesimpulan dari pernyataan ini dilandaskan pada ayat 8 yang menyatakan, (artinya) "Sesungguhnya Hanya kepada Tuhanmulah kembali(mu)." (3) Kecaman terhadap siapa saja yang menghalang-halangi orang lain mendirikan shalat,107 padahal ia sendiri sebenarnya sedang berada di jalan yang benar, bahkan juga menyeru untuk bertakwa. Kecaman ini juga berlaku untuk orang-orang yang mendustakan dakwah. Semua ini adalah sebagai peringatan untuk orang-orang yang berperilaku seperti di atas, ayat yang berbicara mengenai kecaman seperti ini adalah ayat 9-14. Dan untuk menyikapi hal demikian, ayat yang menunjukkan pada perilaku demikian menggunakan uslûb al-istifhâm al-inkâri.108 (4) Intimidasi dan peringatan keras untuk para pendusta tersebut dengan menggunakan redaksi bernada ancaman yang menakutkan (uslûb qâri' qâsim), indikasi terhadap adanya pernyataan ini adalah ayat 15-18. (5) Support untuk Nabi agar tidak merasa takut sama sekali terhadap para pendusta, dan tidak terlalu memedulikan sikap bengis mereka. Karena, hanya kepada Allah-lah ia harus bersujud dan beribadah.109

107

Dalam ayat ini telah disinggung mengenai kata shalat (sallâ). Berdasarkan beberapa riwayat, kata shalat di sini berarti ibadah shalat (makna terminologis). Sedangkan surat ini secara keseluruhan juga diyakini turun pada awal-awal masa kenabian. Hal ini berarti surat ini turun sebelum peristiwa Isra dan Mi'raj, yang diyakini sebagai awal disyariatkannya shalat lima waktu. Dengan demikian, sebagaimana isyarat ayat tersebut, nabi telah sering melakukan shalat, seperti yang dilakukan nabi Ibrahim. Shalat ini dilakuakan secara terang-terangan dalam format atau cara yang baru dan berbeda dari tradisi Jahiliyah. Oleh sebab itu, nabi mendapat perlawanan yang sangat keras dari pemuka Quraisy. Lihat Darwazah, Sîrah Rasûl, juz I, h. 152. bandingkan dengan Muhammad al-Khudhari, Nûr al-Yaqîn, (Beirut: Dâr el-Fikr, 2003), h. 35. Dalam sebuah riwayat dari al-Bukhari juga disebutkan mengenai hal ini:

ﺖﻟﺎﻗ ﺎﮭﻨﻋ ﷲا ﻲﺿر ﺔﺸﺋﺎﻋ ﻦﻋ

:

ﺮﻔﺴ ﻟا ةﻼ ﺻ تﺮﻗﺄ ﻓ ﻦﯿ ﺘﻌﻛر ﺖ ﺿﺮﻓ ﺎ ﻣ لوأ ةﻼﺼ ﻟا

ﺮﻀﺤﻟا ةﻼﺻ ﺖﻤﺗأو

"Dari Aisyah berkata: "Pada awal diwajibkan, shalat dilakukan dalam dua rakaat saja. Kamudian, kemudian ini ditetapkan sebagai (jumlah rakaat) shalat dalam perjalanan (safar).sedangkan shalat mukim (al-hadar), disempurnakan (sesuai dennga rakaat masing-masing)." HR. Bukhari No. 1090. Lihat al-Bukhari, sahîh al-Bukhârî, juz I, h. 279

108

uslûb al-istifhâm al-inkâri (negative question composition) merupakan gaya bahasa bernada pertanyaan, namun maksudnya adalah mengingakri. Nada seperti ini biasanya digunakan untuk memperingatkan sesuatu melalui sindiran keras. Gaya seperti ini lebih kuat pengaruhnya bagi sasaran daripada sekedar inkar biasa.

109

3. Surat al-Ra'd

Berdasarkan tabel pada pembahasan sub bab B sebelumnya khususnya yang ditulis oleh akademik muslim, hampir semua mushaf ataupun riwayat mengelompokkan surat al-Ra'd ini kedalam kelompok Madaniyyah, meskipun dalam urutan penomorannya terdapat perbedaan. Kendati surat ini menuai kontroversi mengenai keMakkiyahannya dan keMadaniyyahannya, Darwazah pun memerger surat al-Ra'd ini ke dalam kelompok surat Makkiyah dan menafsirkannya setelah surat al-Mutaffifîn-yang merupakan surat terakhir turun pada periode Mekkah dalam mayoritas riwayat-sebagaimana yang terlihat dalam tafsirnya. Alasan penempatan ini karena kandungan sebagian ayat-ayatnya memerankan periode Mekkah, bukan Madinah. Selain itu, ayat ini sebagaimana beberapa surat Makkiyah lainnya, diawali dengan huruf-huruf mutaqatta'ah, yang merupakan ciri khas yang dimiliki surat-surat periode mekkah.

Dimana ayat-ayat dalam surat ini secara umum mengandung tentang muqaddimah yang sangat menakjubkan akan keagungan Allah dan fenomena alamnya, isyarat akan adanya perdebatan yang terjadi antara Nabi dan orang-orang musyrik. Dalam surat ini juga menjelaskan tentang gambaran ucapan, penentangan, kepongahan dan pengingkaran mereka terhadap risalah yang dibawah oleh Nabi dan adanya hari pembalasan, mereka meminta buktian akan kerasulan Nabi sebagai jawaban terhadap tantangan mereka.

Selain itu, surat ini juga menjelaskan akan bantahan, peringatan, tipu muslihat, perumpamaan, dan pengkomparasian antara orang-orang shaleh dan orang yang memiliki niat yang baik serta akal yang sehat, dengan orang-orang jahat yang memiliki akal yang keras dan hati yang busuk. Contoh perbuatan yang baik dan yang batil, penetapan akan kekekalan perbuatan yang benar dan bermanfaatnya, penjelasan tentang sikap umat terdahulu dan ahli kitab yang

membantu misi Nabi dan melindungi Nabi, serta penjelasan tentang tempat kembalinya orang-orang mukmin dan orang-orang musyrik di akhirat kelak.110

Kesemua tema dan gaya pengungkapan yang disebutkan tersebut menunjukkan tema dan gaya ungkapan yang dimiliki atau dengan kata lain tema dan ungkapan merupakan ciri atau kriteria yang terdapat dalam ayat-ayat dari surat Makkiyah.

Dari beberapa riwayat yang kontradiktif dalam mengelompokkan surat ini kedalam Makkiyah ataupun Madaniyyah, adalah riwayat al-Nahhâs dari Ibn 'Abbâs yang menyatakan bahwa surat ini turun di Mekkah, demikian pula riwayat Ibn Mansûr dan Ibn al-Mundzir menyatakan hal yang sama. Dimana riwayat yang dikeluarkan oleh al-Nahhâs dari Ibn 'Abbâs, menurut al-Suyûtî memiliki kredibilitas yang valid, dimana status hadits ini sanadnya jayyid disebabkan seluruh perawi dalam rentetan sanadnya merupakan orang-orang yang tsiqât.111

Sedangkan riwayat yang menyatakan bahwa surat al-Ra'd turun di Madinah adalah riwayat Abû al-Syaikh dari Qatâda dan Ibn Mardaweih dari Ibn 'Abbâs, serta dari Ibn al-Zubair.112

Pendapat Darwazah diatas juga diperkuat dengan pernyataan mufassir sebelumnya, seperti Ibn 'Abbâs dan al-Bagwî yang menyatakan bahwa al-Ra'd

adalah surat Makkiyah kecuali dua ayatnya 31 dan 43,113 Muhammad bin Sa'id al-Kalbi, dan al-Tabarsî yang mengutip riwayat dari Ibn 'Abbâs dan 'Atâ` berpendapat bahwa keseluruhan surat ini adalah Makkiyah, dan ia

110

Darwazah, al-Tafsîr al-Hadîts, Juz 5, h. 515-555

111

Al-Suyûtî, al-Itqân fi 'Ulûm al-Qur`ân, h. 36

112

Riwayat Abû al-Syaikh dari Qatâda, sebagaimana yang dinukil oleh al-Suyûtî, adalah:

لﺎﻗ ،ةدﺎﺘﻗ ﻦﻋ ،ﺦﯿﺸﻟا ﻮﺑأ جﺮﺧأ

:

ﮫﻟﻮﻗ ،ﺔﯾآ ﻻإ ﺔﯿﻧﺪﻣ ﺪﻋﺮﻟا ةرﻮﺳ

:

﴿

ﻦﯾﺬﻟا لاﺰﯾ ﻻو

ﺔﻋرﺎﻗ اﻮﻌﻨﺻ ﺎﻤﺑ ﻢﮭﺒﯿﺼﺗ اوﺮﻔﻛ

Lebih lanjut lihat: al-Suyûtî, al-Durr al-Mantsûr fî al-Tafsîr al-Ma`tsûr, Juz IV, h. 80

113

Ibn 'Abbâs, Tanwîr Miqbâs min Tafsîr Ibn 'Abbâs, (Beirut-Lebanon: Dâr Kutub al-'Ilmiyah, 2000), cet. ke-1, h. 261; lihat juga Abî Muhammad al-Husain bin Mas'ûd al-Farrâ` al-Bagwî Syâfi'î, Tafsîr Bagwî Musammâ Ma'âlim Tanzîl, Juz III, (Beirut-Lebanon: Dâr Kutub al-'Ilmiyah, 1993), cet. ke-1, h. 3

mempertanyakan bagaimana mungkin ayat terakhir surat al-Ra'd ini turun kepada 'Abdullah bin Salâm? sedangkan surat ini adalah Makkiyah.114

Selain Sa'id al-Kalbi dan al-Tabarsî terdapat pula ulama kontemporer yang sependapat dengan pandangan Darwazah, seperti Sayyid Qutb, yang meyakini bahwa surat ini adalah Makkiyah karena mengingat kandungannya yang bernada keras, baik dari segi temanya, cara penyampaiannya, ataupun situasi umumnya, seperti layaknya surat-surat Makkiyah lainnya.115 Hal senada juga diungkapkan oleh Ibn 'Âsyûr bahwa jika melihat pada sisi maknanya, selaras dengan langgam makna ayat-ayat Makkiyah, yakni makna-makna tersebut menunjukkan tentang keEsaan Tuhan dan ancaman terhadap kaum musyrikin.116

Dalam mushaf Utsmânî standar Indonesia, setelah melalui sidang dan mempertimbangkan beberapa dalil yang dipandang kuat dan tsiqah, lajnah pentashihan al-Qur`ân pun menetapkan melalui sidang pleno bahwa surat al-Ra'd

dimasukkan kedalam kelompok surat Makkiyah.117

Agaknya Darwazah dalam menentukan letak dan pengelompokan terhadap surat ini dilandaskan pada kandungan dan uslub (gaya bahasa) yang tercermin dalam ayat-ayatnya, yang kemudian di perkuat oleh riwayat yang hukumnya tsiqa serta beberapa pendapat mufassir sebelumnya yang mengelompokkannya dalam kelompok surat Makkiyah.

Dalam dokumen Syuhada Subir Metodologi Tafsir Al Qur (Halaman 148-153)