• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tabel 1. Temuan dan Saran Pelatihan Keluarga Sehat

Dalam dokumen L A P OR A N TA HUNA N 2017 (Halaman 72-77)

No Temuan Saran

1.

Peserta setiap puskesmas mengirimkan 5 orang sebagai surveyor (pemegang program/staf puskesmas)

Kepala puskesmas sebaiknya juga mengikuti pelatihan keluarga sehat sehingga memahami dan

merencanakan tindak lanjut pelaksanaan PIS-PK di wilayahnya pasca pelatihan dengan lebih baik atau pelatihan Manajemen Puskesmas yang memuat materi KS lebih didahuluan daripada pelatihan KS.

2. Jadwal Pelatihan

a. Urutan materi Konsep PIS-PK  Materi Program 

Manajemen Pendekatan Keluarga  terlalu fokus pada program, materi mengenai pendataan kurang mendapat perhatian

Dapat diubah menjadi Konsep PIS-PK  Manajemen

Pendekatan Keluarga  Materi Program

b. Jam Pelajaran Untuk MI.7 “Manajemen Pendekatan Keluarga”

(pengenalan kuesioner) tersedia waktu 2 jpl 

dirasakan tidak cukup

Untuk praktek sebanyak 3 jpl dirasa cukup

Diperlukan sekurangnya 180 menit (4 jpl) untuk penyampaian materi pengenalan kuesioner dan analisis IKS. Untuk materi analisis IKS secara manual diperlukan waktu tambahan, sekurangnya 60 menit. 3. Modul:

a. Definisi Operasional

1. Terdapat perbedaan istilah antara materi program dan definisi operasional (contoh: materi sanitasi lingkungan: jamban sehat dan jamban saniter)

2. Indikator pemantauan pertumbuhan dan perkembangan Balita, namun definisi

operasional hanya “pemantauan pertumbuhan”

Perlu review antara Indikator, DO, dan materi ppt agar mengikuti kesepakatan yang terkini.

b. Materi PPT Terdapat perbedaan versi kuesioner antara PPT

dan kuesioner yang digunakan

Diperlukan review ppt (menggunakan kuesioner

ter”update”)

c. Materi

“Pengorganisa sian Lapangan”

Tidak ada materi mengenai persiapan turun ke lapangan (pengorganisasian lapangan). Saat pendataan menimbulkan kendala dalam

penentuan jadwal, pengisian Blok I (pengenalan tempat) hingga berakibat kesulitan analisis masalah menurut wilayah karena kesalahan

Menambahkan materi “Pengorganisasian Lapangan”,

misalnya sebelum ke lapangan kita harus berkoordinasi dengan kepala desa/RW/RT, membuat listing keluarga (rumah tangga).

penulisan ID wilayah (RW atau RT) d. Materi

Komunikasi Efektif

Materi maupun PPT sudah lengkap, namun Fasilitator kurang dapat menyampaikan esensi komunikasi efektif dalam Program KS

Sebaiknya materi difokuskan pada pemanfaatan/cara menggunakan Pinkesga untuk edukasi saat kunjungan rumah secara efektif; pencatatan temuan diluar 12 indikator serta cara mengkomunikasikannya dengan pemegang program yang bersangkutan dan kelapa puskesmas

4 Fasilitator Beberapa fasilitator kurang menguasai materi. Jumlah fasilitator untuk materi Manajemen Pendekatan Keluarga (aplikasi) terbatas,

sehingga materi disampaikan dalam kelas besar dan tidak dapat memahami secara optimal oleh peserta

Perlu penekanan pada penyelenggara pelatihan, materi Manajemen Keluarga (aplikasi) tidak disampaikan dalam bentuk kelas besar

5 Metode Pengajaran

Fasilitator kurang memberikan contoh kasus dan aplikasi di lapangan. Peserta tidak dapat

membayangkan, apa yang perlu dilakukan berkaitan Program KS

Contoh kasus dan pelaksanaan kunjungan rumah di lapangan diperbanyak.

Dapat menggunakan pengalaman pelaksanaan KS tahun 2016 -2017 (dalam bentuk foto, gambar, atau contoh kasus)

6 Praktik Lapangan (PKL)

a. Koordinasi antara Puskesmas dan penyelenggara Pelatihan masih kurang sehingga banyak waktu terbuang untuk menentukan rumah tangga yang akan dikunjungi

b. Saat kunjungan rumah belum memanfaatkan Pinkesga sebagai bahan edukasi

c. Entri data hasil PKL kurang didukung oleh kondisi sinyal yang baik sehingga

mengganggu proses entri

a. Persiapan lapangan yang lebih baik. Koordinasi dengan puskesmas dan RW/RT lokasi PKL, dapat dibuat daftar Rumah Tangga (sebagai listing) untuk memudahkan kunjungan. Hal ini dilakukan sebelum jadwal PKL

b. Memasukkan topik penggunaan Pinkesga dalam

Materi “Komunikasi Efektif”

c. Pihak penyelenggara pelatihan menyiapkan sinyal yang kuat pada saat materi penggunaan aplikasi KS dan saat proses entri data sehingga hasil entri data dapat disajikan oleh peserta/perwakilannya baik secara sistem maupun manual

Pelaksanaan PIS-PK seperti yang tertuang dalam Permenkes 36 tahun 2016 memerlukan persiapan dan komitmen yang tinggi untuk mengimplementasikannya. Salah satu persiapan yang dilakukan adalah pelatihan KS kepada tenaga kesehatan yang terstandar. Beberapa hal yang mempengaruhi efektifitas pelatihan antara lain adalah fasilitator, modul, metode, design dan atitude peserta.6

PPSDM dan tim telah menyusun modul dan melaksanakan pelatihan baik TOT maupun pelatihan KS di provinsi. Tahun 2017 puskesmas uang menjadi lokus berjumlah 2926 di 514 kab/kota di 34 provinsi dimana masing-masing puskesmas mengirimkan 5 orang tenaga kesehatan sesuai dengan kualifikasi, walaupun ada beberapa yang tidak memenuhi kualifikasi dikarenakan keterbatasan tenaga kesehatan di puskesmas tertentu.

Mengingat pentingnya PIS-PK tersebut maka materi yang disampaikan sebaiknya sesuai dengan tujuan dari pelatihan yaitu pemahaman tentang Kebijakan dan konsep dasar PIS-PK serta manajemen pendekatan keluarga. Materi utama tersebut sebaiknya diberikan pada tahap awal bukan tahap akhir seperti sekarang, mengingat peseta adalah petugas puskesmas yang sudah mengenal program-program kegiatan puskesmas. Modul yang ada sudah cukup baik hanya perlu perbaikan, sinkronisasi materi ajar di masing-masing program sesuai dengan DO indikator yang akan dinilai/diobservasi, penggunaan instrumen (Prokesga dan Pinkesga) dengan efektif. Praktik Lapangan (PKL) perlu didesain dengan baik, menyerupai pelaksanaan sesungguhnya dengan melakukan listing RT. Fasilitator dan peserta pelatihan yang sesuai dengan kualifikasi, memahami materi dengan baik diharapkan mampu mentrasfer pengetahuan yang dimilikinya kepada orang lain.

Sesuai dengan Permenkes No. 75 tahun 2014 tentang puskesmas Kepala puskesmas merupakan penanggungjawab atas seluruh kegiatan di puskesmas.7 Mengingat peran kepala puskesmas sebagai manajer sangatlah vital, kepala puskesmas harus lebih dahulu mengenal KS sehingga pasca pelatihan dapat segera dilakukan implementasi sesuai dengan RTL yang disusun, dan mengintegrasikan kegiatan PIS-PK dengan program-program yang ada di puskesmas. Hal ini dapat dilakukan dengan mengikutsertakan kepala puskesmas dalam pelatihan KS atau pelatihan Manajemen Puskesmas yang memuat KS dilakukan terlebih dahul sebelum pelatihan KS.

Diharapkan dengan pelatihan yang baik, materi dapat dikuasai oleh peserta dengan baik pula sehingga dapat melakukan transfer of knowledge kepada tenaga kesehatan lainnya di puskesmas. Hal ini perlu dilakukan karena berdasarkan pengamatan bahwa 1 orang surveyor dapat melakukan wawancara sebanyak 10 rumah tangga dalam 1 hari dengan catatan seluruh Anggota Rumah Tangga (ART) ada di rumah/lengkap, sementara pelatihan hanya dilakukan pada 5 orang per puskesmas untuk mencapai total coverage akan berat. Oleh karena itu diperlukan On The Job Traning (OJT).

pengembangan. Dimana, karyawan baru atau yang belum berpengalaman belajar melalui pengamatan rekan kerja atau surpervisor/manajer yang melakukan pekerjaan itu dan mencoba meniru perilaku mereka. Metode ini tidak memerlukan biaya yang banyak, materi disesuaikan dengan standar dan sambil belajar dapat menghasilkan.8 Metode ini dirasa cukup pas untuk memenuhi kekurangan jumlah surveyor dan keterbatasan waktu dalam mencapai target yang diinginkan. Sebelum turun ke lapangan, OJT akan dibekali dengan materi utama yaitu manajemen pendekatan keluarga, cara komunikasi efektif, kuesioner Prokesga dan penggunaan Pinkesga. Penyampaian materi dilakukan oleh surveyor yang sudah dilatih oleh Bapelkes dan TOT dari Dinas Kesehatan dalam waktu 2 hari. Diharapkan dengan OJT dapat menaggulangi masalah kurangnya tenaga surveyor di puskesmas.

KESIMPULAN

1. Modul dan metode penyampaian materi pelajaran pada saat pelatihan keluarga sehat perlu diperbaiki dengan menitikberatkan pada kebijakan dan konsep dasar PIS-PK, manajemen pendekatan keluarga.

2. Kepala puskesmas harus lebih dahulu mengenal KS sehingga pasca pelatihan dapat segera dilakukan implementasi

3. On The job training (OJT) dapat dilakukan untuk menanggulangi masalah kurangnya surveyor dengan menitikberatkan pada materi manajemen pendekatan keluarga, cara komunikasi efektif, kuesioner Prokesga dan penggunaan Pinkesga.

REKOMENDASI

1. Modul yang ada perlu diperbaiki dan disinkronkan antara materi ajar di masing-masing program sesuai dengan DO indikator yang akan dinilai/diobservasi, penggunaan instrumen (Prokesga dan Pinkesga) dengan efektif. Menitikberatkan pada kebijakan dan konsep dasar PIS-PK, manajemen pendekatan keluarga.

2. Kepala puskesmas sebagai kunci pelaksanaan PIS-PK di puskesmas harus terlebih dahulu mengenal KS.

3. On The job training (OJT) dapat dilakukan untuk menanggulangi masalah kurangnya surveyor

1. ____________. Peraturan Menteri Kesehatan No. 39 Tahun 2016 tentang Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga. 2016.

2. Kemenkes. Buku Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. 2016.

3. Badan PPSDM Kesehatan Pusdiklat Aparatur. Kurikulum TOT Pelatihan Keluarga Sehat. 2017.

4. Puslitbang Upaya Kesehatan Masyarakat Badan Litbangkes. Hasil Evaluasi Pelaksanaan Program Indonesia Sehat Dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PK) Tahun 2016. ppt.

5. Puslitbang Sumber Daya dan Pelayanan Kesehatan Badan Litbangkes. Laporan Hasil Riset Implementasi PIS-PK di Kab. Lampung Selatan. 2017.

6. Saini Ramandeep. Factors Affecting Training and Development Programs – An Empirical Study of Punjab. International Journal of Research in Organizational Behavior and Human Resource Management Vol.3 No.3. 2015. p.40-47.

7. _____________. Peraturan Menteri Kesehatan No. 75 Tahun 2017 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat. 2015.

8. Raheja Kanu. Methods of Training and Development. Innovative Journal of Business and Management 4: 2. 2015. p 35 – 41.

Model Terpadu Pelayanan Gizi Balita Kurus di Puskesmas

Dalam dokumen L A P OR A N TA HUNA N 2017 (Halaman 72-77)