• Tidak ada hasil yang ditemukan

SURAT CERAI Saudaraku Zainuddin.

Dalam dokumen Tenggelamnya Kapal van der Wijck HAMKA (Halaman 120-123)

Dengan perasaan sangat duka, kota Surabaya saya tinggalkan. Amat besar malu yang saya pikul di hadapan umum; Sengaja saya pergi ke Banyuwangi ini ialah hendak nnencari pekerjaan. Tetapi pekerjaan belum juga dapat. Saya tahu sudah, bahwa semua adalah pembalasan Tuhan yang harus saya tanggungkan

Dosa saya terlalu besar terhadap kepada diri saudara. Kuncup pengharapan saudara yang mulai akan mekar, saya patahkan, saya rebut Hayati dari tangan saudara, pada hal saya tahu ketika itu bahwa saudara sangat cinta akan dia, dan dia pun mengharap akan bersuamikan saudara. Saya pengaruki keluarganya dengan wang, dengan turunan. Saya hinakan saudara di hadapan mereka Saya tidak insaf bahwasanya panas akan beganti juga dengan hujan bah. wasanya kehidupan ini adalah laksana roda pedati, turun naik silih he•ganti Saya tidak insaf bahwa kelak saya akan mengemis kepada orang yang pernah saya hinakan.

Memang setelah saya kawin dengan Hayati, saya berbesar hati beberapa bulan lamanya, lantaran cita-cita saya telah sampan kembang mekar dari Batipuh telah saya petik. Tetapi kemudian pergaulan kami nyata tak sesuai, sebab diaseorang perempuanyang tinggi budi, pada hal saya seorang yang rendah Sangka saya tidak akan sampai nyata balasan Tuhan ke atas diri saya Saya telah jatuh terlalu dalam ke lurah perjudian, tiba-tiba bertemu saya di kota Surabaya yang serarmi itu dengan orang yang telah pernah saya kecewakan hatinya; saya hinakan, saya pandang rendah Bertemu oleh saya dalam keadaan yang tidak saya sangaa-sangka Telah naik gensi dan deraiatnya, pada hal saya jatuh ke bawvh Saya harus menelan kepahitan malu, kepahitan pembalasan ilahi yang begitu terang dan nyata. Sekarang saya telah insaf akan keadaan itu.

Sekarang saya sudah menetapkan hukuman atas diri orang yang bersalah sekian besar. Saya mesti mencabut jiwanya, supaya dia lekas tersingkir. Maka sebelum itu, dengan surat ini saya berkata terus terang, bahwa Hayati [191] saya kembalikan ke tangan saudara, dia saya lepaskan, tidak dalam ikatan saya lagi Saya merasa hanya inilah sedikit pernbalas budi kepada tuan-tuan keduanya dari saya yang hina.

Saya kembalikan Hayati ke tangan saudara, karena memang saudaralah yang lebih berhak atas dirinya. Hampir dua tahun kami bergaul, ternyata pagaulan kami tidak cocok, karena dia saya dapat dengan jalan tipuan, meskipun berkulit nikah kawin. Akan lebih beruntung saudara mendapat dia, sebab dia seorang perempuan yang amat tinggi budinya. Dan dia pun akan lebih puas berokh suami yang cocok dengan aliran jiwanya Ada pun saya sendiri telah menetapkan ponis atas diri saya.

Tak perlu saudara hiraukan bagaimana kesudahan dari kehidupan saya. Karena kehilangan orang yang sebrgai saya ini dari dalam masyarakat, belumlah akan sebagai kepecahan telor ayam sebuah.

Aziz. Adinda Hayati!

Hampir dua tahun kita bergaul. Hampir dua tahun kau menuruti aliran hidup saya yang sial yang penuh dengan dosa, penuh dengan tangan yang kotor. Hanya semata-mata lantaran

menurutkan nafsu muda saya. Kau suruh saya mengerjakan ibadat kepada Tuhan, untuk menebus sesalahan di zaman remaja hanya sebulan dua dapat kukerjakan. Dasar kotor, kian lama seruan kekotoran itu kedengaran oleh telingaku kembali. Saya kecewakan hatimu, saya habiskan gaji dan pendapatanku untuk melepaskan nafsu angkara murkaku.

Saya tahu, kerap kali kau meratapi untung lantaran bersuami saya. Kerap kali pula kau kumaki, kucela, kupikulkan ke atas pundakmu kesalahan-kesudahan yang sebenarnya mesti saya sendiri memikul.

Hayati! Berhentilah lakon kesedihanmu hingga ini! Ketahuilah bahwa suami kau Aziz telah insaf akan ulahnya. Dan keinsafan itu akan ditebusnya. Pinang akan disurutkannya kegagang, sirih akan dipulangkannya ke tampuk.

Sengaja saya menyingkirkan diri, supaya jangan kau ingat juga kecantikkanmu dan

kemudaanmu yang telah hilang percuma lantaran kurampas. Maka [192] sebelum masanya lepas dan penyesalan timbul; semasa tunas angan-anganmu masih bisa tumbuh kembali, saya menyingkir pergi.

Saya akan memberikan hukuman kepada anak muda yang sekejam itu, yang mengecewakan perjalanan hidup seorang pujangga, mematahkan pergharapan seorang gadis, hanya dengan pengaruh wang dan turunannya, pada hal dirinya sendiri hanya seorang rendah dalam segala perkara.

Hapuskanlah segak kesedihan yang telah terlukis di keningmu. Kembalikanlah senyumanmu yang manis, hiduplah kembali dengan gembira, habiskanlah segala remuk kedukaan yang telah timbul di dirimu hampir dua tahun lamanya, lantaran saya

Maka sesampai surat ini, lantaran kau kuambil dahulunya dengan nikah yang sah menurut agama, sekararg kau kulepaskan pula dengan sah menurut agama. Sesampai surat ini ke tangan adinda, jatuhlah thalakku kepadamu 1 kali.

Meski pun setelah perkataan itu keluar dari mulutku kau bukan isteriku lagi, namun saya masih berani memohonkan kepada kau atas nama seorang yang telah hampir 2 tahun bergaul dengan dikau, yakni jika idahmu sampai, jarganlah kau kembali ke Padang, tetapi tinggallah dengan Zainuddin, kalau dia masih suka menerima kau jadi isterinya

Hanya sekedar inilah suratku. Inilah hanya korban yang dapat kuberikan, untuk pembalas budi baik Zainuddin, yang telah membalas segala kejahatan saya dengan kebaikan sekian lama. Dan jika sekiranya kau menerima kabar apa-apa tentang diriku yang tak baik, tolong maafkan segala kesalahanku selama kau jadi isteriku, dan tolong pula kiranya hai perempuan yang baik budi, membacakan doa-doa permohonan selamat untuk diri makhluk yang malang ini.

Bekas suamimu Aziz.

Di lembar yang kedua dari salah satu surat kabar harian terbaca satu perkabaran, dikirim oleh reporter dari Banyuwangi, demikian bunyinya:

MEMBUNUH DIRI DI HOTEL

Kemarin pagi, pelayan-pelayan di Hotel... telah ribut lantaran kamar yang ditumpangi oleh seorarg tetamu yang telah hampir semfnggu menumpang di sana, sudah lewat pukul 9 belum juga terbuka. Kira-kira pukul 10 dengan bersama-sama mereka membuka pintu dengan kekerasan. Setelah terbuka, telah didapati di dalamnya suatu keadaan yang amat ngeri.

Penumpang itu tidak bangun lagi buat selama-lamanya, rupanya dia telah membunuh dirinya dengan jalan memakan Adalin, obat tidur yang masyhur itu lebih dari 10 buah. Tube obat itu terdapat di atas meja telah kosong.

Polisi lekas diberi tahu. Dalam pemeriksaan polisi ternyota bahwa orang yang membunuh diri itu datang dari Surabaya, berasal dari Sumatera.

Sore itu juga setelah diselidiki oleh dokter, mayat itu telah dikuburkan di pusara orang Islam di kota ini...

Dalam dokumen Tenggelamnya Kapal van der Wijck HAMKA (Halaman 120-123)