• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : TINJAUAN UMUM

4. Syarat Sah Perjanjian

.

Suatu perjanjian akan mengikat para pihak yang membuatnya apabila perjanjian tersebut dibuat secara sah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Untuk sahnya suatu persetujuan (perjanjian) diperlukan 4 syarat, sebagaimana tercantum pada Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu :

a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan c. Suatu hal tertentu

d. Suatu sebab yang halal

Ad. a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

Kesepakatan dalam perjanjian merupakan perwujudan dari kehendak para pihak dalam perjanjian mengenai apa yang mereka kehendaki untuk dilaksanakan, bagaimana cara melaksanakannya, kapan harus dilaksanakan, dan siapa yang harus melaksanakan. Kesepakatan merupakan kesesuaian, kecocokan, pertemuan kehendak dari yang mengadakan perjanjian atau pernyataan kehendak yang disetujui antara pihak-pihak. Adapun Unsur kesepakatan terdiri atas :

1) Offerte (penawaran) adalah pernyataan pihak yang menawarkan.

2) Acceptasi (penerimaan) adalah pernyataan pihak yang menerima penawaran19 Sebelum para pihak melakukan kesepakatan, maka salah satu pihak dalam perjanjian tersebut akan menyampaikan apa yang dikendakinya, dengan segala macam persyaratan yang mungkin dan diperkenankan oleh hukum untuk disepakati para pihak. Pernyataan kehendak yang disampaikan tersebut dikenal dengan nama penawaran. Jadi penawaran itu berisikan kehendak dari salah satu pihak dalam perjanjian, yang disampaikan kepada lawan pihaknya, untuk memperoleh persetujuan dari lawan pihaknya tersebut.

Pihak lawan dari pihak yang melakukan penawaran selanjutnya harus menentukan apakah ia menerima tawaran yang disampaikan. Apabila ia menerima maka tercapailah kesepakatan tersebut. Sedangkan jika ia tidak menyetujui, maka dapat saja ia mengajukan tawaran balik, yang memuat ketentuan-ketentuan yang dianggap dapat ia penuhi atau yang sesuai dengan kehendaknya yang dapat diterima atau dilaksanakan olehnya.

Dalam hal terjadi demikian maka kesepakatan belum tercapai. Keadaan tawar-menawar ini akan terus berlanjut hingga pada akhirnya para pihak mencapai kesepakatan mengenai hal-hal yang harus dipenuhi dan dilaksanakan oleh para pihak dalam perjanjian tersebut.

Jadi kesepakatan itu penting diketahui karena merupakan awal terjadinya perjanjian. untuk mengetahui kapan kesepakatan itu terjadi ada beberapa macam teori/ajaran yaitu:

.

19 Ibid. hal. 98.

1) Teori pernyataan, mengajarkan bahwa sepakat terjadi saat kehendak pihak yang menerima tawaran menyatakan bahwa ia menerima penawaran itu, misalnya saat menjatuhkan bolpoin untuk menyatakan menerima. Kelemahannya sangat teoritis karena dianggap terjadinya kesepakatan secara otomatis.

2) Teori pengiriman, mengajarkan bahwa sepakat terjadi pada saat kehendak yang dinyatakan itu dikirim oleh pihak yang menerima tawaran. Kelemahannya adalah bagaimana hal itu bisa diketahui? Bisa saja walaupun sudah dikirim tetapi tidak diketahui oleh pihak yang menawarkan.

3) Teori pengetahuan, mengajarkan bahwa pihak yang menawarkan seharusnya sudah mengetahui bahwa tawarannya diterima. (walaupun penerimaan itu belum diterimanya dan tidak diketahui secara langsung). Kelemahannya, bagaimana ia bisa mengetahui isi penerimaan itu apabila ia belum menerimanya.

4) Teori penerimaan, mengajarkan kesepakatan terjadi pada saat pihak yang menawarkan menerima langsung jawaban dari pihak lawan20

Pernyataan kehendak itu dapat dilakukan secara tegas ataupun secara diam-diam. Jika dilakukan secara tegas dapat dilakukan secara tertulis, secara lisan ataupun dengan tanda. Pernyataan kehendak secara tegas yang dilakukan secara tertulis dapat dilakukan dengan akta di bawah tangan ataupun dengan akta autentik.

Permasalahan lain tentang kesepakatan. Bagaimana bila terjadi pernyataan yang keluar tidak sama dengan kemauan sebenarnya? Untuk menjawab hal tersebut ada beberapa teori yaitu :

.

1) Teori kehendak, menurut teori ini yang menentukan apakah telah terjadi perjanjian atau belum adalah adanya kehendak para pihak.

2) Teori pernyataan, menurut teori ini yang menentukan apakah telah terjadi perjanjian atau belum adalah pernyataan. Jika terjadi perbedaan antara kehendak dengan pernyataan maka perjanjian tetap terjadi.

3) Teori kepercayaan, menurut teori ini yang menentukan apakah telah terjadi perjanjian atau belum adalah pernyataan seseorang yang secara objektif dapat dipercaya. Kelemahannya adalah kepercayaan itu sulit dinilai21

20

Salim HS, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, Sinar Grafika, Bandung, 2003, hal. 30-31.

21 Djaja S. Meliala, Perkembangan Hukum Perdata Tentang Benda dan Hukum Perikatan, Nuansa Aulia, Bandung, 2007, hal. 93-94.

Selanjutnya menurut Pasal 1321 KUHPerdata, kata sepakat harus diberikan secara bebas, dalam arti tidak ada paksaan, penipuan, dan kekhilafan. Masalah lain yang dikenal dalam KUHPerdata yakni yang disebut cacat kehendak (kehendak yang timbul tidak murni dari yang bersangkutan). Tiga unsur cacat kehendak (Pasal 1321 KUHPerdata) 22

1) Kekhilafan/ kekeliruan/ kesesatan/ dwaling (Pasal 1322 KUHPerdata). :

Sesat dianggap ada apabila pernyataan sesuai dengan kemauan tapi kemauan itu didasarkan atas gambaran yang keliru baik mengenai orangnya (disebut eror in persona) atau objeknya (disebut eror in subtantia). cirinya, yakni tidak ada pengaruh dari pihak lain. Contoh:

a) Si A membeli lukisan ”potret” yang dikira lukisan Affandi, tapi ternyata bukan lukisan affandi melainkan lukisan palsu (eror in subtantia).

b) Si A memanggil Inul Daratista si Goyang Ngebor namun saat pentas ternyata Inul yang tampil bukan Inul Daratista melainkan Inul Dara Manja (eror in persona).

2) Paksaan/dwang (Pasal 1323-1327 KUHPerdata).

Paksaan bukan karena kehendaknya sendiri,namun dipengarui orang lain. Paksaan telah terjadi bila perbuatan itu sedemikian rupa sehingga dapat menakutkan seseorang yang berpikiran sehat dan apabila perbuatan itu dapat menimbulkan ketakutan pada orang tersebut bahwa dirinya atau kekayaannya terancam dengan suatu kerugian yang terang dan nyata. Dengan demikian maka pengertian paksaan adalah kekerasan

jasmani atau ancaman (akan membuka rahasia) dengan sesuatu yang diperbolehkan hukum yang menimbulkan ketakutan kepada seseorang sehingga ia membuat perjanjian. Contohnya, orang menodongkan pistol guna memaksa orang yang lemah untuk membubuhkan tanda tangan di sebuah perjanjian.

3) Penipuan/bedrog (Pasal 1328 KUHPerdata)

pihak menipu dengan daya akalnya menanamkan suatu gambaran yang keliru tentang orangnya atau objeknya sehingga pihak lain bergerak untuk menyepakati.

Perjanjian itu dapat dibatalkan, apabila terjadi ketiga hal yang disebut di atas. Dalam perkembangannya muncul unsur cacat kehendak yang keempat yaitu penyalahgunaan keadaan/undue Influence (KUHPerdata tidak mengenal). Pada hakikatnya ajaran penyalahgunaan keadaan bertumpuh pada kedua hal berikut, yaitu: a) Penyalahgunaan keunggulan ekonomi

b) Penyalahgunaan keunggulan kejiwaan termasuk tentang psikologi, pengetahuan, dan pengalaman.

Di dalam penyalahgunaan keadaan tidak terjadi ancaman fisik hanya terkadang salah satu pihak punya rasa ketergantungan, suatu hal darurat, tidak berpengalaman, atau tidak tahu. Apa yang menjadi dasar pengajuan ke pengadilan bila di KUHPerdata tidak mengaturnya? Dapat dengan dasar yurisprudensi. Konsekuensi bila ada penyalah-gunaan keadaan maka perjanjian itu dapat dibatalkan.

Jika hal ini dikaitkan dengan pelayanan kesehatan dalam hal informed consent (Persetujuan Tindakan Kedokteran), maka kesepakatan para pihak untuk saling mengikatkan dirinya timbul jika, pasien atau keluarga terdekat pasien setuju untuk

dilakukannnya tindakan medis/kedokteran, setelah sebelumnya dokter memberikan informasi atau penjelasan yang jelas mengenai apa saja yang berkaitan dengan tindakan medis/kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien sebagaimana tercantum pada Pasal 7 ayat 3 PERMENKES No 290 tahun 2008.

Ad.b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

Pada Pasal 1329 KUHPerdata menyebutkan bahwa setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan-perikatan jika ia oleh undang-undang tidak dinyatakan tak cakap. Pada Pasal 1330 KUHPerdata lebih lanjut dinyatakan bahwa yang tidak cakap membuat perjanjian adalah :

1) Orang –orang yang belum dewasa

2) Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan 3) Orang-orang perempuan (wanita bersuami)

4) Orang yang dilarang undang-undang untuk membuat perjanjian tertentu.

Mengenai ketentuan yang ada pada nomor urut ketiga pada Pasal 1330 KUHPerdata yang ada di atas, berkenaan dengan kedudukan orang-orang perempuan (wanita bersuami) yang dianggap tidak cakap untuk membuat perjanjian telah dihapus, dengan keluarnya SEMA (Surat Edaran Mahkamah Agung) Nomor 3 Tahun 1963, yang menyatakan bahwa perempuan bersuami cakap untuk melakukan perbuatan hukum. Serta keluarnya Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yang menyatakan bahwa hak dan kedudukan suami-istri seimbang dan

masing-masing pihak berhak melakukan perbuatan hukum, hal ini dapat dilihat pada Pasal 31 undang-undang tersebut.

Mereka yang belum cukup umur menurut Pasal 1330 KUHPerdata adalah mereka yang belum genap 21 tahun dan belum menikah. Agar mereka yang belum dewasa dapat melakukan perbuatan hukum maka harus diwakili oleh wali/perwalian (Pasal 331-414 KUHPerdata). Perwalian adalah pengawasan atas orang (anak-anak yang belum dewasa yang tidak ada di bawah kekuasaan orangtua) sebagaimana diatur dalam undang-undang dan pengelolaan barang-barang dari anak yang belum dewasa23

1) Keadaan dungu. .

Mereka yang diletakkan di bawah pengampuan diatur dalam Pasal 433-462 KUHPerdata tentang pengampuan. Pengampuan adalah keadaan dimana seseorang (disebut curandus) karena sifat-sifat pribadinya dianggap tidak cakap atau tidak di dalam segala hal cakap untuk bertindak sendiri (pribadi) di dalam lalu lintas hukum, karena orang tersebut (curandus),oleh putusan hakim dimasukkan ke dalam golongan orang yang tidak cakap bertindak dan lantas diberi seorang wakil menurut undang-undang yang disebut pengampu (curator/curatrice), sedangkan pengampuannya disebut curatele. Sifat-sifat pribadinya yang dianggap tidak cakap adalah (Pasal 433 KUHPerdata) :

2) Sakit ingatan/gila/mata gelap (dianggap tidak cakap melaksanakan sendiri hak dan kewajibannya).

3) Pemboros dan pemabuk (ketidakcakapan bertindak terbatas pada perbuatan-perbuatan dalam bidang hukum harta kekayaan saja).24

“Pengampuan terjadi karena putusan hakim yang didasarkan adanya permohonan. Yang dapat mengajukan permohonan diatur di dalam Pasal 434-435 KUHPerdata yaitu, keluarga, diri sendiri, dan jaksa dari kejaksaan”.25

23

Ibid. hal. 53.

24 Ibid. hal. 53-54.

25 Juni Rahardjo, Hukum Administrasi Indonesia Pengetahuan Dasar, Atma Jaya, Yogyakarta, 1995, hal. 79.

“Akibat hukum dari perbuatan yang dilakukan oleh orang yang tidak cakap berbuat berdasar penentuan hukum ialah dapat dimintakan pembatalan (Pasal 1331 ayat (1) KUHPerdata)”26

Jika hal ini dikaitkan dengan pelayanan kesehatan dalam hal informed consent (Persetujuan Tindakan Kedokteran) maka kecakapan ini harus datang dari kedua belah pihak yang memberikan pelayanan maupun yang memerlukan pelayanan. Artinya dari kalangan dokter mereka harus mempunyai kecakapan yang dituntut atau diperlukan oleh pasien. Dokter umum sebagai dokter umum dan dokter spesialis menurut spesialis yang dipunyainnya. Hal tersebut harus ada buktinya (seperti izajah atau sertifikat yang diakui oleh organisasi keahliannya)

.

27

1) Objek yang akan ada (kecuali warisan), asalkan dapat ditentukan jenis dan dapat dihitung.

. Dari pihak pasien tentulah dituntut orang yang cakap pula untuk membuat perikatan yaitu orang dewasa yang waras, namun bila keadaan pasien masih di bawah umur atau tidak memungkinkan untuk membuat suatu perikatan maka dapat digantikan oleh pihak keluarga terdekat dari pasien.

Ad.c. Suatu hal tertentu

Suatu hal tertentu disini berbicara tentang objek perjanjian (Pasal 1332 s/d 1334 KUHPerdata). Objek perjanjian yang dapat dikategorikan dalam pasal tersebut yaitu :

26 Handri Raharjo, l oc. cit.

2) Objek yang dapat diperdagangkan (barang-barang yang dipergunakan untuk kepentingan umum tidak dapat menjadi objek perjanjian).28

Suatu perjanjian harus mempunyai objek suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya, sedangkan mengenai jumlahnya dapat tidak ditentukan pada waktu dibuat perjanjian asalkan nanti dapat dihitung atau ditentukan jumlahnya (Pasal 1333 KUHPerdata).

Jika dikaitkan dengan pelayanan kesehatan dalam hal informed consent (Persetujuan Tindakan Kedokteran), maka yang menjadi objek atau suatu hal tertentunya adalah tindakan medis/kedokteran yang akan dilakukan dokter terhadap pasien demi kepentingan kesehatan pasien.

Ad.d. Suatu sebab yang halal

“Sebab yang dimaksud adalah isi perjanjian itu sendiri atau tujuan dari para pihak mengadakan perjanjian (Pasal 1337 KUHPerdata). Halal adalah tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan”29

Syarat ini merupakan mekanisme netralisasi, yaitu sarana untuk menetralisir terhadap prinsip hukum perjanjian yang lain yaitu prinsip kebebasan berkontrak. Prinsip mana dalam KUHperdata ada dalam Pasal 1338 ayat (1) yang pada intinya menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah memiliki kekuatan yang sama dengan undang-undang. Adanya suatu kekhawatiran terhadap azas kebebasan berkontrak ini bahwa akan menimbulkan perjanjian-perjanjian yang dibuat secara

.

28 Mariam Darus Badrulzaman, op. cit. hal. 104-105.

ceroboh, karenanya diperlukan suatu mekanisme kebebasan berkontrak ini tidak disalahgunakan. Sehingga diperlukan penerapan prinsip moral dalam suatu perjanjian. sehingga timbul syarat suatu sebab yang halal sebagai salah satu syarat sahnya perjanjian. Itu sebabnya suatu perjanjian dikatakan tidak memiliki suatu sebab yang halal atau suatu sebab yang terlarang jika perjanjian tersebut antara lain melanggar prinsip kesusilaan atau ketetiban umum disamping melanggar perundang-undangan hal ini sebagaimana tercantum dalam Pasal 1337 KUHPerdata.

Konsekuensi yuridis apabila syarat ini tidak terpenuhi adalah perjanjian yang dibuat tersebut tidak memiliki kekuatan hukum atau dengan kata lain batal demi hukum. Jika dikaitkan dengan dengan pelayanan kesehatan dalam hal informed consent (Persetujuan Tindakan Kedokteran), maka yang perlu juga diperhatikan disini adalah mengenai “suatu sebab yang halal”. Yang dimaksud persetujuan itu (dalam bidang pengobatan) adalah hal-hal yang tidak melanggar hukum, seperti melakukan aborsi dan lain-lain30

“Syarat kesepakatan dan syarat kecakapan di atas biasa disebut syarat subjektif, yakni mengenai subjeknya, bila syarat ini tidak dipenuhi maka perjanjian dapat dibatalkan (untuk membatalkan perjanjian itu harus ada inisiatif minimal dari salah satu pihak yang merasa dirugikan untuk membatalkannya)”

.

31

30 Amri Amir, loc. cit.

31 R. Subekti, op. cit. hal. 20.

. Batas waktu untuk membatalkannya 5 tahun (Pasal 1454 KUHPerdata). Syarat suatu hal tertentu dan sebab yang halal disebut syarat objektif yaitu syarat mengenai objeknya, bila syarat

ini tidak dipenuhi maka perjanjian batal demi hukum (sejak semula dianggap tidak pernah ada perjanjian sehingga tidak perlu pembatalan)32

1) Syarat sah yang umum, yaitu :

.

Munir Fuady berpendapat agar suatu perjanjian oleh hukum dianggap sah sehingga mengikat kedua belah pihak, maka perjanjian tersebut haruslah memenuhi syarat-syarat yang digolongkan sebagai berikut :

a) Syarat sah umum berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata terdiri dari : (1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

(2) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan (3) Suatu hal tertentu

(4) Suatu sebab yang halal

b) Syarat sah umum diluar Pasal 1338 dan 1339 KUHPerdata yang terdiri dari : (1) Syarat itikad baik

(2) Syarat sesuai dengan kebiasaan (3) Syarat sesuai dengan kepatutan

(4) Syarat sesuai dengan kepentingan umum 2) Syarat sah yang khusus terdiri dari :

a) Syarat tertulis untuk perjanjian-perjanjian tertentu b) Syarat akta notaris untuk perjanjian-perjanjian tertentu

c) Syarat akta pejabat tertentu yang bukan notaris untuk perjanjian-perjanjian tertentu

d) Syarat izin dari yang berwenang33

5. Prestasi dan Wanprestasi

Dokumen terkait