ANALISA HASIL PENELITIAN
1. Tabulasi data permohonan kasasi selama dua tahun (2011-2012) rata-rata :
No. Jenis Perkara
Putus % Tolak % NO % Kabul % 1 Pidana Umum 4,350 100% 2,595 59.66% 1,014 23.31% 681 15.66% 2 Pidana Khusus 5,034 100% 2,953 58.66% 755 15.00% 1,325 26.32% 3 Perdata Umum 6,012 100% 4,964 82.57% 192 3.19% 856 14.24% 4 Perdata Khusus 1,800 100% 1,29 68.83% 174 9.67% 387 21.50% 5 Pidana Militer 454 100% 304 66.96% 93 20.48% 57 12.56% 6 Perad. TUN 1,018 100% 763 74.95% 125 12.28% 133 13.06% 7 Perdata Agama 1,116 100% 874 78.32% 87 7.80% 155 13.89%
Analisa dalam putusan perkara perkara permohonan kasasi dari periode 2011-2012, rata-rata :
46 Dalam perkara Pidana Umum, pidana khusus, perdata umum, perdata khusus, perdata agama, perkara tata usaha Negara dan pidana militer, dengan alasan rata-rata :
- Putusan permohonan kasasi dinyatakan ditolak dengan alasan : judex factie telah tepat dan benar dan alasan yang diajukan dalam memori kasasi tidak beralasan hukum, sehingga permohonan pemohon kasasi dinyatakan ditolak. Dengan pertimbangan hukum yang pada pokoknya “ judex factie tidak salah menerapkan hukum karena telah mempertimbangkan hal-hal yang relevan dan secara yuridis benar ………”
- Putusan permohonan kasasi dinyatakan tidak dapat diterima : Dengan pertimbangan hukum yang pada pokoknya “permohonan pemohon kasasi tidak memenuhi syarat formil sebagaimana yang ditentukan dalam undang-undang ………” - Putusan permohonan kasasi dinyatakan dikabulkan :
permohonan pemohonan kasasi telah memenuhi syarat formil, memori kasasi dinyatakan benar dan judex factie secara hukum dinyatakan telah salah menerapkan hukum : Dengan pertimbangan hukum yang pada pokoknya “judex factie telah salah menerapkan hukum atau menerapkan hukum tidak sebagaimana mestinya ………”, dengan demikian Mahkamah Agung membatalkan putusan yang ada dibawahnya dan mengadili sendiri dengan putusan yang tidak terikat dengan putusan pengadilan sebelumnya (pasal 52 Undang-Undang Nomor 14 Tahun l985 jo Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 jo Undang-undangNomor 3 Tahun 2009 Tentang Mahkamah Agung).
47 Data statistik diatas hanya didasarkan pada jumlah yang diputus berdasarkan prosentase dan tidak meneliti secara menyeluruh dan spesifik tentang masing-masing putusan terhadap alasan dan pertimbangan hukumnya.pertimbangan hukum putusan hanya diambil secara acak pada 21 (dua puluh satu) putusan kasasi sebagai sample.
Melihat data statistik diatas, untuk putusan yang menyatakan permohonan pemohon kasasi dinyatakan tidak dapat diterima, dinyatakan ditolak atau permohonan kasasi dinyatakan Kabul masing-masing bidang hukum sangat bervariasi perbedaan prosentasi untuk tiap tahunnya dan untuk putusan kasasi dinyatakan tidak dapat diterima hal tersebut tentunya dengan alasan syarat formil tidak terpenuhi, maka memang tidak terdapat permasalahan hukum, demikian pula dengan putusan kasasi yang menyatakan permohonan pemohon kasasi dinyatakan ditolak karena dengan system peradilan yang baik akan terwujud dengan adanya putusan yang konsistensi dan berkepastian hukum dari putusan peradilan tingkat pertama, putusan tingkat banding sampai dengan putusan kasasi oleh Mahkamah Agung.
Yang perlu dianalisa adalah besarnya putusan kasasi yang membatalkan putusan peradilan dibawahnya dengan putusan yang mengadili sendiri.untuk periode tahun 2011 prosentasi tertinggi ada pada bidang perdata khusus sebesar 19.90% dan terendah pada bidang tata usaha negara sebesar 13.96%, untuk periode tahun 2012 prosentasi tertinggi ada pada bidang pidana khusus dengan prosentase sebesar 28.61% dan terendah ada pada bidang pidana militer sebesar 9.22%, sedangkan untuk rata-rata dua tahun periode 2011-2012 prosentase tertinggi ada pada bidang pidana khusus sebesar 26.32% dan prosentase terendah pada bidang pidana militer yaitu sebesar 12.56%, hal ini menunjukan tidak adanya konsistensi tentang putusan kasasi pada seluruh bidang-bidang hukum di Mahkamah Agung. Seharusnya suatu sistem
48 peradilan yang sudah berjalan dengan baik akan tercipta suatu putusan yang konsisten dan berkepastian hukum atau terdapat sinkronisasi terhadap putusan dari putusan peradilan tingkat pertama sampai dengan peradilan tingkat terakhir, dengan bukti sangat kecil adanya pembatalan-pembatalan yang dilakukan oleh pengadilan yang lebih tinggi.
Berdasarkan analisa diatas, maka sangat diperlukan suatu penelitian yang sifatnya komprehensif untuk mengetahui secara pasti sebab-sebab timbulnya banyaknya suatu putusan kasasi yang membatalkan putusan dibawahnya, sehingga dapat dicarikan suatu solusi yang tepat untuk mencapai tujuan system peradilan yang berkepastian dan berkeadilan hukum. 2. Tabulasi data peninjauan kembali selama dua tahun
(2011-2012) rata-rata :
No Jenis Perkara
Putus % Tolak % NO % Kabul % 1 Pidana Umum 285 100% 170 59.65% 87 30.53% 28 9.82% 2 Pidana Khusus 437 100% 310 70.94% 55 12.59% 72 16.48 % 3 Perdata Umum 1,709 100% 1,398 81.80% 87 5.09% 224 13.11 % 4 Perdata Khusus 381 100% 308 80.84% 13 3.41% 60 15.75 % 5 Pidana Militer 29 100% 26 89.66% 2 6.90% 1 3.45% 6 Perad. TUN 1,836 100% 1,598 86.55% 61 3.32% 186 10.13 % 7 Perdata Agama 107 100% 86 80.37% 15 14.02% 6 5.61%
Analisa dalam putusan perkara perkara permohonan peninjauan kembali dari periode 2011-2012, rata-rata :
Dalam perkara Pidana Umum, pidana khusus, perdata umum, perdata khusus, perdata agama, perkara tata usaha Negara dan pidana militer, dengan alasan rata-rata :
- Putusan permohonan peninjauan kembali dinyatakan ditolak dengan pertimbangan hukum dan alasan yang
49 ada pokoknya :“alasan yang dijadikan untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali tidak termasuk alasan dalam salah satu alasan peninjauan kembali sebagaimana diatur dalam undang-undang ….. “
- Putusan peninjauan kembali dinyatakan tidak dapat diterima : Dengan pertimbangan hukum dan alasan yang pada pokoknya “ syarat formil sebagaimana yang diatur dalam undang-undang tidak terpenuhi…….. “
- Putusan permohonan peninjauan kembali dikabulkan:Dengan pertimbangan hukum dan alasan yang pada pokoknya “………adanya kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata “ .
Data statistik diatas hanya didasarkan pada jumlah yang diputus berdasarkan prosentase dan tidak meneliti secara keseluruhan dan spesifik tentang masing-masing putusan peninjauan kembali terhadap alasan dan pertimbangan hukumnya, pertimbangan hukum putusan hanya diambil secara acak pada 21 (dua puluh satu) putusan peninjauan kembali sebagai sample.
Melihat data statistik diatas, untuk putusan yang menyatakan permohonan pemohon peninjauan kembali dinyatakan tidak dapat diterima, dinyatakan ditolak atau permohonan peninjauan kembali dinyatakan kabul masing-masing bidang hukum sangat bervariasi perbedaan prosentasi untuk tiap tahunnya dan untuk putusan peninjauan kembali dinyatakan tidak dapat diterima hal tersebut tentunya dengan alasan syarat formil tidak terpenuhi, maka memang tidak terdapat permasalahan hukum, demikian pula dengan putusan peninjauan kembali yang menyatakan permohonan pemohon peninjauan kembali dinyatakan ditolak karena dengan system peradilan yang baik akan terwujud dengan adanya putusan yang konsisten, berkepastian dan berkeadilan hukum dari
50 putusan peradilan tingkat pertama, putusan tingkat banding sampai dengan putusan peninjauan kembali oleh Mahkamah Agung.
Yang perlu dianalisa adalah besarnya putusan peninjauan kembali yang membatalkan putusan kasasi dengan putusan yang mengadili sendiri. untuk periode tahun 2011 prosentasi tertinggi ada pada bidang perdata khusus sebesar 20.64% dan terendah pada bidang perdata agama sebesar 5.80%, untuk periode tahun 2012 prosentasi tertinggi ada pada bidang perdata umum dengan prosentase sebesar 14.63% dan terendah ada pada bidang pidana militer sebesar 0%, sedangkan untuk rata-rata dua tahun periode 2011-2012 prosentase tertinggi ada pada bidang pidana khusus sebesar 16.48% dan prosentase terendah pada bidang pidana militer yaitu sebesar 3.45%, hal ini menunjukan tidak adanya konsistensi tentang putusan peninjauan kembali. Seharusnya suatu system peradilan yang sudah berjalan dengan baik akan tercipta suatu putusan yang konsisten dan berkepastian hukum atau terdapat sinkronisasi terhadap putusan dari putusan peradilan tingkat pertama sampai dengan peradilan tingkat terakhir, dengan bukti sangat kecil adanya pembatalan-pembatalan yang dilakukan oleh pengadilan yang lebih tinggi. Permohonan peninjauan kembali yang dikabulkan dengan membatalkan putusan kasasiadalah sangat menarik untuk dianalisa karena nota bene majelis hakim peninjauan kembali yang membatalkan putusan kasasi adalah dengan majelis yang sama dan sederajat dengan majelis hakim kasasi, dari beberapa putusan yang dianalisa dalam pertimbangan hukumnya dapat ditarik kesimpulan dikabulkannya permohonan peninjauan kembali bukan karena dengan alasan adanya bukti baru (novum) atau adanya putusan yang saling bertentangan, tapi dengan pertimbangan yang pada pokoknya “………adanya kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata “.
51 Berdasarkan analisa diatas, maka sangat diperlukan suatu penelitian yang sifatnya komprehensif untuk mengetahui secara pasti sebab-sebab timbulnya banyaknya suatu putusan peninjaun kembali yang membatalkan putusan kasasi, sehingga dapat dicarikan suatu solusi yang tepat untuk mencapai tujuan system peradilan yang berkepastian dan berkeadilan hukum.