• Tidak ada hasil yang ditemukan

VALIDASI METODE DA APLIKASI STATISTICAL PROCESS CO TROL (SPC) PADA A ALISIS KADAR VITAMI C SUSU BUBUK DE GA POTE SIOMETER DI PT. FRISIA FLAG I DO ESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "VALIDASI METODE DA APLIKASI STATISTICAL PROCESS CO TROL (SPC) PADA A ALISIS KADAR VITAMI C SUSU BUBUK DE GA POTE SIOMETER DI PT. FRISIA FLAG I DO ESIA"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

VALIDASI METODE DA APLIKASI STATISTICAL PROCESS CO TROL (SPC) PADA A ALISIS KADAR VITAMI C SUSU BUBUK DE GA

POTE SIOMETER DI PT. FRISIA FLAG I DO ESIA

SKRIPSI

ARI I I DRAPRASTA F24080111

FAKULTAS TEK OLOGI PERTA IA I STITUT PERTA IA BOGOR

BOGOR

2012

(2)

METHOD VALIDATIO A D APPLICATIO OF STATISTICAL PROCESS CO TROL (SPC) FOR VITAMI C A ALYSIS I POWDERED

MILK USI G POTE TIOMETER AT PT. FRISIA FLAG I DO ESIA

Arini Indraprasta, Kelvin Wiharjo and Muhamad Arpah

Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO BOX 220,

Bogor, West Java, Indonesia

Phone: +62 877 7077 8615, e-mail: arini.indraprasta@gmail.com ABSTRACT

PT Frisian Flag Indonesia is a company engaged in the manufacturing industry that concern in milk.

Determination method of vitamin C which have been validated was done by potentiometer instrument.

To make sure that potentiometric analysis method can be used for the intended purpose then the method should be validated. Parameters determined on method validation were accuracy, precision, liniearity, limit of detection and limit of quantification. As the results, this method has an accuracy value based on true value sample at 99.45% accurate and using standard addition method in 1000 mg/Kg concentration with recovery percentage at 101.81%. Precision including repeatibility and reproducibility had relative standard deviation that obtained a good repeatability and reproducibilty conditions. The calibration curve that obtained from 500 mg/Kg to 2500 mg/Kg sample with linear equation of vitamin C is y= 0.002x + 0.112 and correlation coefficient of 0.998. Limit of Detection (LOD) was determined at 30.42 mg/Kg and Limit of Quantification (LOQ) was determined at 101.40 mg/Kg of vitamin C. The application of SPC using X-bar R control chart has average amount of vitamin C in FF2 product at 1049.1207 mg/Kg with average range at 55.5517 mg/Kg. The capabilities index showed Cp at 3.588 and CpK at 2.364.

Keywords: vitamin C, method validation, powdered milk, statistical process control

(3)

ARINI INDRAPRASTA. F24080111. Validasi Metode dan Aplikasi Statistical Process Control (SPC) pada Analisis Kadar Vitamin C Susu Bubuk dengan Potensimeter di PT Frisian Flag Indonesia. Dibawah bimbingan Muhamad Arpah dan Kelvin Wiharjo. 2012

RI GKASA

Susu merupakan bahan pangan alami dengan nilai nutrisi yang lengkap karena mengandung energi, protein, karbohidrat, lemak, mineral, vitamin, serta air sebagai bahan penyusun utama dan telah dikonsumsi oleh hampir seluruh lapisan masyarakat. Vitamin C dalam susu memiliki jumlah yang paling banyak di antara vitamin larut air lainnya seperti B1, B2, B6 dan B12. Salah satu parameter mutu yang dikendalikan pada produk PT Frisian Flag Indonesia adalah kadar vitamin C. Vitamin C yang terkandung dalam susu bubuk Frisian Flag ditambahkan dari luar karena kandungan vitamin C susu murni tidak mencukupi kebutuhan vitamin C pada bayi dan balita. Untuk menghasilkan keefektifan dan keefisienan analisis maka dibutuhkan instrumen yang dapat mengukur kadar vitamin C secara cepat dan akurat. Sehingga metode analisis penentuan kadar vitamin C dengan potensiometer harus di validasi untuk menjamin hasil yang dapat dipercaya.

Kegiatan magang penelitian ini bertujuan untuk melakukan validasi metode analisis penentuan kadar vitamin C pada produk susu bubuk dengan potensiometer dan menerapkan aplikasi Statistical Process Control (SPC) pada hasil kadar vitamin C susu bubuk yang diukur dengan potensiometer.

Langkah awal sebelum validasi metode analisis kadar vitamin C susu bubuk dengan metode potensiometri adalah standarisasi 2,6 dichlorophenol-indophenol (DPIP). Standarisasi dilakukan sebelum uji validasi untuk mencegah perubahan konsentrasi karena sifat DPIP yang tidak stabil saat penyimpanan. Hasil standarisasi DPIP yang didapat menunjukkan adanya perubahan konsentrasi dalam setiap analisis dengan nilai standar deviasi (SD) tidak lebih dari 0.008 gr/L.

Setelah penelitian pendahuluan, uji yang pertama dilakukan adalah kecermatan (akurasi).

Berdasarkan uji akurasi dengan metode persen perolehan kembali (recovery) didapat nilai recovery sebesar 101.81%. Sedangkan, uji akurasi dengan sampel acuan didapat akurasi sebesar 99.45% dan memiliki galat sebesar 0.55%. Hal ini sesuai dengan syarat penerimaan akurasi yaitu recovery yang berkisar antara 98%-102% dan galat yang mendekati 0.

Uji selanjutnya yaitu keseksamaan (presisi) dengan parameter keterulangan dan ketertiruan.

Uji presisi keterulangan, didapat nilai RSD hasil perhitungan analisis yaitu sebesar 1.10 dan nilai RSD analisis tersebut memiliki nilai yang lebih kecil dibandingkan dengan 0.67 kali RSD Horwitz, yaitu sebesar 3.82. Uji presisi ketertiruan yang dilakukan masing-masing analis memiliki nilai presisi yang dapat diterima. Begitu juga dengan nilai presisi yang dlakukan tiga analis didapat nilai RSD sebesar 0.8404 dan RSD Horwitz sebesar 5.72. Uji presisi keterulangan harus memenuhi syarat bahwa RSD analisis metode tersebut lebih kecil daripada 0.67 kali RSD Horwitz dan ketertiruan memenuhi syarat RSD analisis metode tersebut lebih kecil daripada RSD Horwitz.

Pengujian linearitas menghasilkan persamaan y = 0.002x + 0.112 yang mempunyai nilai R² sebesar 0.998. Dengan nilai R² tersebut menunjukkan bahwa metode analisis vitamin C menggunakan potensiometer ini memiliki linieritas yang baik, karena R² telah melebihi 0.99.

Uji batas deteksi (LOD) yang dilakukan potensiometer dengan mengukur konsentrasi vitamin C terendah pada konsentrasi 130 mg/Kg didapat konsentrasi aktual sebesar 141.7710 mg/Kg dan memiliki nilai LOD berdasarkan perhitungan rumus sebesar 30.42 mg/Kg dan LOQ 101.40 mg/Kg.

Pengujian batas kuantitasi (LOQ), diperoleh konsentrasi yang memenuhi syarat presisi dan akurasi

(4)

pada konsentrasi 476 mg/Kg. Dihasilkan nilai RSD analisis sebesar 1.93 dan 0.67 kali RSD Horwitz sebesar 4.22 yang menunjukkan bahwa hasil tersebut telah memenuhi syarat presisi, sedangkan akurasi yang dihasilkan dengan uji persen penerimaan kembali (recovery) masuk dalam range 95% - 105% yaitu sebesar 103.03%, tetapi hasil pengujian LOQ yang diterima didapat dari perhitungan nilai rumus sesuai dengan prosedur perhitungan yang baku.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa metode yang dipakai untuk analisis vitamin C pada susu bubuk ini telah tervalidasi dan dapat dilakukan analisis selanjutnya yaitu menerapkan aplikasi statistical process control (SPC) dan membuat diagram bagan kendali X bar-R.

Hasil penerapan aplikasi SPC dengan menggunakan bagan kendali X-bar R pada produk susu bubuk FF2, terdapat bagan kendali yang tidak terkontrol karena memiliki satu titik yang berada diluar bagan kendali atas yaitu pada subgrup ke-15. Dari bagan X-bar R tersebut, didapat nilai rata-rata kadar vitamin C pada produk FF2 sebesar 1049.1207 mg/Kg. Nilai Upper Control Limit (UCL) sebesar 1257.9920 mg/Kg dan Lower Control Limit (LCL) sebesar 840.2494 mg/Kg. Pada bagan kendali R didapat nilai rata-rata variasi kadar vitamin C produk sebesar 55.5517 mg/Kg yang tertera pada central line-nya. Nilai UCL sebesar 307.3712 mg/Kg dan LCL sebesar 0.00.

Berdasarkan bagan kendali yang diperoleh, rata-rata kadar vitamin C produk FF2 masih berada dalam standar dan spesifikasi perusahaan walaupun proses produksi tersebut memiliki satu penyebab variasi khusus. Dari bagan tersebut juga dapat dilihat bahwa rata-rata kadar vitamin C produk tersebut cenderung berada dibawah nilai target perusahaan yang terdapat pada kisaran 1250 mg/Kg. Sehingga, secara keseluruhan proses ini tidak terkendali secara statistik karena kadar vitamin C yang dihasilkan pada proses produksi ini memiliki satu titik pada subgrup ke-15 yang berada diluar batas pengendali atas (UCL).

Analisis selanjutnya yaitu kapabilitas proses, dari hasil analisis ini didapat nilai Cp dan CpK sebesar 3.588 dan 2.364. Berdasarkan hasil yang didapatkan, nilai Cp dan CpK proses produksi tersebut memiliki nilai yang lebih besar dari 1.33. Maka, kapabilitas proses tersebut termasuk memiliki kapasitas yang baik dan proses masih mampu memenuhi spesifikasi bawah atau atas.

(5)

VALIDASI METODE DA APLIKASI STATISTICAL PROCESS CO TROL (SPC) PADA A ALISIS KADAR VITAMI C SUSU BUBUK DE GA

POTE SIOMETER DI PT. FRISIA FLAG I DO ESIA

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJA A TEK OLOGI PERTA IA Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,

Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Oleh

ARI I I DRAPRASTA F24080111

FAKULTAS TEK OLOGI PERTA IA I STITUT PERTA IA BOGOR

BOGOR

2012

(6)

Judul Skripsi : Validasi Metode dan Aplikasi Statistical Process Control (SPC) pada Analisis Kadar Vitamin C Susu Bubuk dengan Potensimeter di PT Frisian Flag Indonesia

Nama : Arini Indraprasta NIM : F24080111

Menyetujui,

Pembimbing Akademik

Dr. Ir. M. Arpah, M.Si NIP. 19600608.198603.1.002

Mengetahui :

Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc NIP. 19680526.199303.1.004

Tanggal lulus: 27 Juli 2012

(7)

PER YATAA ME GE AI SKRIPSI DA SUMBER I FORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Validasi Metode dan Aplikasi Statistical Process Control (SPC) pada Analisis Kadar Vitamin C Susu Bubuk dengan Potensimeter di PT Frisian Flag Indonesia adalah hasil karya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik dan Pembimbing Lapang serta belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juli 2012

Yang membuat pernyataan

Arini Indraprasta F24080111

(8)

© Hak cipta milik Arini Indraprasta, tahun 2012 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari

Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya.

(9)

BIODATA PE ULIS

Arini Indraprasta. Lahir di Jakarta, 10 Januari 1991 dari ayah Ir. Praba Sutata dan ibu Renny Dieta Octaviana, sebagai putri pertama dari dua bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 2002 di SD Islam Al- Husna Bekasi. Selanjutnya, penulis melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMP Islam Al-Azhar 6 Jakapermai Bekasi hingga tahun 2005 dan menamatkan pendidikan SMA pada tahun 2008 dari SMA Islam Al- Azhar 4 Kemang Pratama Bekasi. Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Penulis diterima sebagai mahasiswi Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai kegiatan dan organisasi, antara lain menjadi anggota pengurus Departemen Profesi HIMITEPA (Himpunan Mahasiswa Teknologi Pertanian) pada tahun 2009-2010, anggota divisi seni pada kepanitiaan “TETRANOLOGI” tahun 2009, anggota divisi acara pada kepantiaan “NFIC (>ational Food Innovation Competition)” pada tahun 2009, anggota divisi Dana Usaha pada kepanitiaan “NSPC (>ational Student Paper Competition)” pada tahun 2010, anggota divisi Sponsorhsip pada kepanitaan “Seminar dan Training HACCP VIII Himitepa IPB” pada tahun 2010, dan ketua divisi konsumsi pada kepanitiaan “Masa Perkenalan Departemen ITP (BAUR)” pada tahun 2010. Disamping itu penulis juga mengikuti kegiatan lain seperti Pelatihan Good Laboratory Practices (GLP) pada tahun 2011.

(10)

KATA PE GA TAR

Alhamdulillahi Robbil’ alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul

“Validasi Metode dan Aplikasi Statistical Process Control (SPC) pada Analisis Kadar Vitamin C Susu Bubuk dengan Potensimeter di PT Frisian Flag Indonesia”.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tugas akhir ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada:

1. Bapak Praba, Ibu Renny, dan Putri yang senantiasa memberikan doa, cinta, kasih sayang, dukungan fisik maupun moril kepada penulis.

2. Dr. Ir. M. Arpah, M.Si, selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, dan motivasi selama penulis melakukan tugas akhir.

3. Mas Kelvin Wiharjo, selaku Supervisor GLP dan pembimbing lapang yang telah memberikan bimbingan, bantuan, ilmu, pengarahan dan motivasi selama penulis melakukan tugas akhir.

4. Dr. Didah Nur Faridah, S.TP, M.Si dan Dr. Ir. Dede R Adawiyah, M.Si atas kesediaannya menjadi dosen penguji dan memberi masukan kepada penulis.

5. Bapak Ramdani Sulaeman, selaku Manager Quality Control (QC) yang telah memberikan penulis kesempatan untuk melakukan penelitian di PT Frisian Flag Indonesia.

6. Seluruh dosen ITP yang telah memberikan ilmu dan nasihat selama perkuliahan.

7. Seluruh staff laboratorium QC PT Frisian Flag Indonesia Pasar Rebo, antara lain Mbak Dian, Mas Welby, Mas Edi, Mas Syafar, Koko Hema, Mas Donal, Mas Taqim, Mas Ajo, Pak Aen, Pak Detril, Mas Reza, Mas Dedy, Pak Haryanto, Pak Jafar, Pak Cecep, Pak Hendra, Pak Jose, Pak Zulfi, Mbak Beatrix, dan yang lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

8. Teman-teman PKL yang telah menemani dan berbagi suka-duka selama penulis melakukan tugas akhir, antara lain Dwi, Ani, Dini, Tari, Oky dan Inge.

9. Sahabat-sahabat yang selalu ada kapanpun dan dimanapun antara lain Aulia, Rini, Safa, Said, Bella, Fina, Sylvie, Yassy, Icha, Arya, Umar, Ratih, Sasti, dan semuanya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

10. Mas Danang Yudha Prakasa yang telah memberikan support, bantuan, dan semangat yang selalu senantiasa menemani penulis.

11. Sahabat-sahabat seperjuangan di ITP: Sendy, Niken, Cindy, Desy, Ranti, Icha, Icem, Mike, Mizu, Doddy, Gita, Dio, Oncom, Kamaliah, Sally, Virza, Ati, Tata, Oktan, Mutia, Shinta, Chairul, Wahyu, Latifah, Jeje, Dika, Yufi, dan seluruh keluarga ITP 45 yang tidak akan pernah terlupakan.

12. Seluruh pihak yang telah memberikan bantuan secara langsung maupun tidak langsung sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu dan teknologi pangan.

Bogor, Juli 2012

Arini Indraprasta

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG ... 1

1.2 TUJUAN ... 2

II. PROFIL PERUSAHAAN 2.1 SEJARAH DAN PERKEMBANGANNYA ... 3

2.2 LOKASI DAN TATA LETAK PERUSAHAAN ... 4

2.3 STRUKTUR ORGANISASI PERUSAHAAN ... 4

2.4 JENIS PRODUK ... 5

2.5 KETENAGAKERJAAN ... 5

III. TINJAUAN PUSTAKA 3.1 SUSU BUBUK ... 7

3.2 VITAMIN C (ASAM ASKORBAT) ... 9

3.3 VALIDASI METODE ANALISIS ...12

3.4 POTENSIOMETRI ...14

3.5 STATISTICAL PROCESS CONTROL (SPC) ... 15

IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN ...19

4.2 ALAT DAN BAHAN ...19

4.3 METODE PENELITIAN 4.3.1 Standarisasi 2,6 dichlorophenol-indophenol ...20

4.3.2 Perhitungan Kadar Vitamin C Sampel ...20

4.3.3 Kecermatan (Akurasi) ...21

4.3.4 Keseksamaan (Presisi) ...22

4.3.5 Linearitas ...22

4.3.6 Batas Deteksi (Limit of Detection) ...23

4.3.7 Batas Kuantitasi (Limit of Quantification) ... 23

4.3.8 Aplikasi Statistical Process Control (SPC) ...24

4.3.8.1 Pembuatan Control Chart X-bar R ...24

4.3.8.2 Perhitungan Kapabilitas Proses ...25

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 STANDARISASI 2,6 DICHLOROPHENOL-INDOPHENOL ...27

5.2 UJI KECERMATAN (AKURASI) ...28

5.3 UJI KESEKSAMAAN (PRESISI) ...29

5.4 UJI LINEARITAS ...32

5.5 UJI BATAS DETEKSI (Limit of Detection) ...32

5.6 UJI BATAS KUANTITASI (Limit of Quantification) ...33

5.7 APLIKASI STATISTICAL PROCESS CONTROL (SPC) ...35

5.7.1 Pembuatan X-bar dan R Control Chart ...36

(12)

5.7.2 Perhitungan Kapabilitas Proses ...37

VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 KESIMPULAN ... 39

6.2 SARAN ...40

DAFTAR PUSTAKA ...41

LAMPIRAN ...44

(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Komposisi (%w/w) pada beberapa susu bubuk ... 7

2. Spesifikasi persyaratan mutu susu bubuk berlemak ... 8

3. Kandungan vitamin larut lemak dan larut air dari berbagai produk susu ...10

4. Berbagai kandungan vitamin larut air pada susu ... 10

5. Hasil standarisasi 2,6 dichlorophenol-indophenol (DPIP) ... 27

6. Hasil uji akurasi persen perolehan kembali (recovery) pada konsentrasi vitamin C 1000 mg/Kg ...28

7. Hasil uji akurasi kadar vitamin C pada susu bubuk merk X ...39

8. Hasil uji keseksamaan keterulangan (repeatibility) kadar vitamin C pada susu bubuk merk X ... 30

9. Hasil uji keseksamaan ketertiruan (reproducibility) kadar vitamin C yang dilakukan Analis 1 pada susu bubuk merk X ... 30

10. Hasil uji keseksamaan ketertiruan (reproducibility) kadar vitamin C yang dilakukan Analis 2 pada susu bubuk merk X ...30

11. Hasil uji keseksamaan ketertiruan (reproducibility) kadar vitamin C yang dilakukan Analis 3 pada susu bubuk merk X ...31

12. Hasil uji keseksamaan ketertiruan (reproducibility) kadar vitamin C yang dilakukan tiga analis pada susu bubuk merk X ...31

13. Hasil uji batas deteksi (LOD) kadar vitamin C 130 mg/Kg pada laktosa bubuk ...33

14. Hasil uji batas kuantitasi kadar vitamin C 237,5 mg/Kg pada susu bubuk merk X ...34

15. Hasil uji batas kuantitasi kadar vitamin C 317 mg/Kg pada susu bubuk merk X ...34

16. Hasil uji batas kuantitasi kadar vitamin C 476 mg/Kg pada susu bubuk merk X ...34

(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Logo PT Frisian Flag Indonesia ... 4

2. Struktur asam askorbat (vitamin C) ...10

3. Kurva titrasi potensiometri (Metrohm Application Bulletin no. 98/3) ...14

4. Bagan kendali (Muhandri dan Kadarisman, 2005) ...16

5. Diagram alir penggunaan bagan-bagan kendali (Gasperz, 2001) ...17

6. Alat potensiometer Metrohm 702 SM ...19

7. Diagram alir pengukuran sampel ... 21

8. Kurva linearitas metode analisis vitamin C standar menggunakan Potensiometer ...32

9. Bagan kendali X-bar kadar vitamin C pada produk FF2 tanpa spesifikasi Perusahaan ... 36

10. Bagan kendali range kadar vitamin C pada produk FF2 tanpa spesifikasi Perusahaan ... 36

11. Bagan kendali X-bar kadar vitamin C pada produk FF2 dengan spesifikasi perusahaan ...37

12. Nilai Cp dan CpK produk FF2 yang dihasilkan bagan kendali X-bar R dengan spesifikasi perusahaan ...38

(15)

DAFTAR LAMPIRA

Halaman

1. Struktur Organisasi PT Frisian Flag Indonesia ...44

2. Data Uji Kecermatan (Akurasi) ... 45

3. Data Uji Keseksamaan (Presisi) ...46

4. Data Uji Linearitas ... 47

5. Data Uji Batas Deteksi (LOD) ...48

6. Data Uji Batas Kuantitasi (LOQ) ... 49

7. Data Pengukuran Kadar Vitamin C Produk FF2 (Satu Siklus Produksi) ...51

(16)

I. PEDAHULUA

1.1 Latar Belakang

Susu merupakan bahan pangan alami dengan nilai nutrisi yang lengkap dan telah dikonsumsi oleh hampir seluruh lapisan masyarakat. Susu merupakan salah satu produk pangan yang dikonsumsi masyarakat karena mengandung energi, protein, karbohidrat, lemak, mineral, vitamin, serta air.Terpenuhinya keadaan gizi masyarakat yang baik merupakan salah satu cara untuk mendukung suksesnya pembangunan pada era globalisasi.

Menurut Buckle et al. (1987), komposisi gizi susu terdiri atas lemak 3.9%, protein 3.4%, laktosa 4.8%, abu 0.72%, air 87.10%, dan bahan-bahan lain dalam jumlah sedikit seperti sitrat, enzim-enzim, fosfolipid, vitamin A, vitamin B dan vitamin C. Jika dipandang dari segi gizi, susu merupakan makanan yang hampir sempurna kandungan gizinya karena komposisi kandungan gizi yang terkandung dalam susu memiliki perbandingan yang sempurna sehingga susu mudah dicerna.

Salah satu sumber gizi yang terkandung dalam susu adalah vitamin. Hampir semua vitamin yang esensial bagi tubuh terdapat dalam susu baik dalam bentuk vitamin larut lemak seperti vitamin A, D, E dan K maupun larut air seperti vitamin C, B1, B2, niacin, folat, B6, B12. Vitamin C dalam susu memiliki jumlah yang paling banyak di antara vitamin larut air lainnya seperti B1, B2, B6 dan B12. Susu memiliki kandungan vitamin C sebanyak 0.94 mg per 100 gr susu (ational Dairy Council, 1993). Sedangkan RDA (Recomended Dietary Allowance) yang dianjurkan untuk orang dewasa adalah 60 mg vitamin C per hari (Food and utrition Board, 1989). Vitamin C berfungsi sebagai pembentuk kolagen tubuh, mencegah penyakit kanker dan kardiovaskular serta meningkatkan resistensi terhadap infeksi. Oleh karena itu, vitamin C merupakan parameter mutu susu yang harus dikendalikan mutunya pada produk susu.

Dalam menjaga kualitas produk, PT Frisian Flag Indonesia selalu melakukan pengendalian mutu secara kontinyu dan menyeluruh mulai dari bahan baku, mutu kemasan, label pengemas, mutu proses produksi, mutu produk antara (intermediate product) sampai produk akhir yang siap dipasarkan.

Proses pengendalian mutu ini dilakukan oleh divisi Quality Control (QC). Salah satu parameter mutu yang dikendalikan adalah kadar vitamin C pada susu bubuk. Vitamin C yang terkandung dalam susu bubuk Frisian Flag ditambahkan dari luar karena kandungan vitamin C susu murni tidak mencukupi kebutuhan vitamin C pada bayi dan balita.

Analisis kadar vitamin C dapat dilakukan dengan cara primary method secara manual dengan titrasi indofenol dan secondary method yaitu dengan menggunakan alat atau instrumen. Instrumen yang digunakan adalah potensiometer. Untuk menghasilkan keefektifan dan keefisienan analisis maka dibutuhkan instrumen yang dapat mengukur kadar vitamin C secara cepat dan akurat. Sehingga metode analisis penentuan kadar vitamin C dengan potensiometer ini harus divalidasi untuk menjamin hasil yang dapat dipercaya. Menurut Harmita (2004), validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya.

Validasi metode umumnya dilakukan oleh lembaga-lembaga penerima jasa analisis atau lembaga pendidikan. Dalam rangka memenuhi syarat akreditasi ISO 17025, maka PT Frisian Flag Indonesia melakukan validasi terhadap metode baru yang akan digunakan sebagai instrumen untuk menganalisis vitamin C pada produk susu bubuk. Validasi dilakukan agar data yang dihasilkan dapat dipertanggungjawabkan.

(17)

2 Jaminan mutu juga dapat dilakukan dengan mengontrol hasil secara statistika dengan menerapkan

Statistical Process Control (SPC), sehingga keterkendalian proses produksi dapat dipantau dan tindakan perbaikan dapat segera dilakukan apabila diperoleh proses yang tidak terkendali.

Pengendalian proses secara statistik menurut Gasperz (1998), sebagai metodologi pengumpulan dan analisis data kuantitatif, kemudian dilakukan penentuan dan interpretasi hasil pengukuran yang menjelaskan tentang proses dalam suatu industri, untuk meningkatkan output guna memenuhi kebutuhan dan ekspektasi pelanggan.

Pada dasarnya pengendalian kualitas secara statistik ini bertujuan untuk menyelidiki dengan cepat sebab-sebab terjadinya kesalahan dan melakukan tindakan perbaikan sebelum proses produksi menghasilkan terlalu banyak produk cacat yang menyebabkan kerugian. Pengkajian ini akan dilakukan pada produk susu bubuk bayi dengan parameter kadar vitamin C di PT Frisian Flag Indonesia, untuk melihat apakah proses produksi produk tersebut terkontrol secara statistik.

1.2 Tujuan

Tujuan dari kegiatan magang penelitian ini adalah melakukan validasi metode analisis penentuan kadar vitamin C pada produk susu bubuk dengan potensiometer dan menerapkan aplikasi Statistical Process Control (SPC) pada hasil kadar vitamin C susu bubuk yang diukur dengan potensiometer.

(18)

3

II. PROFIL PERUSAHAA

2.1 Sejarah dan Perkembangannya

Pengalaman lebih dari 35 tahun menjadikan PT Frisian Flag Indonesia pemimpin dan perusahaan terkemuka di industri susu Indonesia. Sebagai anggota salah satu grup produsen susu terbesar di dunia Friesland Coberco Dairy Foods, PT Frisian Flag Indonesia pada tahun 1971 mulai memproduksi susu kental manis dan selanjutnya diikuti produk lainnya. Sebelumnya, PT Frisian Flag Indonesia berperan sebagai pengimpor susu kental manis yang diproduksi di Belanda. Semua ini dimulai pada tahun 1922 dengan merk susu Friesche Vlag atau yang lebih dikenal sebagai Susu Bendera diimpor dari Cooperative Condensfabriek Friesland di Belanda, yang kemudian berubah nama menjadi Royal Friesland Foods. Dalam perkembangannya, perusahaan ini mulai memproduksi susu bubuk pada tahun 1979, dan di bidang susu cair pada tahun 1991. PT FVI kemudian berubah nama menjadi PT Frisian Flag Indonesia (FFI) pada tahun 2002. Pada tahun 2008, perusahaan ini melakukan merger dengan perusahaan Campina dan membentuk organisasi kooperatif dengan nama Royal Friesland Campina.

PT Frisian Flag Indonesia memproduksi dan memasarkan berbagai macam produk-produk susu, beberapa diantaranya susu bubuk, susu cair siap minum, dan susu kental manis. PT Frisian Flag Indonesia berkomitmen untuk dapat menyediakan produk-produk berkualitas kepada konsumen dan mitra bisnis PT Frisian Flag Indonesia.

Saat ini produk susu bendera diproduksi menggunakan bahan baku susu segar yang diperoleh dari peternak lokal seperti GKSI (Gabungan Koperasi Susu Indonesia) yang merupakan kerjasama dan kebijakan yang saling menguntungkan. Untuk menjalin kemitraan tersebut, PT Frisian Flag Indonesia memberikan penyuluhan dan bantuan kepada peternak lokal untuk menjamin ketersedian susu segar yang bermutu tinggi. PT Frisian Flag Indonesia melakukan pengolahan susu menggunakan teknologi canggih yang ramah lingkungan dan dengan pengawasan yang ketat untuk menjamin standar kebersihan dan kualitas yang tinggi.

Kantor PT Frisian Flag Indonesia berpusat di Jakarta dengan 7 kantor pemasaran dan perwakilan di seluruh Indonesia. PT Frisian Flag Indonesia memiliki dua fasilitas produksi di dua lokasi berbeda yaitu kantor pusat di Pasar Rebo yang didirikan pada tahun 1969 dan kantor cabang Ciracas yang didirikan pada 4 tahun kemudian (sebelumnya PT Foremost Indonesia yang diakusisi oleh PT Frisian Flag Indonesia pada tahun 1976). Aktivitas produksi PT Frisian Flag Indonesia terbagi menjadi dua plant. Dua plant produksi tersebut yaitu plant Pasar Rebo dan plant Ciracas. Plant Pasar Rebo memproduksi susu bubuk dan susu kental manis kemasan sachet, sedangkan plant Ciracas memproduksi susu kental manis kemasan kaleng serta susu cair kemasan siap minum (sterilized milk).

PT Frisian Flag Indonesia merupakan salah satu perusahaan yang mendapatkan sertifikat ISO 9001/9002 sebagai panduan untuk mengatur Quality Management System (QMS). Perusahaan ini juga memperoleh GMP (Good Manufacturing Practice) Award dari pemerintah sebagai salah satu perusahaan terbaik yang menerapkan Good Laboratory Practices (GLP) dalam pengendalian mutu produk. Selain itu, PT Frisian Flag Indonesia juga memperoleh sertifikat ISO 22000 sebagai panduan untuk Food Safety Management System (FSMS) sehingga produk yang dihasilkan memiliki mutu dan keamanan yang terjamin. Logo PT Frisian Flag Indonesia ditunjukkan oleh Gambar 1.

Prestasi PT Frisian Flag Indonesia mendapat kehormatan meraih sejumlah penghargaan dari berbagai organisasi dan bangga akan apa yang telah tercapai. PT. Frisian Flag percaya kesuksesan ini

(19)

4 akan menjadi motivasi untuk melakukan yang lebih baik lagi di masa yang akan datang. Penghargaan- penghargaan yang telah diterima antara lain:

1. Penghargaan sebagai Penanam Modal Asing Terbaik Untuk Industri Skala Besar dari Badan Koordinasi Penanaman Modal Nasional (BKPM) pada tahun 2009 2. Indonesian Customer Satisfaction Awards 2007 dari Frontier Consulting Group 3. Indonesia Employer of Choice 2007 dari SWA Magazine

4. Indonesia Platinum Brand 2007 dari SWA Magazine & MARS

5. Indonesia Golden Brand Award 2005/2006 dari SWA Magazine & MARS 6. Indonesia Best Brand Award 2005 dari SWA Magazine & MARS

7. Good Manufacturing Practice Award (GMP) 1996

Gambar 1. Logo PT Frisian Flag Indonesia

2.2 Lokasi dan Tata Letak Perusahaan

Lokasi pabrik PT Frisian Flag Indonesia cabang Pasar Rebo terletak di Jakarta Timur, tepatnya di Jalan Raya Bogor Km 5, Cijantung, Pasar Rebo, dengan luas area sebesar + 5 Ha. Area tersebut terbagi menjadi 3 bangunan utama. Bagunan pertama terdiri dari ruang kantor staf untuk administrasi perusahaan, gudang dan laboratorium departemen pengendalian mutu. Bangunan kedua terdiri dari ruang proses produksi SKM, ruang CIP (Cleaning in Place), gudang kantor, ruang pengemasan susu bubuk, penerimaan susu murni, ruang evaporasi, ruang spray drier dan laboratorium kecil untuk uji susu murni. Bangunan ketiga terdiri dari ruang pembangkit listrik, kantin, ruang ganti pakaian, dan kamar mandi.

Bagian utara pabrik berbatasan dengan perumahan penduduk, bagian selatan berbatasan dengan perumahan Departemen Sosial, bagian timur berbatasan dengan jalan Raya Bogor, sedangkan bagian barat berbatasan dengan perumahan penduduk.

2.3 Struktur Organisasi Perusahaan

PT Frisian Flag Indonesia dipimpin oleh seorang Presiden Direktur (President Director) yang membawahi lima bagian utama yang masing-masing dipimpin oleh seorang direktur yaitu Direktur Pemasaran (Marketing Director), Direktur Keuangan dan Administrasi (Financial and Administration Director), Direktur Personalia dan Umum (HRD and Corporate Affair Director), Direktur Penjualan dan Perdagangan (Sales and Trade Marketing Director), Direktur Operasional (Operation Director).

Dalam pelaksanaan tugasnya, Direktur Operasional dibantu oleh Manajer Pabrik (Plant Manager). Direktur Operasional juga membawahi beberapa departemen, seperti departemen Research and Development, departemen Supply Chain, departemen Quality Control (QC), dan departemen SHE

(20)

5 (Safety, Health, and Environment). Direktur Operasional juga bertanggung jawab atas empat kepala bagian (Head of Department). Struktur organisasi secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 1.

Kepala bagian dibantu oleh administrator, supervisor, staf senior, dan operator. Struktur organisasi PT Frisian Flag Indonesia mengikuti jenis organisasi garis dan staff (line and staff organization) yang menganut sistem arah wewenang mengalir dari atasan ke bawahan, sedangkan aliran tanggung jawab mengalir dari bawahan ke atasan.

2.4 Jenis Produk

Produk susu yang diproduksi PT Frisian Flag Indonesia terdiri atas susu bubuk, susu cair, dan susu kental manis. Susu bubuk dibedakan atas tiga jenis berdasarkan konsumen yang menggunakannya, yaitu infant (0-12 bulan), GUM (susu pertumbuhan untuk anak usia 1-6 tahun), dan main stream (>6 tahun). Produk yang termasuk infant formula antara lain susu bubuk Frisian Flag Tahap 1 dan susu bubuk Frisian Flag Tahap 2. Produk yang termasuk GUM antara lain susu bubuk Frisian Flag 123 dan susu bubuk Frisian Flag 456. Produk yang tergolong main stream antara lain Bendera Bubuk Instan, Bendera Bubuk Full Cream, Bendera Bubuk Madu, dan Bendera Bubuk Cokelat Frisian Flag. Produk susu kental manis antara lain adalah Susu Kental Manis coklat, full cream, gold, dan Fristi. Produk susu cair siap minum antara lain susu cair Frisian Flag dan Yes!.

2.5 Ketenagakerjaan

Jumlah staf dan karyawan PT Frisian Flag Indonesia berjumlah sekitar 2000 orang dan sebagian besar tenaga kerja adalah orang Indonesia. Setiap karyawan akan diuji oleh pihak-pihak yang terkait dengan kedudukan yang diberikan. Karyawan atau analis pada laboratorium mikrobiologi dan kimia hampir semua berlatar pendidikan S1. Sebelum diterima menjadi karyawan tetap terlebih dahulu akan menjalani masa percobaan.

Gaji karyawan diatur berdasarkan golongan, untuk gaji minimum tiap bulannya ditetapkan bagi tiap golongan oleh PT Frisian Flag Indonesia. Pihak perusahaan akan melakukan penilaian untuk kenaikan gaji. Penilaian ini didasarkan atas prestasi, masa kerja, dan kecakapan karyawan yang bersangkutan. Selain ketentuan tersebut, kenaikan gaji juga diberikan apabila nilai kerja (job value) di pasar meningkat atau terjadi angka-angka indeks konsumen yang dikeluarkan pemerintah atas dasar kemampuan perusahaan.

Seluruh karyawan memiliki kesempatan untuk mengalami kenaikan jabatan dengan syarat antara lain seseorang harus memiliki kemampuan lebih, jujur, terampil, dan loyal terhadap perusahaan. Untuk posisi atau kedudukan penting akan diutamakan seseorang yang memiliki kepemimpinan yang baik. Jika ada kekosongan kedudukan, maka perusahaan akan mempertimbangkan terlebih dahulu karyawan lama yang memenuhi persyaratan, sebelum menerima dan menempatkan orang baru.

Jika karyawan melakukan pelanggaran, maka karyawan tersebut dapat dikenai tindakan disiplin yang wujudnya berupa peringatan lisan atau peringatan tertulis tingkat satu, dua, atau tiga.

Tindakan terhadap pelanggaran dilihat juga berdasarkan bobot kesalahan yang dilakukan. Karyawan yang telah mencapai usia pensiun (55 tahun) berhak mendapat uang pesangon atau uang pensiun dari PT ASTEK. Tunjangan yang diberikan kepada karyawan adalah tunjangan hari raya, akhir tahun, dan asuransi kecelakaan selama 24 jam penuh.

Semua karyawan berhak mendapat cuti tahunan selama 12 hari kerja dengan tetap menerima upah penuh setelah bekerja 12 bulan terus-menerus. Cuti tidak dapat dikumpulkan dan harus diambil

(21)

6 dalam setahun yang menjadi haknya untuk digunakan. Karyawan wanita berhak mendapatkan cuti hamil sebagaimana diatur dalam undang-undang.

Jumlah jam kerja setiap karyawan adalah 40 jam kerja dalam setiap minggu, dengan 5 hari kerja ( 1 hari = 8 jam kerja). Untuk karyawan adminitrasi dikantor, hari dan jam kerja mulai hari Senin sampai Jum’at dari pukul 08.00 WIB sampai 16.30 WIB, sedangkan untuk karyawan pabrik terbagi atas 3 shift yang berkerja dari hari Senin sampai Jum’at dengan ketentuan shift pagi mulai pukul 07.00 WIB sampai 15.00 WIB, shift siang mulai pukul 15.00 WIB sampai 23.00 WIB, dan shift malam mulai dari pukul 23.00 WIB sampai 07.00 WIB.

(22)

7

III. TIJAUA PUSTAKA

3.1 Susu Bubuk

Menurut Chandan (1997), susu segar secara alamiah mengandung 87.4% air dan sisanya berupa padatan susu sebanyak (12.6%). Padatan susu terdiri dari lemak susu (3.6%) dan padatan susu tanpa lemak (9%) yang mengandung mineral (0.7%), laktosa (4.9%) dan protein (3.4%). Selain mengandung air dan padatan susu, susu segar memiliki lebih dari 100 komponen lain yang penting bagi tubuh antara lain protein, kalsium, fosfor, vitamin A, vitamin B (terutama riboflavin dan vitamin B12), dan vitamin lainnya.

Susu segar cair sering diproses menjadi bubuk untuk menghasilkan produk susu yang stabil dengan kandungan solid tinggi. Susu bubuk adalah produk susu yang diperoleh dengan cara mengurangi sebagian besar air melalui proses pengeringan susu segar dan atau susu rekombinasi yang telah dipasteurisasi, dengan atau tanpa penambahan vitamin, mineral, dan bahan tambahan pangan yang diizinkan (SNI 01-2970 2006). Adapun komposisi yang terdapat pada susu bubuk dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi (%w/w) pada beberapa susu bubuk

Sumber: Chandan, 1997.

Susu bubuk terdiri dari susu bubuk berlemak, rendah lemak dan tanpa lemak. Susu bubuk juga sering diaplikasikan sebagai bahan baku maupun bahan tambahan pada industri pangan. Hal ini karena komponen dalam susu bubuk dapat mudah berinteraksi dengan komponen lain ketika diformulasikan dan diproses menjadi suatu produk pangan (Augustin dan Clarke, 2008). Persyaratan mutu susu bubuk di Indonesia secara komposisi, uji, dan secara keseluruhannya diatur oleh SNI 01- 2970 tahun 2006 yang dapat dilihat pada Tabel 2.

Susu bubuk dibuat dengan menurunkan kadar airnya melalui proses pengeringan. Proses pengeringan dilakukan dengan tujuan mendapatkan susu bubuk dengan kadar air yang rendah.

Pengurangan kadar air pada susu segar memberikan keuntungan dalam hal mengurangi volume penyimpanan, biaya transportasi, dan dapat memperpanjang umur simpan produk (Fernandez, 2008).

Selain itu pengeringan juga bertujuan menurunkan aktivitas air (aw) sehingga dapat mengurangi risiko degradasi kimia dan menekan pertumbuhan mikroba. Kapang dan khamir terhambat petumbuhannya pada aw 0.65 sedangkan bakteri pertumbuhannya terhambat pada aw 0.75 (Early, 1998).

Metode pengeringan yang dilakukan dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain pengeringan drum (drum drying), pengeringan oven vakum (vaccum oven drying), pengeringan beku (freeze drying) dan pengeringan semprot (spray drying). Pengeringan semprot merupakan proses pengeringan yang umum digunakan di industri susu bubuk (Walstra, 1983; Spreer, 1995; dan Fernandez, 2008). Alat pengeringan semprot yang digunakan biasanya disebut spray dryer.

Komponen (%)

Kadar air 3.0

Kadar lemak 27.5

Kadar protein 26.4

Kadar laktosa 37.2

Kadar mineral 5.9

(23)

8 Tabel 2. Spesifikasi persyaratan mutu susu bubuk berlemak

No Jenis Satuan Persyaratan

1 Keadaan

Bau Rasa

- -

Normal Normal

2 Air b/b, % Maks. 5.0

3 Lemak b/b, % Min. 26.0

4 Protein b/b, % Min. 23.0

5 Cemaran Logam

Tembaga (Cu) Timbal (Pb) Seng (Zn) Timah (Sn) Raksa (Hg)

mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg

Maks. 20.0 Maks. 0.3 Maks. 40.0 Maks. 40.0/ 250.0*

Maks. 0.03

6 Arsen mg/kg Maks. 0.1

7 Cemaran mikroba Angka lempeng total Bakteri Coliform E. coli

Salmonella S.aureus

Koloni/g APM APM/g Koloni/100g Koloni/g

Maks. 5x104 Maks. 10

<3 Negatif 1x102

*Untuk kemasan kaleng Sumber : SNI 01-2970-2006

Prinsip pengeringan semprot didasarkan pada proses penyemprotan produk dalam bentuk droplet cairan ke dalam suatu ruangan yang dihembus dengan udara panas sehingga terjadi proses pengeringan. Pada umumnya suhu proses yang digunakan adalah 170°C – 220°C untuk suhu inlet dan 75°C – 100°C untuk suhu outlet (Spreer, 1995). Bahan masukan pada metode pengeringan semprot dapat berupa larutan, emulsi, atau suspensi cairan. Aliran udara panas akan menaikkan suhu permukaan droplet sehingga air dalam droplet akan terevaporasi. Air yang terevaporasi akan keluar bersama aliran udara sedangkan droplet dengan kadar air rendah akan turun ke dasar chamber dengan bantuan cyclone. Setelah proses tersebut terbentuklah susu bubuk dengan kadar air sebanyak 6%

dengan ukuran diameter partikel <0.1 mm. Tahapan pengeringan terjadi dalam dua langkah atau lebih yaitu laju periode konstan (constant rate priod) yang terjadi selama permukaan droplet masih dapat terbasahi dan laju periode jatuh (falling rate priod), adalah laju penguapan yang terus menurun selama pengeringan seiring dengan semakin meningkatnya konsentrasi (Wiratakusumah et al., 1992). Proses pengeringan berikutnya dilakukan dengan mengalirkan udara panas untuk menghilangkan air sehingga produk susu bubuk tersebut memiliki kadar air 2- 4%.

Beberapa kelebihan metode pengeringan semprot antara lain adalah tidak banyak merusak mutu produk dibandingkan dengan metode pengeringan drum serta biaya pengeringan relatif terjangkau dibandingkan dengan metode freeze drying dalam menghasilkan kualitas produk yang relatif setara (Fernandez, 2008). Pengeringan susu dengan pengering semprot akan menghasilkan susu bubuk dengan kelarutan, flavor dan warna yang baik (Walstra et al., 1999).

Dalam susu bubuk dapat ditambahkan komposisi lain seperti vitamin, carrier vitamin, emulsifier, stabilizer, anticaking, antioksidan, dan juga flavor. Susu bubuk berasal baik dari susu segar dengan atau tanpa rekombinasi dengan zat lain seperti lemak atau protein yang kemudian dikeringkan.

(24)

9 Produk hasil pengeringan semprot sangat mudah menggumpal. Gula susu yang terbentuk pada proses pengeringan semprot merupakan gula amorphous yang sangat higroskopis dan sangat cepat menyerap kelembaban. Penyerapan kelembaban menyebabkan rekristalisasi dan biasanya disertai dengan perubahan warna dan pembentukan off – flavor. Hal tersebut merupakan penyebab caking pada kebanyakan produk susu bubuk selama penyimpanan. Peningkatan kelembaban produk dapat meningkatkan risiko mikrobiologis karena memperbesar peluang tumbuhnya mikroba.

3.2 Vitamin C (Asam Askorbat)

Asam askorbat (vitamin C) adalah suatu heksosa dan diklasifikasikan sebagai karbohidrat yang erat kaitannya dengan monosakarida.Vitamin C atau dikenal juga dengan nama asam askorbat memiliki rumus empiris C6H8O6 dengan bobot molekul (BM) 176,1. Vitamin C memiliki sifat umum, yaitu dalam bentuk murninya berupa kristal putih, tidak berwarna, tidak berbau dan mencair pada kisaran suhu 190oC-192oC, mudah larut dalam air, mempunyai sifat asam dan sifat pereduksi yang kuat (Ball, 2006). Sifat-sifat vitamin C tersebut terutama dipengaruhi oleh adanya struktur enadiol yang berkonjugasi dengan gugus karbonil dalam cincin lakton (Al-Ghannam dan Al-Olyan, 2005).

Vitamin C berada di alam terutama dalam bentuk L-asam askorbat. Vitamin C memiliki dua pasang enantiomer yaitu L- dan D- asam askorbat serta L- dan D- iso asam askorbat (Gambar 2).

D-asam askorbat hanya memiliki 10% aktivitas vitamin C dan biasanya ditambahkan ke dalam bahan pangan sebagai antioksidan (Andarwulan dan Koswara, 1992). Vitamin C mudah diabsorbsi secara aktif dan secara difusi pada bagian atas usus halus lalu masuk ke peredaran darah melalui vena porta.

Tubuh dapat menyimpan vitamin C hingga 1500 mg bila konsumsi vitamin C mencapai 100 mg per hari (Almatsier, 2001). Sedangkan, RDA (Recomended Dietary Allowance) yang dianjurkan untuk orang dewasa adalah 60 mg vitamin C per hari (Food and utrition Board, 1989).

Peranan utama vitamin C adalah dalam pembentukan kolagen interseluler. Kolagen merupakan senyawa protein yang banyak terdapat dalam tulang rawan, kulit bagian dalam tulang, dentin, dan vasculair endothelium. Asam askorbat sangat penting peranannya dalam proses hidroksilasi dua asam amino prolin dan lisin menjadi hidroksi prolin dan hidroksilisin. Kekurangan asam askorbat dapat menyebabkan sariawan, penyakit liver, alergi, arteriosclerosis dan beberapa penyakit lain yang masih diidentifikasi (Hossu dan Magearu, 2004).

Vitamin C juga memiliki peran dalam berbagai fungsi yang melibatkan respirasi sel dan kerja enzim yang mekanismenya belum sepenuhnya dimengerti, peran-peran itu adalah oksidasi fenilanin menjadi tirosin, reduksi ion feri menjadi fero dalam saluran pencernan sehingga besi lebih mudah terserap, melepaskan besi dari transferin dalam plasma agar dapat bergabung ke dalam feritin jaringan, serta pengubah asam folat menjadi bentuk yang aktif asam folinat, dan diperkirakan vitamin C juga berperan dalam pembentukan hormon steroid dan kolesterol. (Winarno, 2004).

Vitamin C bersifat mudah rusak jika berada dalam bentuk larutan, terutama jika terdapat udara, logam-logam seperti Cu dan Fe serta cahaya. Karena sifat vitamin C yang mudah tereduksi oleh hal-hal tersebut, maka kadar vitamin C pada makanan dan minuman menjadi salah satu parameter kualitas yang harus dijaga baik saat proses produksi maupun saat penyimpanan (Pisoschi et al, 2008). Sifat vitamin C yang paling utama adalah kemampuan mereduksinya yang kuat dan mudah teroksidasi yang dikatalisis oleh beberapa logam, terutama Cu dan Ag. Vitamin C sangat mudah larut dalam air, sedikit larut dalam alkohol, dan tidak larut dalam eter, benzena, kloroform, minyak dan sejenisnya (Andarwulan dan Koswara, 1992).

(25)

10 Gambar 2. Struktur asam askorbat (vitamin C)

Lebih lanjut Andarwulan dan Koswara (1992), mengemukakan bahwa asam askorbat bersifat sangat sensitif terhadap pengaruh-pengaruh luar yang menyebabkan kerusakan seperti suhu, konsentrasi gula dan garam, pH, oksigen, enzim, katalisator, dan logam. Oksidasi vitamin C biasanya terjadi pada pH 3-7 dalam bentuk larutan. Vitamin C tidak stabil dalam keadaan basa.

Sumber vitamin C di dalam bahan makanan terdapat pada buah-buahan segar dan sayuran segar (dengan kadar vitamin C yang lebih rendah). Di dalam buah, vitamin C terdapat pada konsentrasi tinggi di bagian kulit buah, konsentrasi agak lebih rendah terdapat di dalam daging buah dan konsentrasi yang lebih rendah lagi di dalam bijinya (Sediaoetama, 2000).

Selain pada buah-buahan dan sayuran segar vitamin C juga terkandung di dalam produk susu. Susu memiliki kandungan vitamin C sebanyak 0.94 mg per 100 gr susu (ational Dairy Council, 1993). Vitamin C pada susu bubuk biasanya terdapat dari bahan baku pembuatan susu bubuk itu sendiri dan dapat ditambahkan dari luar atau enrichment. Penambahan vitamin C juga banyak dilakukan oleh industri susu bubuk karena sifat vitamin C yang mudah rusak karena panas saat proses pasteurisasi dan pengeringan dengan spray dryer.

Vitamin A, D, E dan K serta beberapa vitamin larut air seperti vitamin C berada dalam jumlah sedikit pada produk susu, sehingga perlu ditambahkan dari luar produk atau difortifikasi.

Penambahan vitamin biasanya ditambahkan dari luar untuk membantu proses pertumbuhan, kesehatan dan reproduksi. Menurut Miller et al. (2000), terdapat beberapa jenis vitamin larut lemak dan larut air pada berbagai produk susu yang ditunjukkan dalam Tabel 3. Selanjutnya, vitamin C merupakan salah satu vitamin larut air yang banyak ditemukan pada produk susu diantara vitamin larut air lainnya yang ditunjukkan dalam Tabel 4.

Berdasarkan Tabel 3, dapat terlihat bahwa kandungan vitamin A (IU) pada produk susu murni dengan kadar lemak 2% lebih banyak dibandingkan susu rendah lemak dan susu murni dengan kadar lemak 3.25%. Seharusnya, susu murni dengan kadar lemak 3.25% memiliki jumlah vitamin A yang lebih banyak daripada susu murni dengan kadar lemak 2% dan susu rendah lemak karena jumlah vitamin A yang larut pada lemak lebih banyak. Adanya jumlah vitamin A yang lebih banyak pada susu murni dengan kadar lemak 2% dan susu rendah lemak disebabkan karena fortifikasi vitamin A pada kedua produk tersebut karena produsen tetap ingin memenuhi kebutuhan vitamin A walaupun jumlah lemak pada susu tersebut rendah (Miller et al., 2000).

(26)

11 Tabel 4 menunjukkan bahwa kandungan vitamin C pada susu memiliki jumlah cukup banyak dibandingkan vitamin larut air lainnya. Tetapi, kandungan vitamin C dalam susu tidak cukup banyak untuk memenuhi kebutuhan vitamin C dalam tubuh manusia sehingga biasanya ditambahkan dari luar produk atau sebagai bahan tambahan pangan.

Tabel 3. Kandungan vitamin larut lemak dan larut air dari berbagai produk susu

Sumber: USDA (1998) diacu dalam Miller et al. (2000) Tabel 4. Berbagai kandungan vitamin larut air pada susu

Sumber: ational Dairy Council (1993) diacu dalam Miller et al. (2000) Susu Susu

murni (kadar lemak 3.25%)

Susu murni (kadar lemak 2%)

Susu rendah lemak (kadar lemak 1%)

Susu tanpa lemak

Susu coklat

Susu coklat dengan pengurangan lemak

Susu coklat rendah lemak

utrien Satuan 1 cup 1 cup 1 cup 1 cup 1 cup 1 cup 1 cup Asam

askorbat

Mg 2.29 2.32 2.45 2.47 2.28 2.30 2.33

Tiamin Mg 0.09 0.10 0.10 0.10 0.09 0.09 0.10

Riboflavin Mg 0.40 0.40 0.42 0.43 0.41 0.41 0.41

Niasin Mg 0.21 0.21 0.22 0.22 0.31 0.32 0.32

Asam Pantotenat

Mg 0.77 0.78 0.82 0.83 0.74 0.75 0.76

Vitamin B6

Mg 0.10 0.11 0.11 0.11 0.10 0.10 0.10

Folat Mcg 12.20 12.44 12.99 13.23 11.75 12.00 12.00

Vitamin B12

Mcg 0.87 0.89 0.94 0.95 0.84 0.85 0.85

Vitamin A, IU

IU 307.44 500.20 499.80 499.80 302.50 500.00 500.00

Vitamin A, RE

Mcg, RE

75.64 139.08 149.45 149.45 72.50 142.50 147.50

Vitamin E Mg, ATE

0.24 0.17 0.10 0.10 0.23 0.13 0.07

Vitamin Per 100 gr susu murni Per cup (8 oz, 224 gr) susu murni

Asam askorbat, mg 0.94 2.29

Tiamin, mg 0.038 0.093

Riboflavin, mg 0.162 0.395

Niasin 0.084 0.205

Niasin ekuivalen, mg 0.856 2.088

Asam pantotenat, gr 0.314 0.766

Vitamin B, mg 0.042 0.102

Folat, mcg 5 12

Vitamin B12, mcg 0.357 0.871

(27)

12

3.3 Validasi Metode Analisis

Validasi metode direkomendasikan untuk memastikan bahwa suatu metode dapat menghasilkan data yang akurat dan dapat dipercaya. Validasi dipergunakan untuk metode analisa yang baru dibuat dan dikembangkan. Selain itu, validasi metode dilakukan jika terjadi perubahan kondisi antara kondisi analisis dan kondisi pada saat validasi metode terdahulu, atau terjadi perubahan metode dari metode standar. Beberapa manfaat validasi metode analisis yaitu untuk mengevaluasi unjuk kerja suatu metode analisis, menjamin prosedur analisis, menjamin keakuratan dan kedapat ulangan hasil prosedur analisis, dan mengurangi resiko penyimpangan yang mungkin timbul (EURACHEM, 1998).

Validasi metode dilakukan dengan cara melakukan kecermatan (accuracy), keseksamaan (precision), selektifitas (specificity), linearitas dan rentang, batas deteksi atau limit of detection (LOD), batas kuantitasi atau limit of quantitation (LOQ), ketangguhan metode (ruggedness), dan uji kekuatan (robustness). Terdapat beberapa rujukan validasi metode seperti International Organization for Standardization (ISO), United State Pharmacopoeia (USP), British Pharmacopoeia (BP), Association of Official Analytical Chemistry (AOAC), International Union of Pure and Applied Chemistry (IUPAC) dan International Conference on Harmonizaton (ICH). Penelitian ini mengacu pada petunjuk validasi metode dari AOAC meliputi kecermatan, keseksamaan, linearitas, batas deteksi dan batas kuantitasi.

Akurasi adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan juga dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Kecermatan hasil analis sangat bergantung kepada sebaran galat sistematik di dalam keseluruhan tahapan analisis. Oleh karena itu, untuk mencapai kecermatan yang tinggi hanya dapat dilakukan dengan cara mengurangi galat sistematik tersebut seperti menggunakan peralatan yang telah dikalibrasi, menggunakan pereaksi dan pelarut yang baik, pengontrolan suhu dan pelaksanaannya yang cermat dan sesuai prosedur (Harmita, 2004).

Akurasi dapat ditentukan melalui dua cara, yaitu metode simulasi (spiked-placebo recovery) atau metode adisi (standard addition method). Metode simulasi dilakukan dengan menambahkan sejumlah analit bahan murni ke dalam plasebo (semua campuran reagent yang digunakan minus analit), lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar standar yang ditambahkan (kadar yang sebenarnya). Tetapi bila tidak memungkinkan membuat sampel plasebo, maka dapat dipakai metode adisi. Dalam metode adisi, sampel dianalisis untuk diketahui komposisi awal analitnya, kemudian sampel ditambahkan sejumlah tertentu standar dan dianalisis kembali.

Selisih kedua hasil dibandingkan dengan kadar yang sebenarnya (hasil yang ditambahkan).

Hasil uji recovery dinyatakan sebagai rasio antara hasil yang diperoleh dengan hasil yang sebenarnya, sehingga akan diketahui nilai analisis error sistematisnya. Analisis dilakukan pada kondisi yang sama antara sampel dan sampel yang ditambahkan standar. Kesalahan sistematis adalah sama dengan minus kesalahan acak dan penyebab dari kesalahan ini tidaklah diketahui.

Uji keseksamaan atau presisi digunakan untuk mengevaluasi tingkat kedekatan antara hasil tes individu sampel tertentu sehingga diketahui kesalahan acak analisis (Harmita, 2004). Uji keseksamaan dapat berupa uji keterulangan (repeatibility) dan ketertiruan (reproducibility). Uji keseksamaan tidak berhubungan dengan nilai benar atau tidaknya nilai tersebut. Ukuran keseksamaan biasanya diukur sebagai simpangan baku atau simpangan baku relatif (koefisien variasi).

Uji keterulangan adalah keseksamaan metode jika dilakukan berulang kali oleh analis yang sama pada kondisi yang sama dan dalam interval waktu yang pendek. Keterulangan dilakukan dengan menggunakan sampel yang identik dari batch yang sama, sehingga dapat memberikan ukuran

(28)

13 keseksamaan pada kondisi yang normal. Sedangkan uji ketertiruan adalah keseksamaan metode yang dikerjakan pada kondisi berbeda. Analisis dilakukan dalam laboratorium-laboratorium yang berbeda menggunakan peralatan, pereaksi, pelarut, dan analis yang berbeda pula. Analisis dilakukan terhadap sampel-sampel yang diduga identik serta dari batch yang sama. Reproducibility dapat juga dilakukan dalam laboratorium yang sama dengan menggunakan peralatan, pereaksi, dan analis yang berbeda (Harmita, 2004).

Linieritas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon yang secara langsung atau dengan bantuan transformasi matematika yang baik, proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Rentang metode adalah pernyataan batas terendah dan tertinggi analit yang sudah ditunjukkan dapat ditetapkan dengan kecermatan, keseksamaan, dan linearitas yang dapat diterima (Harmita, 2004). Jika terdapat hubungan yang linear, hasil uji harus dievaluasi lebih lanjut secara statistik dengan perhitungan garis regresi. Sebagai parameter adanya hubungan linier digunakan koefisien korelasi r pada analisis regresi linier Y= a+ bx. Linieritas yang baik adalah persamaan yang memiliki R2 lebih dari 0,99. Dalam penentuan linieritas, direkomendasikan untuk menggunakan minimum lima konsentrasi (EMA,1995).

Uji batas deteksi atau Limit of Detection (LOD) adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi dan memberikan respon yang signifikan oleh alat (Harmita, 2004), tetapi konsentrasi tersebut belum tentu dimiliki oleh sampel yang diujikan. Pengujian LOD dilakukan dengan 7 kali ulangan, kemudian dihitung standar deviasinya. LOD, dinyatakan oleh persamaan:

 =  + 3  keterangan:

LOD : Limit of Detection atau batas deteksi x : Rata-rata hasil pembacaan blanko SD : Standar deviasi

Uji batas kuantitasi atau Limit of Quantitation (LOQ) menurut Harmita (2004) adalah kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama.

Harmita selanjutnya menyatakan bahwa prinsip uji LOQ pada metode yang menggunakan instrumen dilakukan dengan membuat sederet blanko contoh sebanyak 7 – 10 kali ulangan. LOQ dinyatakan oleh persamaan:

 = 10 

keterangan:

LOQ : Limit of Quantitation atau batas kuantitasi SD : Standar deviasi

Selektifitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang hanya mengukur zat tertentu secara akurat dan presisi walaupun terdapat komponen lain yang mungkin ada dalam matriks sampel (Harmita, 2004). Selektifitas dinyatakan sebagai derajat penyimpangan metode terhadap sampel yang mengandung cemaran seperti hasil urai atau senyawa sejenis atau senyawa asing lainnya, kemudian dibandingkan terhadap hasil analisis sampel yang tidak mengandung cemaran.

Ketangguhan metode (ruggedness) adalah derajat ketertiruan hasil uji yang diperoleh dari analisis sampel yang sama dalam berbagai kondisi uji normal, seperti laboratorium, analisis, instrumen, bahan pereaksi, suhu, dan hari yang berbeda. Ketangguhan biasanya dinyatakan sebagai tidak adanya pengaruh perbedaan operasi atau lingkungan kerja pada hasil uji. Ketangguhan metode merupakan ukuran ketertiruan pada kondisi operasi normal antara laboratorium dan antar analis.

(29)

14 Uji kekuatan (robustness) dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari perubahan metodologi yang kecil yang terjadi terus menerus. Uji kekuatan juga berfungsi untuk mengevaluasi respon analitik dan efek presisi dan akurasi. Identifikasi sekurang-kurangnya 3 faktor analisis yang dapat mempengaruhi hasil bila diganti atau diubah.

3.4 Potensiometri

Potensiometri merupakan suatu pengukuran tunggal terhadap potensial dari suatu aktivitas ion yang diamati, hal ini terutama diterapkan dalam pengukuran pH larutan (Basset, 1994).

Potensiometri merupakan aplikasi langsung dari persamaan Nernst dengan cara pengukuran potensial dua elektroda tidak terpolarisasi pada kondisi arus nol. Persamaan Nernst memberikan hubungan antara potensial relatif suatu elektroda dan konsentrasi spesies ioniknya yang sesuai dengan larutan.

Dengan pengukuran potensial reversible suatu elektroda, maka perhitungan aktivitas atau konsentrasi suatu komponen dapat dilakukan.

Prinsip potensiometri didasarkan pada pengukuran potensial listrik antara elektroda indikator dan elektroda yang dicelupkan pada larutan. Untuk mengukur potensial pada elektroda indikator harus digunakan elektroda standar yang berfungsi sebagai pembanding yang mempunyai harga potensial tetap selama pengukuran (Gandjar, 2007). Elektroda pembanding yang diambil sebagai baku international adalah elektroda hidrogen baku. Harga potensial elektroda ini ditetapkan nol pada kesadahan baku ( H+ )= 1 M, tekanan gas H2 = 1 atm dan suhu 25o C, sedangkan gaya gerak listrik ( GGL ) pasangan elektroda itu diukur dengan bantuan potensiometer yang sesuai, dan sering digunakan peralatan elektronik ( volt meter ).

Pada dasarnya setiap titrasi (asam–basa), kompleksiometri, ataupun titrasi redoks dapat dilakukan secara potensiometri dengan bantuan elektroda indikator dan elektroda pembanding yang sesuai (Ramsey dan Colichman, 1942). Dengan demikian diperoleh kurva titrasi yang menggambarkan grafik potensial volume penitran yang ditambahkan dan mempunyai kenaikan yang tajam disekitar titik kesetaraan (Gambar 3).

Gambar 3. Kurva titrasi potensiometri (Metrohm Application Bulletin no.98/3)

Gambar 3 menunjukkan hubungan antara satuan potensial yang dinyatakan dalam millivolt (mV) dan volume titran yang dikeluarkan alat dalam milliliter (ml). Grafik tersebut menunjukkan potensial berada pada titik paling tinggi ketika belum ada volume titran yang dikeluarkan untuk

300 U[mV]

700

500

100

0 1 2 3 4

V[ml]

(30)

15 mentitrasi. Seiring dengan bertambahnya volume titran yang dikeluarkan, maka mV yang ditunjukkan alat potensiometer akan turun hingga mencapai titik keseimbangan yang akan menyebabkan mV turun secara drastis hingga 0 mV dan tidak ada lagi titran yang dikeluarkan oleh alat. Hasil dari grafik tersebut yang ditunjukkan oleh titik hitam disebelah kanan kurva dapat diperkirakan merupakan titik akhir titrasi. Cara potensiometri cocok untuk menentukan titik akhir titrasi jika dalam percobaan tidak ada indikator yang cocok, misalnya saja analisa untuk larutan yang keruh atau bila daerah kesetaraannya sangat pendek (Rivai, 1995). Kelebihan potensiometri sebagai metode dalam menentukan kadar vitamin C adalah metode ini dapat mengukur kadar vitamin C secara cepat pada jus, tanaman dan material lainnya (Abdullin et al, 2001).

Prinsip potensiometri dengan titrasi (asam-basa) dapat dilakukan untuk menentukan kadar vitamin C pada produk susu bubuk. Penentuan kadar vitamin C susu bubuk dengan prinsip potensiometri dilakukan dengan menggunakan alat titrasi dengan merk Metrohm 702 SM. Alat ini menggunakan 2,6-dichlorophenol indophenol (DPIP) sebagai titran untuk menentukan kadar vitamin C dalam produk susu bubuk. Dibantu dengan campuran asam metafosfat/asam asetat glasial dan EDTA sebagai pereaksi. Penambahan campuran asam metafosfat/asam asetat glasial berfungsi untuk membuat larutan dalam keadaan asam dan sebagai penstabil karena larutan ini lebih stabil dalam keadaan asam (Andarwulan dan Koswara, 1992). EDTA berfungsi sebagai pengkelat logam terutama Fe dan Cu. Titik akhir titrasi dideteksi oleh alat potensiometer dengan menggunakan elektroda logam atau emas. Terjadinya perubahan warna menjadi warna merah muda menandai telah tercapainya titik akhir titrasi (Brady, 1999). Potensiometri dapat dilakukan untuk produk susu bubuk karena larutan susu bubuk yang berwarna keruh (Rivai, 1995).

3.5 Statistical Process Control (SPC)

Salah satu teknik pengendalian mutu yang dapat digunakan suatu industri adalah pengendalian mutu secara statistik (statistical process control). Statistical process control adalah suatu cara pengendalian proses yang dilakukan melalui pengumpulan dan analisis data kuantitatif selama berlangsungnya proses produksi. Selanjutnya dilakukan penentuan dan interpretasi hasil-hasil pengukuran yang telah dilakukan, sehingga diperoleh gambaran yang menjelaskan baik tidaknya suatu proses untuk peningkatan mutu produk agar memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan (Gasperz, 1998).

Mutu memerlukan suatu proses perbaikan yang terus menerus (continuous improvement).

Perbaikan mutu dapat dilakukan dengan baik jika indikator keberhasilannya merupakan suatu nilai yang terukur. Ketidaksesuaian karakteristik mutu seperti bobot bersih produk akan berdampak kerugian pada salah satu pihak, yaitu produsen atau konsumen.

Pengendalian proses statistikal bertujuan untuk mengendalikan dan memantau terjadinya penyimpangan mutu produk, memberikan peringatan dini untuk mencegah terjadinya penyimpangan mutu produk lebih lanjut, memberikan petunjuk waktu yang tepat untuk segera melakukan tindakan koreksi dari proses yang menyimpang, dan mengenali penyebab keragaman atau penyimpangan produk (Hubeis, 1997).

Tujuan utama pengendalian proses secara statistik adalah pengurangan variasi yang sistematik dalam karakteristik mutu kunci produk. Pengendalian proses secara statistik akan menstabilkan proses dan mengurangi variasi,sehingga menghasilkan biaya mutu yang lebih rendah dan mempertinggi posisi dalam kompetisi yang semakin ketat (Montgomery, 1996). Mengetahui variasi suatu proses dalam menghasilkan output sangat penting, agar dapat mengambil tindakan- tindakan perbaikan terhadap proses itu secara tepat. Metode statistik diperlukan untuk

(31)

16 mengidentifikasi penyimpangan dan menunjukkan penyebab berbagai penyimpangan baik untuk proses produksi maupun bisnis, sehingga menyebabkan peningkatan produktivitas (Ryan, 1989).

Pengendalian proses secara statistik berarti proses itu dikendalikan berdasarkan catatan data yang secara terus menerus dikumpulkan dan dianalisis agar menghasilkan informasi yang dapat digunakan dalam mengendalikan dan meningkatkan proses sehingga proses memiliki kemampuan untuk memenuhi spesifikasi output yang diinginkan (Gaspersz, 1998).

Bagan kendali pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Walter Andrew Shewhart dari Bell Telephone Laboratories, Amerika Serikat, pada tahun 1924 dengan maksud untuk menghilangkan variasi tidak normal melalui pemisahan variasi yang disebabkan oleh penyebab khusus (special- causes variation) dari variasi yang disebabkan oleh penyebab umum (common-causes variation) (Gaspersz, 2001).

Menurut Muhandri dan Kadarisman (2005), bagan kendali (control chart) merupakan grafik garis yang mencantumkan batas maksimum dan batas minimum yang merupakan daerah batas pengendalian. Menurut Gaspersz (1998), pada dasarnya setiap bagan kendali memiliki sumbu X melambangkan nomor contoh, sumbu Y melambangkan karakteristik output, garis tengah atau Central Line (CL), dan sepasang batas pengendali, yaitu Batas Pengendali Atas (BPA) atau Upper Control Limit (UCL) dan Batas Pengendali Bawah (BPB) atau Lower Control Limit (LCL).

Untuk membuat Control chart diperlukan pendugaan terhadap variasi yang diakibatkan oleh penyebab umum. Terdapat beberapa jenis Control chart menurut jenis data pengukuran yang dipakai (data variabel atau data atribut) serta tujuan penggunaannya. Data variabel menunjukkan karakteristik kualitas yang mempunyai dimensi kontinyu yang dapat mengambil nilai-nilai kontinyu dalam kemungkinan yang tidak terbatas, seperti : panjang, kecepatan, bobot, volume dan lain-lain.

Dalam setiap Control chart, batas kontrol dihitung dengan menggunakan formulasi berikut : UCL = (nilai rata-rata) + 3 (simpangan baku)

LCL = (nilai rata-rata) - 3 (simpangan baku)

Simpangan baku adalah variasi yang disebabkan oleh penyebab umum.

Gambar 4. Bagan kendali (Muhandri dan Kadarisman, 2005)

Kegunaan bagan kendali yaitu untuk meningkatkan produktivitas, mencegah produk cacat, mencegah pengaturan proses yang tidak perlu,memberikan informasi tentang proses, dan memberikan informasi tentang kapabilitas proses. Tujuan utama control chart berguna untuk mengetahui penyebab variasi spesifik hasil produksi (Dahlgaard et al., 1998). Proses terkendali secara statistik dicirikan oleh bagan kendali yang semua titik-titik contohnya berada dalam batas-batas pengendalian (diantara batas pengendali atas dan batas pengendali bawah). Dengan demikian, apabila nilai-nilai yang ditebarkan

Gambar

Tabel 3. Kandungan vitamin larut lemak dan larut air dari berbagai produk susu
Gambar 5. Diagram alir penggunaan bagan-bagan kendali (Gazpersz, 2001)
Tabel 5. Hasil standarisasi 2,6 dichlorophenol-indophenol (DPIP)
Tabel 7.  Hasil uji akurasi kadar vitamin C pada susu bubuk merk X
+7

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu, untuk mengetahui dan menganalisis tentang pengaruh bauran pemasaran terhadap keputusan pembelian produk keripik buah pada usaha ini maka dilakukan

Perusahaan menyediakan produk untuk dinikmati oleh berbagai kalangan yang ingin menikmati makanan berbahan dasar pasta, karena Spaghetti Sosis (SpaSis) dapat dinikmati baik anak

Apabila aktiva persekutuan baru tidak dinilai ulang, tetapi modal dalam jumlah yang sama ditransfer ke Cakra, jurnal tunggal cukup untuk mencatat transfer tersebut:.

1) Pemberian skor pada jawaban uraian sebaiknya dilakukan per nomor soal yang sama untuk semua jawaban peserta didik agar konsistensi penskor terjaga dan skor

Dengan menggunakan Prinsip Doppler, hasil citra untuk setiap obyek akan berbeda tanpa memiliki antena yang panjang karena pada saat wahana bergerak melewati obyek, obyek akan

Perkembangan Jumlah Lembaga dan Profesi Penunjang Pasar Modal

Sadar bahwa Sadar bahwa Tidak tahu Tidak tahu Tidak trampil Tidak trampil Sadar bahwa Sadar bahwa Tidak tahu Tidak tahu Tidak trampil Tidak trampil Belajar Belajar Belajar

Berdasarkan observasi yang telah dilakukan peneliti di sekolah tersebut, peneliti menemukan terjadinya tindak tutur ilokusi antara guru dengan siswa dan siswa dengan guru