• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAHKAMAH AGUNG SEBAGAI JUDEX JURIS ATAUKAH JUDEX FACTIE (Kajian Terhadap Asas, Teori dan Praktek) LAPORAN PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MAHKAMAH AGUNG SEBAGAI JUDEX JURIS ATAUKAH JUDEX FACTIE (Kajian Terhadap Asas, Teori dan Praktek) LAPORAN PENELITIAN"

Copied!
154
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

MAHKAMAH AGUNG SEBAGAI JUDEX JURIS

ATAUKAH JUDEX FACTIE

(Kajian Terhadap Asas, Teori dan Praktek)

LAPORAN PENELITIAN

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

MAHKAMAH AGUNG RI

(3)
(4)

MAHKAMAH AGUNG SEBAGAI JUDEX JURIS ATAUKAH JUDEX FACTIE :

KAJIAN TERHADAP ASAS, TEORI DAN PRAKTEK

LAPORAN PENELITIAN LANJUTAN

PUSLITBANG HUKUM DAN PERADILAN BADAN LITBANG DIKLAT KUMDIL MAHKAMAH AGUNG RI

(5)
(6)

i KATA PENGANTAR

Badan Penelitian dan Pengembangan & Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung RI merupakan satuan kerja yang lahir setelah semua Lembaga Peradilan Yaitu :

1.

Peradilan Umum;

2.

Peradilan Agama;

3.

Peradilan Tata Usaha Negara;

4.

Peradilan Militer;

berada di bawah "satu atap" Mahkamah Agung RI.

Salah satu tugas dan tanggung jawab Badan Litbang Diklat Kumdil adalah meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia bagi seluruh aparat Peradilan, baik bagi Tenaga teknis (Hakim, Panitera dan Jurusita) maupun tenaga non Teknis, termasuk Pejabat Struktural.

Dan dalam rangka Pelaksanaan tugas tersebut, Badan Litbang Diklat Kumdil meliput 4 (empat) unit kerja yakni :

1.

Sekretariat Badan;

2.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Peradilan;

3.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Teknis Peradilan;

4.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Manajemen dan Kepemimpinan;

Salah satu unit dari Badan Litbang Diklat Kumdil Mahkamah Agung RI adalah Pusat Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Peradilan adalah Penelitian (Puslitbang).

Berdasarkan DIPA 2013 Pusat Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Peradilan (Puslitbang) telah melaksanakan berbagai macam kegiatan yang menjadi tupoksinya. Salah satunya adalah Penelitian "MAHKAMAH AGUNG SEBAGAI JUDEX JURIS ATAUKAH JUDEX FACTIE : (Kajian Terhadap Asas, Teori dan Praktek)" yang merupakan Penelitian Kepustakaan. Penelitian tersebut

(7)

ii dilaksanakan diwilayah Hukum Pengadilan di Jakarta. Hasilnya telah disusun dan dibuat dalam bentuk Buku Laporan.

Untuk itu, kami menyampaikan ucapan terima kasih atas ketulusan dan keikhlasan semua pihak mulai dari pengumpulan bahan-bahan sampai dengan selesainya penelitian dan telah menjadi sebuah Buku Laporan Penelitian "MAHKAMAH AGUNG SEBAGAI JUDEX JURIS ATAUKAH JUDEX FACTIE : (Kajian Terhadap Asas, Teori dan Praktek)".

Insya Allah, jerih payah kita semua akan menjadi amal sholeh dihadapan Tuhan Yang Maha Kuasa, Amin.

Mega Mendung, Oktober 2013 KEPALA

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN & PENDIDIKAN DAN PELATIHAN HUKUM DAN PERADILAN

(8)

iii KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas segala limpahan nikmat dan karunianya, sehingga Pusat Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Peradilan melalui DIPA Balitbang Diklat Kumdil Mahkamah Agung RI Tahun Anggaran 2013 telah berhasil merealisasikan salah satu tugas pokok dan fungsinya yakni menyelenggarakan kegiatan penelitian.

Kegiatan tersebut diawali dengan Focus Grup Discussion (FGD) untuk mendiskusikan Proposal Penelitian berjudul "MAHKAMAH AGUNG SEBAGAI JUDEX JURIS ATAUKAH JUDEX FACTIE : (Kajian Terhadap Asas, Teori dan Praktek)" kegiatan FGD Proposal tersebut berlangsung di Jakarta. Setelah FGD Proposal, dilanjutkan dengan memulai pelaksanaan kegiatan Penelitian Kepustakaan di Jakarta, melalui kompilasi bahan dan data penelitian, seleksi serta analisis terhadap berbagai data, bahan, referensi kepustakaan, dan putusan-putusan pengadilan yang relevan, serta dilengkapi sejumlah wawancara dengan para narasumber yang kompeten. Terhadap hasil Penelitian tersebut kemudian dilakukan Kegiatan Focus Grup Discussion (FGD) untuk membahas dan mendiskusikan Hasil Penelitian dengan tujuan untuk mendapatkan masukan dalam rangka penyempurnaan hasil penelitian.

FGD Proposal Penelitian, maupun FGD Hasil Penelitian telah diikuti oleh para undangan, antara lain meliputi beberapa Hakim Agung, Hakim Tinggi, Hakim Tinggi Pengawasan, Hakim Tinggi yang diperbantukan pada Balitbang Diklat, Hakim Yusitisial, Hakim Tingkat Pertama, Fungsional Peneliti Puslitbang Mahkamah Agung, peneliti dari Instarisi atau Lembaga lain, Akademisi dari Perguruan Tinggi dan Staf Puslitbang. Dengan tujuan untuk mendapatkan berbagai masukan, kritik dan usulan bagi penyempurnaan proposal maupun hasil penelitian.

(9)

iv Diharapkan mampu meningkatkan kualitas dan kemanfaatan hasil penelitian, baik bagi kalangan internal Mahkamah Agung beserta segenap jajaran dan hirarkinya, maupun bagi para stake holder lainnya.

Buku Laporan Hasil Penelitian ini dibuat sebagai bentuk pertanggungjawaban Kapuslitbang kepada Pimpinan Mahkamah Agung RI, serta sebagai dokumentasi telah selesainya pelaksanaan kegiatan tersebut. Semoga kiranya dapat memberikan manfaat sebagaimana mestinya.

KEPALA

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN BADAN LITBANG DIKLAT KUMDIL MA-RI

Prof. Dr. BASUKI REKSO WIBOWO, S.H., M.S. NIP. 19590107 198303 1 005

(10)

v DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………. i

DAFTAR ISI ……… v

BAB I : PENDAHULUAN 1 1. Latar Belakang Penelitian ……….. 1

2. Rumusan Masalah ……… 4

3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ………. 4

4. Metode Penelitian ……….. 5

5. Kerangka Konseptual ……… 8

BAB II : TABULASI PERKARA PERMOHONAN KASASI PERIODE 2011-2012 ……… 37

1. Perkara Pidana Umum ………... 37

2. Perkara Pidana Khusus ……….. 37

3. Perkara Perdata Umum ……….. 38

4. Perkara Perdata Khusus ………. 38

5. Perkara Perdata Agama ………. 38

6. Perkara Tata Usha Negara ………. 39

7. Perkara Pidana Militer ……… 39

BAB. III : TABULASI PERKARA PENINJAUAN KEMBALI PERIODE 2011-2012 ……… 41

1. Perkara Pidana Umum ……… 41

2. Perkara Pidana Khusus ………... 41

3. Perkara Perdata Umum ……….. 42

4. Perkara Perdata Khusus ………. 42

5. Perkara Perdata Agama ………. 42

6. Perkara Tata Usha Negara ………. 43

(11)

vi

BAB IV : ANALISA HASIL PENELITIAN ……… 45

1. Tabulasi data permohonan kasasi 2011-2012 … 45 2. Tabulasi data peninjauan kembali 2011-2012 ... 48

3. Kesimpulan Hasil Wawancara ……… 51

4. Analisa Data ……… 52

BAB V : PENUTUP ……….. 141

1. Kesimpulan ……… 141

2. Saran ……….. 142

(12)

1 BAB I

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Hukum Dan Peradilan Badan Litbang Diklat Kumdil Mahkamah Agung RI Tahun 2010 tentang “Mahkamah Agung sebagai Judex Juris ataukah Judex Factie : Pengkajian Asas, Teori, Norma dan Praktek”.

Dalam penelitian sebelumnya telah terdapat : Kesimpulan :

- Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi, yang membatalkan putsan Judex Factie dan mengadili sendiri berdasarkan alasan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 30 ayat (1) huruf c Undang-Undang No. 14 Tahun l985 Jo. Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 Jo. Undang-Undang Nomor : 3 Tahun 2009 Tentang Mahkamah Agung, bertindak sebagai Judex Factie.

- Mahkamah Agung mengabulkan permohonan peninjauan kembali berdasarkan Pasal 67 Undang-Undang Nomor : 14 Tahun l985 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor : 5 Tahun 2004 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor : 3 Tahun 2009 Tentang Mahkamah Agung, bertindak sebagai Judex Factie.

- Berat ringannya hukuman dalam perkara pidana adalah ranah Judex Factie.

- Melakukan pembatasan alasan peninjauan kembali yaitu : adanya novum dan terdapat putusan yang saling bertentangan, sedangkan alasan lain merupakan manifestasi prinsip kehati-hatian yang harus dilakukan oleh hakim. Saran :

- Dalam rangka menurunkan jumlah permohonan kasasi tidak cukup dengan mempercepat pemeriksaan kasasi dan

(13)

2 menambah majelis kasasi serta melakukan operasi kikis, melainkan harus dilakukan pembenahan secara keseluruhan, yaitu meningkatkan kualitas sumber daya manusia Judex Factie.

- Meningkatkan intensitas pengawasan dan pembinaan tenaga teknis baik administrasi perkara maupun masalah substantif. - Perlu adanya Surat Edaran Mahkamah Agung atau Peraturan

Mahkamah Agung dibidang hukum acara tentang pembatasan alasan peninjauan kembali.

Tujuan penelitian lanjutan ini untuk mengetahui lebih mendalam apa perbedaan dan pentingnya Mahkamah Agung dalam memutus perkara sebagai Judex Juris atau sebagai Judex Factie, ataukah untuk terciptanya putusan Mahkamah Agung yang berkepastian dan berkeadilan hukum diperlukan adanya kebebasan hakim dalam memutus perkaranya.

Di Indonesia Kekuasaan Kehakiman diatur dalam Undang_undang Dasar Tahun l945, Amandemen Ketiga, BAB IX, Pasal 24, Pasal 24A, Pasal 24B, Pasal 24C dan Pasal 25 yang menyatakan, antara lain : Kekuasaan Kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan yang dilakukan oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi dengan kewenangan yang berbeda, adapun pengawasan Mahkamah Agung secara eksternal dilakukan oleh Komisi Yudisial. Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang, sedangkan Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.

(14)

3 Kekuasaan Kehakiman yang dijalankan oleh Mahkamah Agung selaku lembaga yudikatif merupakan kekuasaan Negara untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Mahkamah Agung dalam menyelenggarakan peradilan demi menegakkan hukum dan keadilan diberi kekuasaan yang merdeka yang bebas dari campur tangan pihak manapun, tapi kekuasaan Mahkamah Agung bukan kekuasaann yang bersifat absolut, karena hakim dalam mengadili perkara haruslah tetap berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku baik yang diatur dalam hukum formil ataupun yang diatur dalam hukum materiil dan konsep keadilan.

Kewenangan Mahkamah Agung dalam mengadili perkara secara eksplisit diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun l985 jo. Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 jo. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 Tentang Mahkamah Agung, Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 8 Tahun l981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Dengan sangat luasnya kewenangan Mahkamah Agung yang diberikan undang-undang pada Mahkamah Agung, namun dapat disimpulkan tugas pokok Mahkamah Agung adalah dapat tercipta seluruh putusan yang berkwalitas, berkepastian dan berkeadilan hukum, oleh karenanya pertimbangan hukum sebagai Judex Juris atau Judex Factie yang bagaimanakah yang dapat memenuhi rasa keadilan masyarakat. Jawaban dari permasalahan tersebut menjadi sangat penting karena untuk mencapai tujuan tersebut Mahkamah Agung memerlukan perubahan disegala bidang, hal tersebut sejalan dengan Visi dan Misi Mahkamah Agung yaitu “Mewujudkan Badan Peradilan Yang Agung” yang tahap pencapaiannya termuat dalam blueprint yang pertama dan kedua yaitu Mahkamah Agung telah melakukan reformasi dan pembaharuan secara sistimatis terarah dan berkelanjutan berusaha selalu meningkatkan fungsi koordinasi dan konsolidasi internal, serta menentukan arah jangka panjang dalam rangka membangun citra dan wibawa Mahkamah Agung menuju pada terwujudnya badan peradilan yang agung.

(15)

4 2. Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang diuraikan sebelumnya, dapat diambil permasalahan sebagai berikut :

a. Dalam penelitian sebelumnya telah disimpulkan bahwa kewenangan Mahkamah Agung baik dalam permohonan kasasi atau permohonan peninjauan kembali dengan mendasarkan pada pasal 30 ayat (1) huruf c dan pasal 67 Undang-Undang Nomor : 14 Tahun l985 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor : 5 Tahun 2004 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No : 3 Tahun 2009 adalah Judex Factie, sedangkan secara normatif hukum terdapat kewenangan Mahkamah Agung secara Judex Juris, maka dalam penelitian ini demi kepastian hukum ingin diketahui apakah kriteria dari Judex Juris dan apa kriteria dari Judex Factie, dengan pertimbangan yang bagaimana sehingga dapat dibedakan bahwa Mahkamah Agung telah menjatuhkan secara Judex Factie atau Judex Juris dan bagaimana dengan pendapat Para Hakim Agung sendiri tentang judex juris dan judex factie termasuk harapannya kedepan.

b. Penelitian ini akan mengkaji dengan memperbandingkan tentang normatif hukum, asas, teori dan norma hukum tentang kewenangan Mahkamah Agung dalam memutus perkara permohonan kasasi dan perkara peninjauan kembali, dengan apa yang senyatanya dalam praktek. 3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

a. Tujuan Penelitian Tujuan Umum

- Mahkamah Agung sebagai peradilan tertinggi diharapkan mampu menciptakan dan menjaga adanya keadilan hukum yang berkepastian hukum bagi penegakan hukum di Indonesia;

(16)

5 Tujuan khusus

- Untuk lebih memahami perbedaan Judex Juris dan Judex Factie secara fundamental.

- Untuk lebih memahami prinsip atau asas serta norma yang dijadikan dasar Mahkamah Agung dalam mengadili permohonan kasasi dan peninjauan kembali.

- Untuk lebih memahami secara normatif alasan-alasan fundamental yang seharusnya digunakan sebagai alasan kasasi dan peninjauan kembali.

b. Manfaat Penelitian

- Dapat digunakan oleh para hakim tentang batas pengertian Judex Juris dan Judex Factie dan membedakannya sehingga dapat dijadikan pedoman dalam mengadili perkara permohonan kasasi atau peninjauan kembali, sehingga tercipta adanya konsistensi dan kepastian hukum

4. Metode Penelitian

Metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kepustakaan sebagaimana penelitian yang dilakukan untuk kajian bidang hukum.oleh karena itu, data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh melalui studi dokumen walaupun demikian kemungkinan wawancara kepada narasumber yang terkait tetap dilakukan.Perlu dijelaskan pula bahwa metode analisa data yang digunakan adalah kualitatif, maka tulisan inipun sebenarnya semi metode penelitian lapangan, artinya data sekunder dan data primer, serta hasil observasi evaluasi dan kwesioner tetap digunakan.

Penelitian ini digunakan beberapa pendekatan, yakni pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konseptual (conceptual approach), pendekatan kasus

(17)

6 (case approach) dan pendekatan presepsional (perceptional approach).

Dari sudut bentuknya, penelitian ini adalah penelitian yang menggabungkan bentuk penelitian evaluative, diagnostic dan preskriptif.Penelitian evaluative adalah penelitian atas kegiatan yang telah dilaksanakan.Penelitian diagnostic adalah peneltian yang dilakukan guna mengetahui sebab-sebab suatu gejala lebih lanjut.Penelitian preskriptif adalah penelitian yang memberi jalan keluar dari suatu masalah.

Dimulai dengan penelitian evaluasi berlakunya berbagai undang-undang yang mengatur tentang asas, teori dan norma tentang Judex Juris atau Judex Factie yang berkaitan dengan kewenangan Mahkamah Agung dalam memutus perkara permohonan kasasi atau peninjauan kembali dan praktek penerapannya. Logika yang digunakan adalah deduktif dan induktif, oleh karena yang ditelusuri untuk memperoleh kaidah hukum yang fundamental dan mengetahui putusan tersebut Judex Juris atau Judex Fakctie adalah putusan kasasi dan peninjauan kembali, maka dilanjutkan dengan penilitian explorative (penjajakan) yaitu, mencari-cari, pengetahuan tentang masalah yang diteliti yaitu putusan Mahkamah Agung.

Data yang dikaji merupakan berbagai putusan Mahkamah Agung meliputi putusan kasasi dan peninjauan kembali, selanjutnya ditelusuri tentang logika hukum, penalaran hukum serta alur pikir hakim yang tertuang dalam pertimbangan hukum putusan.Dari penelusuran tersebut diharapkan memperoleh kaidah hukum yang fundamental.

Dalam penelitian empiris peneliti juga mencari pendapat dari respoden dalam bentuk wawancara ataupun kuesioner dengan nara sumber para hakim agung dengan memberikan kuesioner. Dengan harapan dari hasil penelitian ini dapat diterbitkan buku panduan pedoman bagi para hakim dalam menjalankan tugasnya dan selanjutnya dapat tercipta suatu putusan hakim yang konsisten, berkeadilan dan berkepastian hukum, sehingga cita-cita terwujudnya badan peradilan yang agung dapat tercapai.

(18)

7 a. Pendekatan Masalah

Dalam upaya memperoleh hasil penelitian yang komprehensif dan ilmiah. Pendekaan yang digunakan adalah data sekundair yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka dan data primair yang diperoleh melalui penelitian lapangan dan yang menjadi obyek adalah para hakim pengadilan negeri, hakim pengadilan tinggi dan para Hakim Agung pada Mahkamah Agung. Data sekundair terutama diambil dari peraturan perundang-undangan, situs internet, buk-buku, sedangkan data primair diperoleh melalui penelitian lapangan.Untuk memperoleh kaidah hukum ditelusuri tentang putusan Mahkamah Agung dalam perkara kasasi atau peninjauan kembali yaitu untuk mengetahui apakah putusan tersebut sebagai Judex Juris atau Judex Facti. Data yang dikaji merupakan putusan Mahkamah Agung.

b. Sumber data/Bahan Penelitian

Data/bahan hukum yang digunakan meliputi sumber bahan hukum yaitu, segala peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan materi yang sedang diteliti berupa putusan kasasi dan putusan peninjauan kembali dengan data statistik perkara kasasi dan peninjauan kembali untuk periode 2011 s/d 2012, masing-masing bidang hukum3 (tiga) perkara yaitu putusan dinyatakan ditolak, dinyatakan tidak dapat ditetrima dan dinyatakan Kabul masing-masing satu perkara sebagai sampel, sehingga untuk perkara permohonan kasasi yang ditelusuri sebanyak 21 (dua puluh satu) perkara dan perkara peninjauan kembali sebanyak 21 perkara. Dalam penelitian ini juga dilakukan interview kepada respoden dan pembagian kweseneir untuk memperoleh informasi tentang Judex Juris dan Judex Factie.

c. Teknik Pengumpulan Bahan Penelitian

Bahan penelitian diperoleh dengan melakukan studi kepustakaan dengan menulusuri berbagai undang-undang yang berkaitan dengan materi penelitian, putusan kasasi dan

(19)

8 putusan peninjauan kembali. Secara empiris juga dilakukan wawancara dan pembagian kuesioner dengan para hakim agung. Hasil penelusuran studi kepustakaan peraturan perundang-undangan, putusan kasasi, peninjauan kembali, data kweseneir, hasil wawancara dan data statistik putusan perkara 2011 s/d 2012 dikumpulkan dalam bentuk tabulasi dan dilakukan analisa, selanjutnya akan disajikan dalam bentuk laporan penelitian.

d. Analisa Penelitian

Hasil penelitian akan dianalisa secara kualitatif dan kuantitatif. Data penelusuran pustaka tentang batasan Judex Juris dan Judex Factie, tabulasi data putusan perkara kasasi dan peninjauan kembali periode 2011 s/d 2012, hasil wawancara dari responden dari hasil kwesenair akan dianalisa secara komprehensif, sehingga diharapkan diperoleh hasil dengan kualitas yang diharapkan.

5. Kerangka Konseptual

Dalam kerangka konseptual akan ditelusuri secara teoritis dasar-dasar hukum seluruh peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan kewenangan Mahkamah Agung dalam memutus perkara tentang kasasi dan peninjauan kembali, norma hukum, normatif hukum, teori hukum, asas hukum, definisi bukti baru, prosedur hukum acara dalam permohonan kasasi dan peninjauan kembali baik dalam perkara perdata maupun perkara pidana.

I. UNDANG-UNDANG DASAR TAHUN 1945, Bab IX, Amandemen ketiga, Tentang Kekuasaan Kehakiman : Pasal 24 :

(1) Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.

(20)

9 (2) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.

Pasal 24A :

(1) Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundangundangan di bawah undangundang terhadap undangundang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undangundang.

(2) Hakim Agung harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, profesional, dan berpengalaman di bidang hukum.

Pasal 24B :

(1) Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.

Pasal 24C :

(1) Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undangundang terhadap UndangUndang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UndangUndang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.

(21)

10 II. Undang Nomor 14 Tahun l985 jo

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 jo Undang-Undang-undangNomor 3 Tahun 2009 Tentang Mahkamah Agung :

Pasal 4 :

(2) Pengadilan membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan.

Pasal 10 :

(1) Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.

Pasal 28 :

(1) Mahkamah Agung bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus :

a. Permohonan kasasi;

b. Sengketa tentang kewenangan mengadili;

c. Permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;

Pasal 30 :

(1) Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi membatalkan atau penetapan pengadilan-pengadilan dari semua lingkungan peradilan karena :

a. Tidak berwenang atau melampui batas wewenang;

b. Salah menerapkan atau melanggar hukum hukum yang berlaku;

(22)

11 c. Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan;

PERMOHONAN KASASI : Pemeriksaan Kasasi :

Pasal 43 :

(1) Permohonan kasasi dapat diajukan hanya jika pemohon terhadap perkaranya telah menggunakan upaya hukum banding kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang. (2) Permohonan kasasi dapat diajukan hanya 1 (satu) kali. Pasal 44 :

(1) Permohonan kasasi sebagaimana dimaksudkan Pasal 43 dapat diajukan oleh :

a. pihak yang berperkara atau wakilnya yang secara khusus dikuasakan untuk itu dalam perkara perdata atau perkara tata usaha negara yang diperiksa dan diputus oleh Pengadilan Tingkat Banding atau Tingkat Terakhir di Lingkungan Peradilan Umum, Lingkungan Peradilan Agama, dan Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara;

b. Terdakwa atau wakilnya yang secara khusus dikuasakan untuk itu atau Penuntut Umum atau Oditur dalam perkara pidana yang diperiksa dan diputus oleh Pengadilan Tingkat Banding atau Tingkat Terakhir di Lingkungan Peradilan Umum dan Lingkungan Peradilan Militer.

(2) Dalam pemeriksaan kasasi perkara pidana, sebelum Mahkamah Agung memberikan putusannya, Jaksa Agung karena jabatannya dapat mengajukan pendapat teknis hukum dalam perkara tersebut.

(23)

12 Pasal 45 :

(1) Permohonan kasasi demi kepentingan hukum dapat diajukan oleh Jaksa Agung karena jabatannya dalam perkara perdata atau tata usaha negara yangdiperiksa dan diputus oleh Pengadilan Tingkat Pertama atau Pengadilan Tingkat Banding di Lingkungan Peradilan sebagaimana dimaksudkan Pasal 44 ayat (1) huruf a.

(2) Permohonan kasasi tersebut dalam ayat (1) dapat diajukan hanya 1 (satu) kali.

(3) Putusan kasasi demi kepentingan hukum tidak boleh merugikan pihak yang berperkara.

Peradilan Umum : Pasal 46 :

(1) Permohonan kasasi dalam perkara perdata disampaikan secara tertulis atau lisan melalui Panitera Pengadilan Tingkat Pertama yang telah memutus perkaranya, dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari sesudah putusan atau penetapan Pengadilan yang dimaksudkan diberitahukan kepada pemohon.

(2) Apabila tenggang waktu 14 (empat belas) hari tersebut telah lewat tanpa ada permohonan kasasi yang diajukan oleh pihak berperkara, maka pihak yang berperkara dianggap telah menerima putusan.

(3) Setelah pemohon membayar biaya perkara, Panitera tersebut ayat (1) mencatat permohonan kasasi dalam buku daftar, dan pada hari itu juga membuat akta permohonan kasasi yang dilampirkan pada berkas perkara.

(4) Selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah permohonan kasasi terdaftar, Panitera Pengadilan Dalam Tingkat Pertama yang memutus perkara tersebut memberitahukan secara tertulis mengenai permohonan itu kepada pihak lawan.

(24)

13 Pasal 47 :

(1) Dalam pengajuan permohonan kasasi pemohon wajib menyampaikan pula memori kasasi yang memuat alasan-alasannya, dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari setelah permohonan yang dimaksud dicatat dalam buku daftar.

(2) Panitera Pengadilan yang memutus perkara dalam tingkat pertama memberikan tanda terima atas penerimaan memori kasasi dan menyampaikan salinan memori kasasi tersebut kepada pihak lawan dalam perkara yang dimaksud dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari.

(3) Pihak lawan berhak mengajukan surat jawaban terhadap .memori kasasi kepada Panitera sebagaimana dimaksudkan ayat (1), dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal diterimanya salinan memori kasasi.

Pasal 48 :

(1) Setelah menerima memori kasasi dan jawaban terhadap memori kasasi sebagaimana dimaksudkan Pasal 47, Panitera Pengadilan yang memutus perkara dalam tingkat pertama, mengirimkan permohonan kasasi, memori kasasi, jawaban atas memori kasasi, beserta berkas perkaranya kepada Mahkamah Agung dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari.

(2) Panitera Mahkamah Agung mencatat permohonan kasasi tersebut dalam buku daftar dengan membubuhkan nomor urut menurut tanggal penerimaannya, membuat catatan singkat tentang isinya, dan melaporkan semua itu kepada Mahkamah Agung.

(25)

14 Pasal 49 :

(1) Sebelum permohonan kasasi diputus oleh Mahkamah Agung, maka permohonan tersebut dapat dicabut kembali oleh pemohon, dan apabila telah dicabut, pemohon tidak dapat lagi mengajukan permohonan kasasi dalam perkara itu meskipun tenggang waktu kasasi belum lampau. (2) Apabila pencabutan kembali sebagaimana dimaksudkan

ayat (1) dilakukan sebelum berkas perkaranya dikirimkan kepada Mahkamah Agung, maka berkas perkara itu tidak diteruskan kepada Mahkamah Agung.

Pasal 50 :

(1) Pemeriksaan kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung, berdasarkan surat-surat dan hanya jika dipandang perlu Mahkamah Agung mendengar sendiri para pihak atau para saksi, atau memerintahkan Pengadilan Tingkat Pertama atau Pengadilan Tingkat Banding yang memutus perkara tersebut mendengar para pihak atau para saksi. (2) Apabila Mahkamah Agung membatalkan putusan

Pengadilan dan mengadili sendiri perkara tersebut, maka dipakai hukum pembuktian yang berlaku bagi Pengadilan Tingkat Pertama.

Pasal 51 :

(1) Dalam hal Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi berdasarkan Pasal 30 huruf a, maka Mahkamah Agung menyerahkan perkara tersebut kepada Pengadilan lain yang berwenang memeriksa dan memutusnya. (2) Dalam hal Mahkamah Agung mengabulkan permohonan

kasasi berdasarkan Pasal 30 huruf b, dan huruf c, maka Mahkamah Agung memutus sendiri perkara yang dimohonkan kasasi itu.

(26)

15 Pasal 52 :

Dalam mengambil putusan, Mahkamah Agung tidak terikat pada alasan-alasan yang diajukan oleh pemohon kasasi dan dapat memakai alasan-alasan hukum lain.

Pasal 53 :

(1) Salinan putusan dikirimkan kepada Ketua Pengadilan Tingkat Pertama yang memutus perkara tersebut. (2) Putusan Mahkamah Agung oleh Pengadilan Tingkat

Pertama diberitahukan kepada kedua belah pihak selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah putusan dan berkas perkara diterima oleh Pengadilan Tingkat Pertama tersebut.

Pasal 54 :

Dalam pemeriksaan kasasi untuk perkara pidana digunakan hukum acara sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.

PERMOHONAN PENINJAUAN KEMBALI : Pasal 66 :

(1) Permohonan peninjauan kembali dapat diajukan hanya 1 (satu) kali.

(2) Permohonan peninjauan kembali tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan Pengadilan. (3) Permohonan peninjauan kembali dapat dicabut selama

belum diputus, dan dalam hal sudah dicabut permohonan peninjauan kembali itu tidak dapat diajukan lagi.

Pasal 67 :

Permohonan peninjauan kembali putusan perkara perdata yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat diajukan hanya berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut :

(27)

16 a. apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu;

b. apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan;

c. apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada yang dituntut;

d. apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya;

e. apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama, atas dasar yang sama oleh Pengadilan yang sama atau sama tingkatnya telah diberikan putusan yang bertentangan satu dengan yang lain;

f. apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan Hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.

Pasal 68 :

(1) Permohonan peninjauan kembali harus diajukan sendiri oleh para pihak yang berperkara, atau ahli warisnya atau seorang wakilnya yang secara khusus dikuasakan untuk itu.

(2) Apabila selama proses peninjauan kembali pemohon meninggal dunia, permohonan tersebut dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya.

Pasal 69 :

Tenggang waktu pengajuan permohonan peninjauan kembali yang didasarkan atas alasan sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 67 adalah 180 (seratus delapan puluh) hari untuk : a. yang disebut pada huruf a sejak diketahui kebohongan

(28)

17 memperoleh kekuatan hukum tetap, dan telah diberitahukan kepada para pihak yang berperkara;

b. yang disebut pada huruf b sejak ditemukan surat-surat bukti, yang hari serta tanggal ditemukannya harus dinyatakan di bawah sumpah dan disahkan oleh pejabat yang berwenang;

c. yang disebut pada huruf c, d, dan f sejak putusan memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada para pihak yang berperkara;

d. yang tersebut pada huruf e sejak sejak putusan yang terakhir dan bertentangan itu memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada pihak yang berperkara.

Pasal 70 :

(1) Permohonan peninjauan kembali diajukan oleh pemohon kepada Mahkamah Agung melalui Ketua Pengadilan Negeri yang memutus perkara dalam tingkat pertama dengan membayar biaya perkara yang diperlukan.

(2) Mahkamah Agung memutus permohonan peninjauan kembali pada tingkat pertama dan terakhir.

Pasal 71 :

(1) Permohonan peninjauan kembali diajukan oleh pemohon secara tertulis dengan menyebutkan sejelas-jelasnya alasan yang dijadikan dasar permohonan itu dan dimasukkan di kepaniteraan Pengadilan Negeri yang memutus perkara dalam tingkat pertama.

(2) Apabila pemohon tidak dapat menulis, maka ia menguraikan permohonannya secara lisan di hadapan Ketua Pengadilan Negeri yang memutus perkara dalam tingkat pertama atau hakim yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan yang akan membuat catatan tentang permohonan tersebut.

(29)

18 Pasal 72 :

(1) Setelah Ketua Pengadilan Negeri yang memutus perkara dalam tingkat pertama menerima permohonan peninjauan kembali, maka Panitera berkewajiban untuk selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari memberikan atau mengirimkan salinan permohonan tersebut kepada pihak lawan pemohon, dengan maksud : a. dalam hal permohonan peninjauan kembali

didasarkan atas alasan sebagaimana dimaksudkan Pasal 67 huruf a atau huruf b agar pihak lawan mempunyai kesempatan untuk mengajukan jawabannya;

b. dalam hal permohonan peninjauan kembali didasarkan atas salah satu alasan yang tersebut Pasal 67 huruf c sampai dengan huruf f agar dapat diketahui.

(2) Tenggang waktu bagi fihak lawan untuk mengajukan jawabannya sebagaimana dimaksudkan ayat (1) huruf a adalah 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal diterimanya salinan permohonan peninjauan kembali.

(3) Surat jawaban diserahkan atau dikirimkan kepada Pengadilan yang memutus perkara dalam tingkat pertama dan pada surat jawaban itu oleh Panitera dibubuhi cap, hari serta tanggal diterimanya jawaban tersebut, yang salinannya disampaikan atau dikirimkan kepada pihak pemohon untuk diketahui.

(4) Permohonan tersebut lengkap dengan berkas perkara beserta biayanya oleh Panitera dikirimkan kepada Mahkamah Agung selambatlambatnya dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari.

(5) Untuk permohonan peninjauan kembali tidak diadakan surat menyurat antara pemohon dan/atau pihak lain dengan Mahkamah Agung.

(30)

19 Pasal 73 :

(1) Mahkamah Agung berwenang memerintahkan Pengadilan Negeri yang memeriksa perkara dalam Tingkat Pertama atau Pengadilan Tingkat Banding mengadakan pemeriksaan tambahan, atau meminta segala keterangan serta pertimbangan dari Pengadilan yang dimaksud.

(2) Mahkamah Agung dapat meminta keterangan dari Jaksa Agung atau dari pejabat lain yang diserahi tugas penyidikan apabila diperlukan.

(3) Pengadilan yang dimaksudkan ayat (1), setelah melaksanakan perintah Mahkamah Agung tersebut segera mengirimkan berita acara pemeriksaan tambahan serta pertimbangan sebagaimana dimaksudkan ayat (1), kepada Mahkamah Agung.

Pasal 74 :

(1) Dalam hal Mahkamah Agung mengabulkan permohonan peninjauan kembali, Mahkamah Agung membatalkan putusan yang dimohonkan peninjauan kembali tersebut dan selanjutnya memeriksa serta memutus sendiri perkaranya.

(2) Mahkamah Agung menolak permohonan peninjauan kembali, dalam hal Mahkamah Agung berpendapat bahwa permohonan itu tidak beralasan.

(3) Putusan Mahkamah Agung sebagaimana dimaksudkan ayat (1) dan ayat (2) disertai pertimbangan-pertimbangan. Pasal 75 :

Mahkamah Agung mengirimkan salinan putusan atas permohonan peninjauan kembali kepada Pengadilan Negeri yang memutus perkara dalam Tingkat Pertama dan.selanjutnya Panitera Pengadilan Nigeri yang bersangkutan

(31)

20 menyampaikan salinan putusan itu kepada pemohon serta memberitahukan putusan itu kepada pihak lawan dengan memberikan salinannya, selambat-lambatnya dalam waktu 30 (tiga puluh) hari.

Pasal 76 :

Dalam pemeriksaan permohonan peninjauan kembali putusan perkara pidana yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap digunakan acara peninjauan kembali sebagaimana diatur dalam kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.

III. Undang No. 8 Tahun l981 Tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana :

Pasal 1 angka 9 :

Mengadili adalah serangkaian tindakan hakim untuk menerima, memeriksa, dan memutus perkara pidana berdasarkan asas bebas, jujur, dan tidak memihak di sidang pengadilan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.

Pasal 1 angka 12 :

Upaya hukum adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan pengadilan yang berupa perlawanan atau banding atau kasasi atau hak terpidana untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.

(32)

21 UPAYA HUKUM BIASA

Pemeriksaan Untuk Kasasi Pasal 244 :

Terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung, terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan permintaan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas.

Pasal 245

(1) Permohonan kasasi disampaikan oleh pemohon kepada panitera pengadilan yang telah memutus perkaranya dalam tingkat pertama, dalam waktu empat belas hari sesudah putusan pengadilan yang dimintakan kasasi itu diberitahukan kepada terdakwa.

(2) Permintaan tersebut oleh panitera ditulis dalam sebuah surat keterangan yang ditandatangani oleh panitera serta pemohon, dan dicatat dalam daftar yang dilampirkan pada berkas perkara.

(3) Dalam hal pengadilan negeri menerima permohonan kasasi, baik yang diajukan oleh penuntut umum atau terdakwa maupun yang diajukan oleh penuntut umum dan terdakwa sekaligus, maka panitera wajib memberitahukan permintaan dari pihak yang satu kepada pihak yang lain.

Pasal 246 :

(1) Apabila tenggang waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 245 ayat (1) telah lewat tanpa diajukan permohonan kasasi oleh yang bersangkutan, maka yang bersangkutan dianggap menerima putusan.

(33)

22 (2) Apabila dalam tenggang waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). pemohon terlambat mengajukan permohonan kasasi maka hak untuk itu gugur.

(3) Dalam hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) atau ayat (2), maka panitera mencatat dan membuat akta mengenai hal itu serta melekatkan akta tersebut pada berkas perkara.

Pasal 247 :

(1) Selama perkara permohonan kasasi belum diputus oleh Mahkamah Agung, permohonan kasasi dapat dicabut sewaktu-waktu dan dalam hal sudah dicabut, permohonan kasasi dalam perkara itu tidak dapat diajukan lagi. (2) Jika pencabutan dilakukan sebelum berkas perkara

dikirim ke Mahkamah Agung, berkas tersebut tidak jadi dikirimkan.

(3) Apabila perkara telah mulai diperiksa akan tetapi belum diputus, sedangkan sementara itu pemohon mencabut permohonan kasasinya, maka pemohon dibebani membayar biaya perkara yang telah dikeluarkan oleh Mahkamah Agung hingga saat pencabutannya.

(4) Permohonan kasasi hanya dapat dilakukan satu kali. Pasal 248 :

(1) Pemohon kasasi wajib mengajukan memori kasasi yang memuat alasan permohonan kasasinya dan dalam waktu empat belas hari setelah mengajukan permohonan tersebut, harus sudah menyerahkannya kepada panitera yang untuk itu ia memberikan surat tanda terima.

(2) Dalam hal pemohon kasasi adalah terdakwa yang kurang memahami hukum, panitera pada waktu menerima permohonan kasasi wajib menanyakan apakah alasan ia mengajukan permohonan tersebut dan untuk itu panitera membuatkan memori kasasinya.

(34)

23 (3) Alasan yang tersebut pada ayat (1) dan ayat (2) adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 253 ayat (1) undang-undang ini.

(4) Apabila dalam tenggang waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pemohon terlambat menyerahkan memori kasasi maka hak untuk mengajukan permohonan kasasi gugur.

(5) Ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 246 ayat (3) berlaku juga untuk ayat (4) pasal ini.

(6) Tembusan memori kasasi yang diajukan oleh salah satu pihak, oleh panitera disampaikan kepada pihak lainnya dan pihak lain itu berhak mengajukan kontra memori kasasi.

(7) Dalam tenggang waktu sebagaimana tersebut pada ayat (1), panitera menyampaikan tembusan kontra memori kasasi kepada pihak yang semula mengajukan memori kasasi.

Pasal 249 :

(1) Dalam hal salah satu pihak berpendapat masih ada sesuatu yang perlu ditambahkan dalam memori kasasi atau kontra memori kasasi, kepadanya diberikati kesempatan untuk mengajukan tambahan itu dalam tenggang waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 248 ayat (1).

(2) Tambahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) di atas diserahkan kepada panitera pengadilan.

(3) Selambat-lambatnya dalam waktu empat belashari setelah tenggang waktu tersebut dalam ayat (1), permohonan kasasi tersebut selengkapnya oleh panitera pengadilan segera disampaikan kepada Mahkamah Agung.

(35)

24 Pasal 250 :

(1) Setelah panitera pengadilan negeri menerima memori dan atau kontra memori sebagaimana dimaksud dalam Pasal 248 ayat (1) dan ayat (4), Ia wajib segera mengirim berkas perkara kepada Mahkamah Agung.

(2) Setelah panitera Mahkamah Agung menerima berkas perkara tersebut ia seketika mencatatnya dalam buku agenda surat, buku register perkara dan pada kartu penunjuk.

(3) Buku register perkara tersebut pada ayat (2) wajib dikerjakan, ditutup dan ditandatangani oleh panitera pada setiap hari kerja dan untuk diketahui ditandatangani juga karena jabatannya oleh Ketua Mahkamah Agung.

(4) Dalam hal Ketua Mahkamah Agung berhalangan, maka penandatanganan dilakukan oleh WakiI Ketua Mahkamah Agung dan jika keduanya berhalangan maka dengan surat keputusan Ketua Mahkamah Agung ditunjuk hakim anggota yang tertua dalam jabatan. (5) Selanjutnya panitera Mahkamah Agung mengeluarkan

surat bukti penerimaan yang aslinya dikirimkan kepada panitera pengadilan negeri yang bersangkutan, sedangkan kepada para pihak dikirimkan tembusannya.

Pasal 251:

(1) Ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 157 berlaku juga bagi perneriksaan perkara dalam tingkat kasasi. (2) Hubungan keluarga sebagaimana dimaksud dalam Pasal

157 ayat (1) berlaku juga antara hakim dan atau panitera tingkat kasasi dengan hakim dan atau panitera tingkat banding serta tingkat pertama. yang telah mengadili perkara yang sama.

(3) Jika seorang hakim yang mengadili perkara dalam tingkat pertama atau tingkat banding, kemudian telah menjadi hakim atau panitera pada Mahkamah Agung, mereka

(36)

25 dilarang bertindak sebagai hakim atau panitera untuk perkara yang sama dalam tingkat kasasi.

Pasal 252 :

(1) Ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 220 ayat (1) dan ayat (2) berlaku juga bagi pemeriksaan perkara dalam tingkat kasasi.

(2) Apabila ada keraguan atau perbedaan pendapat mengenai hal Sebagaimana tersebut pada ayat (1), maka dalam tingkat kasasi:

a. Ketua Mahkamah Agung karena jabatannya bertindak sebagai pejabat yang berwenang menetapkan;

b. dalam hal menyangkut Ketua Mahkamah Agung sendiri, yang berwenang menetapkannya adalah suatu panitia yang terdiri dari tiga orang yang dipilih oleh dan antar hakim anggota yang seorang diantaranya harus hakim anggota yang tertua dalam jabatan.

Pasal 253 :

(1) Pemeriksaan dalam tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung atas permintaan para pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 244 dan Pasal 248 guna menentukan :

a. apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya;

b. apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang;

c. apakab benar pengadilan telah melampaui batas wewenangnya.

(2) Pemeriksaan sebagaimana tersebut pada ayat (1) dilakukan dengan sekurang-kurangnya tiga orang hakim atas dasar

(37)

26 berkas perkara yang diterima dari pengadilan lain dari pada Mahkamah Agung, yang terdiri dari berita acara pemeriksaan dari penyidik, berita acara pemeriksaan di sidang, semua surat yang timbul di sidang yang berhubungan dengan perkara itu beserta putusan pengadilan tingkat pertama dan atau tingkat terakhir.

(3) Jika dipandang perlu untuk kepentingan pemeriksaan sebagaimana tersebut pada ayat (1), Mahkamah Agung dapat mendengar sendiri keterangan terdakwa atau saksi atau penuntut umum, dengan menjelaskan secara singkat dalam surat panggilan kepada mereka tentang apa yang ingin diketahuinya atau Mahkamah Agung dapat pula memerintahkan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) untuk mendengar keterangan mereka, dengan cara pemanggilan yang sama.

(4) Wewenang untuk menentukan penahanan beralihke Mahkamah Agung sejak diajukannya permohonan kasasi. a. Dalam waktu tiga hari sejak menerima berkas perkara

kasasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) Mahkamah Agung Wajib mempelajarinya untuk menetapkan apakah terdakwa perlu tetap ditahan atau tidak, baik karena wewenang jabatannya maupun atas permintaan terdakwa.

b. Dalam hal terdakwa tetap ditahan, maka dalam waktu empat belas hari, sejak penetapan penahanan Mahkarnah Agung wajib memeriksa perkara tersebut. Pasal 254 :

Dalam hal Mahkamah Agung memeriksa permohonan kasasi karena telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 245, Pasal 246 dan Pasal 247, mengenai hukumnya Mahkamah Agung dapat memutus menolak atau mengabulkan permohonan kasasi.

(38)

27 Pasal 255 :

(1) Dalam hal suatu putusan dibatalkan karena peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya, Mahkamah Agung mengadili sendiri perkara tersebut.

(2) Dalam hal suatu putusan dibatalkan karena cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang, Mahkamah Agung menetapkan disertai petunjuk agar pengadilan yang memutus perkara yang bersangkutan memeriksanya lagi mengenai bagian yang dibatalkan, atau berdasarkan alasan tertentu Mahkamah Agung dapat menetapkan perkara tersebut diperiksa oleh pengadilan setingkat yang lain.

(3) Dalam hal suatu putusan dibatalkan karena pengadilan atau hakim yang bersangkutan tidak berwenang mengadili perkara tersebut, Mahkamah Agung menetapkan pengadilan atau hakim lain mengadili perkara tersebut.

Pasal 266 :

Jika Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 254, Mahkamah Agung membatalkan putusan pengadilan yang dimintakan kasasi dan dalam hal itu berlaku ketentuan Pasal 255.

Pasal 257 :

Ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 226 dan Pasal 243 berlaku juga bagi putusan kasasi Mahkamah Agung, kecuali tenggang waktu tentang pengiriman salinan putusan beserta berkas perkaranya kepada pengadilan yang memutus pada tingkat pertama dalam waktu tujuh hari.

(39)

28 UPAYA HUKUM LUAR BIASA

Pemeriksaan Tingkat Kasasi Demi Kepentingan Hukum

Pasal 259 :

(1) Demi kepentingan hukum terhadap semua putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dari pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung, dapat diajukan satu kali permohonan kasasi oleh Jaksa Agung.

(2) Putusan kasasi demi kepentingan hukum tidak boleh merugikan pihak yang berkepentingan.

Pasal 260 :

(1) Permohonan kasasi demi kepentingan hukum disampaikan secara tertulis oleh Jaksa Agung kepada Mahkamah Agung melalui panitera pengadilan yang telah memutus perkara dalam tingkat pertama, disertai risalah yang memuat alasan permintaan itu.

(2) Salinan risalah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) oleh panitera segera disampaikan kepada pihak yang berkepentingan.

(3) Ketua pengadilan yang bersangkutan segera meneruskan permintaan itu kepada Mahkamah Agung.

Pasal 261 :

(1) Salinan putusan kasasi demi kepentingan hukum oleh Mahkamah Agung disampaikan kepada Jaksa Agung dan kepada pengadilan yang bersangkutan dengan disertai berkas perkara.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 243 ayat (2) dan ayat (4) berlaku juga dalam hal ini.

(40)

29 Peninjauan Kembali Putusan Pengadilan Yang Telah Mempunyai Kekuatan Hukum Tetap :

Pasal 263 :

(1) Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan permintaan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung.

(2) Permintaan peninjauan kembali dilakukan atas dasar: a. apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan

dugaan kuat, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan;

b. apabila dalam pelbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti, akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang dinyatakan telah terbukti itu, ternyata telah bertentangan satu dengan yang lain;

c. apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu kekhiIafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.

(3) Atas dasar alasan yang sama sebagaimana tersebut pada ayat (2) terhadap suatu putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat diajukan permintaan peninjauan kembali apabila dalam putusan itu suatu perbuatan yang didakwakan telah dinyatakan terbukti akan tetapi tidak diikuti oleh suatu pemidanaan.

(41)

30 Pasal 264 :

(1) Permintaan peninjauan kembali oleh pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 ayat (1) diajukan kepada panitera pengadilan yang telah memutus perkaranya dalam tingkat pertama dengan menyebutkan secara jelas alasannya.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 245 ayat (2) berlaku juga bagi permintaan peninjauan kembali. (3) Permintaan peninjauan kembali tidak dibatasi dengan

suatu jangka waktu.

(4) Dalam hal pemohon peninjauan kembali adalah terpidana yang kurang memahami hukum, panitera pada waktu menerima permintaan peninjauan kembali wajib menanyakan apakah alasan ia mengajukan permintaan tersebut dan untuk itu panitera membuatkan surat permintaan peninjauan kembali.

(5) Ketua pengadilan segera mengirimkan surat permintaan peninjauan kembali beserta berkas perkaranya kepada Mahkamah Agung, disertai suatu catatan penjelasan. Pasal 265 :

(1) Ketua pengadilan setelah menerima permintaan peninjauan kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 ayat (1) menunjuk hakim yang tidak memeriksa perkara semula yang dimintakan peninjauan kembali itu untuk memeriksa apakah permintaan peninjauan kembali tersebut memenuhi alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 ayat (2).

(2) Dalam pemeriksaan sebagaimana tersebut pada ayat (1), pemohon dan jaksa ikut hadir dan dapat menyampaikan pendapatnya.

(3) Atas pemeriksaan tersebut dibuat berita acara pemeriksaan yang ditandatangani oleh hakim, jaksa, pemohon dan panitera dan berdasarkan berita acara itu

(42)

31 dibuat berita acara pendapat yang ditandatangani oleh hakim dan panitera.

(4) Ketua pengadilan segera melanjutkan permintaan peninjauan kembali yang dilampiri berkas perkara semula, berita acara pemeriksaan dan berita acara pendapat kepada Mahkamah Agung yang tembusan surat pengantarnya disampaikan kepada pemohon dan jaksa. (5) Dalam hal suatu perkara yang dimintakan peninjauan

kembali adalah putusan pengadilan banding, maka tembusan surat pengantar tersebut harus dilampiri tembusan berita acara pemeriksaan serta berita acara pendapat dan disampaikan kepada pengadilan banding yang bersangkutan.

Pasal 266 :

(1) Dalam hal permintaan peninjauan kembali tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tersebut pada Pasal 263 ayat (2), Mahkamah Agung menyatakan bahwa permintaan peninjauan kembali tidak dapat diterima dengan disertai dasar alasannya.

(2) Dalam hal Mahkamah Agung berpendapat bahwa permintaan peninjauan kembali dapat diterima untuk diperiksa, berlaku ketentuan sebagai berikut :

a. apabila Mahkamah Agung tidak membenarkan alasan pemohon, Mahkamah Agung menolak permintaan peninjauan kembali dengan menetapkan bahwa putusan yang dimintakan peninjauan kembali itu tetap berlaku disertai dasar pertimbangannya; b. apabila Mahkarnah Agung membenarkan alasan

pemohon, Mahkamah Agung membatalkan putusan yang dimintakan peninjauan kembali itu dan menjatuhkan putusan yang dapat berupa:

1. putusan bebas;

(43)

32 3. putusan tidak dapat menerima tuntutan penuntut

umum;

4. putusan dengan menerapkan ketentuan pidana yang lebih ringan.

(3) Pidana yang dijatuhkan dalam putusan peninjauan kembali tidak boleh melebihi pidana yang telah dijatuhkan dalam putusan semula.

Pasal 267 :

(1) Salinan putusan Mahkamah Agung tentang peninjauan kembali beserta berkas perkaranya dalam waktu tujuh hari setelah putusan tersebut dijatuhkan, dikirim kepada pengadilan yang melanjutkan permintaan peninjauan kembali.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 243 ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) berlaku juga bagi putusan Mahkamah Agung mengenai peninjauan kembali.

Pasal 268 :

(1) Permintaan peninjauan kembali atas suatu putusan tidak menangguhkan maupun menghentikan pelaksanaan dari putusan tersebut.

(2) Apabila suatu permintaan peninjauan kembali sudah diterima oleh Mahkamah Agung dan sementara itu pemohon meninggal dunia, mengenai diteruskan atau tidaknya peninjauan kembali tersebut diserahkan kepada kehendak ahli warisnya.

(3) Permintaan peninjauan kembali atas suatu putusan hanya dapat dilakukan satu kali saja.

(44)

33 IV. Asas, teori, norma dan praktek peradilan tentang Judex

Factie dan Judex Juris.

 Asas hukum Res Judicata Pro Veritate Habeteur: Putusan hakim dianggap benar sampai ada putusan hakim lain yang mengkoreksinya. Berdasarkan asas tersebut, putusan hakim dapat dikoreksi oleh hakim lain yang lebih tinggi, sepanjang putusan tersebut masih dapat dikoreksi oleh hakim lain yang lebih tinggi. Asas tersebut melahirkan adanya hak untuk mengajukan upaya hukum berupa perlawanan, banding, kasasi atau upaya hukum peninjauan kembali. Setiap upaya hukum menunjukkan tingkatan peradilan. Kewenangan hakim pada peradilan tingkat pertama dan tingkat banding disebut dengan istilah Judex Factie, sedangkan kewenangan Mahkamah Agung disebut istilah Judex Juris.  Istilah Judex Factie : dapat disimpulkan tentang

kompetensi hakim dalam memeriksa dan mengadili perkara oleh hakim pada peradilan tingkat pertama dan tingkat banding.

 Istilah Judex Juris : dapat disimpulkan tentang kompetensi hakim agung pada Mahkamah Agung dalam memeriksa dan mengadili perkara dalam tingkat kasasi maupun dalam tingkat peninjauan kembali.

 Putusan permohonan kasasi dan peninjauan kembali dapat dibagi :

- Permohonan kasasi / peninjauan kembali ditolak.

- Permohonan kasasi / peninjauan kembali dinyatakan tidak dapat diterima.

- Permohonan kasasi / peninjauan kembali dikabulkan.

(45)

34  Salah penerapan hukum : dapat diartikan secara sederhana yaitu salah menerapkan ketentuan hukum formil (hukum acara) atau hukum materiil dan alasan lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang diancam batalnya putusan yang bersangkutan.

 Novum : diartikan apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan.

 Upaya hukum biasa : dalam hukum acara terdiri dari perlawanan (verzet), banding dan kasasi.  Upaya hukum luar biasa : dalam hukum acara

meliputi peninjauan kembali dan darden verzet.  Maksud dan tujuan adanya upaya hukum adalah

untuk memperbaiki kesalahan, kekeliruan putusan pengadilan tingkat yang lebih rendah oleh pengadilan yang lebih tinggi.

 Prinsip-prinsip peninjauan kembali :

a. Peninjauan kembali merupakan kompetensi absolute Mahkamah Agung.

b. Putusan peninjauan kembali merupakan putusan tingkat pertama dan terakhir.

c. Putusan telah berkekuatan hukum tetap. d. Putusan perkara contensiosa.

e. Permohonan peninjauan kembali tidak menghentikan eksekusi.

f. Hak mencabut permohonan peninjauan kembali.

(46)

35 g. Alasan-alasan peninjauan kembali telah diatur

secara imperative dalam undang-undang.  Seharusnya secara norma hukum : Peradilan

tingkat pertama sebagai judex factie yaitu memutus perkara berdasarkan fakta hukum, sedangkan fungsi pengadilan tingkat banding adalah memeriksa atau mengoreksi dan meluruskan kekeliruan putusan yang diputus pengadilan tingkat pertama, dengan demikian kompetensi pengadilan tingkat pertama dan pengadilan tingkat banding sebagai judex factie, sedangkan Mahkamah Agung sebagai pengadilan tingkat kasasi hanya berwenang menentukan dan memeriksa penerapan hukum dalam pertimbangan hukum putusan (Judex Juris), namun hukum positip mengatur tentang kompetensi hakim agung pada Mahkamah Agung baik dalam perkara permohonan kasasi ataupun perkara peninjauan kembali sebagaimana tersebut diatas dapat disimpulkan sebagai judex factie dan judex juris.

(47)
(48)

37 BAB II

MAHKAMAH AGUNG DALAM PEMERIKSAAN PERMOHONAN KASASI UNTUK PERIODE 2011 S/D 2012

1. Perkara Pidana Umum

Lingkup tindak pidana Umum :tindak pidana yang diatur dalam KUHP dan undang-undang lain diluar KUHP yang tidak masuk dalam lingkup tindak pidana khusus.

Tabulasi perkara permohonan kasasi pidana umum yang diputus periode 2011-2012

No Tahun Putus % Tolak % No % Kabul %

1 2011 2,336 100 % 1,339 57.3 2% 527 22,56% 410 17.5 5% 2 2012 2,014 100 % 1,256 62,3 6% 487 24,18% 271 13,4 6%

2. Perkara Pidana Khusus

Lingkup pidana khusus : tindak pidana korupsi, tindak pidana pencucian uang, tindak pidana kehutanan, tindak pidana perikanan, tindak pidana perbankan, tindak pidana narkotika, tindak pidana perdagangan orang, tindak pidana pelanggaran Hak Asasi Manusia Berat dan tindak pidana lain diluar KUHP.

Tabulasi perkara permohonan kasasi pidana khusus yang diputus periode 2011-2012

N

No. Tahun Putus % Tolak % NO % Kabul %

1 2011 3,007 100 % 1,764 58.6 6% 500 16.63% 745 24.7 8% 2 2012 2,027 100 % 1,189 58.6 6% 255 12.58% 580 28.6 1%

(49)

38 3. Perkara Perdata Umum

Lingkup perdata umum : perbuatan melawan hukum, wanprestasi, jual beli, perceraian dan sengketa waris oleh non muslim, sengketa adat dan lain-lain.

Tabulasi perkara permohonan kasasi perdata umum yang diputus periode 2011-2012

No. Tahun Putus % Tolak % NO % Kabul %

1 2011 3,350 100% 2,769 82.66% 102 3.04% 479 14.30% 2 2012 2,662 100% 2,195 82.46% 90 3.38% 377 14.16%

4. Perkara Perdata Khusus

Lingkup perdata khusus : bidang kepailitan, bidang Haki (merek, paten, desain industri, sirkuit terpadu, varietas tanaman), perkara hubungan industrial, arbitrase.

Tabulasi perkara permohonan kasasi perdata khusus yang diputus periode 2011-2012

No. Tahun Putus % Tolak % NO % Kabul %

1 2011 970 100% 647 66.70% 130 13.40% 193 19.90%

2 2012 830 100% 592 71.33% 144 5.30% 194 23.37%

5. Perkara Perdata Agama.

Lingkup perdata agama : perceraian dan sengketa waris bagi yang beragama Islam, sengketa perbuatan melawan hukum dan wanprestasi untuk nasabah Bank Syariah dan lain-lain.

Tabulasi perkara permohonan kasasi perdata agama yang diputus periode 2011-2012

(50)

39

No. No. Tahun Putus % Tolak % No % Kabul %

1 2011 534 100% 413 77.34% 42 7.87% 79 14.79%

2 2012 582 100% 461 79.21% 45 7.73% 76 13.06%

6. Perkara Tata Usaha Negara

Lingkup putusan Pengadilan Tata Usaha Negara : Kompetensi Pengadilan Tata Usaha Negara berasarkan ketentuan Pasal 1 angka 3 pada dasarnya mengadili : Keputusan tata usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha Negara yang berisi tindakan hukum tata usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang ataubadan hukum perdata.

Kompetensi Pengadilan Tata Usaha Negara meliputi : pembatalan surat keputusan tentang kepegawaian, legislative, perijinan (hak atas tanah, perdagangan, perindustrian, pertambangan, hak penguasaan hutan, hak penguasaan lahan dan lain-lain.

Tabulasi perkara permohonan kasasi tata usaha negara yang diputus periode 2011-2012

N

No. Tahun Putus % Tolak % NO % Kabul %

1 2011 523 100% 386 73.34% 64 12.24% 79 13.96%

2 2012 495 100% 377 76.16% 61 12.32% 76 12.12%

7. Perkara Pidana Militer

Lingkup tindak pidana militer adalah tindak pidana yang dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia.

Tabulasi perkara permohonan kasasi pidana militer yang diputus periode 2011-2012

(51)

40 N

No. Tahun Putus % Tolak % NO % Kabul %

1 2011 248 100% 156 62.90% 54 21.77% 38 15.32%

(52)

41 BAB III

MAHKAMAH AGUNG DALAM PEMERIKSAAN PENINJAUAN KEMBALI

UNTUK PERIODE 2011- 2012

1. Perkara Pidana Umum

Lingkup tindak pidana Umum : tindak pidana yang diatur dalam KUHP dan undang-undang lain diluar KUHP yang tidak masuk dalam lingkup tindak pidana khusus.

Tabulasi perkara permohonan peninjauan kembali pidana umum yang diputus periode 2011-2012

No Tahun Putus % Tolak % No % Kabul %

1 2011 154 100% 111 72.08% 20 12.99 % 23 14.94% 2 2012 131 100% 59 45.04% 67 51.15 % 5 3.82%

2. Perkara Pidana Khusus

Lingkup pidana khusus : tindak pidana korupsi, tindak pidana pencucian uang, tindak pidana kehutanan, tindak pidana perikanan, tindak pidana perbankan, tindak pidana narkotika, tindak pidana perdagangan orang, tindak pidana pelanggaran Hak Asasi Manusia Berat dan tindak pidana lain diluar KUHP.

Tabulasi perkara permohonan peninjauan kembali tindak pidana khusus yang diputus periode 2011-2012

N

No. Tahun Putus % Tolak % NO % Kabul %

1 2011 271 100% 200 73.80 % 21 7.75% 50 18.45 % 2 2012 166 100% 110 66.27 % 34 20.48 % 10228 13.25 %

(53)

42

3. Perkara Perdata Umum

Lingkup perdata umum : perbuatan melawan hukum, wanprestasi, jual beli, perceraian dan sengketa waris oleh non muslim, sengketa adat dan lain-lain.

Tabulasi perkara permohonan peninjauan kembali perdata umum yang diputus periode 2011-2012

N

No. Tahun Putus % Tolak % NO % Kabul %

1 2011 971 100% 815 83.93% 40 4.12% 116 11.95%

2 2012 738 100% 583 79.00% 47 6.37% 108 14.63%

4. Perkara Perdata Khusus

Lingkup perdata khusus : bidang kepailitan, bidang Haki (merek, paten, desain industri, sirkuit terpadu, varietas tanaman), perkara hubungan industrial, arbitrase.

Tabulasi perkara permohonan peninjauan kembali perdata khusus yang diputus periode 2011-2012

N

No. Tahun Putus % Tolak % NO % Kabul %

1 2011 218 100 % 164 75.2 3% 9 4.13% 45 20.64 % 2 2012 163 100 % 144 88.3 4% 4 2.45% 15 9.20 %

5. Perkara Perdata Agama

Lingkup perdata agama : perceraian dan sengketa waris bagi yang beragama Islam, sengketa perbuatan melawan hukum dan wanprestasi untuk nasabah Bank Syariah dan lain-lain. Tabulasi perkara permohonan peninjauan kembali perdata agama yang diputus periode 2011-2012

(54)

43

No. Tahun Putus % Tolak % NO % Kabul %

1 2011 69 100 % 55 79.7 1% 10 14.49 % 4 5.80 % 2 2012 38 100 % 31 81.5 8% 5 13.16 % 2 5.26 %

6. Perkara Tata Usaha Negara

Kompetensi Pengadilan Tata Usaha Negara meliputi : pembatalan surat keputusan tentang kepegawaian, legislative, perijinan (hak atas tanah, perdagangan, perindustrian, pertambangan, hak penguasaan hutan, hak penguasaan lahan dan lain-lain.

Tabulasi perkara permohonan peninjauan kembali tata usaha negara yang diputus periode 2011-2012

N

No Tahun Putus % Tolak % NO % Kabul %

1 2011 955 100% 854 89.42 % 35 3.6 6% 66 6.91 % 2 2012 881 100% 735 83.43 % 26 2.9 5% 120 13.6 2%

7. Perkara Pidana Militer 2011-2012

Lingkup tindak pidana militer adalah tindak pidana yang dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia.

Tabulasi perkara permohonan kasasi pidana militer yang diputus periode 2011-2012

N

No. Tahun Putus % Tolak % NO % Kabul %

1 2011 10 100% 9 90.00 % 0 0.00 % 1 10.0 0% 2 2012 19 100% 17 89.47 % 2 10.53 % 0 0.00 %

(55)
(56)

45 BAB IV

ANALISA HASIL PENELITIAN

Dalam melakukan diagnosa tentang kewenangan Mahkamah Agung sebagai judex factie atau judex juris untuk mengetahui secara konkret selain didasarkan pada asas, teori dan norma hukum, maka harus ditelusuri data statistik putusan kasasi dan putusan peninjauan kembali, membaca pertimbangan hukum dan amar putusannya karena dengan cara tersebut akan diketahui tentang apa yang senyatanya terjadi dalam praktek dan alasan-alasannya sebagaimana termuat dalam pertimbangan hukum putusan. Untuk penelitian ini akan dikaji terhadap putusan kasasi dan putusan peninjauan kembali dengan data statistik, putusan : pidana umum, pidana khusus, perdata umum, perdata khusus, perdata agama, Pengadilan Tata Usaha Negara dan pidana militer untuk rata-rata periode 2011-20912.

1. Tabulasi data permohonan kasasi selama dua tahun (2011-2012) rata-rata :

No. Jenis Perkara

Putus % Tolak % NO % Kabul % 1 Pidana Umum 4,350 100% 2,595 59.66% 1,014 23.31% 681 15.66% 2 Pidana Khusus 5,034 100% 2,953 58.66% 755 15.00% 1,325 26.32% 3 Perdata Umum 6,012 100% 4,964 82.57% 192 3.19% 856 14.24% 4 Perdata Khusus 1,800 100% 1,29 68.83% 174 9.67% 387 21.50% 5 Pidana Militer 454 100% 304 66.96% 93 20.48% 57 12.56% 6 Perad. TUN 1,018 100% 763 74.95% 125 12.28% 133 13.06% 7 Perdata Agama 1,116 100% 874 78.32% 87 7.80% 155 13.89%

Analisa dalam putusan perkara perkara permohonan kasasi dari periode 2011-2012, rata-rata :

Referensi

Dokumen terkait

Gambar 8 FluktuasiTingkat Pelayanan Ruas Jalan di Lokasi Penelitian Tingkat pelayanan ruas jalan lajur kiri terburuk terjadi di Jalan Utama Gerbang Depan dengan

Muncul teori lain yang berdasar pada penggunaan PENOPANG LOGAM standar yang diikat secara bersamaan oleh ENGSEL-ENGSEL konstruksi khusus.. sedemikian rupa, sehingga dapat

ARGUMENTASI KASASI PENUNTUT UMUM DAN PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG MEMUTUS TINDAK PIDANA DI BIDANG KEHUTANAN TERHADAP PUTUSAN LEPAS DARI SEGALA TUNTUTAN HUKUM (Studi

Pemikiran Alwi Shihab Tentang Toleransi Beragama Dalam Buku Islam

Seperti yang dikutip dari jurnal ilmiah komunikasi massa Efek Iklan Politik Dalam Media Massa Terhadap Perilaku Memilih dalam Pemilu Karangan Gati Gayatri mengatakan Sejak

Data yang dikum- pulkan meliputi umur, jenis kelamin, diagnosis, tindakan, keluhan datang, mata yang dikenai, tindakan setelah terapi, keadaaan sosioekonomi serta

Latar Belakang : Pasien yang mengalami penyakit dispepsia sering disertai dengan rasa nyeri atau rasa tidak nyaman dibagian perut. Salah satu cara penanganan

angka keluaran hongkong tahun 2004 sampai dengan thn 2005, arsip data paito result pasaran togel dan pengeluran togel hkg pools.. 2.1 Aset 2.2 Liabiliti 2.3 Ekuiti Pemilik 2.4 Hasil