”Pilih Sidang Atau Berdamai” Dari Group Band Morfem)
SKRIPSI
Disusun Oleh :
Okky Wahyu Wicaksono 0443010155
YAYASAN KESEJAHTERAAN, PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
JURUSAN ILMU KOMUNIKASI
"9'ilih Sidang atau Damai" Dari Group Band Modem)
Nama : O KKY W AIIYU W IC AKS O N O
NPb 1 : 044307011155
Progdi : limn Kommnikasi
Faku ltas : llnm Sosial dan Ilmu Politik
Telah disctujui untuk mengikuti Seminar Proposal
Mengetahu i Menyetujui,
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
ABSTRAKSI ... v
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 7
1.3. Tujuan Penelitian ... 7
1.4. Manfaat Penelitian ... 8
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori ... 9
2.1.1. Musik ... 9
2.1.2. Lirik ... 11
2.1.3. Definisi Penyuapan ... 12
2.1.4. Semiotika ... 14
2.1.5. Semiotika dalam Ilmu Komunikasi ... 13
2.1.6. Semiotika Roland Barthes ... 17
2.2. Kerangka berfikir ... 26
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Definisi Penelitian ... 27
3.3. Corpus ... 28
3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 30
3.5. Metode Analis Data ... 30
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Objek Penelitian ... 34
4.1.1. Sekilas tentang Band Morfem ... 34
4.1.2. Lirik Lagu Pilih Sidang Atau Berdamai ... 35
4.2. Penyajian Data ... 36
4.3. Analisis dan Interpretasi Data ... 38
4.4. Pembahasan ... 58
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 63
5.2. Saran ... 64
DAFTAR PUSTAKA
Lagu Pilih Sidang Atau Berdamai Oleh Group Band Morfem (Studi Semiotika Representasi Penyuapan Dalam Lirik Lagu ”Pilih Sidang Atau Berdamai” Dari Group Band Morfem)
Perkembangan musik Indonesia akhir-akhir ini sangat pesat mulai dari musik indie hingga musik mainstream, Salah satu band Indie dari Jakarta bernama Morfem. Band yang terbentuk pada akhir dekade lalu ini adalah proyek sampingan dari vokalis The Upstairs, Jinni Multhazam. Seperti lagu-lagu yang lainnya, Lagu terbaru band Morfem yang berjudul "Pilih Sidang atau Berdamai" memiIiki sebuah makna tersendiri tergantung pada orang yang mendengarnya. Lagu “Sidang atau Berdamai" ini sendiri menceritakan tentang pengalaman seorang pemuda yang mengalami kesialan karena harus berurusan dengan polisi di jalan karena melanggar tata tertib lalu lintas Tujuan dari penelitian ini adalah untuk untuk mengetahui representasi penyuapan dalam lirik lagu “Pilih Sidang atau Berdamai” yang dibawakan oleh group band Morfem.
Teori yang digunakan adalah semilogi Roland Barthes yang mendasari kajian-kajian Barthes selanjutnya terhadap obyek-obyek kenyataan atau unsur-unsur kebudayaan yang sering ditelitinya. Semiologi Barthes tersusun atas tingkatan-tingkatan sistem bahasa. Umumnya Barthes membuatnya dalam dua tingkatan bahasa, bahasa tingkat pertama adalah hahasa sebagai obyek dan bahasa tingkat kedua yang disebut metabahasa. Bahasa ini merupakan suatu sistem tanda yang memuat penanda dan petanda. Metode dalam penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif, yaitu sebuah metode yang lebih menyesuaikan bila dalam penelitian ini kenyataanya ganda, menyajikan secara langsung hubungan antara peneliti dengan objek peneliti, lebih peka serta dapat menyesuaikan diri dengan banyak pengaruh terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.
Kesimpulan dari interpretasi lagu pilih “Sidang atau Berdamai” yang dibawakan oleh band morfem adalah bahwa penyuapan yang terjadi disebabkan karena adanya tawaran dari oknum yang memiliki kekuasaan serta lemahnya kesadaran akan hukum dan tanggungjawab yang dimiliki oleh masyarakat. Melalui lagu ”Pilih Sidang atau Berdamai” dapat menyadarkan masyrakat serta oknum yang memiliki kekuasaan agar sadar bahwa tindakan penyuapan baik yang memberi suap atau menerima suap merupakan tindakan melanggar hukum.
1.1.Latar Belakang Masalah
Musik merupakan hasil budaya manusia yang menarik diantara banyak budaya yang lain, dikatakan menarik karena musik memegang peranan yang sangat banyak diberbagai bidang. Seperti jika dilihat dari sisi psikologinya, musik kerap menjadi sarana pemenuhan kebutuhan manusia datum hasrat akan seni dan berkreasi. Dari sisi sosial musik dapat disebut sebagai cermin tatanan sosial yang ada dalam masyarakat saat musik tersebut diciptakan. Dari segi ekononri, musik telah berkembang pcsat menjadi suatu komoditi yang menguntungkan.
Isi tanda musik dalam hal ini adalah emosi yang dibangkitkan dalam diri pendengar. Langer berpendat bahwa musik merupakan “ekspresi perasaan, bentuk simbolik” yang signifikansinva dapat dirasakan, tetapi tidak dapat didelinisikan karena ia hanya bersitat “implisit”, tetapi secara konvesional tidak tetap'. Para ahli ilmu musik yang telah bcrupaya menemukan berbagai korelasi antara bentuk dan isi musik adalah Meyer dan Cooke. Meyer mengembangkan teori kesesuian antara pola-pola tegangan, penundaan dan pelepasan dalam irama atau harmoni dan dalam herbagai emosi manusia. Cooke bahkan mencoha menetapkan 'kosakata' musik yang berkaitan dengan frase-frase musik dan rangkaian yang selaras dengun berbagai emosi seperti kegembiraan, kesenangan, kesedihan dan sebabainya (Noth. 2006:440).
diungkapkannya. Pesan yang disampaikan oleh seorang pencipta lagu tentunya tidak berasal dari luar diri pencipta lagu tersebut, dalam artian bahwa pesan tersebut bersumber pada pola pikirnya serta kerangka acuan (frame of reference) dan pengalaman (field of experience) sehagai lingkungan social disekitarnya.
(www.balipost.co.id/baliposcetak/2006/g3.html).
Makna yang terkandung dari sebuah lagu berbeda antara satu lagu dengan lagu lain karena makna menurut Rakhmad (1996) sehuah makna kata sangat subjektif artinya bergantung pada orang yang memaknai kata itu sendiri. Ketertarikan peneliti juga berdasarkan pada unsur metafora yaitu pemakaian kata atau persamaan karena lirik lagu adalah sehuah ekspresi tertulis dalam komunikasi verbal yang menjelaskan terhadap makna isi lagu yang ada di dalamnya, suatu lirik lagu juga dapat menggantarkan suatu perasaan pada seseorang (Kridakalaksana dalam Sohur, 2003:155).
mendistribusikan dan promosi dengan uang sendiri
(http://id.88db.com/ID/Views/Looking-for-Something.htm?aspxerropath=/id/
Views/ListDiseussionReplv.aspx) .
Salah satu band Indie dari Jakarta bernama Morfem. Band yang terbentuk pada akhir dekade lalu ini adalah proyek sampingan dari vokalis The Upstairs, Jinni Multhazam bersama tiga rekannya yang beberapa tergabung juga dalam band The Porno, Nervous Breakdown dan Dikeroyok Wanita, yakni Pandu Fathoni (gitar), Freddie Alexander Wamerin (drum) dan Bramasta Juan Sasongko (bas). Debut album yang diberi judul INDONESIA menyiratkan lirik kritis menyoroti hirup pikuk ibukota yang semakin semrawut dikemas secara apik, lucu, lugas tanpa ada kesan menjadi martir ataupun menggurui. Alasan peneliti memilih band Morfem karena dalam membuat lagu, Morfem mencoba memilih tema yang biasa terjadi sehari-hari dari sudut pandang mereka sebagai orang yang terlibat dan ditengah-tenguh ganasnya kehidupan Jakarta. Setelah sukses dengan single mereka yang berjudul "Gadis Suku Pedalaman", sekarang Morfem telah mengeluarkan single terbarunya yang berjudul "Pilih Sidang atau Berdamai".
Seperti lagu-lagu yang lainnya, Lagu terbaru band Morfem yang berjudul "Pilih Sidang atau Berdamai" memiIiki sebuah makna tersendiri tergantung pada orang yang mendengarnya. Lagu “Sidang atau Berdamai" ini sendiri menceritakan tentang pengalaman seorang pemuda yang mengalami kesialan karena harus berurusan dengan polisi di jalan karena melanggar tata tertib lalu lintas.
undang-undang tata tertib lalu lintas yaitu undang-undang no 22 tahun 2009. Pengendara yang melanggar lain lintas akan mendapatkan bukti pelanggaran atau tilang. Pengendara yang kena tilang diharuskan membayar denda sesuai dengan peraturan yang berlaku. Fenomena yang terjadi akhir-akhir ini hanyak sekali terjadi tindak pelanggaran lalu lintas yang berakhir dengan cara menyuap polisi agar pelanggar lalu lintas tersebut dapat lolos dari jerat hukum. Biasanya pelanggar memilih untuk menyuap polisi dengan uang berlipat-lipat dari denda yang akan dijatuhkan karena adanya anggapan bahwa mengurus tilang itu sangatlah sulit dan memakan waltu yang lama. Sebenarnya bila penyuapan ini terbukti, maka bisa membuat polisi dan penyuap dihukum pcnjara karena menyuap polisi atau pegawai ncgeri adalah sebuah perbuatan melanggar hukum. Padahal sesuai dengan instruksi Polri tidak memperbolehkan adanya penyelesaian pelanggaran lalu lintas dengan cara "damai", karena bila ketahuan menyuap polisi, maka akan dikenakan denda hukuman pcnjara 10 tahun
(http://www.lintasberita.com/Lifestyle/Otomotif/
perhatian-mulai-5-maret-2011-jangan- coba-coba-mcnyuap-polisi-lagi-itu-hanya- jebakan.).
dilakukan kampanye anti suap, kasus suap yang sering terjadi justru terjadi di jalan dari data ayang dihimpun sebuah surat kabar di Surabaya, hampir semua kasus suap yang diungkap polisi berasal dari perkara tilang. Hal tersebut sangat wajar terjadi karena penyuapan dalam kasus tilang di jalan telah menjadi kebiasaan selama ini. Kampanye anti suap itu dilakukan dengan maksud membina mental personel polisi (http://www.forumbebas.com/thread-25527.html).
Untuk mengurangi maraknya penyuapan kepada petugas polisi di nJAlan Raya, pihak POLRI sebenarnya telah menciptakan suatu inovasi baru Elektronik Traffic Law Enforcement (E-TLE) atau tilang elektronik yang segera diberlakukan DitLantas Polda Metro Jaya, tailang elektornik tersebut memiliki dua peran yaitu penggunaan E-TLE ini untuk mendidik masyarakat agar tertib berlalu lintas dan meminimalisir interaksi petugas dengan pelanggar agar tidak terjadi 'main mata' alias aksi suap terhadap petugas, Sedangkan peran yang kedua adalah sinergi dengan kebijakan pemerintah perihal tertib administrasi kendaraan bermotor. Maksudnya, dalam penerapan tilang elektronik ini, akhirnya mengharuskan pemilik kendaraan untuk melapor atau mengonfirmasi jika kendaraannya telah dijual karena surat tilang pelanggar akan dikirimkan ke alamat yang tertera di STNK. Ketika itu, masyarakat pun dituntut untuk balik nama jika kendaraannya telah dijual
juga dapat diartikan sebagai suatu keadaan bebas dari keadaan perang (Wikipedia.org). Damai juga identik dengan suasana tanpa kekerasan, adanya harmoni, toleransi, saling menghargai dan relasi yang setara antar individu maupun komunitas yang hidup bersama untuk mencapai tujuan tertentu dalam suatu wilayah tertentu pula. Namun damai juga menjadi suatu mimpi yang tidak bisa dijangkau oleh sehagian warga diberbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia yang memiliki sejarah panjang konflik kekerasan dengan berbagai latar belakang penycbabnva. (
http://umum.kompasiana.com/2009/06/17/damai-itu-apa-sekilas-pendidikan-perdamaian/).
(http:/umum.kompasiana.com/2009/06/17/damai-itu-apa-sekilas-pendidikan-perdanmian/).
Penelitian ini naenggunakan semiotik Barthes, menurut Barthes, semiologi pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai (to signify) dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan (to commnicate), namun memaknai berarti bahwa objck-objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi system terstruktur dari tanda (Kurniawan, 2001:53 dalam Sohur. 2006:15)
Bcrdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan sehuah studi semiologi untuk mcngetahui representasi penyuapan dalam lirik Iagu "Pilih Sidang atau Berdamai" oleh group band Morfem.
1.2.Perumusan Masalah
Dari latar bclakang diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimanakah representasi penyuapan dalam lirik lagu: “Piling Sidang Atau Berdamai” yang dibawakan oleh group band morfem?
1.3.Tujuan Penelitian
1.4.Manfaat Penelitian
1. Kcgunaan praktis
Diharapkan dapat membantu pembaca dalam memahami makna tentang representasi penyuapan pada lirik lagu “Pilih Sidang atau Berdamai" yang dibawakan oleh grup band Morfem.
2. Kegunaan tcoritis -
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Musik
Musik adalah suara atau bunyi-bunyian yang diatur menjadi satu yang menarik dan menycnangkan. Dengan kata lain musik dikenal sehagai sesuatu yang terdiri atas nada dan ritme yang mengalun secara teratur. Musik juga memainkan peran dalam evolusi manusia, dibalik perilaku dan tindakan manusia terdapat pikiran dan perkembangan yang dipengaruhi oleh musik. Seni musik merupakan salah satu seni untuk menyampaikan ekspresi. Ekspresi yang disampaikan sekarang ini bukan hanya mengandung unsur keindahan seperti tema-tema percintaan, namun belakangan ini banyak tercipta terna-tema yang berisi permasalahan sosial dan realitas yang ada pada masyarakat. Musik dapat tercipta karena didorong oleh kondisi sosial, politik, dan ekonomi masyarakat. Musik adalah cermin sebuah masyarakat, musik juga diilhami oleh perilaku umum masyarakat, dan sebaliknya perilaku umu m masyarakat dapat terilhami oleh musik tertentu. Perilaku umum masyarakat dapat berupa permasalahan sosial, peristiwa monumental, kebutuhan dan tuntutan bersama, kritikan ataupun harapan yang diidamkan (Ayuningtyas, 2006:9).
1. Musik Klasik: ada sedikit pergeseran makna, seperti terjadi pula pada nama
ataupun istilah lain. Ada tiga taksirat mengenai musik klasik yang sering
digunakan.
a. Pertama: Musik klasik adalah jenis musik terkenal yang dibuat atau
diciptakan jauh di masa lalu, tetapi disukai, dimainkan dan diminati orang
sepanjang masa sampai sekarang.
b. Kedua: Musik klasik ialah jenis musik yang lahir atau diciptakan oleh
komponis-komponis pada masa klasik, yaitu masa sekitar tahun 1750-1800.
c. Ketiga: Musik klasik adalah jenis musik yang dibuat pada masa sekarang,
tetapi mengambil gaya, corak, ataupun teknik yang terdapat pada musik
klasik dari pengertian pertama dan kedua.
2. Musik Jazz: jenis musik yang dianggap lahir di New Orleans, Amerika Serikat,
pada awal abad ini. Merupakan perpaduan antara teknik dan peralatan musik
Eropa, khususnya Perancis, dengan irama bansa negro asal Afrika Barat, di
perkebunan-perkebunan kapas, New Orleans Selatan.
3. Musik Keroncong: Jenis musik dimana dalam musik ini dipergunakan
peralatan dan peralatan musik barat yang dimainkan dan dinyanyikan
dengan gaya musik tradisi kita yang sudah ada sebelumnya. Misal: permainan
4. Musik Populer: Jenis musik yang selalu memasukkan unsur-unsur ataupun
cara-cara baru yang selalu disukai, atau diharapkan akan disukai oleh
pendengar dewasa ini. Tujuannya adalah memperoleh ledakan popularilas
sebesar mungkin dan secepat mungkin. Walaupun dua atau tiga tahun
kemudian tak ada lagi yang bisa mendengarkannya. Musik populer merupakan
suatu bidang yang mempunyai perkembangan tersendiri. Sifat-sifat
perkembangannya itu kadang-kadang menuju kearah perkembangan artistik
musikal, tapi yang masih mendapat simpati dari masyarakat banyak.
Meski diseba musik populer, dari pemain-pemainnya tetap diminta syarat musikalitas. Makin tinggi nilai musikalnya, makin baik. Pemain musik populer tidak begitu merasa ”tegang” seperti pemain musik seriosa. Yang dimaksud ”tegang” disini ialah suatu rasa tekanan atau ketegangan mental, yang disebabkan antara lain adanya konsentrasi yang penuh agar dapat memainkan musiknya scbaik-haiknya. (Sunaryo dalam Rachmamati, 1000:29)
2.1.2. Lirik
Perkembangan lirik lagu di Indonesia sudah mulai muncul sejak setelah merebut kemerdekaan, pada paruhan pertama dasawarsa 1950-an. Pada waktu masih dilakukan yang dinamakan "musikalisasi syair" yaitu menggarap komposisi-komposisi lagu terhadap puisi-puisi yang terlebih dahulu diciptakan oleh penyair terpandang (Rachmawati, 2000:42).
lagu tersebut secara keseluruhan. Lirik merupakan sebuah energi yang mampu mengungkapkan banyak hal. Hampir sebagian besar lirik lagu-lagu Indonesia memuat berbagai peristiwa atau perasaan emosi yang dilihat, didengar dan dirasakan olch si pencipta lagu. Ada yang menyuarakan perasaan cinta yang mengharu biru, ada pula yang menuangkan protes dan kontrol sosial. Apapun jenis musiknya, lirik lagu cinta tetap dominan dari waktu ke waktu. Para pencipta lagu pun lebih memprioritaskan lagu-lagu bertema cinta. Para pencipta lagu pun berpendapat bahwa tema cinta adalah universal, bisa diterima siapa saja, tidak heran apabila banyak grup musik atau penyanyi yang memakai konsep
pembuatan lirik semacam itu. (
www.media-indonesia.com/resensi/detail.asp?id=420).
2.1.3. Definisi Penyuapan
bypass atas hukum dan peraturan yang berlaku. Dalam lingkungan bisnis, suap dan korupsi dapat menghambat terciptanya suasana kompetisi bisnis dan investasi yang fair, menghalangi perdagangan bebas dan fair, serta merepresentasikan biaya (cost) bisnis yang tidak wajar (Sudarsono;2002).
Pendapat lain mengenai suap disampaikan oleh Qordhawi (2007), bahwa suap adalah sesuatu yang diberikan kepada seseorang yang memiliki kekuasaan atau jabatan apapun untuk menyukseskan perkaranya dengan mengalahkan lawannya sesuai dengan yang diinginkan atau memberikan peluang kepadanya (seperti tender) atau menyingkirkan musuhnya. Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa suap adalah memberi sesuatu, baik uang maupun barang kepada seseorang agar melakukan sesuatu bagi si pemberi suap yang bertentangan dengan kewajibannya, baik permintaan itu dilaksanakan ataupun tidak dilaksanakan. Dari sini dapat dipahami bahwa suap adalah sebuah tindakan yang mengakibatkan sakit atau kerugian di pihak lain.
2.1.4. Semiotika
Semiotika sebagai suatu model dari ilmu pengetahuan sosial memahami dunia sebagai sistem hubungan yang memiliki unit dasar yang disehut dengan “tanda”. Dengan demikinn semiotik mempelajari hakikat tentang keberadaan suatu tanda (Sobur, 2006:87).
Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda.
Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari
jalan di dunia ini, di tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia.
Semiotika atau dalam istilah Barthes, Semiologi, pada dasarnya hendak
mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things).
Memaknai (to sinifi) dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan
mengkomunikasikan (to communicate). Memaknai berarti hahwa objek-objek
tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak
berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda.
(Barthes dalam Sobur, 2006:15).
Tokoh semiotika Charles Sanders Peirce adalah salah seorang filsuf Amerika. Sedangkan Ferdinand de Saussure adalah pendiri linguistic modern, sarjana dan tokoh besar asal Swiss yang terkenal dengan teorinya tentang tanda (Sobur, 2006:43)
2.1.5. Semiotika Dalam Ilmu Komunikasi
melakukan komunikasi dengan sesamanya. Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang dipakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini, di tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia.
a. Definisi Semiotika
Kata ”semiotika” berasal dari bahasa Yunani, semeion yang berarti
"tanda" atau seme yang berarti ”penafsir tanda”. Semiotika atau dalam istilah
Barthes semiologi pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan
(humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai (to sinify) dalam hal ini tidak
dapat dicampuradukan dengan mengkomunikasikan (to communicate).
Memaknai berarti bahwa ohjek-objek tidak hanya membawa informasi, dalam
hal mana objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi
sistem terstruktur dari tanda (Barthes, 1988:179; Kurniawan, 2001:53) dalam
Sobur (2001:15).
Semiotika seperti kata Lechte (2001:191) adalah teori tentang tanda dan
penandaan. Lebih jelasnya lagi, semiotika adalah suatu disiplin yang
menyelidiki semua bentuk komunikasi yang terjadi dengan sarana signs
”tanda-tanda” dan berdasarkan pada sign system (code) (Segers, 2000:4).
Hjelmslev (dalam Christomy, 2001:7) mendefinisikan tanda sebagai ”suatu
keterhubungan antara wahana ekspresi (expression plan) dan wahana isi
(content plant). Charles Morris menyebut semiosis sebagai suatu "proses
Dari beberapa definisi diatas, maka semiotika atau semiosis adalah ilmu atau
proses yang borhubungun dengau tanda.
Pada dasarnya semiosis dapat dipandang sebagai suatu proses tanda
yang dapat diberikan dalam istilah semiotika sebagai suatu hubungan antara
lima istilah :
S adalah semiotic relation (hubungan semiotik); s untuk sign (tanda): i
untuk interpreter (penafsir): c untuk effect atau pengaruh (misalnya suatu
disposisi dalam i akan bereaksi dengan cara tertentu terhadap r pada
kondisi-kondisi tertentu c karena s); r untuk reference (rujukan); dan c untuk context
(konteks) atau conditions (kondisi).
b. Jenis-jenis semiotika
Saat ini dikenal dua jenis setniotika yaitu semiotika komunikasi dan
semiotika signilikasi.
1. Semiotika komunikasi yang dikembangkan oleh Charles Sanders Peirce
lebih menekankan pada teori tentang produksi tanda yang salah satu
diantaranya mengasumsikan adanya enam faktor dalam komunikasi, yaitu
pengirim, penerima kode (sistem tanda), pesan, saluran komunikasi dan
acuan.
2. Semiotika signifikasi yang dikembangkan oleh Ferdinand de Saussure
konteks tertentu. Suatu tanda menandakan sesuatu selain dirinya sendiri
dan makna (meaning) ialah hubungan antara suatu objek atau idea dan
suatu tanda.
3. Semiotika Konotasi yang dikembangkan oleh Roland Barthes lebih menekankan lima kode yang ditinjau dan dieksplisitkan untuk menilai suatu naskah realis. Lima kode yang ditinjau Barthes adalah kode hermeneutik (kode teka-teki), kode semik (makna konotatif), kode
simbolik, kode proaretik (logika tindakan), dan kode gnomik yang
membangkitkan suatu badan pengetahuan tertentu.
2.1.6. Semiotika Roland Barthes
Semiologi Roland Barthes mendasari kajian-kajian Barthes selanjutnya
terhadap obyek-obyek kenyataan atau unsur-unsur kebudayaan yang sering
ditelitinya. Cakupun kajian kebudayaan Barthes sangat luas. Kajian itu meliputi
kesusastraan, perfilman, busana dan berbagai fenomena kebudayaan lainnya.
Sebuah garmen, sebuah mobil, sepinggan masakan, sebuah bahasa isyarat, scbuah
film, sekeping musik, sebuah gambar iklan, sepotong perabot, sebuah kepala judul
surat kabar, ini semua memang nampaknya obyek-obyek heterogen.
Semiologi Barthes merupakan suatu interpretasi kebudayaan, tetapi
interpretasi yang dimaksudnya mengarah pada produksi makna sebanyak
mungkin, bukan suatu upaya penggapaian makna ultim. Interpretasi semacam ini
Lyotard) dan hanya mau menerima kebenaran-kebenaran (Kurniawan,
2001:116-117)
Semiologi dengan kata lain berupaya melakukan "pembebasan makna"
karena selama ini makna telah mapan yang hanya menghasilkan interpretasi
tunggal yang dianggap benar dan tuntas. Pembebasan makna ini dimungkinkan
dengan penggandaan tulisan dari sebuah teks, yang berarti pula membuka
eksistensi tulisan secaro total. Di sana berdirilah bukan pengarangnya, tetapi
pembaca. Pembaca adalah ruang tempat kutipan yang menciptakan sebuah tulisan,
dilukiskan tanpa satupun dari mereka hilang. Karena kesatuan teks terletak bukan
pada asal usulnya, tetapi pada tempat tujuannya (Kurniawan, 2001:95).
Dunia ini penuh dengan tanda-tanda, tetapi tanda-tanda ini tak semaunya
punya kesederhanan murni dari huruf-huruf alphabet, tanda lalu lintas atau
seragam militer mereka secara tak terbatas lebih kompleks (Kurniawan,
2001:81-82).
terminologis, sedang sistem tanda tingkat kedua disebutnya sebagai konotasi atau sistem retoris atau mitologi. (Kurniawan, 2001:115).
Pada setiap terbitannya Roland Barthes membahas "mytology of the
month" (mitologi bulan ini), sebagian besar dengan menunjukkan bagaimana
aspek denotatif tanda-tanda dalam budaya dangdut remix menyingkapkan
konotasi yang pada dasarnya adalah “mitos-mitos” yang dibangkitkan oleh sistem
tanda yang labih luas yang membentuk masyarakat.
Salah satu area penting yang dirambah Barthes dalam studinya tentang
tanda adalah peran pembaca. Konotasi walaupun merupakan sifat asli tanda,
membutuhkan keaktifan pembaca agar dapat berfungsi. Barthes secara panjang
lebar mengulas apa yang sering disebut sistem pemaknaan tataran kedua, yang
dibangun di atas sistem lain yang telah ada sebelumnya.
Gambar 2.1
Peta Tanda Roland Barthes
Dari peta Barthes di atas terlihat bahwa tanda denotatif (3) terdiri atas
penanda (1) dan petanda (2). Akan tetapi, pada saat yang bcrsamaan, tanda 1. Signifier
(penanda)
3. Signified (petanda)
3. Denotatif Sign (Tanda Denotative)
4. CONOTATIVE SIGNIFIER (PENANDA KONOTATIF)
5. CONOTATIVE SIGNIFIED (PETANDA KONOTATIF)
denotatif adalah juga penanda konotatif (4). Jadi dalam konteks Barthes, tanda
konotatif tidak sekedar memiliki makna tambahan namun juga mengandung kedua
bagian tanda denotatif yang melandasi keberadaannya (Sobur, 2003:668-69).
Pada dasarnya ada perbedaan anima denotasi dan konotasi dalam
pengertian secana umum serta denotasi dan korotasi yang dimengerti oleh
Barthes. Dalam pengertian minim denotasi hiasanya dimengerti sehagai makna
harfiah, makna yang "sesungguhnya'", bahkan kadang kala juga dirancukan
dengan referensi atau acuan. Proses signifikasi yang secara tradisional, disebut
sebagai denotasi ini biasanya mengacu kepada penggunaan bahasa dengan arti
yang sesuai dengan apa yang terucap. Akan tetapi, di dalam semiologi Roland
Barthes dan para pengikutnya, denotasi merupakan sistem signifikasi tingkat
pertama, sementara konotasi tingkat kedua. Dalam hal ini denotasi justru lebih
diasosiasikan dengan ketertutupan makna. Dengan demikian, sensor atau
represi politis, sebagai reaksi yang paling ekstrem melawan keharfiahan
denotasi yang bcrsifat opresif ini. Konotasi identik dengan operasi ideologi yang
disebutnya sebagai ”mitos" dan berfungsi untuk mengungkapkan dan
memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu
periode tertentu.
Di dalam mitos juga terdapat pola tiga dimensi penanda, petanda, dan
tanda, namun sebagai suatu sistem yang unik, mitos dibangun oleh suatu rantai
suatu sistem, pemaknaan tataram kedua. Di dalam mitos pula sebuah petanda
dapat memiliki beberapa penanda.
Yang menjadi alasan atau pertimbangan Barthes menempatkan ideologi
dengan mitos. karena, baik di dalam mitos maupun ideologi hubungan antara
penanda konotatif dan petanda konotatif terjadi secara termotivasi. Ideologi ada
selama kebudayaan ada, dan itulah sebabnya Barthes berbicara tentang konotasi
sebagai suatu ekspresi budaya. Kebudayaan, mewujudkan dirinya di dalam
teks-teks dan demikian ideologi pun mewujudkan dirinya rnelalui berbagai kode
yang merembes masuk ke dalam teks dalam bentuk penanda-penanda penting,
seperti tokoh, latar, sudut pandang. dan lain-lain (Sobur, 2001:70-71).
Semiologi Roland Barthes, jelas sangat terkait dengan strukturalisme.
Strukturalisme adalah usaha untuk menunjukkan bagaimana makna literer
bergantung pada kode-kode yang diproduksi oleh wacana-wacana yang
mendahului dari sebuah budaya. Secara luas kode-kode budaya ini telah
menggiringkan suatu makna tertentu bagi manusia. Kode-kode budaya ini
tertihat jelas bila kita mengkaji mitos-mitos yang tersebar dalam kehidupan
keseharian.
Mitos menurut Barthes adalah sehuah sistem komunikasi yang dengan
demikian dia adalah sebuah pesan. Mitos kemudian tak mungkin dapat menjadi
sebuah obyek, sebuah konsep atau sehuah ide karena mitos adalah sebuah mode
Mitos sebagai bentuk tidak dibatasi oleh obyek pesannya, tetapi dengan
cara apa, mitos menuturkan pesan itu. Dengan demikian ada batas-batas formal
dari mitos, tetapi dengan cara apa mitos menuturkan pesan itu. Dengan demikian
ada batas-batas formal dari mitos, tetapi tak ada batasan yang "substansial".
Sejarah manusia mengkonversikan realitas ke dalam tuturan (speech) dan manusia
sendirilah yang manentukan hidup dan matinya bahasa mistis. Kuno atau tidak
mitologi hanya dapat memiliki sebuah landasan sejarah, yakni tipe tuturan yang
terpilih dari sejarah dan dia tidak mungkin dapat berkembang dari "hakikat"
benda-benda. (Kurniawan, 2001:183-184).
Di wilayah perbincangan kesusastraan dan linguistik, Barthes dikenal
melalui analisa tekstual (textual analysis) atau analisa naratif struktural
(structural analysis of narrative) yang dikernbangkannya. Analisa struktural
yang dikembangkan Barthes ini digunakannya sebagai pisau bedah untuk
menganalisa berbagai bentuk naskah. Sernentara bagi Barthes, analisa naratif
struktural secara metodologis berasal dari perkembangan awal atas apa yang
disebut linguistik struktural sebagaimana pada perkembangan akhirnya dikenal
sebagai semiologi atau semiotika. Jadi secara sederhana analisa naratif struktural
dapat disebut juga sebagai semiologi teks karena memfokuskan diri pada
naskah. Intinya sama yakni mencoba memahami makna suatu karya dengan
menyusun kembali makna-makna yang tersebar dalam karya tersebut dengan
Persoalannya adulate tidak adanya suatu mesin pembaca makna. Mesin
penerjemah memang ada, tetapi mesin ini hanya dapat menstranformasikan
makna-makna denotalif atau makna literal dan bukan makna-makna kedua atau
makna konotatif atau makna pada level asosiatif dari sebuah teks (system
retoris). Akibatnya pastilah operasi pembacaan bersifat individual dan tak ada
metode tunggal dalam operasi tersebut. Mulai tampaklah di sini bagaimana
strukturalisme Barthes memberi tempat berarti bagi pembaca seperti yang telah
disebutkan oleh Jonathan Culer di atas. Dengan demikian, maka metode dalam
mendekati suatu teks atau menilainnya dilihat dari bagaimana pembaca
memproduksi makna (tingkat dua). Barthes mengajak untuk menilai suatu teks
dengan dua cara: writerly texs dan readerly texs. Namun dapatlah kiranya
dipahami bahwa writerly text adalah apa yang dapat ditulis pembaca sendiri
terlepas dari apa yang ditulis pengarangnya. Sedangkan readerly text adalah apa
yang dapat dibaca, tetapi tak dapat ditulis, yakni teks terbaca yang merupakan
nilai reaktif dari writerly text. Barthes sendiri memilih writerly text sebagai
penilaian. (Kurniawan, 2001:87-90).
Teks kemudian mcnjadi terhuka terhadap scgala kemungkinan. Pembaca
akan berhadapan dengan pluralitas signifikasi. Pada litik ini Barthes mengkritik
pendekatan tunggal yang selama ini merupukan card represif yang tidak
produktif. Pergeseran pusat dari perhatian kepada pengarang kepada pembaca
semiologi derajat kedua yang memberi peran besar bagi pembaca untuk
memproduksi makna. (Kurniawan, 2001:91).
Dimata Barthes karya utau teks merupakan sebentuk konstruksi belaka.
Bila hendak menemukan maknanya, maka yang dilakukan adalah rekonstruksi
dari bahan-bahan yang tersedia, yang tidak lain adalah teks itu sendiri. Sebagai
sebuah proyek rekonstruksi, maka pertama-tama teks tersebut dipenggal-penggal
terlebih dahulu menjadi beberapa "leksia" atau satuan bacaan tertentu. Leksia ini
dapat berupa kala, beberapa kalimat, sebuah paragraph, atau beberapa
paragraph.
Dengan memenggal teks itu, maka pengarang tak lagi jadi perhatian. Teks
bukan lagi menjadi milik pengarang, tetapi menjadi milik pembaca dan
bagaimana pembaca memproduksi makna itu.
Produksi makna dari pembaca itu sendiri akan menghasilkan kejamakan. Tugas para semiolog atau pembaca kemudian adalah menunjukkan sebanyak mungkin makna yang mungkin dihasilkan. Barthes menyebut proses ini sebagai semiolog yang memasuki ”dapur makna”. (Kurniawan, 2001:93-94).
Apa yang dilakukan Barthes terhadap beragam teks itu memberi peluang besar terhadap interpretasi kebaruan makna pada teks tersebut (Kurniawan, 2001:98).
Cara kerja Barthes sebagai upaya untuk mengeksplisitkan kode-kode
narasi yang berlaku dalam suatu naskah realis. Barthes berpendapat bahwa
dengan yang terlihat dalam retorika tentang tanda kode. Lima kode yang ditinjau
Barthes adalah (Sobur. 2006:65-66) :
1. Kode Hermeunetik atau kode teka-teki
Berkisar pada harapan pembaca untuk mendapatkan ”kebenaran” bagi pertanyaan yang muncul dalam teks. Kode teka-teki merupakan unsure struktur yang utama dalam narasi tradisional. Di dalam narasi ada suatu kesinambungan antara pemunculan suatu peristiwa teka-teki dan penyelesaiannya di dalam cerita.
2. Kode Semik atau kode konotatif
Kode Senik atau kode konotatif banyak menawarkan banyak sisi. Dalam proses pembacaan, pcmbaca menyusun tema suatu teks. la melihat bahwa konotasi kata atau frase tertentu dalam teks dapat dikelompokkan dengan konotasi kata atau frase yang mirip. Jika kita melihat suatu kumpulan satuan konotasi. kita menemukan suatu tema di dalam cerita. Jika sejumlah konotasi melekat pada suatu nama tertentu, kita dapat mengenali suatu tokoh dengan atribut tertentu. Perlu dicatat bahwa Barthes menganggap denotasi sebagai konotasi yang paling kuat dan paling ”akhir”.
3. Kode Simbolik
maupun pada taraf oposisi psikoseksual yang melalui proses. Dalam suatu teks verbal, perlawanan yang bersifat simbolik seperti ini dapat dikodekan melalui islilah-istilah retoris seperti antitesis, yang mcrupakan hal yang istimewa dalam sistem symbol Barthes.
4. Kode Paretik atau kode tindakan/lakuan.
Kode Paretik Mau kode tindakan/lakuan dianggapnya sebagai perlengkapan utama teks yang dibaca orang; artinya, antara lain, semua teks yang bersifat naratif. Kita mengenal kode lakuan atau peristiwa karena dapat memahaminya. Pada kebanyakan fiksi kita selalu rnengharap lakuan di "isi" sampai lakuan utama menjadi perlengkapan utama suatu teks.
5. Kode Gnomik atau kode kultural
Kode ini merupakan acuan teks benda-benda yang sudah diketahui dan dikodifikasi oleh budaya. Menurut Barthes, realisme tradisional didefinisi oleh acuan ke apa yang telah diketahui. Rumusan suatu budaya atau subbudaya adalah hal-hal kccil yang tclah dikodifikasi yang di atasnya para penulis bertumpu.
2.2. Kerangka Pikir
3.1. Jenis Penelitian
Jenis pendekatan yang digunakan dalam penclitian ini adalah pendekatan deskriptif kualitatif, dimana dalam pendekatan deskriptif kualitatif akan dapat menginterprestasikan secara rinci pcmaknaan tiap lirik dalam lagu "Pilih Sidang Atau Berdamai" karya grup musik "Morfem”
Pemaknaan lirik lagu ''Pilih Sidang Atau Berdamai" dari grup musik "Morfem" adalah untuk mengetahui bagaimanakah representasi damai. Dengan menggunakan metode analisis semiotik, pemaknaan yang dilakukan peneliti dapat lebih menghasilkan uraian yang mendalam tentang tulisan yang dapat diamati. Kemudian untuk menginteprestasikan bagaimana representasi damai dalam lirik lagu "Pilih Sidang Atau Berdamai" dari grup musik "Morfem" maka perlu terlebih dahulu diketahui sistem tanda yang ada pada lirik lagu tersebut.
Dengan menggunakan metode analisis semiotik, pemaknaan yang dilakukan peneliti dapat lebih menghasilkan uraian yang mendalam tentang tulisan yang dapat diamati peneliti menggunakan. Dalam penelitian ini metode pendekatan semiotika Barthes,, alasan menggunakan pendekatan Barthes adalah pendekatan ini
menganggap bahasa mempunyai dua tingkatan, bahasa tingkat pertama adalah bahasa sebagai obyek dan bahasa tingkat kedua sebagai metabahasa. Bahasa ini
3.2. Unit Analisis
Unit analis yang digunakan dalam pcnelitian ini adalah tanda-tanda berupa tulisan, terdiri atas kata-kata yang membentuk kalimat yang ada pada lirik lagu "Pilih Sidang Atau Berdamai".
3.3. Corpus
Corpus adalah sekumpulan bahan yang terbatas yang ditentukan pada perkernbanganya oleh analisis dengan semacam kesemenaan. Corpus haruslah cukup luas untuk memberi harapan yang beralasan bahwa unsur-unsurnya yang akan memelihara sebuah sistem kemiripan yang Icngkap (Kurniawan, 2001:70)
Meninjau kembali pada tujuan penelitian ini, yaitu untuk mengetahui bagaimana pemaknaan dalam lirik lagu "Pilih Sidang Atau Berdamai", maka corpus dalam penelitian ini adalah link lagu dengan judul "Pilih Sidang Atau Berdamai" dalam yang dibawakan olch group Band Morfern. Alasan pengambilan lirik lagu di atas sehagai corpus adalah karena dalam lirik lagu tersebut memuat tentang budaya masyrakat sekarang yang lebih senang menyuap polisi dcngan alasan lebih cepat dan praktis dari pada harus mendapatkan surat tilang dan berurusan dengan pengadilan negeri ketika melanggar tata tertib lalu lintas. Dengan menggunakan kata "damai" peneliti berusaha menjelaskan keengganan untuk memperpanjang masalah.
Lirik lagu `Pilih Sidang Atau Berdamai" selengkapnya sebagai berikut: Dini hari jalanan sepi
Mata meredup konsentrasi blur Terkejut ku tiba-tiba
Dia tiup peluit kencang Kontan ku mencpi
Oh tak sadarku lampu merah terlewati Dia pun tersenyum penuh kemenangan Kantukku pun sirna alurnya terbaca
Pilih sidang atau berdamai Putuskan dalam sesingkatnya
Pilih sidang atau berdamai Oh malam ini musti ku lewatkan
Pulang dari rumah sabahat Yang terkenal Hitam sarang bcgundal
Perang kampung sudah budaya Lampu merahpun di duduki jagoan
Mcndekati wilayah berbahaya Tancap gas langsung hindari masalah
Menikung ke kiri jantung ku terhcnti Sosok tegap berpluit keluar dari pepohonan
Pilih sidang atau bcrdamai Maaf pak disana hanyak prernan
Pilih sidang atau berdamai Lepas dari macan di gigit buaya
Bersama pujaan scooter kesayangan Lari tak sampai 40 per jam Bicara musik film juga terbitan Di depan nampak ramai segerombolan Pria tegap berpluit dan pengendara sial
Nampaknya razia entah temanya Scbelum bertanya spontan ku berkata
Kami pilih sidang saja Iah
3.4. Tcknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah pengumpulan data primer yaitu data yang diperoleh melalui pemahaman lirik lagu ”Berdamai" Data setiap pemahaman ini diperoleh data primer yaitu link lagu "Berdamai" itu sendiri. Teknik pengumpulan data lainnya, melalui penggunaan bahan dokumenter seperti buku-buku. dan internet. Sumber dokumenter tersebut untuk memperoleh tentang berbagai hal mengenai pemaknaan dalam link lagu yang menjadi bahan dalam penelitian ini.
3.5. Metode Analisis Data
atau satuan bacaan tertentu. Leksia ini dapat berupa kata, beberapa kalimat, sebuah paragraph, atau beberapa paragraph.
Kemudian menyusun atas tingkatan-tingkatan sistem bahasa. Umumnya Barthes rnembuatnya dalam dua tingkatan Bahasa, bahasa tingkat pertama adalah bahasa sebagai obyek dan bahasa tingkat kedua yang disebut mctabahasa. Bahasa ini merupakan suatu sistem tanda yang memuat penanda dan petanda. Sistem tanda kedua terbangun dengan dengan menjadikan petanda dan penanda tingkat pertama sebagai penanda baru yang kemudian memiliki penanda baru sendiri dalam suatu sistem tanda baru pada taraf yang lebih tinggi. Sistem tanda pertama disebutnya dengan istilah denotasi atau sistem terminologis, sedang sistem tanda tingkat kedua disebutnya sebagai konotasi atau sistem retoris atau. mitologi. (Kurniawan, 2001:115).
yang bersifat opresif ini. Konotasi identik dengan operasi ideologi yang disebutnya sebagai ”mitos" dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu.
4.1. Gambaran Umum Objek Penelitian
4.1.1. Sekilas tentang Band Morfem
Band yang terbentuk pada akhir dekade lalu ini adalah proyek sampingan dari vokalis The Upstairs, Jinni Multhazam bersama tiga rekannya yang beberapa tergabung juga dalam band The Porno, Nervous Breakdown dan Dikeroyok Wanita, yakni Pandu Fathoni (gitar), Freddie Alexander Wamerin (drum) dan Bramasta Juan Sasongko (bas). Debut album yang diberi judul INDONESIA menyiratkan lirik kritis menyoroti hirup pikuk ibukota yang semakin semrawut dikemas secara apik, lucu, lugas tanpa ada kesan menjadi martir ataupun menggurui. Alasan peneliti memilih band Morfem karena dalam membuat lagu, Morfem mencoba memilih tema yang biasa terjadi sehari-hari dari sudut pandang mereka sebagai orang yang terlibat dan ditengah-tenguh ganasnya kehidupan Jakarta. Setelah sukses dengan single mereka yang berjudul "Gadis Suku Pedalaman", sekarang Morfem telah mengeluarkan single terbarunya yang berjudul "Pilih Sidang atau Berdamai"
Nama Morfem saat ini emang udah mulai sering menghiasi gig-gig lokal di Jakarta. Band yang personilnya merupakan gabungan dari personil-personil the Upstairs, The Porno, JARB dan Nervous Breakdown, ini memainkan musik campuran dari noise rock, pop, sampai folk.
Melalui paduan gitar berlapis ala Jesus and the Mary Chain, seksi ritem yang padat dan megah serta lirik berbahasa Indonesia yang cedas dan deskriptif, musik Morfem terdengar sangat menyegarkan. Morfem bisa disebut sebagai salah satu jejak band-band lokal yang mulai menatap 90's alternative sounds
4.1.2. Lirik Lagu Pilih Sidang Atau Berdamai
Seperti lagu-lagu yang lainnya, Lagu terbaru band Morfem yang berjudul "Pilih Sidang atau Berdamai" memiIiki sebuah makna tersendiri tergantung pada orang yang mendengarnya. Lagu “Sidang atau Berdamai" ini sendiri menceritakan tentang pengalaman seorang pemuda yang mengalami kesialan karena harus berurusan dengan polisi di jalan karena melanggar tata tertib lalu lintas..
Berikut ini adalah lirik lagu “Pilih Sidang atau Berdamai” Dini hari jalanan sepi
Mata meredup konsentrasi blur Terkejut ku tiba-tiba
Sosok tegap berdiri di depan menghadang Dia tiup peluit kencang
Kontan ku menepi
Oh tak sadarku lampu merah terlewati Dia pun tersenyum penuh kemenangan Kantukku pun sirna alurnya terbaca
Pilih sidang atau berdamai Putuskan dalam sesingkatnya
Pulang dari rumah sahabat Yang terkenal Hitam sarang begundal
Perang kampung sudah budaya Lampu merahpun di duduki jagoan
Mendekati wilayah berbahaya Tancap gas langsung hindari masalah
Menikung ke kiri jantung ku terhenti Sosok tegap berpluit keluar dari pepohonan
Pilih sidang atau berdamai Maaf pak disana banyak preman
Pilih sidang atau berdamai Lepas dari macan di gigit buaya
Sabtu malam waktunya kencan Bersama pujaan scooter kesayangan
Lari tak sampai 40 per jam Bicara musik film juga terbitan Didepan nampak ramai segerombolan Pria tegap berpluit dan pengendara sial
Nampaknya razia entah temanya Sebelum bertanya spontan ku berkata
Kami pilih sidang saja lah
4.2. Penyajian Data
Tanda-tanda berupa tulisan, terdiri dari kata-kata tersebut akan dipenggal-penggal terlebih dahulu menjadi beberapa leksia (satuan bacaan) yang berupa kata, berupa kalimat, sebuah paragraph, atau beberapa paragraf untuk dikategorikan ke dalam kode Barthes sehingga dapat diketahui bagaimana representasi penyuapan
Penyuapan berasal dari kata suap yang berarti sesuatu yang diberikan kepada seseorang yang memiliki kekuasaan atau jabatan apapun untuk menyukseskan perkaranya dengan mengalahkan lawannya sesuai dengan yang diinginkan atau memberikan peluang kepadanya (seperti tender) atau menyingkirkan musuhnya. Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa suap adalah memberi sesuatu, baik uang maupun barang kepada seseorang agar melakukan sesuatu bagi si pemberi suap yang bertentangan dengan kewajibannya, baik permintaan itu dilaksanakan ataupun tidak dilaksanakan. Dari sini dapat dipahami bahwa suap adalah sebuah tindakan yang mengakibatkan sakit atau kerugian di pihak lain.
4.3. Analisis dan Interpretasi Data
Judul lagu mencerminkan isi dari lirik lagu yang diwakilinya. Judul “Pilih Sidang atau Berdamai” menimbulkan pertanyaan, hal apa saja yang membuat banyak penyuapan di negeri ini khususnya di pelanggaran lalu lintas di jalan raya.
Representasi lirik lagu “Pilih Sidang atau Berdamai” ini akan dilakukan peneliti
dengan menggunakan penanda-petanda dalam peta Roland Barthes serta mengkategorikan kalimat dari bait ke bait ke dalam lima kode Barthes dan penjabaran makna tiap bait per bait. Pada lirik lagu “Pilih Sidang atau Berdamai” diantara bait-bait tersebut terdapat kalimat-kalimat yang mengartikan penyuapan, yaitu :
Isi lirik bait ke dua terdiri dari empat kalimat yaitu : Pilih sidang atau berdamai
Putuskan dalam sesingkatnya Pilih sidang atau berdamai Oh malam ini musti kurelakan
Bait 2 kalimat ke-10: Pilih sidang atau berdamai
1. Penanda : Pilih sidang atau berdamai 2. Petanda : Konsep tentang damai 3. Tanda Denotatif : Berdamai
4. Penanda Konotatif : Menyalah gunakan makna “damai” untuk lolos dari kesalahan
5. Petanda konotatif : Makna berdamai sendiri mempunyai arti berbaik kembali, berhenti bermusuhan,
Kalimat ke sepuluh dari lirik ini termasuk dalam kode Hermenuetik atau
kode teka-teki, karena dalam kalimat ini terdapat kata berdamai yang
menimbulkan pertanyaan apa arti berdamai disini ? berdamai yang seperti apa?
Dan untuk apa berdamai? kode Proaretik, karena dalam kalimat ini mengandung
cerita tentang seseorang dalam situasi sebuah pilihan. Kode Gnomik atau Kultural
(Budaya) karena berdamai merupakan sesuatu cara penyelesaian yang dianjurkan
dalam budaya negara ini walau terkadang sulit untuk terjadi akhir-akhir ini. Kode
leksia disini kata damai mengandung makna penyuapan
Dalam bait kedua ini, kalimat ke sembilan yaitu Pilih Sidang Atau
Berdamai. Kata Pilih mempunyai arti menentukan (mengambil) sesuatu yang
dianggap sesuai dengan kesukaan. Kata Sidang mempunyai arti pertemuan untuk
membicarakan sesuatu. Kata Atau mempunyai arti kata penghubung untuk
menandai pilihan di antara beberapa hal. Kata Berdamai mempunyai arti berbaik
kembali, berhenti bermusuhan.
Makna konotasi dari kalimat pilih Sidang Atau Berdamai sebuah piihan
yang harus dipilih oleh seseorang yang melakukan kesalahan antara
mempertanggungjawabkan kesalahannya atau menghindar dari kesalahan dengan
Bait 2 kalimat ke-11 : Putuskan dalam sesingkatnya
1. Penanda : Putuskan dalam sesingkatnya
2. Petanda : konsep tentang pengambilan keputusan 3. Tanda Denotatif : Putuskan
4. Penanda Konotatif : Keputusan untuk menyelesaikan masalah
5. Petanda Konotatif : Perintah untuk segera menyelesaikan masalah
6. Tanda Konotatif : perintah untuk segera memutuskan
Kalimat ke sebelas dari lirik ini termasuk dalam kode Hermenuetik atau kode teka-teki, karena dalam kalimat ini terdapat kata putuskan yang menimbulkan teka teki apa yang harus diputuskan, Dan untuk apa harus diputuskan dengan cepat? kode Proaretik, karena dalam kalimat ini mengandung cerita tentang seseorang dalam situasi tertekan dan dihadapkan pada keputusan yang harus diambil dengan cepat.
Dalam bait kedua ini, kalimat ke sepuluh yaitu Putuskan Dalam
Sesingkatnya. Kata Putuskan mempunyai arti perintah untuk segera menetapkan
sebuah pilihan, kata Dalam mempunyai arti kata tidak dangkal. Kata Sesingkatnya mempunyai arti waktu yang paling singkat.
Bait 2 kalimat ke-12: Pilih sidang atau berdamai
1. Penanda : Pilih sidang atau berdamai 2. Petanda : Konsep tentang damai 3. Tanda Denotatif : Berdamai
4. Penanda Konotatif : Menyalah gunakan makna “damai” untuk lolos dari kesalahan
5. Petanda konotatif : Makna berdamai sendiri mempunyai arti berbaik kembali, berhenti bermusuhan,
6. Tanda Konotatif : pelencengan makna berdamai
Kalimat ke duabelas dari lirik ini termasuk dalam kode Hermenuetik atau
kode teka-teki, karena dalam kalimat ini terdapat kata berdamai yang
menimbulkan pertanyaan apa arti berdamai disini ? kenapa berdamai yang seperti
apa? Dan untuk apa berdamai? kode Proaretik, karena dalam kalimat ini
mengandung cerita tentang seseorang dalam situasi sebuah pilihan. Kode Gnomik
atau Kultural (Budaya) karena berdamai merupakan sesuatu cara penyelesaian
yang dianjurkan dalam budaya negara ini walau terkadang sulit untuk terjadai
akhir-akhir ini. Kode leksia disini kata damai mengandung makna penyuapan
Dalam bait kedua ini, kalimat kesembilan yaitu Pilih Sidang Atau
Berdamai. Kata Pilih mempunyai arti menentukan (mengambil) sesuatu yg
dianggap sesuai dengan kesukaan. Kata Sidang mempunyai arti pertemuan untuk
membicarakan sesuatu, Kata Atau mempunyai arti kata penghubung untuk
menandai pilihan di antara beberapa hal. Kata Berdamai mempunyai arti berbaik
Makna konotasi dari kalimat pilih Sidang Atau Berdamai sebuah piihan yang harus dipilih oleh seseorang yang melakukan kesalahan anatara mempertanggungjawabkan kesalahannya atau menghindar dari kesalahan dengan cara yang kurang baik dalam hal ini melakukan penyuapan.
Bait 2 kalimat ke-13: Oh malam ini mesti kurelakan
1. Penanda : Oh malam ini mesti kurelakan
2. Petanda : Konsep tentang kerelaan
3. Tanda Denotatif : Kurelakan
4. Penanda Konotatif : mengikhlaskan sesuatu yang sangat berharga
5. Petanda konotatif : Makna kurelakan bermakna merelakan dengan tulus hati 6. Tanda Konotatif : keikhlasan seseorang
Kalimat ke tiga belas dari lirik ini termasuk dalam kode Hermenuetik atau kode teka-teki, karena dalam kalimat ini terdapat kata kurelakan yang menimbulkan pertanyaan apa yang harus direlakan? Dan seberapa besar yang harus direlakan? kode Proaretik, karena dalam kalimat ini mengandung cerita tentang seseorang yang harus berbuat ikhlas. Kode Gnomik atau Kultural (Budaya) karena rela merupakan sesuatu keikhlasan yang ditanamkan dalam budaya walaupun jaman terkadang beda antara yang diucapkan dengan perasaan yang sebenarnya
Dalam bait kedua ini, kalimat ke tigabelas yaitu Oh malam ini mesti
kurelakan. Kata Oh mempunyai arti kata seru untuk menyatakan rasa kecewa.
tidak jauh dr pembicara. Kata Kurelakan mempunyai arti melepaskan sesuatu yang berharga dengan tulus hati
Makna konotasi dari kalimat Oh malam ini mesti harus kurelakan sebuah keikhlasan untuk melepas sesuatu yang berharga yang dimiliki walaupun masi ada kekecewaan harus melepaskan sesuatu yang berharga tersebut.
Bila kalimat-kalimat ini digabungkan maka makna bait ke 2 secara keseluruhannya adalah tentang sebuah piihan yang harus dipilih oleh seseorang yang melakukan kesalahan antara mempertanggungjawabkan kesalahannya atau menghindar dari kesalahan walaupun dengan cara yang kurang baik, pilihan tersebut harus diambil dengan cepat walaupun pada akhirnya nanti harus merelakan sesuatu yang berharga yang dimiliki.
Isi lirik bait ke empat terdiri dari empat kalimat yaitu ...
Pilih sidang atau berdamai Maaf pak disana banyak preman Pilih sidang atau berdamai Lepas dari macan di gigit buaya
Bait 4 kalimat ke-22: Pilih sidang atau berdamai
1. Penanda : Pilih sidang atau berdamai 2. Petanda : Konsep tentang damai 3. Tanda Denotatif : Berdamai
4. Penanda Konotatif : Menyalah gunakan makna “damai” untuk lolos dari kesalahan
5. Petanda konotatif : Makna berdamai sendiri mempunyai arti berbaik kembali, berhenti bermusuhan,
Kalimat ke dua puluh dua dari lirik ini termasuk dalam kode Hermenuetik
atau kode teka-teki, karena dalam kalimat ini terdapat kata berdamai yang
menimbulkan pertanyaan apa arti berdamai disini ? kenapa berdamai yang seperti
apa? Dan untuk apa berdamai? kode Proaretik, karena dalam kalimat ini
mengandung cerita tentang seseorang dalam situasi sebuah pilihan. Kode Gnomik
atau Kultural (Budaya) karena berdamai merupakan sesuatu cara penyelesaian
yang dianjurkan dalam budaya negara ini walau terkadang sulit untuk terjadai
akhir-akhir ini. Kode leksia disini kata damai mengandung makna penyuapan
Dalam bait kedua ini, kalimat dua puluh dua yaitu Pilih Sidang Atau
Berdamai. Kata Pilih mempunyai arti menentukan (mengambil) sesuatu yg
dianggap sesuai dengan kesukaan. Kata Sidang mempunyai arti pertemuan untuk
membicarakan sesuatu, Kata Atau mempunyai arti kata penghubung untuk
menandai pilihan di antara beberapa hal. Kata berdamai mempunyai arti berbaik
kembali, berhenti bermusuhan.
Makna konotasi dari kalimat Pilih Sidang Atau Berdamai sebuah piihan
yang harus dipilih oleh seseorang yang melakukan kesalahan anatara
mempertanggungjawabkan kesalahannya atau menghindar dari kesalahan dengan
Bait 4 kalimat ke-23 : Maaf pak disana banyak preman
1. Penanda :Maaf pak disana banyak preman
2. Pentanda : konsep tentang permintaan maaf
3. Tanda Denotatif : Maaf
4. Penanda konotatif : Permintaan maaf
5. Penanda Konotatif : mengakui kesalahan.
6. Tanda konotatif : sadar akan kesalahan yang diperbuat sehingga berusaha meminta maaf
Kalimat ke dua puluh tiga termasuk dalam kode Hermeneutik atau kode teka-teki, karena dalam kalimat ini terdapat kata maaf yang menimbulkan pertanyaan, maaf dalam hal apa? Kepada siapa maaf tersebut ditunjukan, Kode Proaretik, karena dalam kalimat ini mengandung cerita tentang masyrakat yang
meminta maaf terhadap kesalahan yang dia perbuat. Kode Gnimik atau Kultural (budaya), karena meminta maaf merupakan sesuatu yang harus dilakukan masyrakat jikalau berbuat salah.
Pada kalimat ke duapuluh tiga bait empat yaitu Maaf Pak disana banyak
preman, kata Maaf mengartikan sebuah ungkapan permintaan ampun atau
Makna konotasi dari lirik lagu Maaf Pak disana banyak preman adalah upaya dari seseorang agar dapat lepas dari tindakan atau kesalahan yang diperbuat tanpa harus mempertanggungjawabkannya.
Bait 4 kalimat ke-24: Pilih sidang atau berdamai
1. Penanda : Pilih sidang atau berdamai 2. Petanda : Konsep tentang damai 3. Tanda Denotatif : Berdamai
4. Penanda Konotatif : Menyalah gunakan makna “damai” untuk lolos dari kesalahan
5. Petanda konotatif : Makna berdamai sendiri mempunyai arti berbaik kembali, berhenti bermusuhan,
6. Tanda Konotatif : pelencengan makna berdamai
Kalimat ke 24 dari lirik ini termasuk dalam kode Hermenuetik atau kode
teka-teki, karena dalam kalimat ini terdapat kata berdamai yang menimbulkan
pertanyaan apa arti berdamai disini ? kenapa berdamai yang seperti apa? Dan
untuk apa berdamai? kode Proaretik, karena dalam kalimat ini mengandung cerita
tentang seseorang dalam situasi sebuah pilihan. Kode Gnomik atau Kultural
(Budaya) karena berdamai merupakan sesuatu cara penyelesaian yang dianjurkan
dalam budaya negara ini walau terkadang sulit untuk terjadai akhir-akhir ini. Kode
leksia disini kata damai mengandung makna penyuapan
Dalam bait kedua ini, kalimat kesembilan yaitu Pilih Sidang Atau
Berdamai. Kata Pilih mempunyai arti menentukan (mengambil) sesuatu yg
membicarakan sesuatu, kata Atau mempunyai arti kata penghubung untuk
menandai pilihan di antara beberapa hal. Kata Berdamai mempunyai arti berbaik
kembali, berhenti bermusuhan.
Makna konotasi dari kalimat pilih Sidang Atau Berdamai sebuah piihan
yang harus dipilih oleh seseorang yang melakukan kesalahan anatara
mempertanggungjawabkan kesalahannya atau menghindar dari kesalahan dengan
cara yang kurang baik dalam hal ini melakukan penyuapan.
Bait 4 kalimat ke-25: Lepas dari macan digigit buaya
1. Penanda : Lepas dari macan digigit buaya
2. Petanda : konsep tentang ketidakberuntungan
3. Tanda Denotatif : digigit
4. Penanda Konotatif : mendapatkan kesialan terus menerus
5. Petanda konotatif : makna digigit sendiri adalah menjepit dengan gigi 6. Tanda Konotatif : mendapatkan masalah yang tidak henti-hentinya
Kalimat ke duapuluh lima dari lirik ini termasuk dalam kode Hermenuetik
atau kode teka-teki, karena dalam kalimat ini terdapat kata digigit yang
menimbulkan pertanyaan apa arti digigit disini? Oleh siapa digigit?apakah dengan
buaya beneran, kode Proaretik, karena dalam kalimat ini mengandung cerita
tentang seseorang selalu dihadapkan oleh masalah.
Dalam bait keempat ini, kalimat keduapuluhlima ini yaitu Lepas dari
Macan Digigit Buaya. Kata Lepas mempunyai arti tidak terikat dapat bergerak
tempat. Kata digigit mempunyai arti dijepit dengan gigi, dan kata Buaya memiliki arti binatang berdarah dingin yang merangkak (reptilia) bertubuh besar dan berkulit keras, bernapas dengan paru-paru, hidup di air
Makna konotasi dari kalimat Lepas Dari Macan Digigit Buaya adalah seseorang yang mendapatkan kesialan terus menerus karena setelah berhasil lolos dari masalah yang pertama tidak dapat menghindar dari permasalahan selanjutnya sehingga orang tersebut harus menghadapi permasalahan yang baru.
Apabila digabungkan maka makna bait ke empat ini ialah seseorang yang mengalami kesialan terus menerus serta dihinggapi oleh masalah yang tiada hentinya dan mendapatkan tawaran untuk menyelesaikan masalah tersebut walau dengan cara yang kurang baik
Isi dari bait ke kelima terdiri dari sembilan kalimat yaitu :
Sabtu malam waktunya kencan Bersama pujaan scooter kesayangan Lari tak sampai 40 per jam
Bicara musik film juga terbitan
Bait 5 kalimat ke-26 : Sabtu malam waktunya kencan
1. Penanda : Sabtu Malam waktunya kencan
2. Petanda : Konsep tentang kencan
3. Tanda Denotatif : kencan
4. Penanda Konotatif : Suatu acara yang menyenangkan
5. Petanda Konotatif : janji untuk saling bertemu di suatu tempat
6. Tanda Konotatif : mencaritakan mengenai waktu untuk bertemu dan menepati janji yang telah dibuat.
Kalimat ke Dua puluh enam termasuk dalam kode Hermeneutik atau kode teka-teki karena dalam kalimat ini terdapat kata kencan yang menimbulkan pertanyaan kencan dengan siapa dan dimana? kode Proaretik, karena kalimat ini menceritakan seseorang yang ingin menepati janji yang telah dibuatnya.
Pada kalimat ke dua puluh enam yaitu Sabtu Malam Waktunya Kencan, kata Sabtu mempunyai arti kata hari ketujuh dalam jangka waktu seminggu. Kata Malam memiliki arti waktu setelah matahari terbenam hingga matahari terbit. Kata Waktunya memiliki arti seluruh rangkaian tuturan yang membentangkan bagaimana suatu terjadi. Kata Kencan memiliki arti janji untuk saling bertemu di suatu tempat.
Bait 5 kalimat ke-27 : Bersama pujaan scooter kesayangan
1. Penanda : Bersama pujaan scooter kesayangan
2. Petanda : Konsep mengenai pujaan
3. Tanda Denotatif : puja
4. Penanda Konotatif : kesayangan
5. Petanda Konotatif : sesuatu yang harus dipuja
6. Tanda Konotatif : bersama-sama melalui kebahagiaan yang dirasakan dengan orang yang disayang
Kalimat ke Dua puluh tujuh termasuk dalam kode Hermeneutik atau kode teka-teki karena dalam kalimat ini terdapat kata pujaan yang menimbulkan pertanyaan siapa pujaannya? kode Proaretik, karena kalimat ini menceritakan yang sedang pergi dengan barang yang dia sukai.
Pada kalimat ke dua puluh tujuh yaitu Bersama pujaan scooter
kesayangan, kata Bersama mempunyai arti serentak atau berbarengan. Kata
Pujaan sesuatu yang harus dipuja. Kata Scooter memiliki arti endaraan bermotor
beroda dua dengan ukuran roda yang kecil. Kata Kesayangan memiliki arti sesuatu yang paling disayang.
Bait 5 kalimat ke-28 : Lari tak sampai 40 per jam
1. Penanda : Lari tak sampai 40 per jam 2. Petanda : Konsep mengenai lari 3. Tanda Denotatif : Lari
4. Penanda Konotatif : tidak terburu buru
5. Petanda Konotatif : melangkah dengan kecepatan tinggi
6. Tanda Konotatif : bersama-sama melalui kebahagiaan yang dirasakan dengan orang yang disayang
Kalimat ke Dua puluh delapan termasuk dalam kode Hermeneutik atau kode teka-teki karena dalam kalimat ini terdapat kata lari yang menimbulkan pertanyaan kenapa harus lari? kode Proaretik, karena kalimat ini menceritakan sesuatu yang sedang berjalan dengan santai.
Pada kalimat ke dua puluh tujuh yaitu Lari Tak Sampai 40 Per Jam, kata
Lari mempunyai arti melangkah dengan kecepatan tinggi. Kata Tak mempunyai
arti tidak, kata Sampai mempunyai arti mencapai. Kata 40 menunjukan angka. Kata Per mempunyai arti tiap-tiap, kata Jam mempunyai arti alat untuk mengukur waktu.
Bait 5 kalimat ke-29 : Bicara musik film juga terbitan
1. Penanda : Bicara musik film juga terbitan
2. Petanda : Konsep mengenai bicara
3. Tanda Denotatif : Bicara 4. Penanda Konotatif : membahas sesuatu
5. Petanda Konotatif : berbahasa
6. Tanda Konotatif : membahas sesuatu yang disenangi
Kalimat ke Dua puluh sembilan termasuk dalam kode Hermeneutik atau kode teka-teki karena dalam kalimat ini terdapat kata terbitan yang menimbulkan pertanyaan terbitan apa? kode Proaretik, karena kalimat ini menceritakan sesuatu yang sedang berjalan dengan santai.
Pada kalimat ke dua puluh sembilan yaitu Bicara Musik Film Juga
Terbitan, kata Bicara mempunyai arti berbahasa. Kata Musik mempunyai arti
nada atau suara yg disusun demikian rupa sehingga mengandung irama, lagu, dan keharmonisan , kata Film mempunyai arti cerita gambar hidup. Kata Juga mempunyai arti selalu demikian halnya. Kata Terbitan mempunyai arti hasil terbitan.
Bait 5 kalimat ke-30 : Didepan nampak segerombolan
1. Penanda : Didepan nampak segerombolan
2. Petanda : konsep mengenai segerombolan
3. Tanda Denotatif : Gerombol
4. Penanda Konotatif : kumpulan orang
5. Petanda Konotatif : kawanan pengacau
6. Tanda Konotatif : sekumpulan orang yang suka mengacau
Kalimat ke tiga puluh termasuk dalam kode Hermeneutik atau kode teka-teki karena dalam kalimat ini terdapat kata segerombolan yang menimbulkan pertanyaan segerombolan apa? Untuk apa mereka bergerombol? kode Proaretik, karena kalimat ini menceritakan adanya penampakan segerombolan yang dianggap merugikan.
Pada kalimat ke tiga puluh yaitu Didepan Nampak Ramai
Segerombolan, kata Didepan mempunyai arti bertempat di muka. Kata Nampak
mempunyai arti dapat dilihat, kata Ramai suara bunyi yang riuh rendah. Kata
Segerombolan mempunyai arti suatu kelompok
Bait 5 kalimat ke-31 : Pria Tegap Berpeluit dan Pengendara Sial
1. Penanda : Pria Tegap Berpeluit
2. Petanda : Konsep tentang Pria Tegap Berpeluit
3. Tanda Denotatif : Berpeluit
4. Penanda Konotatif : alat untuk menjalankan kekuasaan
5. Petanda Konotatif : menggunakan alat yang dapat mengleuarkan bunyi jika ditiup
6. Tanda Konotatif : seseorang yang menggunakan untuk menunjukan kekuasaanya
Kalimat ke tiga satu termasuk dalam kode Hermeneutik atau kode teka-teki karena dalam kalimat ini terdapat kata berpeluit yang menimbulkan pertanyaan berpeluit seperti apa? Untuk apa menggunakan peluit? kode Proaretik, karena kalimat ini menceritakan adanya beberepa orang yang tidak beruntung dan serta orang yang mempunyai kekuasaan tinggi.
Pada kalimat ke tiga puluh yaitu Pria Tegap Berpeluit dan Pengendara
Sial, kata Pria mempunyai arti lak-laki dewasa. Kata Tegap mempunyai arti
kokoh atau kuat, kata Berpeluit mempunyai arti menggunakan alat yang dapat mengeluarkan bunyi. Kata Pengendara mempunyai arti orang yang mengendarai dan kata Sial mempunyai arti tidak beruntung
Bait 5 kalimat ke-32 : Nampaknya razia entah temanya
1. Penanda : Nampaknya razia entah temanya
2. Petanda : Nampaknya Razia
3. Tanda Denotatif : Razia 4. Penanda Konotatif : alat untuk mencari kesalahan orang lain
5. Petanda Konotatif : penangkapan beramai-ramai
6. Tanda Konotatif : pemeriksaan yang dilakukan oleh sekelompokorang unutuk mencari kesalahan orang lain
Kalimat ke tiga satu termasuk dalam kode Hermeneutik atau kode teka-teki karena dalam kalimat ini terdapat kata razia yang menimbulkan pertanyaan razia seperti apa? Untuk apa menggunakan razia tersebut? kode Proaretik, karena kalimat ini menceritakan adanya pemeriksaan terhadap orang yang tidak beruntung.
Pada kalimat ke tiga puluh yaitu Nampaknya Razia Entah Temanya, kata Nampaknya mempunyai arti seperti kelihatan tapi Belem pasti. Kata Razia mempunyai arti penangkapa beramai-ramai, kata Entah mempunyai arti untuk menyatakan atau menjawab bahwa tidak tahu. Kata Tema mempunyai arti pikiran dasar
Bait 5 kalimat ke-33 : Sebelum bertanya spontan ku berkata
1. Penanda : Sebelum bertanya spontan ku berkata
2. Petanda : konsep menjawab pertanyaa
3. Tanda Denotatif : spontan
4. Penanda Konotatif : memutuskan sesuatu karena telah yakin
5. Petanda Konotatif : serta merta
6. Tanda Konotatif : keyakinan yang dimiliki seseorang dalam memutuskan sesuatu
Kalimat ke tiga satu termasuk dalam kode Hermeneutik atau kode teka-teki karena dalam kalimat ini terdapat kata bertanya yang menimbulkan pertanyaan bertanya seperti apa? Untuk apa bertanya tersebut? kode Proaretik, karena kalimat ini menceritakan adanya pemeriksaan terhadap orang yang lewat.
Pada kalimat ke tiga puluh yaitu Sebelum Bertanya Spontan Ku
Berkata, kata Sebelum mempunyai arti ketika Belem terjadi. Kata Bertanya
mempunyai arti meminta keterangan, kata Spontan mempunyai arti serta merta tanpa dipikir. Kata Ku mempunyai arti saya dan kata Berkata berbicara atau mengucapkan kata-kata
Bait 5 kalimat ke-34 : Kami Pilih Sidang Saja Lah
1. Penanda : Kami Pilih Sidang Saja Lah
2. Petanda : konsep tentang sidang
3. Tanda Denotatif : sidang 4. Penanda Konotatif :
mempertanggungjawabkanh kesalahan
5. Petanda Konotatif : pertemuan untuk membicarakan sesuatu
6. Tanda Konotatif : seseorang yang memilih untuk bertanggung jawab lari dalam masalahnya
Kalimat ke tiga satu termasuk dalam kode Hermeneutik atau kode teka-teki karena dalam kalimat ini terdapat kata sidang yang menimbulkan pertanyaan sidang yang seperti apa? Untuk apa sidang tersebut? kode Proaretik, karena kalimat ini menceritakan tentang seseorang yang telah memutuskan seseuatu yang dianggap benar.
Pada kalimat ke tiga puluh yaitu Kami Pilih Sidang Saja Lah, kata
Kami mempunyai arti berbicara bersama orang lain. Kata Pilih mempunyai arti
menentukan sesuatu, kata Sidang mempunyai arti pertemuan untuk membicarakan sesuatu. Kata saja mempunyai arti penegasan terhadap sesuatu yang dipilih. Kata Lah mempunyai arti ungkapan kepasrahan
Makna konotasi dari kalimat Kami Plih Sidang Saja Lah adalah pilihan
untuk bertanggungjawab ketika seseorang tersebut melakukan kesalahan dari pada harus lari dari tanggung jawab dengan cara melakukan penyuapan.