• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. TIJAUA PUSTAKA

3.1 Susu Bubuk

Menurut Chandan (1997), susu segar secara alamiah mengandung 87.4% air dan sisanya berupa padatan susu sebanyak (12.6%). Padatan susu terdiri dari lemak susu (3.6%) dan padatan susu tanpa lemak (9%) yang mengandung mineral (0.7%), laktosa (4.9%) dan protein (3.4%). Selain mengandung air dan padatan susu, susu segar memiliki lebih dari 100 komponen lain yang penting bagi tubuh antara lain protein, kalsium, fosfor, vitamin A, vitamin B (terutama riboflavin dan vitamin B12), dan vitamin lainnya.

Susu segar cair sering diproses menjadi bubuk untuk menghasilkan produk susu yang stabil dengan kandungan solid tinggi. Susu bubuk adalah produk susu yang diperoleh dengan cara mengurangi sebagian besar air melalui proses pengeringan susu segar dan atau susu rekombinasi yang telah dipasteurisasi, dengan atau tanpa penambahan vitamin, mineral, dan bahan tambahan pangan yang diizinkan (SNI 01-2970 2006). Adapun komposisi yang terdapat pada susu bubuk dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi (%w/w) pada beberapa susu bubuk

Sumber: Chandan, 1997.

Susu bubuk terdiri dari susu bubuk berlemak, rendah lemak dan tanpa lemak. Susu bubuk juga sering diaplikasikan sebagai bahan baku maupun bahan tambahan pada industri pangan. Hal ini karena komponen dalam susu bubuk dapat mudah berinteraksi dengan komponen lain ketika diformulasikan dan diproses menjadi suatu produk pangan (Augustin dan Clarke, 2008). Persyaratan mutu susu bubuk di Indonesia secara komposisi, uji, dan secara keseluruhannya diatur oleh SNI 01-2970 tahun 2006 yang dapat dilihat pada Tabel 2.

Susu bubuk dibuat dengan menurunkan kadar airnya melalui proses pengeringan. Proses pengeringan dilakukan dengan tujuan mendapatkan susu bubuk dengan kadar air yang rendah.

Pengurangan kadar air pada susu segar memberikan keuntungan dalam hal mengurangi volume penyimpanan, biaya transportasi, dan dapat memperpanjang umur simpan produk (Fernandez, 2008).

Selain itu pengeringan juga bertujuan menurunkan aktivitas air (aw) sehingga dapat mengurangi risiko degradasi kimia dan menekan pertumbuhan mikroba. Kapang dan khamir terhambat petumbuhannya pada aw 0.65 sedangkan bakteri pertumbuhannya terhambat pada aw 0.75 (Early, 1998).

Metode pengeringan yang dilakukan dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain pengeringan drum (drum drying), pengeringan oven vakum (vaccum oven drying), pengeringan beku (freeze drying) dan pengeringan semprot (spray drying). Pengeringan semprot merupakan proses pengeringan yang umum digunakan di industri susu bubuk (Walstra, 1983; Spreer, 1995; dan Fernandez, 2008). Alat pengeringan semprot yang digunakan biasanya disebut spray dryer.

Komponen (%)

8 Tabel 2. Spesifikasi persyaratan mutu susu bubuk berlemak

No Jenis Satuan Persyaratan

1 Keadaan

Prinsip pengeringan semprot didasarkan pada proses penyemprotan produk dalam bentuk droplet cairan ke dalam suatu ruangan yang dihembus dengan udara panas sehingga terjadi proses pengeringan. Pada umumnya suhu proses yang digunakan adalah 170°C – 220°C untuk suhu inlet dan 75°C – 100°C untuk suhu outlet (Spreer, 1995). Bahan masukan pada metode pengeringan semprot dapat berupa larutan, emulsi, atau suspensi cairan. Aliran udara panas akan menaikkan suhu permukaan droplet sehingga air dalam droplet akan terevaporasi. Air yang terevaporasi akan keluar bersama aliran udara sedangkan droplet dengan kadar air rendah akan turun ke dasar chamber dengan bantuan cyclone. Setelah proses tersebut terbentuklah susu bubuk dengan kadar air sebanyak 6%

dengan ukuran diameter partikel <0.1 mm. Tahapan pengeringan terjadi dalam dua langkah atau lebih yaitu laju periode konstan (constant rate priod) yang terjadi selama permukaan droplet masih dapat terbasahi dan laju periode jatuh (falling rate priod), adalah laju penguapan yang terus menurun selama pengeringan seiring dengan semakin meningkatnya konsentrasi (Wiratakusumah et al., 1992). Proses pengeringan berikutnya dilakukan dengan mengalirkan udara panas untuk menghilangkan air sehingga produk susu bubuk tersebut memiliki kadar air 2- 4%.

Beberapa kelebihan metode pengeringan semprot antara lain adalah tidak banyak merusak mutu produk dibandingkan dengan metode pengeringan drum serta biaya pengeringan relatif terjangkau dibandingkan dengan metode freeze drying dalam menghasilkan kualitas produk yang relatif setara (Fernandez, 2008). Pengeringan susu dengan pengering semprot akan menghasilkan susu bubuk dengan kelarutan, flavor dan warna yang baik (Walstra et al., 1999).

Dalam susu bubuk dapat ditambahkan komposisi lain seperti vitamin, carrier vitamin, emulsifier, stabilizer, anticaking, antioksidan, dan juga flavor. Susu bubuk berasal baik dari susu segar dengan atau tanpa rekombinasi dengan zat lain seperti lemak atau protein yang kemudian dikeringkan.

9 Produk hasil pengeringan semprot sangat mudah menggumpal. Gula susu yang terbentuk pada proses pengeringan semprot merupakan gula amorphous yang sangat higroskopis dan sangat cepat menyerap kelembaban. Penyerapan kelembaban menyebabkan rekristalisasi dan biasanya disertai dengan perubahan warna dan pembentukan off – flavor. Hal tersebut merupakan penyebab caking pada kebanyakan produk susu bubuk selama penyimpanan. Peningkatan kelembaban produk dapat meningkatkan risiko mikrobiologis karena memperbesar peluang tumbuhnya mikroba.

3.2 Vitamin C (Asam Askorbat)

Asam askorbat (vitamin C) adalah suatu heksosa dan diklasifikasikan sebagai karbohidrat yang erat kaitannya dengan monosakarida.Vitamin C atau dikenal juga dengan nama asam askorbat memiliki rumus empiris C6H8O6 dengan bobot molekul (BM) 176,1. Vitamin C memiliki sifat umum, yaitu dalam bentuk murninya berupa kristal putih, tidak berwarna, tidak berbau dan mencair pada kisaran suhu 190oC-192oC, mudah larut dalam air, mempunyai sifat asam dan sifat pereduksi yang kuat (Ball, 2006). Sifat-sifat vitamin C tersebut terutama dipengaruhi oleh adanya struktur enadiol yang berkonjugasi dengan gugus karbonil dalam cincin lakton (Al-Ghannam dan Al-Olyan, 2005).

Vitamin C berada di alam terutama dalam bentuk L-asam askorbat. Vitamin C memiliki dua pasang enantiomer yaitu L- dan D- asam askorbat serta L- dan D- iso asam askorbat (Gambar 2).

D-asam askorbat hanya memiliki 10% aktivitas vitamin C dan biasanya ditambahkan ke dalam bahan pangan sebagai antioksidan (Andarwulan dan Koswara, 1992). Vitamin C mudah diabsorbsi secara aktif dan secara difusi pada bagian atas usus halus lalu masuk ke peredaran darah melalui vena porta.

Tubuh dapat menyimpan vitamin C hingga 1500 mg bila konsumsi vitamin C mencapai 100 mg per hari (Almatsier, 2001). Sedangkan, RDA (Recomended Dietary Allowance) yang dianjurkan untuk orang dewasa adalah 60 mg vitamin C per hari (Food and utrition Board, 1989).

Peranan utama vitamin C adalah dalam pembentukan kolagen interseluler. Kolagen merupakan senyawa protein yang banyak terdapat dalam tulang rawan, kulit bagian dalam tulang, dentin, dan vasculair endothelium. Asam askorbat sangat penting peranannya dalam proses hidroksilasi dua asam amino prolin dan lisin menjadi hidroksi prolin dan hidroksilisin. Kekurangan asam askorbat dapat menyebabkan sariawan, penyakit liver, alergi, arteriosclerosis dan beberapa penyakit lain yang masih diidentifikasi (Hossu dan Magearu, 2004).

Vitamin C juga memiliki peran dalam berbagai fungsi yang melibatkan respirasi sel dan kerja enzim yang mekanismenya belum sepenuhnya dimengerti, peran-peran itu adalah oksidasi fenilanin menjadi tirosin, reduksi ion feri menjadi fero dalam saluran pencernan sehingga besi lebih mudah terserap, melepaskan besi dari transferin dalam plasma agar dapat bergabung ke dalam feritin jaringan, serta pengubah asam folat menjadi bentuk yang aktif asam folinat, dan diperkirakan vitamin C juga berperan dalam pembentukan hormon steroid dan kolesterol. (Winarno, 2004).

Vitamin C bersifat mudah rusak jika berada dalam bentuk larutan, terutama jika terdapat udara, logam-logam seperti Cu dan Fe serta cahaya. Karena sifat vitamin C yang mudah tereduksi oleh hal-hal tersebut, maka kadar vitamin C pada makanan dan minuman menjadi salah satu parameter kualitas yang harus dijaga baik saat proses produksi maupun saat penyimpanan (Pisoschi et al, 2008). Sifat vitamin C yang paling utama adalah kemampuan mereduksinya yang kuat dan mudah teroksidasi yang dikatalisis oleh beberapa logam, terutama Cu dan Ag. Vitamin C sangat mudah larut dalam air, sedikit larut dalam alkohol, dan tidak larut dalam eter, benzena, kloroform, minyak dan sejenisnya (Andarwulan dan Koswara, 1992).

10 Gambar 2. Struktur asam askorbat (vitamin C)

Lebih lanjut Andarwulan dan Koswara (1992), mengemukakan bahwa asam askorbat bersifat sangat sensitif terhadap pengaruh-pengaruh luar yang menyebabkan kerusakan seperti suhu, konsentrasi gula dan garam, pH, oksigen, enzim, katalisator, dan logam. Oksidasi vitamin C biasanya terjadi pada pH 3-7 dalam bentuk larutan. Vitamin C tidak stabil dalam keadaan basa.

Sumber vitamin C di dalam bahan makanan terdapat pada buah-buahan segar dan sayuran segar (dengan kadar vitamin C yang lebih rendah). Di dalam buah, vitamin C terdapat pada konsentrasi tinggi di bagian kulit buah, konsentrasi agak lebih rendah terdapat di dalam daging buah dan konsentrasi yang lebih rendah lagi di dalam bijinya (Sediaoetama, 2000).

Selain pada buah-buahan dan sayuran segar vitamin C juga terkandung di dalam produk susu. Susu memiliki kandungan vitamin C sebanyak 0.94 mg per 100 gr susu (ational Dairy Council, 1993). Vitamin C pada susu bubuk biasanya terdapat dari bahan baku pembuatan susu bubuk itu sendiri dan dapat ditambahkan dari luar atau enrichment. Penambahan vitamin C juga banyak dilakukan oleh industri susu bubuk karena sifat vitamin C yang mudah rusak karena panas saat proses pasteurisasi dan pengeringan dengan spray dryer.

Vitamin A, D, E dan K serta beberapa vitamin larut air seperti vitamin C berada dalam jumlah sedikit pada produk susu, sehingga perlu ditambahkan dari luar produk atau difortifikasi.

Penambahan vitamin biasanya ditambahkan dari luar untuk membantu proses pertumbuhan, kesehatan dan reproduksi. Menurut Miller et al. (2000), terdapat beberapa jenis vitamin larut lemak dan larut air pada berbagai produk susu yang ditunjukkan dalam Tabel 3. Selanjutnya, vitamin C merupakan salah satu vitamin larut air yang banyak ditemukan pada produk susu diantara vitamin larut air lainnya yang ditunjukkan dalam Tabel 4.

Berdasarkan Tabel 3, dapat terlihat bahwa kandungan vitamin A (IU) pada produk susu murni dengan kadar lemak 2% lebih banyak dibandingkan susu rendah lemak dan susu murni dengan kadar lemak 3.25%. Seharusnya, susu murni dengan kadar lemak 3.25% memiliki jumlah vitamin A yang lebih banyak daripada susu murni dengan kadar lemak 2% dan susu rendah lemak karena jumlah vitamin A yang larut pada lemak lebih banyak. Adanya jumlah vitamin A yang lebih banyak pada susu murni dengan kadar lemak 2% dan susu rendah lemak disebabkan karena fortifikasi vitamin A pada kedua produk tersebut karena produsen tetap ingin memenuhi kebutuhan vitamin A walaupun jumlah lemak pada susu tersebut rendah (Miller et al., 2000).

11 Tabel 4 menunjukkan bahwa kandungan vitamin C pada susu memiliki jumlah cukup banyak dibandingkan vitamin larut air lainnya. Tetapi, kandungan vitamin C dalam susu tidak cukup banyak untuk memenuhi kebutuhan vitamin C dalam tubuh manusia sehingga biasanya ditambahkan dari luar produk atau sebagai bahan tambahan pangan.

Tabel 3. Kandungan vitamin larut lemak dan larut air dari berbagai produk susu

Sumber: USDA (1998) diacu dalam Miller et al. (2000) Tabel 4. Berbagai kandungan vitamin larut air pada susu

Sumber: ational Dairy Council (1993) diacu dalam Miller et al. (2000) Susu

Niasin ekuivalen, mg 0.856 2.088

Asam pantotenat, gr 0.314 0.766

Vitamin B, mg 0.042 0.102

Folat, mcg 5 12

Vitamin B12, mcg 0.357 0.871

12

Dokumen terkait