• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENGANGKATAN ANAK PADA MASYARAKAT

E. Syarat-Syarat dan Tata cara Pengangkatan Anak

Pasal 1 poin 2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak menjelaskan bahwa: “Pengangkatan anak adalah suatu perbuatan hukum yang mengalihkan seorang anak dari lingkungan kekuasaan orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas

102Wawancara dengan Bapak Tan Ming Ho, Tokoh Masyarakat Adat Tionghoa Kecamatan

perawatan, pendidikan dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan masyarakat orang tua angkat”.

Pasal 19 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak menjelaskan tentang tata cara pengakatan anak sebagai berikut “Pengangkatan anak secara adat kebiasaan dilakukan sesuai dengan tata cara yang berlaku di dalam masyarakat yang bersangkutan”.

Sementara tata cara pengangkatan anak juga dijelaskan dalam Pasal 20 ayat (1) dan (2) berikut ini;

1) Permohonan pengangkatan anak yang telah memenuhi persyaratan diajukan ke pengadilan untuk mendapatkan penetapan pengadilan.

2) Pengadilan menyampaikan salinan penetapan pengangkatan anak ke instansi terkait.

Sementara jarak pengangkatan anak dijelaskan dalam Pasal 21 ayat (1) dan (2) berikut ini;

1) Seseorang dapat mengangkat anak paling banyak 2 (dua) kali dengan jarak waktu paling singkat 2 (dua) tahun.

2) Dalam hal calon anak angkat adalah kembar, pengangkatan anak dapat dilakukan sekaligus dengan saudara kembarnya oleh calon orang tua angkat. Pasal 12 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak menjelaskan tentang syarat- syarat pengangkatan anak;

1) Syarat anak yang akan diangkat, meliputi: a. belum berusia 18 (delapan belas) tahun; b. merupakan anak terlantar atau ditelantarkan;

c. berada dalam asuhan masyarakat atau dalam lembaga pengasuhan anak; dan

d. memerlukan perlindungan khusus.

2) Usia anak angkat sebagaimana dimaksud pada Pasal 12 ayat (1) huruf a Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2007 tentang pelaksanaan pengangkatan anak meliputi:

a. Anak belum berusia 6 (enam) tahun, merupakan prioritas utama;

b. Anak berusia 6 (enam) tahun sampai dengan belum berusia 12 (duabelas) tahun,sepanjang ada alasan mendesak; dan

c. Anak berusia 12 (duabelas) tahun sampai dengan belum berusia 18 (delapan belas) tahun, sepanjang anak memerlukan perlindungan khusus. Selanjutnya dalam Pasal 13 dari poin “a sampai m” Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak menjelaskan Calon orang tua angkat harus memenuhi syarat-syarat:

a. Sehat jasmani dan rohani;

b. Berumur paling rendah 30 (tiga puluh) tahun dan paling tinggi 55 (lima puluh lima) tahun;

d. Berkelakuan baik dan tidak pernah dihukum karena melakukan tindak kejahatan;

e. Berstatus menikah paling singkat 5 (lima) tahun; f. Tidak merupakan pasangan sejenis;

g. Tidak atau belum mempunyai anak atau hanya memiliki satu orang anak; h. Dalam keadaan mampu ekonomi dan sosial;

i. Memperoleh persetujuan anak dan izin tertulis orang tua atau wali anak;

j. membuat pernyataan tertulis bahwa pengangkatan anak adalah demi kepentingan terbaikbagi anak, kesejahteraan dan perlindungan anak;

k. adanya laporan sosial dari pekerja sosial setempat;

l. telah mengasuh calon anak angkat paling singkat 6 (enam) bulan, sejak izin pengasuhan diberikan; dan memperoleh izin Menteri dan/ atau kepala instansi sosial.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang penulis dapatkan pada Kecamatan Senapelan Kota Pekanbaru maka syarat-syarat pengangkatan anak adalah sebagai berikut:

1. Adanya kesepakatan antara pihak pengangkat maupun pihak yang diangkat. Maksudnya adalah adanya seseorang yang berkehendak mengangkat anak, harus terlebih dahulu membicarakan kehendaknya dengan masyarakatnya secara matang. Hal ini dimaksudkan agar diketahui anak yang akan diangkat tersebut diambil dari keturunan masyarakat besar dan atau keturunan lain di luar masyarakat besar.

2. Adanya upacara adat. Maksudnya adalah upacara pengangkatan anak yang merupakan perbuatan hukum yang rangkap yaitu pertama merupakan perbuatan yang memisahkan kekerabatan atau kemasyarakatan si anak angkat dengan orang tua asalnya dan kedua merupakan perbuatan yang memasukkan atau mempersatukan si anak angkat tersebut dengan orang tua yang mengangkatnya dan masyarakat besar orang tua angkatnya. Perbuatan memasukkan si anak angkat ke dalam kerabat orang tua angkatnya dilakukan dengan upacara adat. Upacara adat inilah yang merupakan pengangkatan anak tersebut. Biasanya si anak dibuatkan sesajen lengkap sehingga seolah-olah anak tersebut dilahirkan pada masyarakat angkatnya.

Pengangkatan anak menurut Pasal 1 poin 2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak mejelaskan bahwa: “Pengangkatan anak adalah suatu perbuatan hukum yang mengalihkan seorang anak dari lingkungan kekuasaan orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan masyarakat orang tua angkat”.103 Selanjunya Pasal 19 menjelaskan tentang tatacara pengakatan anak sebagai berikut “Pengangkatan anak secara adat kebiasaan dilakukan sesuai dengan tata cara yang berlaku di dalam masyarakat yang bersangkutan”.

103 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 tahun 2007 tentang Pelaksanaan

Sementara tatacara pengangkatan anak juga dijelaskan dalam Pasal 20 ayat (1) dan (2) berikut ini;

1) Permohonan pengangkatan anak yang telah memenuhi persyaratan diajukan ke pengadilan untuk mendapatkan penetapan pengadilan.

2) Pengadilan menyampaikan salinan penetapan pengangkatan anak ke instansi terkait.

Pasal 21 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2007 menyebutkan tentang jarak pengangkatan anak yaitu;

1) Seseorang dapat mengangkat anak paling banyak 2 (dua) kali dengan jarak waktu paling singkat 2 (dua) tahun.

2) Dalam hal calon anak angkat adalah kembar, pengangkatan anak dapat dilakukan sekaligus dengan saudara kembarnya oleh calon orang tua angkat. Pasal 12 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak menjelaskan tentang syarat- syarat pengangkatan anak yaitu meliputi :

1) Syarat anak yang akan diangkat, meliputi: a. Belum berusia 18 (delapan belas) tahun; b. Merupakan anak terlantar atau ditelantarkan;

c. Berada dalam asuhan masyarakat atau dalam lembaga pengasuhan anak; dan

2) Usia anak angkat sebagaimana dimaksud pada Pasal 12 ayat (1) huruf a Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2007 meliputi:

a. Anak belum berusia 6 (enam) tahun, merupakan prioritas utama;

b. Anak berusia 6 (enam) tahun sampai dengan belum berusia 12 (dua belas) tahun, sepanjang ada alasan mendesak; dan

c. Anak berusia 12 (dua belas) tahun sampai dengan belum berusia 18 (delapan belas) tahun, sepanjang anak memerlukan perlindungan khusus. Selanjutnya dalam Pasal 13 dari poin “a sampai m” Peraturan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak menjelaskan tentang calon orang tua angkat harus memenuhi syarat-syarat:

a. Sehat jasmani dan rohani;

b. Berumur paling rendah 30 (tiga puluh) tahun dan paling tinggi 55 (lima puluh lima) tahun;

c. Beragama sama dengan agama calon anak angkat;

d. Berkelakuan baik dan tidak pernah dihukum karena melakukan tindak kejahatan;

e. Berstatus menikah paling singkat 5 (lima) tahun; f. Tidak merupakan pasangan sejenis;

g. Tidak atau belum mempunyai anak atau hanya memiliki satu orang anak; h. Dalam keadaan mampu ekonomi dan sosial;

j. membuat pernyataan tertulis bahwa pengangkatan anak adalah demi kepentingan terbaik bagi anak, kesejahteraan dan perlindungan anak;

k. Adanya laporan sosial dari pekerja sosial setempat;

l. Telah mengasuh calon anak angkat paling singkat 6 (enam) bulan, sejak izin pengasuhan diberikan; dan

m. Memperoleh izin Menteri dan/atau kepala instansi sosial.

Anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan masyarakat, orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan masyarakat orang tua angkatnya berdasarkan keputusan atau penetapan pengadilan. Anak Angkat adalah anak orang lain yang dianggap anak sendiri oleh orang tua angkat dengan resmi menurut hukum adat setempat, dikarenakan tujuan untuk kelangsungan keturunan dan atau pemeliharaan atas harta kekayaan rumah tangganya.104

Anak angkat berkedudukan di masyarakat barunya atau masyarakat angkatnya sebagai penerus masyarakat jika masyarakat angkatnya tidak mempunyai anak. Dan ia sebagai pelanjut keturunan masyarakat angkatnya.105

Berdasarkan peraturan perundang-undangan ini pengangkatan anak yang dilakukan harus diketahui oleh masyarakat dekat atau kerabat dan juga pihak pengadilan. Prosedur pengangkatan anak semacam ini dapat dilakukan terhadap anak

104Hilman Hadikusuma,Hukum Perkawinan Adat, Alumni, Bandung, 1991, hal. 20

105 Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Adat Dengan Adat Istiadat Dan Upacara

dari masyarakat dekat maupun anak yang bukan dari masyarakat dekat. Pengangkatan anak harus mendapat persetujuan dari anggota kerabat, apabila anak tersebut berasal dari masyarakat yang tidak mempunyai hubungan kekerabatan dengan orang tua angkat tersebut. Dengan persetujuan dari para kerabat, maka diadakan upacara adat yang hanya dihadiri oleh anggota kerabat baik dari orang tua angkat maupun orang tua kandung.106

Berdasarkan pendapat para ahli dan Peraturan Pemerintah bahwa anak angkat merupakan anak dari masyarakat orang lain atau masih ada hubungan kekerabatan namun hak asuh dan pemeliharaannya telah dipindahkan kepada orang tua angkatnya, anak angkat berhak mendapatkan semua kebutuhannya dari masyarakat angkatnya tanpa dibedakan, anak angkat berhak untuk mendapatkan pendidikan yang baik, serta pemeliharaan yang sempurna dari orang tua angkatnya.

1. Pengangkatan anak yang dilakukan secara Terang dan Tunai

Terang, artinya perbuatan pengangkatan anak tersebut dilakukan dimuka pemuka adat dan disaksikan oleh masyarakat setempat. Tunai, artinya pengangkatan anak tersebut dilakukan dengan pemberian uang atau barang-barang yang berkasiat kepada masyarakatnya semula menurut hukum adat Tionghoa.

Pengangkatan anak secara terang ini bisa lewat pengadilan dan juga pemberitahuan kepada tokoh adat Tionghoa dan diresmikan dirumah ibadah seperti kelenteng dan juga pura, dengan mengundang tetangga untuk menghadiri acara

106Djaja S. Meliala, Pengangkatan Anak (Adopsi) di Indonesia, Tarsito, Bandung, 2005,hal.

pengangkatan tersebut. Pengangkatan anak secara tunai ini bisa juga disebut pengangkatan anak secara resmi melalui hukum adat Tionghoa atau juga melalui pengadilan negeri dan catatan sipil, pengangkatan anak secara tunai ini orang tua angkat juga memberikan imbalan atau barang-barang yang berharga kepada orang tua kandung dari anak yang diangkat.107

Sehingga dengan adanya pemberian barang-barang tersebut putuslah hubungan dan ikatan dengan masyarakat semula. Daerah yang menganut cara pengangkatan secara terang dan tunai ini adalah Nias, Gayo, dan Lampung.

2. Pengangkatan anak yang dilakukan secara tidak terang dan tidak tunai Tidak terang dan tidak tunai artinya, pengangkatan anak yang dilakukan secara diam-diam tanpa mengundang masyarakat seluruhnya. Hanya dihadir masyarakat tertentu tidak dihadiri oleh pemuka adat atau desa, tidak dengan pembayaran uang adat, dan tidak ada penyerahan suatu barang sebagai simbolis, akibatnya tidak memutuskan hubungan perdata antara anak tersebut dengan orang tua aslinya. Pelaksanaan pengangkatan anak secara diam-diam ini dilakukan oleh masyarakat Jawa, Sulawesi, Kalimantan dan termasuk juga etnis Tionghoa.

Sementara Pengaturan mengenai Proses pengangkatan anak di Indonesia diatur juga dalam dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dalam pengaturan Undang-Undang tersebut dinyatakan bahwa pengangkatan anak tidak memutuskan hubungan darah antara anak angkat

107Wawancara dengan Minanoer Rachman, Hakim Pada Pengadilan Negeri, pada tanggal 15

dengan orang tua kandungnya. Mengenai hak dan kewajiban secara umum adalah hak dan kewajiban yang ada antara anak dan orang tua baik secara agama, moral maupun kesusilaan. Undang-undang tentang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002 yaitu diatur dalam Pasal 39, 40 dan Pasal 41.

Pengaturan mengenai Prosedur lebih lengkapnya tentang permohonan pengangkatan anak berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 yaitu dijelaskan dalam Pedoman Pelaksanaan Pengangkatan Anak terbitan Departemen Sosial Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Direktorat Bina Pelayanan Sosial Anak sebagai berikut :

Permohonan pengangkatan anak diajukan kepada Instansi Sosial Kabupaten/Kota dengan melampirkan:

1) Surat penyerahan anak dari orang tua/walinya kepada instansi sosial;

2) Surat penyerahan anak dari Instansi Sosial Propinsi/Kab/Kota kepada Organisasi Sosial (orsos);

3) Surat penyerahan anak dari orsos kepada calon orang tua angkat;

4) Surat keterangan persetujuan pengangkatan anak dari masyarakat suami-istri calon orang tua angkat;

5) Fotokopi surat tanda lahir calon orang tua angkat; 6) Fotokopi surat nikah calon orang tua angkat;

7) Surat keterangan sehat jasmani berdasarkan keterangan dari Dokter Pemerintah;

8) Penyerahan Surat Penetapan Pengadilan.108

Masyarakat Tionghoa melakukan pengangkatan anak secara tidak tunai kerana pengangkatan anak secara tunai akan memakan waktu yang lama membutuhkan dana yang banyak, jika melalui pengadilan atau catatan sipil akan membutuhkan waktu yang lama lagi, karena akan melalui proses persidangan dan prosedurnya yang akan dilalui oleh orang tua angkat sangat banyak. Dengan banyak syarat-syarat yang mesti harus dipenuhi maka masyarakat adat Tionghoa memilih pengakatan anak secara tidak tunai atau tunai tapi tidak melalui proses peradilan atau catatan sipil, prosesnya lebih cepat karena hanya membutuhkan persetujuan orang tua kandung dari anak yang akan diangkat, sementara orang tua angkat setuju untuk memenuhi semua kebutuhan dari anak angkat.

Pasal 39 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa, ”Pengangkatan anak di kalangan masyarakat Indonesia mempunyai beberapa macam tujuan dan motivasi. Tujuannya adalah antara lain untuk meneruskan keturunan apabila dalam suatu perkawinan tidak memperoleh keturunan.” Motivasi ini sangat kuat terhadap pasangan suami istri yang telah divonis tidak bisa mendapatkan keturunan/tidak mungkin melahirkan anak dengan berbagai macam sebab, seperti mandul pada umumnya. Padahal mereka sangat mendambakan kehadiran seorang anak ditengah-tengah masyarakat mereka.

108http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl107/anak-angkat,-prosedur-dan-hak-warisnya

Pasal 2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak, menyebutkan bahwa, ”Pengangkatan anak bertujuan untuk kepentingan terbaik bagi anak dalam rangka mewujudkan kesejahteraan anak dan perlindungan anak, yang dilaksanakan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

Adapun tujuan pengangkatan anak di Indonesia antara lain adalah :109 1. Karena tidak mempunyai anak;

2. Karena belas kasihan kepada anak tersebut disebabkan orang tua si anak tidak mampu memberikan nafkah kepadanya;

3. Karena belas kasihan, disebabkan anak yang bersangkutan tidak mempunyai orang tua (yatim piatu);

4. Karena hanya mempunyai anak laki-laki, maka diangkatlah seorang anak perempuan atau sebaliknya;

5. Sebagai pemancing bagi yang tidak mempunyai anak untuk dapat mempunyai anak kandung;

6. Untuk menambah tenaga dalam masyarakat;

7. Dengan maksud anak yang diangkat mendapatkan pendidikan yang layak; 8. Karena unsur kepercayaan;

9. Untuk menyambung keturunan dan mendapatkan regenerasi bagi yang tidak mempunyai anak kandung;

109 Emyati Effendy,Pengangkatan Anak Ditinjau dari Hukum Adat, Arloka, Surabaya, 2007,

10. Adanya hubungan masyarakat, lagi pula tidak mempunyai anak, maka diminta oleh orang tua kandung si anak kepada suatu masyarakat tersebut, supaya anaknya dijadikan anak angkat;

11. Diharapkan anak angkat dapat menolong di hari tua dan menyambung keturunan bagi yang tidak mempunyai anak;

12. Ada juga karena merasa belas kasihan atas nasib si anak yang seperti tidak terurus;

13. Untuk mempererat hubungan kemasyarakatan;

14. Anak dahulu sering penyakitan atau selalu meninggal, maka anak yang baru lahir diserahkan kepada masyarakat atau orang lain untuk di adopsi (diangkat anak), dengan harapan anak yang bersangkutan selalu sehat dan panjang umur. Pasal 12 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak dinyatakan:

a) Pengangkatan anak menurut adat dan kebiasaan dilaksanakan dengan mengutamakan kepentingan kesejahteraan anak;

b) Kepentingan kesejahteraan anak angkat yang diatur dalam Peraturan Pemerintah,

c) Pengangkatan anak untuk kepentingan kesejahteraan anak yang dilakukan di luar adat dan kebiasaan, dilaksanakan berdasarkan Peraturan Perundang- undangan;

Pasal tersebut pengangkatan anak dengan cara adat istiadat, kebiasaan maupun peraturan perundang-undangan harus bertujuan untuk meningkatkan kehidupan

jasinani dan rohani si anak angkat. Pasal ini terkandung asas mengutamakan kesejahteraan anak angkat. Pasal 5 ayat 1 dan Stb. 1917 Nomor 129 tentang Adopsi yang berlaku bagi golongan Tionghoa dinyatakan:

Bila seorang laki-laki kawin atau pernah kawin, tidak mempunyai keturunan laki-laki yang sah dalam garis laki-laki, baik karena hubungan darah manpun karena pengangkatan, dapat mengangkat seseorang sebagai anak laki-lakinya. Selanjutnya di dalam Pasal 6 ketentuan tersebut dinyatakan:

“Yang boleh diangkat sebagai anak hanyalah orang Tionghoa laki-laki yang tidak kawin dan tidak mempunyai anak, yang belum diangkat orang lain”. Adopsi menurut Stb. 1917 Nomor 129 bertujuan untuk mendapatkan anak laki- laki sebagai penerus garis keturunan. Dari ketentuan tersebut terkandung suatu asas mengangkat anak untuk meneruskan garis keturunan.

Namun sesuai perkembangannya berdasarkan yurisprudensi yaitu keputusan Pengadilan Negeri Daerah Istimewa Jakarta Nomot 907/1963/P tertanggal 29 Mei 1963 bagi golongan Tionghoa dibolehkan mengadopsi anak perempuan.

Ter Haarmenyatakan ada beberapa alasan dari perbuatan pengangkatan anak di beberapa daerah antara lain;

1. Motivasi perbuatan adopsi dilakukan adalah karma rasa takut bahwa masyarakat yang bersangkutan akan punah (Fear of extinction of a family). 2. Rasa takut akan meninggal tanpa mempunyai keturunan dan sangat kuatir akan

hilang garis keturunannya (Fear of dying childless and so suffering the extinction of the line of descent).

Motivasi di atas maka terkandung suatu asas mengangkat anak untuk meneruskan garis keturunan.

Di daerah-daerah yang mengikuti garis kebapakan (patrilineal) antara lain Tapanuli, Nias, Gayo, Lampung, Maluku, Kepulauan Timor dan Bali pada prinsipnya pengangkatan anak hanya pada anak laki-laki dengan tujuan utama meneruskan keturunan. Di daerah-daerah yang mengikuti garis kebapakan di Tapanuli, Nias, Gayo, Lampung, Maluku, Kepulauan Timor dan Bali pada prinsipnya pengangkatan anak hanya pada anak laki-laki dengan tujuan utama penerusan keturunan. Di daerah- daerah yang mengikuti garis keibuan (matrilineal) terutama di Minangkabau pada prinsipnya tidak dikenal lembaga adat pengangkatan anak. Menurut hukum adat waris yang berlaku didaerah Minangkabau maka mata pencarian seorang suami tidak akan diwarisi oleh anak-anaknya sendiri, melainkan oleh saudara-saudaranya sekandung beserta turunan saudara perempuan sekandung.110

Daerah-daerah yang mengikuti garis parental antara lain Jawa dan Sulawesi, pengangkatan anak (laki-laki atau wanita) pada umumnya ditujukan pada keponakannya sendiri berdasarkan alasan-alasan atau tujuan:

1. Untuk memperkuat pertalian kemasyarakatan dengan orang tua anak yang di angkat.

2. Untuk menolong anak yang diangkat atas dasar belas kasihan.

110M. Budiarto,Pengangkatan Ditinjau Dari Segi Hukum, Akademika Pressindo, Jakarta, 1985, hal.

3. Atas dasar kepercayaan agar dengan mengangkat anak, kedua orang tua angkat akan dikaruniai anak sendiri.

Perbuatan pengangkatan anak ini banyak dilakukan oleh kalangan masyarakat Indonesia, terutama masyarakat yang belum mempunyai anak atau yang memang tidak dapat menurunkan keturunan sendiri. Namun demikian tidak menutup kemungkinan masyarakat tersebut memang sudah ada anak tetapi ada alasan lain untuk mengambil anak, misalnya karena ingin mempunyai anak jenis kelamin yang diinginkan. Anak yang diambil dapat berasal dari masyarakat lain yang sama sekali tidak ada hubungan kemasyarakatan atau dari kalangan masyarakat atau famili itu sendiri.111

Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak, menyebutkan Jenis Pengangkatan Anak terdiri atas :

1. Pengangkatan anak antar Warga Negara Indonesia; dan

2. Pengangkatan anak antra Warga Negara Indonesia dengan Warga Negara Asing.

Pengangkatan anak antar Warga Negara Indonesia, meliputi : a. Pengangkatan anak berdasarkan adat kebiasaan setempat; dan b. Pengangkatan anak berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Pengangkatan anak berdasarkan adat kebiasaan setempat yaitu pengangkatan anak yang dilakukan dalam satu komunitas yang nyata-nyata masih melakukan adat

111 Woerjanto Rahman,Motivasi Pengangkatan Anak Dalam Masyarakat Adat di Indonesia,

dan kebiasaan dalam kehidupan bermasyarakat. Pengangkatan ini dapat dimohonkan Penetapan Pengadilan. Pengangkatan anak berdasarkan peraturan perundang- undangan mencakup pengangkatan anak secara langsung dan pengangkatan anak melalui lembaga pengasuhan anak. Pengangkatan ini dilakukan melalui Penetapan Pengadilan. Penjelasan Pasal 10 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan “pengangkatan anak secara langsung” adalah pengangkatan anak yang dilakukan oleh calon orang tua angkat terhadap calon anak angkat yang berada langsung dalam pengasuhan orang tua kandung.

Menurut Soerjono Soekanto, dikenal 2 (dua) macam pengangkatan anak (adopsi), yaitu :

1. Adopsi Umum mencakup :

a. Adopsi yang sifatnya terang dan tunai b. Adopsi yang sifatnya terang saja c. Adopsi yang sifatnya tunai saja

d. Adopsi yang sifatnya tidak terang dan tidak tunai 2. Adopsi Khusus, antara lain mencakup :

a. Mengangkat orang luar menjadi warga suatu clan (marga) b. Mengangkat anak tiri menjadi anak kandung

c. Pengangkatan derajat anak.112

Dokumen terkait